Share

Chapter 52

Penulis: Els Arrow
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kegaduhan di ruangan divisi pemasaran terhenti seketika. Semua orang terdiam, menatap pintu dengan jantung berdebar kencang saat CEO perusahaan, baru saja memasuki ruangan. Tatapannya yang tajam dan dingin menyapu ruangan, membuat suasana menjadi mencekam.

Dinara, yang masih terisak, langsung berhenti menangis. Dia menundukkan kepala, berusaha menghindar dari tatapan tajam Pak Gerald. Dia merasa jantungnya berdebar kencang, seolah-olah ingin meloncat keluar dari dadanya.

"Ada apa ini?" tanya Pak Gerald, suaranya dingin dan berwibawa.

Semua orang terdiam, tak berani menjawab pertanyaan Pak Gerald. Rini, yang sebelumnya paling lantang mengejek Dinara, langsung menundukkan kepala, wajahnya pucat pasi.

"Kenapa kalian berisik?!" tanya Pak Gerald lagi, suaranya sedikit meninggi.

"Maaf, Pak. Kami sedang membahas presentasi minggu depan," jawab Pak Roy, sengaja menutupi yang sebenarnya.

"Presentasi? Kenapa kalian berisik seperti sedang bertengkar?" tanya Pak Gerald, tatapannya masih tajam.

"T
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 53

    Dinara membuka pintu rumah dengan perasaan lelah. Hari ini, selain menghadapi drama di kantor, dia juga harus menghadapi kenyataan bahwa rumah berantakan seperti kapal pecah. Kesal sekali rasanya."Ya Tuhan ...," gumam Dinara, sambil melemparkan tas ke sofa. Dia memanggil Bella, istri kedua suaminya, dengan nada tinggi."Bella! Kamu di mana sih? Rumah ini berantakan banget! Kayak kapal pecah!"Bella muncul dari kamar, dengan wajah yang cuek dan sikap angkuh."Emang kenapa? Kamu kan udah biasa beresin, ya beresin aja nggak usah ngomel-ngomel. Lagian, Mas Reno lagi keluar, gak ada Mas Reno di rumah aku males beres-beres," jawab Bella, dengan nada ketus."Ya, tapi 'kan aku juga capek kerja seharian. Masa aku harus ngeberesin rumah lagi?" protes Dinara."Ya, emang tugas kamu. Lagian, kamu kan gak ngasih nafkah, jadi tugas kamu ya ngurus rumah," jawab Bella, dengan nada mengejek."Nggak ngasih nafkah, matamu ..?! Kamu lupa siapa yang bekerja di rumah ini dan mencukupi semua kebutuhan, bahk

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 54

    Matahari pagi menyinari kamar Dinara, membangunkannya dari tidur. Ia melirik jam di nakas, pukul enam lewat lima belas menit. Dinara menghela napas, ia harus bersiap-siap untuk bekerja."Dinara, bangun! Kenapa kamu masih tidur?" Suara Yuyun menggema dari luar kamar. Dinara mengerang dalam hati, hari ini pasti akan menjadi hari yang panjang. Kenapa juga mertuanya sudah pulang? Kenapa tidak menginap di rumah sepupunya dalam waktu lama saja? Pikirnya.Dinara bangkit dan menuju keluar kamar. Suara Yuyun terdengar semakin keras. "Kenapa rumah ini berantakan? Dinara, kamu tidak pernah membersihkan rumah ini, hah?! Mentang-mentang nggak ada Mama jangan pikir kamu bisa seenaknya, ya." Dinara menghela napas lagi. Yuyun selalu mencaci dirinya, berbeda dengan Bella yang selalu mendapat perlakuan istimewa. Padahal Dinara bekerja keras untuk menghidupi keluarga, sementara Bella hanya berdiam diri di rumah."Mama, aku sudah membersihkan rumah kemarin," jawab Dinara dengan tenang, berusaha menaha

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 55

    Dinara berusaha melepaskan diri dari pelukan Gerald, tubuhnya menegang. "Pak Gerald, ini tidak benar," bisiknya, suaranya terdengar gemetar. Ia mencoba untuk menolak, tetapi Gerald semakin erat memeluknya."Tidak ada yang salah, Dinara. Kita sama-sama single," ujar Gerald, suaranya terdengar tegas. Ia mencium leher Dinara, tangannya mulai meraba tubuh Dinara. "Lagipula, kamu sudah menandatangani kontrak untuk menjadi kekasih rahasiaku selama setahun. Saya berhak atas tubuhmu."Dinara terdiam, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Ia merasa bersalah, sejak awal ia memang tak jujur kepada Gerald. Ia telah menyembunyikan fakta bahwa dirinya sudah menikah. Ia takut kehilangan pekerjaannya, takut kehilangan kesempatan untuk mendapatkan uang demi kebahagiaan putranya.Dalam syarat pekerjaan, diharuskan masih single dan belum menikah. Saat itu ia sangat terdesak karena hinaan dari mertua serta suaminya, sehingga terpaksa menyembunyikan identitas pernikahannya."Ini salah, Pa

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 56

    Dinara kembali ke ruang divisi pemasaran, langkahnya gontai, tetapi matanya berbinar dengan tekad baru. Ia berusaha untuk melupakan kejadian tadi pagi, fokus pada pekerjaannya. Waktu bergulir dengan cepat, tanpa terasa sudah masuk jam makan siang."Ah, lapar," gumamnya, perutnya keroncongan.Dinara memutuskan untuk tidak ke kantin hari ini. Ia malas berhadapan dengan tatapan sinis para rekan kerjanya. Ia lebih memilih memesan makanan online dan menyantapnya di ruangan.Sambil menunggu pesanannya datang, Dinara membuka ponselnya, mencari informasi tentang pengacara di media sosial. Ia ingin menemukan pengacara yang tepat untuk membantunya dalam proses cerai."Semoga aku bisa menemukan pengacara yang bisa memperjuangkan hakku dan anakku," gumamnya, jari-jari lentiknya menelusuri layar ponsel.Ia browsing berbagai website dan membaca testimoni dari klien yang pernah menggunakan jasa pengacara tersebut."Aku harus cerai dari Mas Reno. Aku nggak sudi dimadu sama Bella," batinnya

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 57

    Dinara duduk di tepi ranjang, matanya menyiratkan kekhawatiran besar. Ia menatap Azka yang tengah asyik bermain mobil-mobilan di lantai. Azka memiliki wajah polos yang mirip dengannya. Hatinya pedih. Ia harus menunda janjinya untuk mengajak Azka ke bioskop malam ini."Azka, sayang," panggil Dinara lembut, berusaha menahan tangis.Azka menghentikan permainan dan menoleh, matanya berbinar-binar. "Iya, Ma? Kita jadi pergi kapan?""Maaf, ya. Kita nggak jadi ke bioskop malam ini," ujar Dinara, suaranya bergetar. "Mama ada kerjaan mendadak, Nak. Tapi Mama janji akan menggantinya lain waktu lagi."Azka mengerutkan kening, bibirnya mencebik. "Kerjaan apa, Ma? Kok mendadak banget?""Mama harus ke kantor malam ini, Sayang. Ada urusan penting," jawab Dinara, mencoba tersenyum, walaupun hatinya terasa sesak. "Ini juga demi kamu.""Tapi Mama udah janji sama Azka mau nonton film superhero," protes Azka, suaranya terdengar kecewa."Mama tahu, Sayang. Mama juga sedih banget nggak bisa ne

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 58

    Dinara terkesima melihat interior mansion yang dipenuhi dengan perabotan mewah. Setiap sudut ruangan dihiasi dengan lukisan-lukisan mahal, patung-patung antik, dan karpet-karpet tebal bermotif rumit. Ia takjub dengan kemewahan yang terpancar dari setiap sudut mansion ini.Gerald membawa Dinara menuju ruang tamu yang luas. Di sana, sepasang suami istri paruh baya sudah duduk di sofa kulit berukir. Mereka tampak ramah dan berwibawa."Dinara, ini orang tuaku," ujar Gerald, menunjuk kedua orang tua itu dengan senyuman tipis."Selamat datang, Dinara," ujar Pak Renaldy, menjulurkan tangannya. "Senang bisa bertemu dengan kamu."Dinara terdiam, menelan ludah. Ia menunduk, menjabat tangan Pak Renaldy dengan gugup. "Selamat malam, Pak. Senang bertemu dengan Bapak."Bu Antonia juga menyambut Dinara dengan hangat, "Dinara, kamu cantik sekali. Gerald beruntung mendapatkan kamu."Dinara hanya bisa tersenyum tipis, menjawab ucapan Bu Antonia dengan, "Terima kasih, Bu."Suas

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 59

    Mobil mewah milik Gerald berhenti di depan rumah sederhana bercat hijau muda. Dinara langsung turun dan bergegas masuk setelah mengucapkan terima kasih. Di ruang tamu, Azka masih asyik menonton televisi, matanya tertuju pada animasi kartun yang sedang diputar. Dinara langsung memeluk putranya, disambut senyum hangat dan pelukan erat dari anak laki-laki itu. Sayangnya, senyuman manis di bibir mungil putranya tak bertahan lama saat dia mempertanyakan apakah putra kecilnya sudah makan atau belum malam ini."Mama, Azka lapar. Papa nggak kasih makan Azka."Dinara seakan menahan napas. "Apa?! Kamu nggak dikasih makan?""Papa lagi sama Tante Bella. Katanya, Azka harus makan sendiri," jawab Azka, bibirnya cemberut.Dinara mengusap kepala Azka. "Biar besok mama tegur Papa sama Tante Bella, ya. Sekarang Mama temenin kamu makan, Mama tadi beli ayam crispy saat di jalan.""Beneran, Ma?" Azka langsung berbinar. "Ayam crispy?""Iya, Sayang. Ayam crispy kesukaan Azka," jawab Dinara. "Wah ... as

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 60

    Pagi itu, Dinara melangkah gontai menuju kantor. Sisa-sisa air mata semalam masih terasa basah di pipinya. Rasa sakit dan kekesalan masih bercokol di hatinya, membuat langkahnya terasa berat. Ia seperti membawa beban yang tak tertanggungkan.Setibanya di kantor, Dinara langsung menuju ruangan Nada, sahabat karibnya yang kini sudah diangkat menjadi staf admin. Nada yang melihat wajah Dinara pucat dan mata sembabnya itu pun langsung tahu bahwa ada sesuatu yang terjadi."Din, kamu kenapa? Kok muka kamu pucat gitu?" tanya Nada, raut wajahnya penuh kekhawatiran.Dinara hanya menggeleng pelan, air mata kembali menganak sungai di pipinya. "Aku ... aku lelah, Nada," lirihnya, suaranya bergetar menahan isak."Lelah? Lelah kenapa? Cerita, dong, Din. Jangan dipendam sendirian," ujar Nada, menarik Dinara untuk duduk di sampingnya.Dinara pun menceritakan semuanya. Ia menceritakan tentang pertengkarannya dengan Yuyun semalam, tentang rasa sakit yang ia rasakan karena selalu disalahkan atas semua m

Bab terbaru

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 86

    Gerald melangkah cepat keluar dari kantor, benaknya dipenuhi kecemasan. Setiap langkah terasa berat, seperti ada beban yang tak tertahankan di dadanya. Dia tahu bahwa hubungan dengan Dinara hanyalah kesepakatan sementara, tetapi saat bayangan Dinara menghilang dari pandangannya, rasa takut menggerogoti hatinya. Setibanya di rumah Nada, Gerald mengetuk pintu dengan penuh harap, tapi tidak ada jawaban. Ketika suara detak jam di dalam rumah itu teramat jelas, Gerald merasa jantungnya berdegup lebih kencang. “Dinara!” teriaknya, berusaha mengatasi rasa panik yang mulai menyergapnya. “Kau di mana?” Tak ada sahutan. Hanya kesunyian yang mengisi ruang. Gerald merasa kakinya mulai lemas. Ia berbalik dan melihat ke arah jalan setapak yang sudah gelap. “Dia benar-benar pergi,” bisiknya, suaranya serak. Gerald meremas rambutnya, kebingungan dan ketidakpastian membanjiri pikirannya. “Kenapa aku merasa seperti ini?” tanyanya pada dirinya sendiri. “Dia bukan siapa-siapa bagiku. Hanya wanit

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 85 || Ingin Pergi

    Bella masuk ke kamarnya dan duduk di tepi ranjang, membiarkan pikirannya melayang saat ia menatap bayangan dirinya di kaca lemari. Pandangannya kosong, tapi di balik tatapan itu pikirannya dipenuhi bayangan tentang malam-malamnya bersama Arga. Ia ingat betul suasana di hotel, malam panjang yang mereka habiskan bersama, yang kini justru membuatnya terjebak. Arga, pria yang pernah ia anggap hanya sebagai teman dekat, ternyata menyimpan maksud lain. Bella baru menyadari betapa buruknya situasi itu ketika melihat video yang direkam Arga tanpa sepengetahuannya. Sebuah bukti yang membuatnya tak bisa berbuat banyak, sesuatu yang bisa menghancurkan reputasi dan harga dirinya. “Kalau kamu menolak, Bella, maka video ini akan tersebar, dan aku yakin semua orang akan tahu siapa kamu sebenarnya.” Ancaman Arga terngiang di telinganya. Bella mengepalkan tangan, menahan perasaan takut yang terus menghantuinya. Bagaimana bisa ia begitu lengah? Kini, dirinya terjebak dalam permainan Arga,

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 84 || Pulang

    Pagi harinya, di ruangan yang masih terasa sunyi, Dokter datang dengan kabar yang membuat Dinara sedikit menghela napas lega.“Baik, Bu Dinara, saya sudah tinjau hasil pemeriksaan,” ucap Dokter itu sambil menatap Dinara dengan senyum tipis. “Kondisi Ibu sudah membaik. Ibu boleh pulang hari ini.”Wajah Dinara seketika bercahaya. “Terima kasih, Dok,” balasnya lirih.Gerald yang berdiri di belakang Dokter hanya diam, menyimak. Begitu Dokter pergi, Dinara segera turun dari tempat tidur dan mulai merapikan barang-barangnya, memasukkan barang-barang ke dalam tas tanpa banyak bicara. Gerald mengamati dengan ekspresi yang sulit dibaca.“Saya bisa naik taksi sendiri,” ujar Dinara saat mereka selesai berkemas.“Kamu masih lemah,” jawab Gerald singkat, mengambil tas Dinara dan berjalan ke arah pintu tanpa memedulikan penolakannya. “Aku yang antar kamu pulang.”Dinara mendengus kesal, tapi akhirnya hanya bisa mengikuti. Baginya, perdebatan panjang hanya akan membuatnya semakin lama di dekat Gera

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 83 || Mau Pulang!

    Malam itu, di kamar rumah sakit yang sepi, seorang petugas datang membawa nampan berisi makanan untuk Dinara. Gerald mengambil alih nampan dari petugas, lalu duduk di tepi ranjang, menyuapkan sesendok demi sesendok makanan ke bibir Dinara. Setiap kali Dinara membuka mulut, wajahnya tampak menegang, jelas bahwa ini adalah sesuatu yang tidak mudah baginya. Namun, Gerald tetap telaten, tak mengindahkan pandangan tajam Dinara yang seolah ingin menghancurkan segala harapan yang ia miliki. Dinara akhirnya berbicara, suaranya parau dan penuh kepedihan, “Saya rindu anak saya, Pak ….” Ia menelan ludah, mencoba menguasai dirinya meski air mata nyaris tumpah. “Anda tahu, Pak Gerald? Saya nggak pernah mau ada di sini, di tempat ini. Dan ini semua karena Anda.” Nada suaranya semakin tajam, mengandung kemarahan yang mendalam. “Kalau Anda nggak pernah menyentuh saya, kalau Anda nggak pernah … melecehkan saya, saya nggak akan berakhir begini." Gerald berhenti sejenak, sesendok makanan ter

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 82 || Ashley

    Gerald terdiam lama di tempatnya setelah panggilan itu berakhir. Sebagian dirinya masih terpaku pada suara lembut yang baru saja ia dengar, suara yang pernah ia rindukan selama bertahun-tahun. Ashley. Nama itu adalah bagian dari masa lalu yang tak pernah sepenuhnya hilang dari hidupnya. Dalam diam, kenangan-kenangan bersama Ashley mulai menyeruak di benaknya. Masa-masa kuliah di luar negeri, di mana mereka berdua selalu bersama, adalah salah satu fase terbaik dalam hidupnya. Mereka dulu tak terpisahkan. Saling mendukung, saling menyemangati untuk meraih mimpi-mimpi besar mereka. "Apakah masih ada harapan untuk kami?" batinnya bertanya tanpa sadar. Ia mengingat senyum Ashley, tawa lepasnya saat mereka menghabiskan waktu di kampus atau saat menjelajahi kota-kota baru. Mereka pernah begitu yakin bahwa mereka akan menjalani masa depan bersama, bahwa mereka akan kembali ke Indonesia sebagai pasangan yang kuat. Namun, semuanya berubah saat Ashley memutuskan untuk meraih mimpinya seb

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 81 || Masa Lalu Kembali

    Gerald menatap Dinara yang terus saja mengamuk di ranjang rumah sakit. Setiap kali ia mencoba mendekat, Dinara semakin meronta, tubuhnya yang lemah tak sanggup untuk benar-benar melawan, tapi semangatnya yang terluka membuat ia terus memberontak. "Dinara, tolong tenang. Aku cuma mau membantu," kata Gerald dengan nada setenang mungkin, meski di dalam dirinya, ia tak bisa menahan rasa frustasi. "Kamu butuh istirahat, kamu terlalu lemah untuk berbuat seperti ini." Dinara menatap Gerald dengan mata yang penuh kebencian. "Anda pikir saya perlu bantuan dari Anda?!" teriaknya, suaranya pecah. "Anda yang buat saya jadi begini! Anda pikir saya mau istirahat setelah semua yang Anda lakukan?!" Gerald menghela napas, mencoba menahan diri agar tidak terbawa emosi. Ia tahu Dinara marah, tapi ia tak menyangka kemarahan itu begitu dalam. Setiap kali ia mencoba mendekat, Dinara hanya semakin berteriak. Akhirnya, Gerald menoleh pada dokter yang baru saja masuk ke ruangan. "Dokter, tolong berikan

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 80 || Dinara Bangun

    Di tempat lain, suasana di rumah sakit terasa tegang. Dinara baru saja membuka matanya, berusaha bangkit dari tempat tidur, meski tubuhnya masih terasa lemah. Ia memaksa suster agar mengizinkannya pulang, merasa yakin bahwa ia sudah cukup sehat. Namun, di balik keyakinannya, ada keinginan kuat untuk menjauh secepat mungkin dari tempat ini dan dari Gerald. Gerald, yang berdiri tak jauh dari ranjang Dinara, memandang dengan raut wajah penuh amarah. "Dinara! Apa yang kamu pikirkan? Kamu baru sadar dari pingsan, dan sekarang kamu sudah mau pulang? Kamu nggak serius, kan?" suaranya meninggi, menunjukkan ketidaksabaran. Dinara menghindari tatapan tajam Gerald, memalingkan wajahnya, seolah tak ingin terlibat lebih jauh dalam percakapan. Setiap kali Gerald berbicara, bayangan tentang kejadian semalam seolah kembali menghantam pikirannya. Tangan Gerald yang menyentuh tubuhnya, perasaan terjebak, ketidakberdayaannya. Semua itu terasa terlalu jelas dalam benaknya. "Pak Gerald, sa

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 79 || Amarah Bella

    Bella terbangun perlahan, kelopak matanya terasa berat, dan kepalanya masih berdenyut ringan. Ia menarik napas panjang, mencoba memahami situasi di sekelilingnya. Saat pandangannya mulai jelas, Bella mendapati tubuhnya terbalut selimut tanpa sehelai pakaian pun. Jantungnya langsung berdetak kencang."Apa yang terjadi …?" pikirnya, panik mulai merambat. Ia memandangi tubuhnya, mencoba mencerna apa yang sebenarnya telah terjadi. Kepalanya masih terasa pusing, tetapi otaknya memaksa untuk memahami. Ia menoleh ke samping, dan pemandangan yang dilihatnya membuatnya semakin terkejut. Arga sedang terlelap di sebelahnya, napasnya tenang dan teratur.Bella langsung terhenyak. "Arga ? Apa yang dia lakukan di sini? Kenapa dia di sampingku … d-dan kenapa aku ...?" Pertanyaan-pertanyaan itu memenuhi pikirannya dalam sekejap, membuat jantungnya berdebar lebih cepat. Ia merasa cemas, tubuhnya kaku, tak tahu harus berbuat apa.Dengan tergesa, Bella bangkit dari tempat tidur. Gerakannya cepat dan

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 78 || Siang Panas

    Bella berdiri di depan gang, tempat biasa ia menunggu mobil Arga. Udara siang ini sedikit dingin lantaran mendung, tetapi Bella tak peduli. Pikirannya masih dipenuhi oleh kekesalan terhadap Reno, dan ia berharap pertemuan dengan Arga bisa sedikit meredakan emosinya. Ia mengenakan dress seksi yang panjangnya jauh di atas lutut, sengaja dipilih untuk menarik perhatian, meski dibalut cardigan tipis untuk menutupi lengannya. Angin berembus lembut, membuat ujung dress-nya sedikit bergoyang, tetapi Bella tak terusik.Tak lama kemudian, mobil Arga berhenti tepat di depannya. Bella langsung tersenyum, senyum hangat yang mungkin hanya ditujukan pada Arga. Dengan cepat, ia masuk ke dalam mobil, pintu ditutupnya pelan.“Hai, Ga,” sapanya lembut, suaranya terdengar lebih ceria daripada yang sebenarnya ia rasakan.Arga menoleh sejenak, menatap Bella dari atas ke bawah, memperhatikan pakaian yang dikenakannya. Mata Arga tertuju pada dress Bella yang tampak begitu terbuka, terutama di bagian pah

DMCA.com Protection Status