Share

Chapter 59

Penulis: Els Arrow
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Mobil mewah milik Gerald berhenti di depan rumah sederhana bercat hijau muda. Dinara langsung turun dan bergegas masuk setelah mengucapkan terima kasih.

Di ruang tamu, Azka masih asyik menonton televisi, matanya tertuju pada animasi kartun yang sedang diputar. Dinara langsung memeluk putranya, disambut senyum hangat dan pelukan erat dari anak laki-laki itu.

Sayangnya, senyuman manis di bibir mungil putranya tak bertahan lama saat dia mempertanyakan apakah putra kecilnya sudah makan atau belum malam ini.

"Mama, Azka lapar. Papa nggak kasih makan Azka."

Dinara seakan menahan napas. "Apa?! Kamu nggak dikasih makan?"

"Papa lagi sama Tante Bella. Katanya, Azka harus makan sendiri," jawab Azka, bibirnya cemberut.

Dinara mengusap kepala Azka. "Biar besok mama tegur Papa sama Tante Bella, ya. Sekarang Mama temenin kamu makan, Mama tadi beli ayam crispy saat di jalan."

"Beneran, Ma?" Azka langsung berbinar. "Ayam crispy?"

"Iya, Sayang. Ayam crispy kesukaan Azka," jawab Dinara.

"Wah ... as
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 60

    Pagi itu, Dinara melangkah gontai menuju kantor. Sisa-sisa air mata semalam masih terasa basah di pipinya. Rasa sakit dan kekesalan masih bercokol di hatinya, membuat langkahnya terasa berat. Ia seperti membawa beban yang tak tertanggungkan.Setibanya di kantor, Dinara langsung menuju ruangan Nada, sahabat karibnya yang kini sudah diangkat menjadi staf admin. Nada yang melihat wajah Dinara pucat dan mata sembabnya itu pun langsung tahu bahwa ada sesuatu yang terjadi."Din, kamu kenapa? Kok muka kamu pucat gitu?" tanya Nada, raut wajahnya penuh kekhawatiran.Dinara hanya menggeleng pelan, air mata kembali menganak sungai di pipinya. "Aku ... aku lelah, Nada," lirihnya, suaranya bergetar menahan isak."Lelah? Lelah kenapa? Cerita, dong, Din. Jangan dipendam sendirian," ujar Nada, menarik Dinara untuk duduk di sampingnya.Dinara pun menceritakan semuanya. Ia menceritakan tentang pertengkarannya dengan Yuyun semalam, tentang rasa sakit yang ia rasakan karena selalu disalahkan atas semua m

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 61

    Kesabaran Gerald akhirnya habis. Dinara, yang terus bungkam dan menghindari tatapannya, membuat amarahnya memuncak."Dinara, aku sudah lelah dengan sikapmu yang seperti ini!" desis Gerald, suaranya meninggi. "Kau terus bersembunyi di balik diammu, tapi aku tahu kau sedang menyembunyikan sesuatu. Aku tidak akan memaksamu untuk bercerita, tapi kau harus kembali ke ruanganmu. Aku tidak ingin melihatmu lagi hari ini." Dinara terdiam, air matanya kembali menetes. Ia merasa terpuruk, tak berdaya. Ia tahu, Gerald sudah curiga, tapi ia tak bisa membongkar rahasianya."Baiklah, Pak," jawab Dinara lirih, suaranya bergetar. Ia perlahan menegakkan posisi tubuh, masih gemetar menahan ketakutan.Gerald hanya menatapnya tajam, lalu berbalik dan berjalan menuju meja kerjanya. Dinara pun keluar dari ruangan CEO, langkahnya gontai, wajahnya sembab.Saat Dinara membuka pintu, ia terkejut melihat Pak Renaldy, sang Direktur Utama, baru saja keluar dari lift bersama beberapa orang penting. Mereka

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 62

    Dinara menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Ia tak mungkin terus bersembunyi di balik pot. Ia memutuskan untuk kembali ke ruang divisi pemasaran.Begitu sampai di ruangan, ia langsung duduk di kursinya. Ia belum sempat melepaskan rasa gelisah, teleponnya berdering. Nama pengacaranya tertera di layar. Dinara ragu-ragu untuk mengangkatnya, tapi akhirnya ia memutuskan untuk mengangkatnya."Bu Dinara, besok sidang pertama untuk kasus perceraian Anda dengan Pak Reno," kata pengacaranya di seberang telepon, langsung tanpa basa-basi "Saya tidak bisa hadir, Pak. Maaf," jawab Dinara, suaranya terdengar lesu."Kenapa? Apa ada halangan, Bu?" tanya pengacaranya."Ya, ada," jawab Dinara. Ia tak ingin menjelaskan alasannya kepada pengacaranya. "Ada pekerjaan penting yang tidak bisa saya tinggalkan."Baiklah. Saya akan mengurus semuanya. Jangan khawatir, Bu. Saya akan selalu mengabarkan perkembangannya nanti.""Terima kasih, Pak. Oh, iya, satu lagi," kata Dinara, suaranya sed

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 63

    Beberapa minggu berlalu, seperti angin yang berhembus cepat, membawa Dinara melewati hari-hari yang penuh harap dan cemas. Sidang perceraiannya dengan Reno telah berakhir, dan kini, Dinara duduk di hadapan pengacaranya, jantungnya berdebar kencang."Bu Dinara," sapa pengacaranya, senyum hangat terukir di wajahnya. "Putusan hakim sudah keluar. Permohonan perceraian Anda dikabulkan."Dinara menarik napas dalam-dalam, lega dan haru bercampur menjadi satu. "Alhamdulillah," gumamnya, air mata bahagia menetes di pipinya."Hak asuh Nak Azka juga sudah ditetapkan," lanjut pengacaranya, "Hak asuh Azka ada di tangan Anda, Bu Dinara."Dinara semakin lega, rasa syukur memenuhi hatinya. Meski secata hukum anak di bawah tujuh belas tahun tetap bersama ibunya, tetapi Dinara tetap ingin pengadilan yang memutuskan agar berkasnya nanti lebih mudah diurus."Satu lagi, Bu," kata pengacaranya, "Saya sudah mengurus balik nama aset atas nama Pak Reno menjadi atas nama Azka. Ini adalah hak Anda, dan saya yak

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 64

    Ojek online berhenti tepat di depan halaman rumah mertua Dinara. Ia membayar ongkos dan turun, membawa tas kerjanya. Matanya menangkap pemandangan yang tak biasa di teras rumah. Reno duduk di kursi teras, wajahnya memerah menahan amarah. Di sampingnya, Bella dan Yuyun duduk berdampingan, tatapan mereka tajam menusuk Dinara. Dinara berusaha bersikap tenang. Ia menarik napas dalam-dalam dan berjalan menuju pintu, melewati tatapan nyalang Reno dan tatapan sinis Bella dan Yuyun. "Dinara!" teriak Reno, suaranya bergetar menahan amarah. Dinara berhenti sejenak, tetapi tak menoleh. Ia hanya mengangkat tangannya, memberi isyarat agar Reno diam. "Kamu mau ke mana, Dinara?" tanya Bella, suaranya terdengar berbisik, tetapi penuh ancaman. Dinara tetap tak berbalik. Ia membuka pintu dan masuk ke dalam rumah, meninggalkan Reno, Bella, dan Yuyun di teras. "Dinara!" teriak Reno lagi, suaranya semakin meninggi. "Berhenti! Aku mau bicara denganmu!" Dinara mengabaikannya. Ia berjalan men

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 65

    Mobil taksi berhenti di depan rumah Nada, sahabat Dinara. Dinara membayar ongkos dan bergegas keluar, membawa tas berisi berkas-berkas penting. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Rumah Nada terasa seperti pelabuhan bagi Dinara, tempat ia bisa melupakan sejenak drama rumah tangganya. Dinara mengetuk pintu, dan tak lama kemudian Nada membukanya dengan senyum hangat. "Din, kamu sudah pulang?" tanya Nada, matanya menyorot rasa khawatir. "Ada apa? Kenapa kamu terlihat lelah?" Dinara tersenyum tipis. "Aku baik-baik saja, Nad. Hanya lelah sedikit," jawabnya. "Boleh aku masuk?" "Tentu, silakan masuk," jawab Nada, menggeser tubuhnya untuk memberi jalan. Dinara melihat jam yang bertengger di dinding rumah Nada, jarumnya masih menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Dinara melangkah masuk, dan matanya langsung tertuju pada Azka, putranya, yang sedang asyik bermain lego bersama Nada. Azka langsung berlari menghampiri Dinara, memeluk erat kakinya. "Mama!" seru Azka,

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 66

    Malam itu, Reno terbaring di ranjang, matanya terpejam, tetapi tak kunjung lelap. Bella, istrinya, sudah terlelap di sampingnya sejak beberapa jam lalu, napasnya teratur dan tenang. Namun, Reno tak bisa merasakan ketenangan seperti Bella. Pikirannya terus dipenuhi oleh bayangan Dinara dan Azka, putranya. Reno menghela napas berat, rasa bersalah menyergap hatinya. Dia ingat saat dia selingkuhi Dinara, saat dia melupakan sumpah pernikahannya. Dia ingat saat dia menyakiti Dinara dan Azka. "Dinara ... Azka ...," gumam Reno, suaranya terdengar lirih. "Maafkan aku." Reno berbalik menghadap Bella, matanya menatap wajah istrinya yang tertidur lelap. Dia terbayang wajah Dinara, wajah yang selalu menyertainya dalam mimpi. "Aku salah, Dinara," gumam Reno, suaranya terdengar sedih. "Aku harus menebus kesalahanku." Reno menarik selimut Bella ke atas dada, mencoba menenangkan diri. Namun, rasa bersalah itu terus menyergapnya. Dia tahu bahwa dia harus berbuat sesuatu untuk memperbaiki kesal

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 67

    Motor Reno melaju pelan memasuki halaman rumah, lampu teras menyinari wajahnya yang muram. Ia menghela napas berat, kepalanya penuh dengan pikiran tentang Azka dan Dinara. Ia ingin memberi Azka waktu untuk menenangkan diri, berharap besok Azka mau sedikit terbuka padanya. Namun, sebelum ia bisa melangkah masuk, suara tawa Bella yang nyaring langsung mengusik ketenangannya. Reno membuka pintu dan melangkah masuk. Di ruang tamu, Bella terlentang di sofa, tertawa lepas, matanya berbinar-binar menatap layar ponsel. Reno mengerutkan kening, kesal. "Bella, kamu ngapain sih? Kok ketawa-ketawa?" tanya Reno, suaranya datar. Bella mendongak, senyumnya mengembang lebar. "Eh, Mas Reno udah pulang? Aku lagi ngelihat video lucu di TikTok," jawab Bella, suaranya ceria. Reno menghela napas. Ia melihat meja makan yang masih berantakan, piring kotor berserakan di sana. "Bella, kamu nggak ngerjain kerjaan rumah lagi?" tanya Reno, suaranya mulai meninggi. Bella mendengus, "Nanti aja, Mas. Aku

Bab terbaru

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 86

    Gerald melangkah cepat keluar dari kantor, benaknya dipenuhi kecemasan. Setiap langkah terasa berat, seperti ada beban yang tak tertahankan di dadanya. Dia tahu bahwa hubungan dengan Dinara hanyalah kesepakatan sementara, tetapi saat bayangan Dinara menghilang dari pandangannya, rasa takut menggerogoti hatinya. Setibanya di rumah Nada, Gerald mengetuk pintu dengan penuh harap, tapi tidak ada jawaban. Ketika suara detak jam di dalam rumah itu teramat jelas, Gerald merasa jantungnya berdegup lebih kencang. “Dinara!” teriaknya, berusaha mengatasi rasa panik yang mulai menyergapnya. “Kau di mana?” Tak ada sahutan. Hanya kesunyian yang mengisi ruang. Gerald merasa kakinya mulai lemas. Ia berbalik dan melihat ke arah jalan setapak yang sudah gelap. “Dia benar-benar pergi,” bisiknya, suaranya serak. Gerald meremas rambutnya, kebingungan dan ketidakpastian membanjiri pikirannya. “Kenapa aku merasa seperti ini?” tanyanya pada dirinya sendiri. “Dia bukan siapa-siapa bagiku. Hanya wanit

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 85 || Ingin Pergi

    Bella masuk ke kamarnya dan duduk di tepi ranjang, membiarkan pikirannya melayang saat ia menatap bayangan dirinya di kaca lemari. Pandangannya kosong, tapi di balik tatapan itu pikirannya dipenuhi bayangan tentang malam-malamnya bersama Arga. Ia ingat betul suasana di hotel, malam panjang yang mereka habiskan bersama, yang kini justru membuatnya terjebak. Arga, pria yang pernah ia anggap hanya sebagai teman dekat, ternyata menyimpan maksud lain. Bella baru menyadari betapa buruknya situasi itu ketika melihat video yang direkam Arga tanpa sepengetahuannya. Sebuah bukti yang membuatnya tak bisa berbuat banyak, sesuatu yang bisa menghancurkan reputasi dan harga dirinya. “Kalau kamu menolak, Bella, maka video ini akan tersebar, dan aku yakin semua orang akan tahu siapa kamu sebenarnya.” Ancaman Arga terngiang di telinganya. Bella mengepalkan tangan, menahan perasaan takut yang terus menghantuinya. Bagaimana bisa ia begitu lengah? Kini, dirinya terjebak dalam permainan Arga,

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 84 || Pulang

    Pagi harinya, di ruangan yang masih terasa sunyi, Dokter datang dengan kabar yang membuat Dinara sedikit menghela napas lega.“Baik, Bu Dinara, saya sudah tinjau hasil pemeriksaan,” ucap Dokter itu sambil menatap Dinara dengan senyum tipis. “Kondisi Ibu sudah membaik. Ibu boleh pulang hari ini.”Wajah Dinara seketika bercahaya. “Terima kasih, Dok,” balasnya lirih.Gerald yang berdiri di belakang Dokter hanya diam, menyimak. Begitu Dokter pergi, Dinara segera turun dari tempat tidur dan mulai merapikan barang-barangnya, memasukkan barang-barang ke dalam tas tanpa banyak bicara. Gerald mengamati dengan ekspresi yang sulit dibaca.“Saya bisa naik taksi sendiri,” ujar Dinara saat mereka selesai berkemas.“Kamu masih lemah,” jawab Gerald singkat, mengambil tas Dinara dan berjalan ke arah pintu tanpa memedulikan penolakannya. “Aku yang antar kamu pulang.”Dinara mendengus kesal, tapi akhirnya hanya bisa mengikuti. Baginya, perdebatan panjang hanya akan membuatnya semakin lama di dekat Gera

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 83 || Mau Pulang!

    Malam itu, di kamar rumah sakit yang sepi, seorang petugas datang membawa nampan berisi makanan untuk Dinara. Gerald mengambil alih nampan dari petugas, lalu duduk di tepi ranjang, menyuapkan sesendok demi sesendok makanan ke bibir Dinara. Setiap kali Dinara membuka mulut, wajahnya tampak menegang, jelas bahwa ini adalah sesuatu yang tidak mudah baginya. Namun, Gerald tetap telaten, tak mengindahkan pandangan tajam Dinara yang seolah ingin menghancurkan segala harapan yang ia miliki. Dinara akhirnya berbicara, suaranya parau dan penuh kepedihan, “Saya rindu anak saya, Pak ….” Ia menelan ludah, mencoba menguasai dirinya meski air mata nyaris tumpah. “Anda tahu, Pak Gerald? Saya nggak pernah mau ada di sini, di tempat ini. Dan ini semua karena Anda.” Nada suaranya semakin tajam, mengandung kemarahan yang mendalam. “Kalau Anda nggak pernah menyentuh saya, kalau Anda nggak pernah … melecehkan saya, saya nggak akan berakhir begini." Gerald berhenti sejenak, sesendok makanan ter

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 82 || Ashley

    Gerald terdiam lama di tempatnya setelah panggilan itu berakhir. Sebagian dirinya masih terpaku pada suara lembut yang baru saja ia dengar, suara yang pernah ia rindukan selama bertahun-tahun. Ashley. Nama itu adalah bagian dari masa lalu yang tak pernah sepenuhnya hilang dari hidupnya. Dalam diam, kenangan-kenangan bersama Ashley mulai menyeruak di benaknya. Masa-masa kuliah di luar negeri, di mana mereka berdua selalu bersama, adalah salah satu fase terbaik dalam hidupnya. Mereka dulu tak terpisahkan. Saling mendukung, saling menyemangati untuk meraih mimpi-mimpi besar mereka. "Apakah masih ada harapan untuk kami?" batinnya bertanya tanpa sadar. Ia mengingat senyum Ashley, tawa lepasnya saat mereka menghabiskan waktu di kampus atau saat menjelajahi kota-kota baru. Mereka pernah begitu yakin bahwa mereka akan menjalani masa depan bersama, bahwa mereka akan kembali ke Indonesia sebagai pasangan yang kuat. Namun, semuanya berubah saat Ashley memutuskan untuk meraih mimpinya seb

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 81 || Masa Lalu Kembali

    Gerald menatap Dinara yang terus saja mengamuk di ranjang rumah sakit. Setiap kali ia mencoba mendekat, Dinara semakin meronta, tubuhnya yang lemah tak sanggup untuk benar-benar melawan, tapi semangatnya yang terluka membuat ia terus memberontak. "Dinara, tolong tenang. Aku cuma mau membantu," kata Gerald dengan nada setenang mungkin, meski di dalam dirinya, ia tak bisa menahan rasa frustasi. "Kamu butuh istirahat, kamu terlalu lemah untuk berbuat seperti ini." Dinara menatap Gerald dengan mata yang penuh kebencian. "Anda pikir saya perlu bantuan dari Anda?!" teriaknya, suaranya pecah. "Anda yang buat saya jadi begini! Anda pikir saya mau istirahat setelah semua yang Anda lakukan?!" Gerald menghela napas, mencoba menahan diri agar tidak terbawa emosi. Ia tahu Dinara marah, tapi ia tak menyangka kemarahan itu begitu dalam. Setiap kali ia mencoba mendekat, Dinara hanya semakin berteriak. Akhirnya, Gerald menoleh pada dokter yang baru saja masuk ke ruangan. "Dokter, tolong berikan

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 80 || Dinara Bangun

    Di tempat lain, suasana di rumah sakit terasa tegang. Dinara baru saja membuka matanya, berusaha bangkit dari tempat tidur, meski tubuhnya masih terasa lemah. Ia memaksa suster agar mengizinkannya pulang, merasa yakin bahwa ia sudah cukup sehat. Namun, di balik keyakinannya, ada keinginan kuat untuk menjauh secepat mungkin dari tempat ini dan dari Gerald. Gerald, yang berdiri tak jauh dari ranjang Dinara, memandang dengan raut wajah penuh amarah. "Dinara! Apa yang kamu pikirkan? Kamu baru sadar dari pingsan, dan sekarang kamu sudah mau pulang? Kamu nggak serius, kan?" suaranya meninggi, menunjukkan ketidaksabaran. Dinara menghindari tatapan tajam Gerald, memalingkan wajahnya, seolah tak ingin terlibat lebih jauh dalam percakapan. Setiap kali Gerald berbicara, bayangan tentang kejadian semalam seolah kembali menghantam pikirannya. Tangan Gerald yang menyentuh tubuhnya, perasaan terjebak, ketidakberdayaannya. Semua itu terasa terlalu jelas dalam benaknya. "Pak Gerald, sa

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 79 || Amarah Bella

    Bella terbangun perlahan, kelopak matanya terasa berat, dan kepalanya masih berdenyut ringan. Ia menarik napas panjang, mencoba memahami situasi di sekelilingnya. Saat pandangannya mulai jelas, Bella mendapati tubuhnya terbalut selimut tanpa sehelai pakaian pun. Jantungnya langsung berdetak kencang."Apa yang terjadi …?" pikirnya, panik mulai merambat. Ia memandangi tubuhnya, mencoba mencerna apa yang sebenarnya telah terjadi. Kepalanya masih terasa pusing, tetapi otaknya memaksa untuk memahami. Ia menoleh ke samping, dan pemandangan yang dilihatnya membuatnya semakin terkejut. Arga sedang terlelap di sebelahnya, napasnya tenang dan teratur.Bella langsung terhenyak. "Arga ? Apa yang dia lakukan di sini? Kenapa dia di sampingku … d-dan kenapa aku ...?" Pertanyaan-pertanyaan itu memenuhi pikirannya dalam sekejap, membuat jantungnya berdebar lebih cepat. Ia merasa cemas, tubuhnya kaku, tak tahu harus berbuat apa.Dengan tergesa, Bella bangkit dari tempat tidur. Gerakannya cepat dan

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 78 || Siang Panas

    Bella berdiri di depan gang, tempat biasa ia menunggu mobil Arga. Udara siang ini sedikit dingin lantaran mendung, tetapi Bella tak peduli. Pikirannya masih dipenuhi oleh kekesalan terhadap Reno, dan ia berharap pertemuan dengan Arga bisa sedikit meredakan emosinya. Ia mengenakan dress seksi yang panjangnya jauh di atas lutut, sengaja dipilih untuk menarik perhatian, meski dibalut cardigan tipis untuk menutupi lengannya. Angin berembus lembut, membuat ujung dress-nya sedikit bergoyang, tetapi Bella tak terusik.Tak lama kemudian, mobil Arga berhenti tepat di depannya. Bella langsung tersenyum, senyum hangat yang mungkin hanya ditujukan pada Arga. Dengan cepat, ia masuk ke dalam mobil, pintu ditutupnya pelan.“Hai, Ga,” sapanya lembut, suaranya terdengar lebih ceria daripada yang sebenarnya ia rasakan.Arga menoleh sejenak, menatap Bella dari atas ke bawah, memperhatikan pakaian yang dikenakannya. Mata Arga tertuju pada dress Bella yang tampak begitu terbuka, terutama di bagian pah

DMCA.com Protection Status