Share

BWC 3

Author: syahdazaza
last update Last Updated: 2022-01-13 13:39:15

POV Narendra

"Rendra." suara lembut Tiara memasuki runguku.

Aku membuka mata perlahan, melirik angka yang ditunjukan oleh jarum jam dinding. Pukul dua dini hari, dan Tiara membangunkanku dari tidurku.

"Aku mimpi buruk."

Lagi. Akhir-akhir ini Tiara sering mengalami mimpi buruk. Membuat tidurnya terganggu dan merasa tidak tenang.

Tiara merangsek kedalam pelukanku. Meletakkan wajahnya didadaku. Seperti biasa aku mengusap kepala hingga punggungnya. Memberikan rasa nyaman.

"Making love? Mungkin dengan sedikit bergerak, kamu akan bisa tidur lebih nyenyak," tawarku kepada Tiara dengan sedikit mengodanya.

Istriku menggeleng pelan.

"Nggak mau. Percuma, Aku nggak akan bisa hamil juga meski sesering apapun kita melakukanya." lirihnya sendu.

"Aku nggak memaksa kamu harus bisa hamil, honey. I just need you to happy."

"Rendara."

"Hmm."

"Apa kamu nggak mau menikah lagi?"

"Hah?!"

"Mungkin aku nggak bisa hamil, Ren. Aku bukan wanita sempurna dan penyakitan. Aku nggak akan bisa bahagiain rumah tangga kita."

"Aku nggak butuh kamu hamil. Kamu denger itukan?! Kamu mau punya anak? Ok, weekend ini kita cari anak seperti yang kamu mau. Kita keliling panti asuhan untuk mencarinya."

"Bukan anak dari panti, Ren. Anak yang berbentuk dari sperma kamu. Anak darah daging kamu, keturunan Bagaskara."

"Emang Mama dan Papa nuntut kamu? Selidikku dengan mata tajam yang menghunus netranya.

"Enggak. Mama nggak pernah ngomong apapun soal anak padaku. Aku ... Cuma nggak mau jadi wanita egois yang menghabiskan sisa usia kamu dengan tidak memiliki satu keturunan pun."

"Kalau hanya soal keturunan Bagaskara, Mama dan Papa bisa mendapatkan itu dari Nola. Kita nggak perlu khawatir."

Aku menghela nafas panjang.

"Kalau saja dulu aku tidak membiarkan kamu mengikutiku. Meminum alkohol, merokok dan dengan gaya hidup yang tidak sehat. Kamu tidak perlu hidup dengan hati yang tidak lagi berfungsi baik."

Aku kembali memeluk Tiara menghantarkan rasa sayang pada dirinya.

"Satu ronde saja, Honey. Aku sudah bangun malam-malam karena kamu." godaku.

Tiara tersenyum samar dan mengangguk lemah. Aku tau, meski mungkin kami mengawali rumah tangga kami tidak dengan cinta dihati. Namun rasa sayang yang kami pelihara sejak kecil, mampu membawa rumah tangga kami tetap harmonis. Meski tanpa anak yang hadir di delapan tahun pernikahan kami.

"Kamu pasti seneng banget deh, kalau punya istri yang bisa hamil dan melahirkan darah daging kamu. Cairan ini jadi tidak terbuang percuma," Ucapnya masih mengatur nafas setelah sesi pelepasan yang kami rasakan berdua.

Aku membungkam mulutnya dengan lumatan. Aku malas mendengar apapun yang ingin dia ucapkan tentang anak atau darah daging itu. Just live your live easily. Tak perlu pusing dengan sesuatu yang memang belum tuhan takdirkan untuk kita.

**

"Nola."

"Apa Bang?"

"Itu teman kamu, Raihana jadi staff bagian apa?" tanyaku yang kini membantu Tiara menyiapkan obat yang harus ia minum setelah makan.

"Team produser reality show."

"Owh, sejak kapan?"

"Empat tahun yang lalulah. Emang Abang nggak tau?"

"Enggak. Ngapain juga harus tau. Kok aneh ya, selama aku disini baru ketemu sekarang."

"Ya, nggak aneh. Kalau apa-apa Abang nyuruh sekertaris Abang. Mana tau Abang siapa-siapa staff yang kerja dikantor. Dasar sombong."

"Bukan Sombong Nola! Kerjaan Abang bukan cuma dikantor Bagaskara group. Aku masih punya bisnis cafe yang harus kupikirkan."

"Hebat Hana, tuh. Mengurus ibunya yang sakit serta menghidupi kedua adiknya. Waktu aku cerita ke Papa, Beliau langsung nyuruh Hana masuk team Bagaskara group tanpa interview," ujar Nola menceritakan soal temannya itu.

"Owh, Papa baik, ya. Teman kamu sampai diberi kemudahan masuk kantor," sahut Tiara.

"Gimana nggak baik. Orang Hana berjasa buat Nola. Nggak ada Hana, pendidikan Nola keteteran tuh. Otak diakan pas-pasan, mana bisa lulus tanpa bantuan Hana," celutukku santai.

"Kurang ajar lo, Bang."

**

"Rendra. Kamu nggak mau memikirkan permintaan aku?"

Aku mengalihkan pandangan dari jendela yang meninggalkan jejak basah karena hujan lalu menatap heran pada pertanyaan Tiara.

"Permintaan yang mana?"

Aku mengerutkan kening. Mencoba mengingat apa yang tidak aku berikan pada istriku itu.

"Menikah lagi, mencari wanita yang bisa melahirkan keturunan Bagaskara," ucapnya lirih.

"Tidak untuk itu, Tiara. Aku tidak membutuhkan itu saat ini, dan aku juga tidak ingin memiliki wanita lain."

"Tapi aku mau, Ren. Aku ingin ada wanita yang bisa melengkapi hidup kamu."

"Sudah. Kamu sudah melengkapi semua kekuranganku," hiburku santai.

"Kurang lengkap tanpa anak, Rendra."

"Istirahtalh Tiara. Aku mau ke ruanganku sebentar, ya."

"Bukan ke ruang bawah tanah untuk minum wine kan?"

"Hanya sedikit saja, Honey."

Permintaan Tiara sangat konyol dan berat buatku. Tak munafik, diusiaku yang sudah tiga puluh tahun dan hampir semua temanku sudah memiliki anak. Sedangkan aku yang sudah delapan tahun menjalani pernikahan, belum sama sekali mendapatkan sesuatu yang disebut buah cinta itu.

Dokter sudah memberikan vonis Tiara tidak bisa memiliki keturunan. Sudah aku ketahui sejak setahun kami menikah. Aku tidak mengetahui jika Tiara selalu bermasalah saat mendapatkan jadwal menstruasi. Ternyata memang ada sesuatu dirahimnya. Bukan kami tak berusaha. Segala jenis pengobatan sudah coba kami tempuh.

Sekarang aku tak habis pikir apa yang ada dikepala Tiara, hingga dia memintaku memadunya. Jika wanita lain akan melakukan berbagai cara untuk mempertahankan suami, Tiara justru memintaku untuk jatuh kepelukan wanita lain.

Apa Tiara sudah mulai gila?

Memandang merah pekat dalam gelas yang kugengam. Aku sadar, aku masih berengsek dengan diam-diam mengkonsumsi cairan yang menambah daftar penyakit Tiara.

Harusnya aku sadar, ini racun, tapi aku tetap menyukainya. Entahlah.

**

"Bang, kemarin lo mabok, ya?"

"Siapa yang mabok? Lagian cuma satu gelas untuk menghangatkan. Bukan memabukkan."

Nola memutar bola matanya.

"Tetep aja nggak bener. Sekarang bini lo kayak gitu semua gara-gara lo. Ngeracunin dia pake minuman itu."

"Udah, keluar gih kalau nggak ada urusan. Pusing gue." Nola datang keruangan kerjaku hanya untuk menambah buruk mood ku saja. Lebih baik ku usir saja gadis ceriwis itu.

"Bang, aku dengar semua dari Kak Tiara." Nola duduk dikursi kosong di depan mejaku. Menatapku lekat, "Dia minta lo poligami, ya? Lu nggak mau?"

"Nola, Neraca keuangan cafe gue banyak. Ada tiga cabang yang harus gue cek neraca cashflow-nya, dan lo cuma mau menganggu gue."

Aku menatap Nola tegas. Semoga ini bisa membuatnya mengerti, bahwa aku nggak mau membahas  ini.

"Gue cuma mau bilang aja. Kak Tiara udah berkorban banyak demi lo. Kalau lo beneran sayang sama bini lo. kitakan nggak tau nih, dia bisa bertahan sampai kapan. Mending lo bahagiain dia deh. Turutin dan lakuin apa saja yang bikin dia seneng."

Nola berdiri dan meninggalkanku.

Menghela nafas dan mengusap kasar wajahku yang pastinya tampak kacau. Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan.

Apa aku mencari pelacur saja yang bisa aku sewa untuk mengandung anakku?

Mungkin jasa rahim sewaan atau surrogate mother, yang jelas tidak menikah lagi. Aku tidak sanggup jika nanti jatuh cinta dengan wanita lain, disaat kondisi Tiara yang seperti ini.

**

Selesai mengadakan meeting bersama karyawan cafe. Aku memeriksa ponselku dan membuka aplikasi berwarna hijau. Menemukan pesan dari Tiara yang pertama kali aku buka.

"Aku sedang berada di kantor Bagaskara group. Menunggu diruang kerjamu."

Menjalankan dua usaha sekaligus memang melelahkan. Namun aku menikmati dan tetap fokus dengan apa yang aku geluti saat ini.

Sampai kantor Bagaskara group yang didirikan Papa dengan perjuangan yang tak mudah. Sebenarnya ini bukan passion-ku, tapi demi menghargai keinginan Papa dan rasa bersalahku, akhirnya aku menurut untuk bergabung disini.

Menaiki lift menuju lantai tujuh, dimana ruanganku berada. Sambil aku terus memikirkan, bagaimana caranya aku mewujudkan permintaan Tiara. Bagaimana juga pandangan keluarga besarku dan keluarga Tiara nanti?

Aku menghela nafas, menetralkan raut wajahku agar tampak biasa saja. Aku memutar handle pintu dan mendorongnya perlahan.

Runguku tiba-tiba menangkap obrolan Tiara dengan seseorang didalam. Enggan melangkah masuk, karena aku mendengar Tiara membicarakan hal gila  yang pernah kudengar dari mulut manisnya.

"Hana, Mau ya menikah dengan Narendra. Saya melamarmu untuk menjadi maduku."

"Tiara!!"

Kedua wanita itu kini menatapku dengan raut kaget.

Related chapters

  • Bukan Wanita Cadangan   BWC 4

    Mutiara candra, istri Narendra Bagaskara mungkin salah minum obat. Bagaimana bisa dia terang-terangan memintaku menjadi istri kedua dalam rumah tangganya.Aku sempat terkejut saat sekertaris Direktur utama menghubungiku. Memberi tahu kalau istri diriktur memintaku menemuinya.Awalnya kami hanya mengobrol ringan. Meski merasa aneh, akupun menanggapi sesantai mungkin.Dia menanyakan bagaima hubungan persahabatanku dengan Nola. Kehidupan keluargaku dan tentang adik-adikku.Saat tiba giliran Tiara menceritakan tentang dirinya. Bagaimana kehidupan pernikahannya dengan Narendra. Jujur, saat dia bercerita bagaimana romantisnya dan lembutnya Narendra pada istrinya, hatiku seolah tak terima. Si brengsek yang sudah mengkoyak harga diriku.Hingga saat Tiara mengatakan kalau dia tidak mungkin bisa memberikan keturunan pada Narendra. Sebenarnya aku iba dan simpati pada wanita cantik itu. Meski di satu sisi tersenyum miris pada diriku sendiri.Tiara berkata

    Last Updated : 2022-01-13
  • Bukan Wanita Cadangan   BWC 5

    "Selamat pagi," Sapaku seraya tersenyum saat menghampiri meja makan. Mendapati sepasang suami istri itu sedang menikmati sarapan.Tadi asisten rumah tangga yang memanggilku kekamar, memintaku segera turun untuk sarapan atas perintah sang Tuan rumah."Pagi, Hana. Sorry, semalam aku sudah tidur saat kamu datang," ujar Tiara menatapku yang kini ikut duduk dikursi kosong menghadap meja bundar."Saya yang minta maaf jika kehadiran saya jadi merepotkan.""Kamu ngomong apa, Hana! Sekarang kamu juga istri, Narendra. Kamu juga bagian dari keluarga ini dan berhak untuk tinggal disini, tak perlu sungkan," Tiara melirik pria disebelahnya yang tampak santai mengoles roti dengan selai strobery."Thanks, Ren," ucap Tiara, Saat roti itu diletakkan diatas piringnya. Pria itu membalas dengan senyuman.Aku lebih memilih meyendok nasi goreng yang tersaji, sebagai menu sarapanku. Harus terbiasa dengan hal seperti ini. Sikap manis dan mesra mereka berdua yang mun

    Last Updated : 2022-01-13
  • Bukan Wanita Cadangan   BWC 6

    "Hana."Sapa Tiara saat aku baru saja pulang kerja. Kali ini aku pulang dengan taksi online. Jangan tanyakan orang yang tadi pagi berangkat bersamaku. Bahkan sejak aku turun dari mobilnya. Aku sama sekali tak berjumpa dengan dirinya seharian tadi."Terima Kasih, Hana," ucap Tiara saat aku meraih belakang kursi rodanya dan membantu mendorongnya masuk kedalam rumah. Karena angin bertiup cukup kencang. Mungkin sebentar lagi akan segera turun hujan.Tiara yang sedang berada sendirian diteras, entah sedang apa. Mungkin dia tengah menunggu suaminya.Aku melihat kondisi Tiara tak bisa dikatakan membaik saat ini. Yang aku dengar sekarang ada lagi tambahan penyaki ditubuhnya. Ginjalnya ikut bermasalah. Sungguh aku kasihan padanya."Rendra tadi bilang dia masih dicafe," ujarnya tanpa aku bertanya tentang keberadaan laki-laki itu.Oh. Tentu saja Narendra selalu memberi kabar kepada istri pertamanya dimanapun kini dia berada. Apalah aku

    Last Updated : 2022-01-14
  • Bukan Wanita Cadangan   BWC 7

    Pov NarendraAku merasakan rajang yang kutiduri bergerak pelan. Suara isakan yang tertangkap di runguku membuatku berpikir. Ada apa dengan wanita yang kini berstatus menjadi istri keduaku itu?Membuka mata dan menangkap punggung berbalut piyama itu melangkah dengan sedikit berjinjit. Sepertinya dia memang berhati-hati seolah tidak ingin menimbulkan suara sedikitpun.Aku hanya mengajaknya beristirahat. Bukan untuk meminta hak. Mengapa dia malah menangis begitu dan seolah mau menghindariku.Aku semakin bingung, ada apa dengan anak ini?"Mau kemana?"Dia nampak kaget. Terlihat dari tubuhnya yang berjengkit dan tiba-tiba memaku di tempat."Ke-keluar sebentar. Aku haus, mau kedapur ingin minum." suaranya sangat lirih. Nadanya terdengar takut-takut. Apa aku begitu menyeramkan baginya?"Itu ada air minum diatas nakas. Tadi aku sudah menyiapkannya."Aku memang sudah biasa menyiapkan sendiri persediaan minum di kala menjelang akan ti

    Last Updated : 2022-01-15
  • Bukan Wanita Cadangan   BWC 8

    Aku mendaftar konseling pada psikolog yang praktek di Rumah sakit. Setelah mendapat giliran, aku masuk dan mulai melakukan sesi cerita. Ibu Sarah selaku psikolog yang pernah membantuku beberapa tahun yang lalu. Beliau sangat pandai mensugestiku untuk memaafkan dan berdamai dengan insiden itu. Keluhanku mengenai traumaku. Jika teringat malam itu. Satu sisi aku juga merasa bersalah pada Narendra. Namun sebagian besar sisi hatiku entah mengapa menolak bersentuhan dengan dirinya. Menurut psikolog yang menanganiku, memiliki teman curhat untuk mengeluarkan semua uneg-uneg dihatiku adalah salah satu cara. Namun aku tak berani melakukan itu. Aku tak mungkin bercerita pada Nola, meski kami sangat dekat. Masalah yang menurutku sangatlah pribadi, aku cenderung menyimpannya sendiri. Apalagi masalah yang menimpaku beberapa tahun yang lalu. Bahkan keluargaku tidak ada yang tau. Hingga, caraku untuk menumpahkan semuanya adalah lewat diary-ku. Membuat s

    Last Updated : 2022-01-17
  • Bukan Wanita Cadangan   BWC 9

    Pov Narendra Entah apa yang terjadi dengan sahabat Nola itu. Sikapnya sungguh aneh.Jangan katanya? Aku memeluk istri sah ku dan dia bilang jangan?Aku mengajak dia menjalani hubungan dan dia juga bilang jangan? Bagaimana jika aku benar-benar meminta apa yang sudah menjadi hak ku sebagai seorang suami?Memaksanya melayaniku di atas ranjang.Bersikap masa bodoh dengan segala tetesan air mata dan raut takutnya. Setiap kali dia berada hanya berdua denganku, selalu menunjukan sikap seolah aku ini adalah hantu yang tampak menyeramkan. Sekarang dia sudah berstatus sebagai istriku. Aku menikahinya untuk memiliki keturunan. Akupun menikahinya untuk menolong persoalan keluarganya. Tapi apa yang kudapat? Hampir satu bulan hubungan ini stagnan. Bagaimana aku meminta Tiara untuk terus bersabar dengan Hana. Wanita itu selalu bersikap kerap menjauhiku. Kali ini, aku merasa sedang dimanfaatkan olehnya. Iya. dimanfaatkan! Dia hanya ingin karirnya di bagas

    Last Updated : 2022-01-19
  • Bukan Wanita Cadangan   BWC 10

    "Pulang kerja jalan, yuk. Suntuk nih pengen ke salon dan shopping," ajak Nola yang sore ini menghampiri keruang kerjaku. Mengenakan setelan warna tosca yang begitu cocok dengan kulit tubuhnyaAku menggeleng."Tanggal tua. Gue belum gajian Bu Manajer," tolakku masih fokus pada layar laptop."Hello, lo itu sekarang istri Direktur Utama, jangan kayak orang susah, deh," ledek putri tunggal Pak Bagaskara itu."Menikah sama Abang lo berasa mimpi. Apalagi statusnya jadi yang kedua," ungkapku jujur.Nola kemudian melangkah lebih dekat denganku. Lalu membungkukkan badanya dan memelukku dari samping. Aroma parfumnya menyapa hidungku."Lo itu special, Hana. Melengkapi rumah tangga Abang gue. Tenang saja, gue akan selalu suport lo, kok." Dari awal Nola memang langsung setuju saat Abangnya bermaksud akan menikahiku. Jika dengan orang lain, dia bilang akan berpikir ratusan kali untuk memberi izin pada Abangnya itu.Ya, Nola juga sesayang

    Last Updated : 2022-01-21
  • Bukan Wanita Cadangan   BWC 11

    Aku duduk diruang tunggu poli psikologi. Aku membuat jadwal konseling di jam istirahat kerjaku. Jarak antara kantor dan Rumah sakit tempat kini aku berada memang tidak terlalu jauh.Untung saja Ibu Sarah baik sekali, bersedia memberikan waktu jam makan siangnya untukku. Memasuki ruang poli saat perawat berseragam putih hijau itu memanggil, aku menduduki kursi nyaman yang diperuntukan untuk para pasien yang berkunjung kesini.Kepada Ibu Sarah aku menceritakan kejadian saat aku berada didapur beberapa malam lalu bersama Narendra. Serta kejadian semalam saat pria itu tidur seranjang denganku meski tak terjadi apapun. Tapi rasa takut itu masih saja menghantuiku. Meski kadarnya mulai berkurang sedikit.Aku meminta terapi agar mau dan mampu menatap mata Narendra. Pelaku pelecehan yang menciptakan trauma pada diriku. Ibu Sarah memuji bagaimana pengendalian diriku yang menurutnya cukup baik. Masih mau menerima pelukan Narenda walau respon fisikku belum menunjukan

    Last Updated : 2022-01-23

Latest chapter

  • Bukan Wanita Cadangan   BWC 16

    Aku memejamkan mata karena merasa ngeri dengan sesosok tubuh yang sedang berada diatasku kini. Tanganku berusaha meraih tangan pria yang tengah mabuk ini. Namun, dia justru mencengkeram kedua pergelangan tanganku lalu membawa ke atas kepalaku. Tubuhku yang terbaring di ranjang berusaha meronta dengan sekuat tenaga.Pria yang sedang di selimuti nafsu binatangnya, tanpa ampun melucuti apa yang melekat di tubuhku dengan kasar. Suara tangis dan rintihanku tak dia hiraukan. Dia malah semakin gencar menjamah setiap inchi tubuhku dengan nafas yang terus memburu.Aku memekik kala sesuatu memaksa masuk di bawah sana. Tubuhku gemetar dengan air mata yang meluncur membasahi kedua pipi. Tidak merasa tergangu dengan suara tangisanku, dia terus saja menggerakan tubuhnya dan semakin cepat.Setelah melepaskan hasrat dengan meledakan sesuatu yang terasa hangat di tubuhku, pria itu nampak tersenyum puas. Senyum yang selama ini aku sukai darinya tapi kini terlihat begitu menjijika

  • Bukan Wanita Cadangan   BWC 15

    Pov NarendraAku duduk berlutut di gundukan tanah basah yang diatasnya bertabur bunga menebarkan aroma wangi. Rangkaian bunga mawar dan lili putih yang kuletakkan di atas nisan bertuliskan Mutiara Candra.Sudah empat puluh hari hari wanita yang begitu berarti dalam hidupku itu pergi untuk selamanya. Secanggih apapun teknologi kedokteran tetap tidak bisa menolong istriku. Dia pergi membawa separuh nyawaku. Hampir setiap hari aku menyambangi tempat peristirahatan terakhir wanitaku.Melepas kacamata hitam yang membingkai wajahku, mataku kembali memanas melihat pusaran Tiara. Kulantunkan doa untuknya dengan dada yang terasa sesak. Dia sahabat kecilku dan juga cinta pertamaku, meski aku tau cintaku bertepuk sebelah tangan.Aku tau dia masih begitu mencintai kekasihnya. Pria yang lebih dulu berpulang akibat kecelakaan beberapa waktu silam. Membuat Tiara sempat depresi. Aku sebagai sahabat justru membawanya semakin terburuk, tengelam dalam dunia malam."H

  • Bukan Wanita Cadangan   BWC 14

    "Dih, nggak nyangka, ya. Pelakor rupanya.""Pantesan aku sering liat dia naik ke lantai tujuh. Banyak karyawan yang menyaksikan, lho. Beberapa kali melihat dia satu mobil sama Pak Narendra."Padahal masih cantikan juga istrinya, ya? Mungkin pake pelet.""Aku malah dapat foto mereka lagi makan berdua di cafe luar kota dari grup watshap.""Serius?! Coba lihat.""Eh, ya ampun, beneran ini ...."Aku meneguk air mineral. Seolah ada yang mengganjal dikerongkonganku. Seperti bom waktu, akhirnya meledak juga setelah kepulanganku dan Narendra kemarin lusa.Kasak kusuk itu terus mengikuti kemana langkahku saat ini. Hampir semua orang menyalahkan dan memberikan nyiyiran, bahkan hujatan padaku. Lebih mirisnya lagi mereka membawa dan menyeret keluargaku untuk ikut di hakimi."Sebenarnya aku juga penasaran dengan gosip yang beredar. Jangan hanya diam saja. Berikan klarifikasi, Hana." Bang Choky yang biasanya tak perduli dengan gosip ap

  • Bukan Wanita Cadangan   BWC 13

    Pov NarendraAku mengajak Hana keluar kota untuk keperluan bisnis Cafe yang aku geluti sejak keluar dari bangku kuliah. Jauh sebelum bergabung di Bagaskara grup.Dulu aku menjual mobil untuk memulai bisnis, meski banyak kendala yang harus aku hadapi. Tapi aku bersyukur apa yang kulakukan kini membuahkan hasil.Aku sudah memiliki banyak cabang, di berbagai kota. Setidaknya aku bisa membuktikan pada Papa dan semua orang bahwa aku tidak hanya mengandalkan Bagaskara grup. Aku bisa berkembang serta besar di bidang dan jalanku sendiri.Saat meraih tangan Hana untuk ku gandeng, aku tau istriku itu kaget dengan apa yang aku lakukan. Tapi dia sama sekali tidak menolak atau mungkin menampik tanganku.Memperkenalkan Hana sebagai istriku. Aku tak perduli dengan pandangan karyawan yang seolah menilai wanita dengan balutan kaos lengan panjang dan celana jins yang tetap menebar senyum manisnya. Meski aku tau Hana merasa kurang nyaman, tapi aku terus menggengam tang

  • Bukan Wanita Cadangan   BWC 12

    Ibu Sarah, psikolog yang menanganiku. Kuakui beliau sangat membantu menghilangkan traumaku itu. Meski Bu Sarah kerap berkata, keinginan dan dorongan kuat dari diriku sendiri lah yang akan membantu progress signifikan pada penyembuhanku.Namun, aku tetap sangat berterima kasih pada beliau, atas tugas terapi yang kerap beliau beri padaku. Terbukti rasa takutku yang berlebihan saat berdekatan dengan Narendra, kurasakan perlahan mulai menghilang.Mobil yang aku tumpangi meluncur dijalan tol menuju luar kota. Suasana di mobil lebih banyak hening, karena kami hanya berbicara seperlunya. Narendra tepatnya yang lebih dulu membuka obrolan, sedangkan aku hanya menjawab saja. Melihat kearah jendela dan melihat pemandangan diluar adalah pengalihan rasa gugupku.Turun dari Mobil dan saat memasuki Cafe, aku kaget saat tiba-tiba Narendra meraih tanganku dan menggengamnya. Aku meliriknya sekilas lalu tertunduk dengan tersipu. Meski begitu aku bisa menerima dan tak memberontak a

  • Bukan Wanita Cadangan   BWC 11

    Aku duduk diruang tunggu poli psikologi. Aku membuat jadwal konseling di jam istirahat kerjaku. Jarak antara kantor dan Rumah sakit tempat kini aku berada memang tidak terlalu jauh.Untung saja Ibu Sarah baik sekali, bersedia memberikan waktu jam makan siangnya untukku. Memasuki ruang poli saat perawat berseragam putih hijau itu memanggil, aku menduduki kursi nyaman yang diperuntukan untuk para pasien yang berkunjung kesini.Kepada Ibu Sarah aku menceritakan kejadian saat aku berada didapur beberapa malam lalu bersama Narendra. Serta kejadian semalam saat pria itu tidur seranjang denganku meski tak terjadi apapun. Tapi rasa takut itu masih saja menghantuiku. Meski kadarnya mulai berkurang sedikit.Aku meminta terapi agar mau dan mampu menatap mata Narendra. Pelaku pelecehan yang menciptakan trauma pada diriku. Ibu Sarah memuji bagaimana pengendalian diriku yang menurutnya cukup baik. Masih mau menerima pelukan Narenda walau respon fisikku belum menunjukan

  • Bukan Wanita Cadangan   BWC 10

    "Pulang kerja jalan, yuk. Suntuk nih pengen ke salon dan shopping," ajak Nola yang sore ini menghampiri keruang kerjaku. Mengenakan setelan warna tosca yang begitu cocok dengan kulit tubuhnyaAku menggeleng."Tanggal tua. Gue belum gajian Bu Manajer," tolakku masih fokus pada layar laptop."Hello, lo itu sekarang istri Direktur Utama, jangan kayak orang susah, deh," ledek putri tunggal Pak Bagaskara itu."Menikah sama Abang lo berasa mimpi. Apalagi statusnya jadi yang kedua," ungkapku jujur.Nola kemudian melangkah lebih dekat denganku. Lalu membungkukkan badanya dan memelukku dari samping. Aroma parfumnya menyapa hidungku."Lo itu special, Hana. Melengkapi rumah tangga Abang gue. Tenang saja, gue akan selalu suport lo, kok." Dari awal Nola memang langsung setuju saat Abangnya bermaksud akan menikahiku. Jika dengan orang lain, dia bilang akan berpikir ratusan kali untuk memberi izin pada Abangnya itu.Ya, Nola juga sesayang

  • Bukan Wanita Cadangan   BWC 9

    Pov Narendra Entah apa yang terjadi dengan sahabat Nola itu. Sikapnya sungguh aneh.Jangan katanya? Aku memeluk istri sah ku dan dia bilang jangan?Aku mengajak dia menjalani hubungan dan dia juga bilang jangan? Bagaimana jika aku benar-benar meminta apa yang sudah menjadi hak ku sebagai seorang suami?Memaksanya melayaniku di atas ranjang.Bersikap masa bodoh dengan segala tetesan air mata dan raut takutnya. Setiap kali dia berada hanya berdua denganku, selalu menunjukan sikap seolah aku ini adalah hantu yang tampak menyeramkan. Sekarang dia sudah berstatus sebagai istriku. Aku menikahinya untuk memiliki keturunan. Akupun menikahinya untuk menolong persoalan keluarganya. Tapi apa yang kudapat? Hampir satu bulan hubungan ini stagnan. Bagaimana aku meminta Tiara untuk terus bersabar dengan Hana. Wanita itu selalu bersikap kerap menjauhiku. Kali ini, aku merasa sedang dimanfaatkan olehnya. Iya. dimanfaatkan! Dia hanya ingin karirnya di bagas

  • Bukan Wanita Cadangan   BWC 8

    Aku mendaftar konseling pada psikolog yang praktek di Rumah sakit. Setelah mendapat giliran, aku masuk dan mulai melakukan sesi cerita. Ibu Sarah selaku psikolog yang pernah membantuku beberapa tahun yang lalu. Beliau sangat pandai mensugestiku untuk memaafkan dan berdamai dengan insiden itu. Keluhanku mengenai traumaku. Jika teringat malam itu. Satu sisi aku juga merasa bersalah pada Narendra. Namun sebagian besar sisi hatiku entah mengapa menolak bersentuhan dengan dirinya. Menurut psikolog yang menanganiku, memiliki teman curhat untuk mengeluarkan semua uneg-uneg dihatiku adalah salah satu cara. Namun aku tak berani melakukan itu. Aku tak mungkin bercerita pada Nola, meski kami sangat dekat. Masalah yang menurutku sangatlah pribadi, aku cenderung menyimpannya sendiri. Apalagi masalah yang menimpaku beberapa tahun yang lalu. Bahkan keluargaku tidak ada yang tau. Hingga, caraku untuk menumpahkan semuanya adalah lewat diary-ku. Membuat s

DMCA.com Protection Status