"Apa yang kamu inginkan itu ... adalah cinta?" Saat itu, Jenna memilih bungkam dengan segala hal yang ada di pikirannya. Bibirnya kelu, bahkan untuk sekedar menjawab ya ataupun tidak. Hati Jenna berdesir, kala Reyhan melontarkan pertanyaan itu. Tapi di sini bukan hanya tentang cinta. Ada hal lain yang diperlukan dalam membina rumah tangga yang baik, dan itu bukanlah tentang cinta dari dua belah pihak. Surga impian. Jenna melihat surga impian itu tidak didapatkan oleh sang bunda. Dengan sang ayah yang menduakan sang bunda saja, surga itu sudah lenyap dari pandangan. Lalu sekarang tentang dirinya, yang berstatus sebagai istri kedua. Apakah Jenna akan mendapatkan surga impiannya tersebut? Jenna tau, sekarang secara hak—dirinya adalah satu-satunya istri di rumah ini. Kepergian Cahaya yang sudah mau 3 hari berlalu, resmi menjadikan posisi Jenna menjadi istri satu-satunya—bukan lagi yang kedua.Tapi banyak pandangan miring tentang dirinya, da Jenna tau sadar dengan hal itu. Makanya kenap
Saat itu sang surya seolah sedang berada di atas kepala. Tentu saja, hal itu membuat siapa pun yang berada di luar ruangan—merasakan hawa panas yang menjalar ke tubuhnya. Tapi itu tidak berlaku bagi dua orang perempuan berbeda usia, yang tengah duduk saling berhadapan. Karena hawa sejuk yang dihasilkan oleh air conditioner di dalam ruangan, membuat keduanya tidak berkeringat. "Ada satu hal yang mau aku bicarain sama kamu, Jenna." Yang berbicara saat ini adalah Cahaya Ghaliya Mahasin—seorang perempuan berhijab yang berstatus sebagai psikiater di RS Kenangan Indah. Perawakannya indah. Dengan tinggi semampai 168 cm, berkulit putih bersih, serta wajah perpaduan Indonesia-Pakistan yang membuatnya nampak begitu sempurna jika dipandang. "Jenna ...," panggil Cahaya dengan ragu pada sosok perempuan muda yang duduk di hadapannya. "Iya, Dok?" Perempuan muda di depannya menyahuti. Ada tatap penasaran dari kedua pasang mata monoloid perempuan itu. "Selama dua tahun ini ... ikatan yang terbang
Satu bulan yang lalu, hidup Jenna masih seperti biasa. Memang tidak sebahagia dulu, tapi Jenna masih bisa tertawa bersama teman-teman sesama penulisnya saat nonton drama komedi, ataupun menonton video tiktok yang menampilkan review makanan India dari kalangan sudra. Tapi hari ini, tawa itu seperti hilang dari Jenna. Ucapan dokter Cahaya yang memintanya untuk menjadi 'madu' wanita itu—terus terngiang-ngiang di pikiran Jenna. Padahal itu sudah berlalu 3 hari dari sekarang. Sudah 3 hari pula dirinya tidak bertemu dengan wanita yang ingin memintanya menjadi madu itu. "Aku nggak ngerti lagi sama arah pikiran dokter Cahaya," ucapnya sambil menahan kesal di dada. Tapi tangannya tak serta merta diam di atas paha, melainkan melemparkan baru kerikil ke arah danau yang membentang luas di depannya. "Bisa-bisanya dia memintaku menjadi madunya? Memang aku perempuan seperti apa? Aku sama sekali nggak mau dan bahkan benci status itu." Bayangan demi bayangan masa lalu yang membuatnya trauma, hingga
"Hei, kamu! Perempuan opacraphile yang berambut seperti jagung, tolong saya!" Mulut Jenna terbuka lebar ketika seorang lelaki yang tadi terdengar meringis itu, menyebut rambut coklat mahoninya ini seperti jagung. Memangnya dia siapa, berhak mengatai rambut favoritnya seperti rambut jagung? "Hei! Kenapa diam saja?!" Lagi, lelaki tak tahu malu itu berkata pada Jenna. Merasa kesal, Jenna memilih untuk membuang muka ke arah yang lain. Memasang wajah super jutek, meski kesan pertama lelaki itu padanya akan kurang baik—tapi tak apa. Jenna juga tidak berniat untuk kenal lebih jauh lagi dengan lelaki itu. "Mau minta tolong saja pakai acara ngatain rambut saya kayak jagung segala," cibir Jenna mengulang perkataan lelaki tadi. "Lho, kamu marah? Pada kenyataannya memang begitu kok. Rambut kamu itu mirip seperti rambut jagung," balasnya malah semakin meledek. Sial sekali Jenna sore ini. Niat hati ingin menenangkan hati dan pikirannya karena dokter Cahaya, malah harus terganggu dengan lelaki
Udara sejuk yang dihasilkan oleh air conditioner (AC) di dalam kamar seorang gadis, semakin membuat si gadis yang terlelap dalam tidurnya itu bergulung dalam selimut tebal. Entah dia terlalu kecil mengatur suhu, hingga membuatnya kedinginan. Atau karena suhu badannya yang sekarang cukup hangat. Tapi satu hal yang pasti, gadis itu enggan turun dari kasur dan memilih untuk terus memejamkan matanya. Sampai sebuah suara ketukan pintu tak sabaran, yang diiringi dengan suara seseorang memanggilnya dengan intens-gadis itu baru menggeliat."Jenna! Bangun! Kamu harus shalat shubuh dulu." Seseorang, dari luar kamarnya—mengetuk pintu berulang kali. Hingga menyebabkan kedamaian tidur seorang gadis yang tak lain adalah Jenna itu, terganggu. "Jenna! Bangun! Tidak ada alasan lagi untuk hari ini tidak shalat shubuh," kata orang itu lagi. Kali ini, suaranya terdengar lebih tegas dari sebelumnya.Mendengar teriakan menjengkelkan, pun suara ketukan pintu yang diketuk tidak sabaran—Jenna pun berdecak.
Cakrawala di siang itu begitu sangat memancar. Sang surya yang bersinar, seolah berada tepat di atas kepala. Tapi hawa panas yang dirasa oleh seorang gadis, bukan saja berasal dari sinar sang surya. Melainkan juga dari sebuah postingan akun Instagram milik adik satu darahnya—Kiara Arsyila, yang memperlihatkan tiga orang termasuk Kiara sendiri—seolah seperti keluarga bahagia tanpa kehadiran dirinya. Tiga orang itu nampak sedang makan bersama, ada senyum dan canda tawa yang diperlihatkan di foto itu. Jelas saja, foto itu pasti diambil setelah kepergiannya beberapa jam yang lalu. “Sial, dia pikir orang-orang bakal lebih simpati sama dia? Orang-orang nggak tau aja kalau dia itu anak dari pelakor." Gadis yang tidak lain adalah Jenna tersebut mengumpat. Udara yang saat ini terasa panas, lebih membakar lagi saat ia tak sengaja melihat postingan Kiara.“Tenang, tarik nafas.” Jenna memejamkan mata, ia sadar jika gejolak amarahnya bisa saja menimbulkan gangguan kecemasannya kambuh begitu saja.
"Meskipun orang yang meminta ini sedang sekarat sekali pun, Jenna?" Sepasang manik mata Jenna, bahkan tak berkedip saat kalimat itu terlontar dari bibir dokter Cahaya—psikiaternya. Gadis itu tertegun, terkejut bukan main dengan perkataan dokter Cahaya yang seolah mempermainkan takdir kehidupan. Alih-alih menjawab pertanyaan tersebut, Jenna justru terdiam sembari mencerna semuanya. Bagi Jenna, permintaan konyol itu bukan hanya mendadak. Tapi juga mengusik kembali luka lama yang telah dia usahakan untuk lupa.Seharusnya di sini, Dokter Cahaya tau hal itu, kan? Dia yang berperan sebagai seorang Psikiater untuk Jenna. Dia juga yang telah menyembuhkan luka hati tersebut. Lantas kenapa sekarang dia juga yang membuka kembali luka lama itu?Terlebih, alasan Dokter Cahaya yang membawa-bawa kalimat 'sekarat', membuat Jenna benar-benar tidak suka. Seseorang tidak boleh mempermainkan takdir semacam itu hanya untuk mencapai keinginannya."A-apa maksud, Dokter? Sekali pun Dokter inginkan hal itu,
Cakrawala di malam ini nampak tak begitu terang seperti hari malam biasanya. Rembulan yang kala ini berbentuk sabit pun bahkan kesepian—tanpa ada teman yang menemani. Benda-benda kecil yang biasa bertaburan di atas langit, kini tak nampak sama sekali. Keadaan malam yang suram, sama suramnya seperti keadaan hati seorang gadis dengan piyama teddy bear. Entah sudah ke berapa kalinya gadis itu mendesah kasar, sedangkan jemarinya masih menyentuh keyboard laptop tanpa menari di sana. Biasanya, malam hari seperti ini—ia mendapatkan banyak inspirasi untuk bahan lanjutan kisah-kisah yang dia rangkai menjadi sebuah tulisan. Tapi karena malam ini, inspirasi tersebut entah menguap ke mana. Padahal, sudah banyak pesan cinta yang dia dapatkan dari penggemar setia yang menunggu kelanjutan kisah tersebut.“Mungkin aku terlalu kepikiran tentang Dokter Cahaya, sampai-sampai sekarang aku nggak fokus nulis begini.” Jenna, gadis yang kini memilih menutup laptopnya menerawang kembali, pada masa di mana Do
"Apa yang kamu inginkan itu ... adalah cinta?" Saat itu, Jenna memilih bungkam dengan segala hal yang ada di pikirannya. Bibirnya kelu, bahkan untuk sekedar menjawab ya ataupun tidak. Hati Jenna berdesir, kala Reyhan melontarkan pertanyaan itu. Tapi di sini bukan hanya tentang cinta. Ada hal lain yang diperlukan dalam membina rumah tangga yang baik, dan itu bukanlah tentang cinta dari dua belah pihak. Surga impian. Jenna melihat surga impian itu tidak didapatkan oleh sang bunda. Dengan sang ayah yang menduakan sang bunda saja, surga itu sudah lenyap dari pandangan. Lalu sekarang tentang dirinya, yang berstatus sebagai istri kedua. Apakah Jenna akan mendapatkan surga impiannya tersebut? Jenna tau, sekarang secara hak—dirinya adalah satu-satunya istri di rumah ini. Kepergian Cahaya yang sudah mau 3 hari berlalu, resmi menjadikan posisi Jenna menjadi istri satu-satunya—bukan lagi yang kedua.Tapi banyak pandangan miring tentang dirinya, da Jenna tau sadar dengan hal itu. Makanya kenap
Dalam hidup ini, Jenna sudah berkali-kali melewati masa sulit—yang hanya dirinya sendiri hadapi. Seperti halnya saat dia mendapatkan nilai kecil, dan harus membuktikan jika nilainya berubah di ujian selanjutnya. Ada juga saat dia menghadapi ujian masuk perkuliahan, yang di mana persaingannya sangat ketat. Dan satu lagi, saat kecemasan berlebihannya kambuh tiba-tiba tanpa tau situasi dan kondisi. Semua hal-hal itu, Jenna selalu meyakinkan diri—jika dia bisa melewati masa sulit itu dengan tekad yang kuat. Banyak kata-kata afirmasi positif yang seringkali dia ucapkan, baik dalam hati ataupun mengucapkannya langsung. Tentu saja, itu cukup berguna untuk mendapatkan energi positifnya kembali. Meskipun dirinya terbilang cukup kuat dalam menghadapi segala masa sulit, tapi Jenna pernah merasa putus asa dalam menghadapi masa sulit tersebut. Salah satunya adalah, saat sang ayah mengaku telah menduakan sang bunda—kemudian beberapa bulan setelahnya, sang ibunda dipanggil Sang Maha Kuasa. Sampa
“Jadi, istri saya tertabrak karena menyelamatkan perempuan ini?” Sebuah anggukkan mengiringi jawaban atas pertanyaan dari Reyhan. Di sela-sela suasana berkabung setelah kepergian Cahaya, Reyhan menyempatkan dirinya untuk mengusut kasus atas kecelakaan yang menimpa Cahaya. Saat ini saja, pria itu sedang berada di kantor polisi untuk menyelesaikan kasusnya. “Perempuan ini saya lihat habis menyelamatkan anak kucing, Pak. Dia nyebrang jalan, tapi pas balik—kayanya nggak fokus lihat jalan. Nah di sisi lain, ada mobil truk yang melaju kencang dari arah berlawanan. Yang saya lihat, almarhumah istri Bapak melihat truk itu menuju perempuan yang ambil anak kucing itu. Sampai pada akhirnya, saya melihat istri Bapak berlari dan mendorong perempuan itu hingga terjatuh. Tapi sayangnya, beliau tidak sempat untuk menyelamatkan diri dan akhirnya tertabrak truk oleng itu.” Salah seorang saksi, yang berprofesi sebagai tukang asongan—memperhatikan kecelakaan yang menimpa Cahaya pada hari itu.Saat meli
"Semuanya gara-gara, Tante! Mama meninggal gara-gara Tante ada di sini! Aku benci sama Tante!" Jenna mematung. Namun setitik air mata, lolos turun begitu saja dari sudut mata. Bagaimana lontaran gadis kecil itu yang menyesakkan dada, membuat hati Jenna seolah tercabik-cabik benda tajam. "Aku jadi nggak punya mama." Gadis kecil itu meraung keras, tangannya tak diam dengan melayangkan pukulan kecil pada Jenna—melampiaskan segala perasaan yang menyeruak di dalam dada. Jenna paham sekali, bagaimana sakitnya ditinggal seorang ibu di dunia yang keras ini. Apalagi Anala masih kecil, dia masih membutuhkan sosok ibu dalam tumbuh kembangnya. Reyhan yang mendengar puterinya berlaku seperti itu pada Jenna, merasa tak enak hati pada gadis itu. Pria itu, hendak melangkahkan kaki menuju Anala dan Jenna berada. Namun karena Jenna melihatnya, gadis itu mengangkat telapak tangan sebelah kanan pada Reyhan—memberikan isyarat padanya, jika Jenna bisa mengatasi Anala yang sedang melampiaskan gelega
TPU Anggrek UnguSemestinya, semburat oranye di cakrawala sore itu—membuat Jenna merasakan kedamaian dan ketentraman. Seperti hari-hari sebelumnya, di saat sore hari tiba—dirinya selalu memandangi langit senja dengan perasaan suka cita. Tapi berbeda dengan hari ini. Senja yang biasanya membuat senyumnya terbit di wajah, kini justru malah tangis yang meluruh dari wajah itu.Tepat di depannya, sosok wanita yang berjasa dalam menyembuhkan trauma masa lalunya—telah menyatu kembali dengan tanah. Kepergiannya, hanya menyisakan luka mendalam bagi orang-orang yang menyayanginya. Termasuk Jenna sendiri, yang merasa terpukul dengan kepergian Cahaya. Tapi di sini, ada satu orang yang mengusik pikiran Jenna. Anala—puteri dari Cahaya dan Reyhan itu nampak tak menangis sejak kabar yang ia dapatkan, jika ibundanya telah meninggal dunia. Melihat Anala, Jenna ingat dirinya yang dulu. Merasa terpukul dengan kepergian sang ibunda. Bahkan untuk menangis, rasanya Jenna sudah lelah sekali. “Puteriku.” R
Hutan Kota SenjakalaAwan gelap masih menyelimuti cakrawala sore itu. Tapi rinai dan gelegar petir, sudah berhenti beberapa menit yang lalu. Keadaan di sana masih sama, cukup sepi karena pengunjung memilih untuk berteduh dari rinai yang turun. Namun seorang perempuan bergamis maroon, enggan beringsut apalagi berdiri dari tempatnya kini. Derai air mata yang tadi menganak sungai, memang sudah tidak ada lagi. Tapi keadaan hatinya yang remuk redam, tidak dapat hilang seperti air mata. Bagaimana cacian itu dilontarkan di depan semua orang, dan bagaimana mereka tidak mau mendengar penjelasan dari Reyhan—sukses membuat Jenna sekarang malu dan enggan datang lagi ke rumah sakit. Allah, kesakitan gadis itu sekarang bertambah lagi. Tidak ada yang tau jika gadis itu sekarang membutuhkan rumah untuk pulang. Sedangkan rumahnya, sejak dulu sudah direbut oleh dua manusia tak tau diri yang datang ke hidupnya. Ting! Aktivitas Jenna yang memandangi hamparan danau yang luas di depan mata, sekarang ha
Hutan Kota SenjakalaGemericik air hujan, seolah merengkuh seorang gadis yang tengah membiarkan tubuhnya dijatuhi rinainya. Desik daun yang tertiup angin, yang mungkin bagi sebagian orang terlihat menyejukkan—bahkan tak sampai mengalihkan atensi gadis itu. Air mata gadis itu menganak sungai, menyatu dengan air kehidupan. Pakaiannya basah, angin berkesiur yang bahkan membuatnya dingin—tak sama sekali ia hiraukan. Ia terpekur, memandangi air kehidupan yang jatuh membasahi bumi. Sedangkan pikirannya, melanglang ke beberapa saat yang lalu. "Dokter Cahaya ingin bertemu dengan Jenna dan suaminya." Itu perkataan seorang dokter, setelah dia keluar dari ruangan di mana Cahaya berada.Saat itu Jenna masih bersembunyi di balik dinding, dia enggan menemui Reyhan yang nampak terpukul di depan ruangan. Tapi begitu mendengar suara dokter menyebut namanya, Jenna mau tak mau harus ke sana.Saat melewati Reyhan, Jenna merasakan tatapan menusuk dari pria itu. Jenna sendiri menghiraukan, sambil terus
“Kak Aya!” Setitik air mata jatuh tanpa diduga dari sudut mata seorang gadis yang duduk terperenyak di trotoar. Ia memaksa diri untuk menegakkan tubuh, membawa tubuhnya itu berlari kencang pada sosok yang terkapar lemah di jalanan sana. Langit yang bahkan tadi terang benderang, seolah ikut merasakan kesedihan teramat di hari ini. Gelegar petir tiba-tiba bersahutan, rintik hujan—mungkin tak akan sampai 5 menit lagi akan turun membasahi bumi. Gemuruhnya saja sudah terdengar nyaring, sudah pasti gemericik air kehidupan itu akan sampai ke tempatnya berpijak kini.“Aku mohon bertahan, Kak Aya!” Tubuh gadis itu ambruk di depan tubuh seorang wanita yang terkapar lemah. Dia angkat kepala wanita berhijab itu pada pahanya. Tanpa merasa jijik, dia menyeka cairan kental berwarna merah di sekitar wajahnya.“Aku, aku akan bawa Kak Aya ke rumah sakit.” Gadis itu berceloteh, dia berusaha untuk membawa tubuh wanita yang masih sempat membuka matanya.“J-jenna?” panggil lirih wanita yang dipanggil Aya
Ada beberapa hal yang sangat mengejutkan sekaligus menyakitkan bagi Jenna dalam hidup. Satu, saat ayahnya mengaku telah menduakan sang bunda. Dua, saat sang ayah membawa Dania atau istri keduanya ke rumah. Dan hari ini, Jenna kembali merasakan itu.Mendapatkan fakta jika Cahaya sengaja mengatur rencana untuk menjadikannya seorang madu, karena mereka terikat masa lalu—membuat Jenna merasa terkejut juga tersakiti.Bagaimana bisa Cahaya mengambil jalan pintas seperti ini? Menyatukan dirinya dengan Reyhan yang sudah tak saling kenal dalam waktu yang cukup lama. Bagaimana mungkin Cahaya menyatukan dirinya dan Reyhan, yang sekarang tak mempunyai perasaan seperti dulu.Jenna tidak habis pikir dengan Cahaya. Hanya karena dia overthinking tentang kematian, wanita itu mengambil jalan yang tidak dia pikirkan lebih panjang lagi. Di sini, banyak perasaan yang akan terluka. Bukan hanya dirinya ataupun Cahaya, tapi ada Reyhan dan Anala yang terpenting."Jenna!” Tiba-tiba saja, sebuah tepukan di bahu