Suara ibu memanggilku dari luar kamar. Dengan malas, aku membuka mataku lalu beranjak duduk. Hampir semalaman aku tidak bisa tidur. Baru setelah sholat shubuh aku bisa tertidur. Aku memilih tidur di kamar kak Raka setelah keluar dari kamarku semalam."Ya Bu.""Bangun Na, sudah siang," kata ibu sebelum terdengar langkah kakinya menjauh. Aku turun ke bawah setelah membersihkan diri. "Sarapan dulu, Na," Ibu menarik tanganku untuk duduk di meja makan. Aku hanya mengambil sebungkus roti rasa coklat yang dulu biasa aku makan untuk sarapan saat masih sekolah."Kamu tidak kangen masakan Ibu, Na?" tanya ibu dengan wajah sedikit kecewa. "Kangen, Bu. Nanti, aku makan nasi. Sekarang, lagi pengen makan roti," jawabku lalu mengigit roti coklat yang kupegang. Baru gigitan kedua kak Raka mendekatiku lalu berkata, "Arana, kalau sudah selesai sarapan, keluarlah! Orang tua Saga sudah menunggu di ruang tamu," Aku pun mengangguk sebagai jawaban. Segera kuletakkan roti coklat yang masih tersisa setenga
Arana povHari ini aku akan kembali ke kota B. Di sana aku bekerja di sebuah perusahaan konfeksi sebagai desainer, bersama tiga temanku sebagai satu tim. Awalnya aku magang di perusahaan itu tapi setelah masa magangku selesai perusahaan menawari untuk menjadi desainer free time sambil menyelesaikan skripsi ku. Setelah aku lulus kuliah, perusahaan menerimaku sebagai karyawan kontrak. "Kamu benar-benar mau kembali?" tanya kak Raka ketika aku sedang bersiap-siap. "Hem, aku sudah menyelesaikan semua masalahku disini, jadi aku akan kembali menjalani kehidupanku di kota B." "Saga sudah menebus semua kesalahannya Na. Pikirkanlah kembali," bujuk Kak Raka. Aku menghela nafas,"Tapi bayiku takkan kembali hidup Kak?""Lalu membenci Saga apa bisa menghidupkannya lagi?" Pertanyaan kak Raka membuatku terdiam. "Selama ini Saga sudah tidak lagi berhubungan dengan Wanita itu," sambungnya berusaha meyakinkanku. "Kenapa kamu jadi membelanya Kak? kamu tahu sesakit apa aku waktu itu," protesku tidak t
"Lakukan jika kau ingin keluargamu jatuh miskin," ancam Saga yang membuat Arana kesal. "Maksudnya?" Arana memicingkan matanya curiga. Saga tak menjawab, rahangnya mengeras dengan tatapan tajam ke arah Arana lalu melangkah pergi tanpa menjawab pertanyaan istrinya itu. Arana memandang Kepergian Saga dengan pikiran yang campur aduk. Muncul rasa khawatir di hatinya, takut nasib keluarganya akan benar-benar akan jatuh miskin. Walaupun ayahnya lebih mengutamakan kakaknya daripada dirinya. Meski begitu ayahnya itu sudah membiayai hidup Arana sejak kecil sampai ia dewasa. Tidak mungkin ia tega menjadi penyebab kehancuran bisnis yang sudah dirintis ayahnya dengan susah payah. "Arana, ayo balik ke kantor?" Tari menepuk pundak Arana pelan, menyadarkan Arana dari lamunannya. "Ah iya Mbak." "Dia suami kamu?" tanya Sarah teman satu bagian Arana. Arana menatap Sarah heran, dari mana dia tahu. pikir Arana. "Kita dengar saat kalian bertemu tiga hari yang lalu. Dia bilang kalau kamu istrinya lalu
Arana povAku pulang menggunakan kereta api agar bisa menghemat uang. Aku membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk mengurus perceraian ku nanti, apalagi aku memilih menyewa pengacara untuk memudahkan prosesnya. Kereta yang aku tumpangi berangkat jam 05.45 pagi. Membutuhkan waktu 5 jam untuk sampai di kota kelahiran ku. Sekitar pukul sebelas siang aku sampai, tanpa pulang ke rumah dulu aku langsung menuju ke kafe flower's tempat aku janji temu dengan pengacara yang akan mengurus perceraian ku dan Mas Saga. Tadi malam setelah menghubungi pengacara, aku memberitahu keputusanku kepada kak Raka. Awalnya dia menyuruhku untuk memikirkannya kembali. Dia masih tetap saja memintaku untuk bicara baik-baik dulu dengan Mas Saga. Aku menjelaskan bahwa Mas Saga sudah tidak lagi menemui ku selama dua minggu ini. Bukankah harusnya dia berusaha meyakinkan aku jika dia berniat untuk kembali bersamaku lagi. namun, kakak sepupuku itu tetap kekeh menyuruhku untuk menunda pengajuan gugatan sampai aku da
Arana pov Esoknya. Pagi ini aku bersama Rania pergi menuju ke sebuah kafe di pusat kota. Sesampainya di kafe Kami langsung memesan makanan dan minum sambil menunggu dua orang teman kami. "Hallo guys,," sapa Reza teman sekaligus sepupuku. "Sudah lama nunggu nya?" sahut Ryan sambil menarik kursi di sebalahku. "Lumayan. Pesen makan dulu," kataku lalu memanggil pegawai kafe. "Kapan pulang?" tanya Reza setelah selesai memesan makanan. "Kemarin siang" jawabku di sela-sela mengunyah makananku. Reza mengangguk lalu menanyakan respon orang rumah saat pertama kali aku kembali beberapa minggu yang lalu. Aku menceritakan semuanya juga dengan rencana ku yang mengajukan gugatan cerai ke mas Saga. Aku tidak pernah menyembunyikan apapun dari ketiga sahabatku ini. Sebaliknya mereka juga selalu menceritakan masalah mereka meskipun hanya lewat telfon. Mereka bertiga adalah orang yang membantuku pergi dan bersembunyi selama empat tahun ini. Rania yang membantu mengambil ijazah di rumah bapak untu
Arana povSetelah makan siang aku mendapat kabar dari pak Gilang bahwa gugatan perceraian ku sudah masuk ke pengadilan. Mungkin dalam minggu ini akan ada surat panggilan dari pengadilan untuk mas Saga juga untuk ku. Aku merasa lega tapi juga ada rasa khawatir yang menggelayut di hatiku. Ancaman mas Saga beberapa minggu yang lalu masih mengusik pikiran ku. Aku tahu betul sekeras kepala apa mas Saga. Aku berharap dia masih memiliki belas kasihan kepada keluargaku. Aku sedang berjalan menuju halte bus saat sebuah mobil membunyikan klakson mengikutiku. "Arana,..Keysa Arana" panggil seseorang dari dalam mobil setelah jendela mobil diturunkan. "Kak Arya," sapaku lalu tersenyum. Kak Arya adalah seniorku di sekolah dulu. Kami beda dua tingkat. Aku kelas sepuluh dan dia kelas dua belas. "Mau pulang?" tanyanya setelah keluar dari mobilnya."Iya Kak." jawabku menghadap kearah nya. "Ayo aku antar" ajaknya sambil berjalan mendekat lalu membukakan pintu mobilnya. "Aku bisa pulang sendiri Kak
Sagara povPagi ini mama menelfon ku, memberi tahu ada surat panggilan untuk ku dari pengadilan. Sudah satu bulan lebih aku berada di luar kota untuk menyelesaikan masalah yang menghambat proyek perusahaan ku. Sejak kepergian istriku empat tahun lalu aku mendirikan perusahaan sendiri. Dengan tiga temanku sebagai investor. Aku mencurahkan semua waktu ku untuk perusahaan, sehingga dalam waktu empat tahun perusahaan ku berkembang pesat dan sudah menyelesaikan banyak proyek pembangunan mulai dari perumahan juga pertokoan dan pusat perbelanjaan. Aku tahu istriku salah faham padaku. Dia mengira aku menginginkan perusahaan ayahnya yang setengah sahamnya atas namaku. Awal mulanya, ayah Arana (Aditama) ingin mengembangkan pabrik makanan instant miliknya, tapi karena membutuhkan dana yang besar Mertuaku itu menawarkan papa untuk menjadi investor.Papa dan Ayah Arana adalah teman lama. Papa bersedia menjadi investor jika aku menikah dengan salah satu anaknya sehingga Aku dan istriku yang akan m
Arana pov "Tidak mungkin" sahut pak Kenan. "Di data diri karyawan, statusnya masih single" lanjutnya membantah ucapan Mas Saga. "Single" gumam Mas Saga menatapku tajam. Sedangkan aku, berusaha menutupi wajahku dan sesekali melirik ke Mas Saga dan beberapa karyawan memandang kearah kami. Malu. Sangat malu, itu yang aku rasakan sekarang. Aku tidak bisa membayangkan apa yang muncul di pikiran mereka tentangku setelah melihat kejadian ini. "Benarkah itu Arana." aku meliriknya, Mas Saga menatapku tajam "Katakan!" bentak mas Saga membuatku menutup mata karena terkejut. Setelah menormalkan detak jantungku. Aku berbicara pada atasan ku, "Maafkan saya Pak kenan. Sudah membuat keributan di kantor" Lalu menarik mas Saga berjalan keluar. Di luar kantor mas Saga balik menarik ku dan memaksa masuk ke mobil nya. "Masuk!" perintah nya sambil membuka pintu mobil, "Kamu ingin kita jadi tontonan lagi?" cibirnya saat aku berusaha memberontak. Dengan terpaksa aku menurut dan masuk ke mobilnya di k
Tiga tahun setelah nya. "Aksara tidak boleh lari-larian di dalam rumah." seru Arana memberi peringatan pada Putri semata wayangnya yang berlarian mengejar Endharu anak dari Raka. "Hati-hati nanti jatuh sayang...!" Miranda menyahut dari dapur sambil membawa puding coklat yang dia buat tadi pagi untuk cucu kesayangannya. "Mas anak kamu itu lo, nanti jatuh." gerutu Arana pada Saga yang hanya diam saja melihat putrinya berlarian. "Kalau aku yang menegurnya, dia akan langsung menangis, lebih baik kamu saja yang menegurnya." ujar Saga pelan dengan pandangan tak lepas dari Aksara. Arana menghela nafas panjang, putrinya itu memang sagat pintar. Setiap kali Saga menegurnya dia akan langsung menangis dan membuat Saga tidak tega. Namun jika Arana yang menegurnya tidak akan di hiraukan olehnya karena bagi Aksara mendengar omelan Arana adalah hal yang biasa. Berbeda dengan Saga yang jarang mengomel tapi ekspresi wajahnya akan sangat menakutkan jika sedang marah. Dengan malas Arana beranjak
Arana dan Aksara sudah cantik dengan gaun ala princess berwarna pink soft yang di desain sendiri sama Arana. Sedangkan Saga sangat tampan dengan memakai kemeja yang berwarna senada dengan gaun yang di pakai istri dan anaknya. Saga melipat lengan kemejanya keatas sampai ke sikunya, memperlihatkan lengan kekarnya. Saga menggendong Aksara dengan Arana disampingnya berdiri didepan kue ulang tahun menerima ucapan selamat dan kado dari para tamu undangannya. Nampak Jordan diantar para tamu bersama anak dan istrinya yang sudah di boyongnya pulang kembali dari kota B. "Selamat ulang tahun Aksara" ucap Mutiara istri Jordan sambil tersenyum pada juniornya di kampus dulu. "Mbak Mutia," pekik Arana dengan wajah sumringah, "Ya Alloh Mbak. Apa kabar?" Arana menanyakan kabar seniornya dulu setelah dia mengurai pelukan nya. "Puji Tuhan, saya baik Arana." jawab Mutiara, "Meskipun telat selamat ya untuk kelahiran putri kamu dan Saga." ucap Mutiara memberi selamat pada Arana, "Iya Mbak terima kasih
Hari ini semua orang sedang sibuk menyiapkan ulang tahun Aksara, putri pertama Sagara Bagaskara sekaligus cucu pertama dari keluarga Bagaskara. Bima dan Miranda sudah pulang kembali dari Madrid sejak dua hari yang lalu, namun tidak dengan Rendra, mereka tetap meminta Rendra untuk tinggal disana sampai kuliah Kedokteran nya selesai. Arana sedang duduk di sofa ruang tengah sedang sibuk dengan kertas-kertas bon mengecek apa ada yang kurang untuk acara ulang tahun Aksara yang akan di adakan besok pagi. Tidak jauh dari Arana duduk, nampak Miranda sedang menggendong Aksara sambil sesekali menimang cucu pertamanya tersebut. "Ma Aksara sudah bisa jalan. Gak perlu di gendong terus nanti Mama capek" Arana mengingatkan mertua nya agar tidak memanjakan putrinya dan membuatnya didrinya kelelahan."Gak papa ya Aksara, Oma gak capek kok. Aksara masih ingin di gendong oma Mama" jawab Miranda sambil mencium pipi chubby Aksara. "Oh ya Na. Caterina buat besok sudah siap semua kan?" tanya Miranda masi
"Suami, atau Mantan suami?" tanya Gibran dengan nada sinis, "Atau mungkin calon mantan suami. Aku dengar perceraian kalian sudah diproses sejak dua tahun yang lalu." "Maaf, Seperti nya Kak Gibran salah faham" sahut Arana berusaha menengahi sambil menggenggam tangan Saga yang sudah mengepal kuat. "Kamu tidak perlu berbohong lagi Ara. Aku sudah tahu semuanya, kamu di paksa menikah dengan dia kan?" kata Gibran pelan dan menatap Arana sendu. "Gibran," tegur Gio Saga yang sejak tadi mengamati kejadian di depannya "Jangan bicara sembarangan! Pak Saga tolong maafkan kelancangan Adik saya." Gio berdiri dan menarik adiknya agar menjauh dari Arana. Saga berdiri dan menarik Arana agar menempel padanya. "Ajari Adikmu sopan santun." ujar Saga sinis. "Iya maafkan saya yang kurang bisa mendidik Adik saya." jawab Gio sambil menunduk sopan. "Ck.. " Gibran berdecak kesal. "Jadi yang tadi kalian hanya bersandiwara menjadi suami istri yang romantis." cibir istri Gio. Mendengar kalimat kakak ipar
Saga dan Arana sampai di sebuah hotel berbintang tempat rekan bisnis Saga menggelar resepsi pernikahannya. "Wah,, Resepsi nya mewah sekali ya Mas," Arana memandang penuh kekaguman ketika mereka memasuki ballroom yang sudah di hias sedemikian rupa sehinga terlihat mewah dan berkelas. "Kamu suka?" tanya Saga menoleh pada sang istri yang di tangannya melingkar manis di lengan Saga. Arana menggeleng, "Tidak," jawabnya sambil matanya memandang pada pelaminan pengantin yang begitu megah. Saga tersenyum tipis mendengar jawaban istrinya itu. Bahkan Arana tidak membutuhkan waktu lama untuk menjawab. Saga sudah sangat memahami Arana, dia wanita yang sederhana dan sangat pengertian. Tidak ada satu pun barang mewah yang pernah Arana beli. Baju, tas, sepatu, sandal yang Arana pakai adalah brand dalam negri yang harganya hanya ratusan ribu. Jika ada barang mewah yang Arana miliki itu adalah Saga yang membelinya. "Istriku memang berbeda," bisik Saga lalu mengecup rahang Arana sekilas. Arana
Hari ini Saga akan mengajak Arana ke acara resepsi pernikahan rekan bisnisnya. Untuk pertama kalinya Arana meninggalkan putrinya di rumah bersama Lastri. Sejak pulang dari menjenguk Kiara Lastri tidak pulang ke rumahnya. Dia sengaja menginap untuk menemani Arana karena Ratih sedang sibuk menjaga Kiara dan Dara. Arana memperhatikan penampilan yang memakai dress putih dengan panjang sedikit di bawah lutut melalui cermin yang ada di kamarnya. Wajahnya tersenyum puas melihat tampilannya sendiri. "Kamu canti sekali, sayang," puji Saga yang baru keluar dari ruang ganti. Saga berjalan mendekati Arana yang berdiri didepan cermin. Memeluknya melingkarkan tangan kekarnya di perut ramping Arana. Saga sedikit membungkukkan tubuhnya karena tinggi bedan mereka yang berbeda. CUP... Saga mencium rahang Arana. "Cantik, Kamu makin cantik jika wajahmu memerah karena malu" bisik Saga sembari memandangi wajah Arana dari pantulan cermin. Arana tersipu malu, "Mas, sekarang makin pinter gombal ya?" sah
Saga sedang menuruni tangga dengan Aksara di pelukannya. Dia membawa bayi kecil itu duduk di sofa ruang tengah sembari menunggu Arana menyiapkan makan malam bersama Bi Sarti. Arana hanya akan mengerjakannya pekerjaan rumah jika Saga ada di rumah untuk menjaga Aksara. Saga sendiri sudah mewanti-wanti Arana agar tidak meninggalkan putri mereka sendirian. Mengingat perkembangan Aksara yang semakin hari semakin lincah dan menggemaskan. Saga mengajak Aksara berbicara dan bercanda. Meski hanya celotehan yang tidak jelas namun bagi Saga itu obat mujarab untuk rasa penat dan lelahnya setelah seharian berkutat dengan pekerjaannya kantor. "Mas, ayo makan!" seru Arana dari meja makan. "Iya, Mama" jawab Saga melangkah mendekati meja makan. "Bi, tolong ambilkan baby bouncer nya Aksara" pinta Arana pada Bi Sarti setelah wanita paruh baya itu meletakkan sepiring ayam goreng lengkuas buatannya tadi. "Sebentar ya sayang, Bibi sedang mengambilkan mu baby bouncer" Arana mengambil Aksara dari pangk
Arana meminta izin pada Kiara dan Lastri untuk keluar lebih dulu melihat putrinya Aksara. Saat sampai di luar kamar Arana langsung menuju teras samping rumah Aditama. Arana mendudukkan dirinya di kursi panjang dekat kolam renang. Dia menangis tersedu-sedu melepaskan air mata yang sudah di tahannya semenjak tadi setelah melihat kondisi Kiara. Arana merasa sangat sedih melihat keadaan saudara perempuannya yang sangat mengenaskan karena ulah suaminya. Duta laki-laki yang sangat di cintai Kiara semenjak masih kuliah dulu. "Sayang, kamu kenapa?" Saga menyusul Arana sambil menggendong Aksara yang sudah terbangun. "Mas," sahut Arana mengusap kasar air matanya. "Sini biar Aksara sama aku, mungkin dia haus" Arana mengulurkan tangannya mengambil Aksara dari gendongan Saga. "Haus Nak?" tanya Arana saat melihat Aksara menarik-narik baju di bagian dad* Arana. "Sepertinya dia memang haus dan lapar. Dia sudah bangun sejak tadi" sahut Saga sambil membersihkan bekas air mata di pipi mulus Arana.
Setelah Saga sampai di rumah mereka segera berangkat Ke rumah Aditama bersama dengan Jatmiko dan Lastri. Mereka sengaja menunggu Saga agar bisa berangkat bersama-sama untuk menjenguk Kiara. Selama perjalanan Aksara tampak begitu senang dan ceria. Ini pertama kalinya Aksara di ajak keluar rumah. Aksara duduk di pangkuan Lastri di kursi belakang. Aksara mengoceh sambil mata kecilnya melihat kearah jendela. Jatmiko dan Lastri sibuk meladeni celotehan bayi kecil yang menggemaskan tersebut. Sedang Arana memandang lurus ke depan sedang melamun."Sayang. Kenapa diam saja?" Saga menyentuh tangan Arana sambil pandangannya tetap fokus pada jalanan di depannya. Arana menoleh, "Gak papa cuma lagi mikirin Mbak Kiara saja." jawab Arana jujur mengutarakan kegelisahan nya. "Dia pasti sangat menderita Mas" tuturnya sedih. "Kamu terlalu baik sayang. Padahal dia sudah berulang kali menyakiti kamu, tapi kamu tetap saja memikirkan dia." sahut Saga sambil menggenggam tangan Arana dengan tangan kirinya.