Di depan kamar Hazel, ia langsung disuguhi pemandangan kedua lelaki bermata merah akibat kurang tidur tak lupa dengan beberapa luka yang menghiasi wajah tampan mereka.
"Pagi, Zel," sapa mereka bersamaan ditambah senyuman manis berharap agar perempuan itu luluh.
Hazel menatap keduanya datar dan melengos pergi diekori dua lelaki itu. Bahkan ke manapun kaki Hazel melaju begitu juga dengan keduanya. Benar-benar mirip dengan anak ayam pada induknya.
"Zel, lo tau gak? Kita dikeroyok sama si Rei soalnya dia kalah balapan," ungkap Valdo. Joshua di sebelahnya reflek menyenggol lengannya.
Joshua berbisik, "Sst! Hazel jangan tau nanti– eh, Hazel." Tatapan tajam yang dilayangkan sepupunya itu menghentikan.
Hazel diam membisu, melangkah ke ruang tengah. Ah, iya, kedua laki-laki itu paham sekarang. Walaupun sedang dalam mode diamnya ia tetap perhatian apalagi jika wajah mereka dipenuhi memar membiru.
"Zel, betewe lo kenapa dah pundung?" Joshua tiba-tiba pergi begitu saja. Valdo yang paham akan tatapan perempuan yang baru saja selesai mengobatinya itu tak beralih pun angkat bicara. "Mungkin si Joshua ambil hasil semalem, lumayan tau Zel kira-kira puluhanlah, kurang tau gue."
"Udah?" tanya Joshua tiba-tiba. Hazel mengangguk kecil.
"Obatin gue dan ... ini bayaran semalem ada dua puluh juta. Lumayan 'kan? Lumayanlah bisa buat nambah koleksi Gucci Prada lo."
Amplop cokelat yang tampak mengembang masih melayang tanpa ada niatan Hazel menyambutnya. Kembali menariknya dan kali ini Joshua menyimpannya di atas meja kaca.
Selesai mengobati keduanya, masih dengan bibir yang terkatup rapat ia melangkah menuju ruang makan. Tak ketinggalan, dua laki-laki tadi yang masih saja mengikuti Hazel sarapan di minggu pagi ini.
"Zel, makan sayur!" Hazel hanya melirik Joshua sekilas tanpa minat. Tak butuh waktu lama, Hazel kembali melangkah, kali ini ke dapur menemui bi Onik yang mencuci piring.
"Non, lagi mogok, ya?" tanyanya iseng.
Hazel mengangguk. "Iya, kesel Hazel tuh sama mereka, Bi. Mungkin kalau semalem Hazel enggak kebangun, sampai ketemu mereka lagi Hazel tetep aja bingung kenapa mereka babak belur," keluhnya. Saking dekatnya mereka berdua, Hazel pun tak canggung lagi mengungkapkan apa yang ia rasa.
•••
Senin pagi masih dengan diamnya Hazel membuat rumah berlantai dua yang biasanya penuh dengan tawa dan canda kini diam penuh kesunyian. Hanya saja, beberapa kali terdengar suara kicauan burung di luar sana.
"Mas Pur, buka gerbangnya!" seru Hazel sesaat setelah ia mengeluarkan mobil pribadinya dari garasi. Belum sempat Joshua dan Valdo mencegah mobil tersebut sudah melaju kencang.
"Shit!" umpat Joshua. Di belakangnya, bi Onik tiba-tiba menyambar kala memandang dua majikan tampannya kesal setengah mati.
"Mas Pur itu temannya mas Bay, Den. Baru aja kemarin direkrut non Hazel waktu den Joshua sama den Valdo tidur. Shift-nya dari pagi sampai habis asar setelah itu baru shift-nya mas Bay lagi," jelas bi Onik menarik atensi keduanya, setelah berterima kasih mereka bertolak ke garasi mengambil mobil berwarna sting grey milik Joshua dan melaju menuju sekolah. Sebelum itu, mobil tersebut berhenti di pos satpam depan rumah.
"Mas Pur, ya?" tanya Valdo dari balik stir.
"Iya, Den. Ini den Valdo atau den Joshua?"
"Saya Valdo. Nah, Mas, setelah ini jangan pernah bolehin Hazel bawa mobil sendiri walaupun dia bisa bawa mobil kecuali bareng salah satu dari kita ataupun pak Surya, paham?"
"Paham, Den. Kalau boleh tau, alasannya kenapa ya, Den?"
"Ini amanah dari papinya Hazel, beliau over-protektif. Makanya kita diutus untuk jagain dia, maklumlah orang tuanya jauh di Amerika." Mas Pur mengangguk paham. Akhirnya, kedua orang tersebut kembali menuju tujuan awal.
•••
Di kelas pun Hazel hanya diam sibuk dengan novel ataupun gawainya. Entahlah, rasa-rasanya Joshua ingin sekali menggantikan posisi kedua benda mati yang telah menciptakan senyum Hazel yang beberapa hari terakhir jarang ditampakkan.
Menyesal. Itulah yang dirasakan Joshua dan Valdo, seharusnya ia tak menuruti keinginan Rei, seharusnya dan banyak sekali kata seharusnya yang berujung penyesalan. Kenapa penyesalan harus berada di akhir, sih?
Waktu bahkan berlalu amat cepat hingga saat ini sudah seperti barisan semut keluar dari persembunyiannya kala bel pulang sekolah berbunyi.
Hazel yang sibuk melangkah tiba-tiba terhenti karena ada yang mencengkram erat tangannya. "Zel, please jangan kekanakan. Ngomong! Iya, kita tau kita salah tapi cara lo ngehukum kita itu juga gak dibenarkan. Bilang sama gue, gimana caranya biar lo gak marah lagi. Bilang! Lo mau apa kita penuhin. Zel, paham 'kan?"
Hazel tersentak dengan tutur kata yang dilontarkan Valdo. Baru saja ia akan meluncurkan kata-kata balasan, ponselnya berdering nyaring menandakan ada panggilan masuk.
sugar daddy 💰is calling ...
"Gih, diangkat. Setelahnya, lo pulang ya jangan kabur-kaburan. Gue sama Joshua minta maaf karena udah kabur, ya walaupun gak bisa dibilang kabur, sih. Tapi pergi tanpa pamit itu artinya kabur, kan?" Tanpa sadar pelupuk mata Hazel penuh seakan tinggal mencari celah untuk keluar ketika ia berbalik meninggalkan kedua sepupunya.
Setelah memutuskan panggilan dari papinya yang berada di Amerika sana, ia memutuskan untuk memutar stir ke mal. Daripada Hazel terkena masalah nantinya, pertama ia pergi ke salah satu store langganannya membeli sebuah dress dan berjalan mengelilingi mal seorang diri.
•••
"Hazel belum balik." Itu laporan dari Valdo pada Joshua padahal jam menunjukkan pukul setengah sembilan malam.
Joshua meraup wajahnya kasar. "Nomernya dihubungin, udah?"
"Udah. Gak aktif, Jo. Gue juga udah chat temennya tapi gak ada yang tau bahkan gue udah mintol ke temen-temen gue."
"Argh, shit!"
Terjadi keheningan beberapa menit. Hingga seruan Joshua membelah keheningan yang mengikat. "Lacak!"
Jam sepuluh malam, namun belum ada tanda apapun itu dikarenakan nomornya yang dinonaktifkan. Lagi-lagi Joshua menghela napas berat, gadis itu dititipkan pada keduanya tapi ... ah, entahlah.
Sedangkan di tempat lain, Hazel sedang tengkurap di atas kasur menghadap laptop yang menampilkan sebuah drama Korea bersama kakak kelasnya.
"Oh iya, Zel. Lo kenal sama adek gue gak? Kan seangkatan, tuh."
Hazel menoleh sebentar dan kembali fokus pada laptop. "Adek lo? Entah. Emang siapa namanya Kak, siapa tau gue paham."
"Namanya Piyan, Alfian."
"Alfian ya? Kurang tau deh, mungkin kalau gue liat orangnya baru ngeh, Kak."
"Kebetulan banget, bentar lagi anaknya dateng."
"Kak." Pintu terbuka sedikit menampilkan sosok pria seumurannya.
Kakak kelas Hazel alias Amel bergegas membuka pintu. Di sana dengan raut terkejut dari dua insan yang saling kenal beberapa hari lalu. Iya, ternyata mereka baru saja kenal walau awalnya ia lupa. Begitupun dengan Amel yang merasa agak bingung dengan keduanya.
"Hazel?!"
"Loh, Rizal?!"
"Gue gak suka kalian berurusan lagi sama Rei, pokoknya jangan! Gue bisa lebih marah dari kemarin, loh. Apalagi kalau cuma menghilang dari hadapan kalian, gampang!" omel Hazel."Lo juga salah," sahut Joshua santai."Iya, gue tau, sorry.""Makanya sekarang kalau ada apapun langsung cerita jangan ambil keputusan sendiri," ujar Valdo yang sedari tadi menyimak."Yang ambil keputusan sendiri siapa?" Joshua sengaja memancing, Valdo sepertinya tidak sadar bahwa ia menyindir dirinya sendiri."Ya gue, udah ah, sorry. Sini berpelukan! Kangen banget gue sama Hazel." Akhirnya Hazel meringsek dalam pelukan Valdo yang memang ia rindukan dan dirinya merasakan beberapa kecupan yang tersemat di pucuk kepalanya.Beralih ke pelukan Joshua, ia pun kembali mendapat kecupan yang sama kali ini ditambah elusan lembut pada surainya. "Jangan diulangi, ya," pintanya yang langsung diangg
Tidur cantik ala Hazelna akhirnya terusik kala pipinya ditepuk pelan dengan telapak tangan besar diiringi suara berat milik Joshua. Jarang-jarang cowok blasteran London-Korea itu membangunkan gadis manja tersebut. Biasanya yang seringkali membuat Hazel kembali dari dunia mimpi hanyalah Valdo dan bi Onik."Hazel." Lenguhan panjang dikeluarkan Hazel untuk jawaban dari panggilannya."Bangun, yuk!" Bukannya membuka mata, gadis yang terbalut piyama bercorak Hello Kitty itu memilih membalikkan badannya menjadi memunggungi sang sepupu."Hey, Cantik! Luna sama Luki masuk kolam." Ajaib. Mendengar dua nama kucingnya disebut, Hazel langsung membuka mata lebar-lebar. "Mana?! Ayo, kita susul!"Cepat-cepat keduanya menyusuri anak tangga dengan tergesa-gesa, sebenarnya langkah Joshua santai tetapi karena tangannya ditarik jadilah ia seperti orang sedang sprint."Bibi, Luna sama Luki mana? Merek
Ketiga remaja tersebut baru saja turun dari kamar masing-masing. Satu-satunya perempuan di situ kini loncat-loncat kegirangan. Seperti halnya anak kecil, ia memiliki sisi manja yang akan ia tunjukkan pada beberapa orang saja.Senyum yang sedari membuka mata mengawali hari tak luntur terpancar. Aura kecantikannya pun tak mau kalah dari matahari yang kian menyinari bumi.Dua diantaranya berdiri merenggangkan otot agar tidak cedera nantinya. Saking terlalu fokus, bahkan mereka sama sekali tidak melirik gadis yang hampir saja menenggelamkan wajahnya di kolam sedalam dua meter itu."Hazel!" seru Valdo panik. Dirinya tadi bersama Joshua sedang fokus pemanasan tetapi suara gadis itu tiba-tiba hilang membuatnya mau tak mau menoleh."Gue mau berenang di sini, Val." Dijamin, mendengar suara rengekannya yang memenuhi indra pendengaran membuat kedua cowok itu menghela nafas berat dan mengangguk pasra
"Bilas dulu, geh, Non, Den," tegur bi Onik. Ketiga remaja yang baru saja menyelesaikan kegiatan berenangnya itu masih saja bersantai di atas kursi pantai lipat lengkap dengan bathrobe yang menutupi tubuh masing-masing."Iya, Bi. Betewe, makasih, ya, Bi. Cake buatan Bibi emang paling juara! Hazel sukaa pakai begete," puji gadis itu setelah menelan potongan brownies kesekian."Makasih, Non. Sekarang pada bilas, gih. Nanti masuk angin, loh." Netra wanita paruh baya itu beralih pada dua laki-laki yang sibuk dengan kegiatan mabarnya di handphone masing-masing. "Den, main gimnya nanti lagi, sekarang bilas dulu.""Iya, sebentar lagi, ya, Bi. Masih seru."Tangan Hazel terangkat memukul keduanya saat bi Onik meninggalkan mereka setelah geleng-geleng kepala sejenak. "Heh! Kampret! Gue mau ngomong," katanya."Wait, Zel. Sebentar lagi gue menang," jawab Valdo, tak mengalihkan pandangannya sa
Suara perempuan dari dalam laptopnya menyapa telinga perempuan yang dipanggil Oline, amat mengganggunya terlebih dengan nada melirih seakan sarat penyesalan juga menahan kesakitan. Dia, Oliveira Sykes Almondef."Oline, i'm sorry.""Eh? Hi, Olive, my best friend! I miss you so bad!" balasnya riang.Oline atau yang kita kenal sebagai Hazel, sebenarnya menangkap suara sahabatnya yang melirih tapi demi apapun ia tak ingin bersedih di saat mereka melepas rindu."Oline," rengek gadis bersyal tersebut. Sedangkan, yang dipanggil hanya terkekeh kecil."Sorry, sorry, I was just kidding with you. Don't be serious, okey?""Yes, I know it. Oline, I miss your voice-""Zel, katanya lo mau nyanyi? Jadi, gak? Sini, gue gitarin!" Sebuah seruan memotong perkataan Olive. Sontak saja membuat Olive senang mendengarnya. Walaupun perempuan itu
Sebulan setelah kabar duka dari Olive, Hazel kembali seperti sedia kala. Di tengah heningnya kamar Joshua, mereka dikejutkan dengan ketukan pintu yang berasal dari bi Onik, di tangan wanita paruh baya itu ada tiga gelas es teh pesanan mereka."Wah, pesanan datang!" sambut Hazel riang. Gadis itu sudah memakai piyamanya, lengkap dengan boneka teddy bear kesayangannya, hadiah ulang tahun ke sepuluh dari Olive."Sini, Bi, Valdo yang bawa ke dalam. Bibi udah selesai?" Tangan Valdo beralih meletakkan nampan di meja yang ada di kamar ini."Sudah, Den. Tinggal kunci-kunci aja," jawab wanita tersebut."Kalau udah selesai langsung istirahat ya, Bi," sahut Joshua setelah menyendok es krimnya. Terlihat, bi Onik mengangguk setuju.Satee satee! Te satee!"Ya udah, Bibi kunci-kunci dulu, Den. Non, jangan begadang lagi, ya." Hazel tak menyahut, cewek itu masih sibuk me
Dua bulan hubungan antara Hazel dan Bento terjalin, selama dua bulan itu pula keduanya sama-sama menjaga hubungan agar tidak terlalu menonjol apalagi jika ketahuan oleh kedua sepupu Hazel yang posesif.Seperti saat ini, keduanya berada di kantin yang sama tetapi meja yang berbeda. Hazel dengan kedua sahabatnya dipantau oleh Joshua dan sahabat cowok itu di meja sisi kiri juga Valdo dan sahabat di meja sisi kanan. Selang dua meja di depan Hazel, ada Bento yang menyunggingkan senyuman seolah berkata tak apa.Me :» makan!Be 🖤 :» kalo liat kamu aja kenyang, kenapa harus makan?» kamu jg makan gihMe :» gembel» udah selesai sayaangg 😋Be 🖤 :» kelas gih, aku cabutBenar saja, usai mengirimkan pesan Bento langsung undur diri dari kantin. Mata Hazel terus men
- P R O L O G - Kepala yang mulai berdenyut tak mengurangi rasa cintanya pada karya sastra, puisi. Seperti saat ini, dengan lincah goresan yang perlahan menjadi coretan hitam mulai memenuhi selembar kertas yang digunakan sebagai tempat penyimpanan karya tulisnya yang lain. Senyum manisnya hadir kala melihat karya kesekian kalinya sukses dan sempurna. "Ah, akhirnya! Puisi kali ini bagus, diksinya mulai baik, pokoknya gue harus sering-sering latihan, nih, biar makin keren lagi. Gila! Gue keren banget, ih, gak nyangka," monolognya sesekali terkikik kecil. "Gitu doang kok bangga, heran!" Suara itu jelas menganggunya. Setelah tahu siapa yang berbicara, ia merotasikan bola matanya tanpa bersuara. "Kalau lo kayak gitu dan dapat uang baru gue bangga, mungkin," lanjut orang itu. "Lo bisa diem gak? Gue gak pernah lagi ganggu kehidupan lo tapi kenapa lo malah ganggu gue, ha?
Dua bulan hubungan antara Hazel dan Bento terjalin, selama dua bulan itu pula keduanya sama-sama menjaga hubungan agar tidak terlalu menonjol apalagi jika ketahuan oleh kedua sepupu Hazel yang posesif.Seperti saat ini, keduanya berada di kantin yang sama tetapi meja yang berbeda. Hazel dengan kedua sahabatnya dipantau oleh Joshua dan sahabat cowok itu di meja sisi kiri juga Valdo dan sahabat di meja sisi kanan. Selang dua meja di depan Hazel, ada Bento yang menyunggingkan senyuman seolah berkata tak apa.Me :» makan!Be 🖤 :» kalo liat kamu aja kenyang, kenapa harus makan?» kamu jg makan gihMe :» gembel» udah selesai sayaangg 😋Be 🖤 :» kelas gih, aku cabutBenar saja, usai mengirimkan pesan Bento langsung undur diri dari kantin. Mata Hazel terus men
Sebulan setelah kabar duka dari Olive, Hazel kembali seperti sedia kala. Di tengah heningnya kamar Joshua, mereka dikejutkan dengan ketukan pintu yang berasal dari bi Onik, di tangan wanita paruh baya itu ada tiga gelas es teh pesanan mereka."Wah, pesanan datang!" sambut Hazel riang. Gadis itu sudah memakai piyamanya, lengkap dengan boneka teddy bear kesayangannya, hadiah ulang tahun ke sepuluh dari Olive."Sini, Bi, Valdo yang bawa ke dalam. Bibi udah selesai?" Tangan Valdo beralih meletakkan nampan di meja yang ada di kamar ini."Sudah, Den. Tinggal kunci-kunci aja," jawab wanita tersebut."Kalau udah selesai langsung istirahat ya, Bi," sahut Joshua setelah menyendok es krimnya. Terlihat, bi Onik mengangguk setuju.Satee satee! Te satee!"Ya udah, Bibi kunci-kunci dulu, Den. Non, jangan begadang lagi, ya." Hazel tak menyahut, cewek itu masih sibuk me
Suara perempuan dari dalam laptopnya menyapa telinga perempuan yang dipanggil Oline, amat mengganggunya terlebih dengan nada melirih seakan sarat penyesalan juga menahan kesakitan. Dia, Oliveira Sykes Almondef."Oline, i'm sorry.""Eh? Hi, Olive, my best friend! I miss you so bad!" balasnya riang.Oline atau yang kita kenal sebagai Hazel, sebenarnya menangkap suara sahabatnya yang melirih tapi demi apapun ia tak ingin bersedih di saat mereka melepas rindu."Oline," rengek gadis bersyal tersebut. Sedangkan, yang dipanggil hanya terkekeh kecil."Sorry, sorry, I was just kidding with you. Don't be serious, okey?""Yes, I know it. Oline, I miss your voice-""Zel, katanya lo mau nyanyi? Jadi, gak? Sini, gue gitarin!" Sebuah seruan memotong perkataan Olive. Sontak saja membuat Olive senang mendengarnya. Walaupun perempuan itu
"Bilas dulu, geh, Non, Den," tegur bi Onik. Ketiga remaja yang baru saja menyelesaikan kegiatan berenangnya itu masih saja bersantai di atas kursi pantai lipat lengkap dengan bathrobe yang menutupi tubuh masing-masing."Iya, Bi. Betewe, makasih, ya, Bi. Cake buatan Bibi emang paling juara! Hazel sukaa pakai begete," puji gadis itu setelah menelan potongan brownies kesekian."Makasih, Non. Sekarang pada bilas, gih. Nanti masuk angin, loh." Netra wanita paruh baya itu beralih pada dua laki-laki yang sibuk dengan kegiatan mabarnya di handphone masing-masing. "Den, main gimnya nanti lagi, sekarang bilas dulu.""Iya, sebentar lagi, ya, Bi. Masih seru."Tangan Hazel terangkat memukul keduanya saat bi Onik meninggalkan mereka setelah geleng-geleng kepala sejenak. "Heh! Kampret! Gue mau ngomong," katanya."Wait, Zel. Sebentar lagi gue menang," jawab Valdo, tak mengalihkan pandangannya sa
Ketiga remaja tersebut baru saja turun dari kamar masing-masing. Satu-satunya perempuan di situ kini loncat-loncat kegirangan. Seperti halnya anak kecil, ia memiliki sisi manja yang akan ia tunjukkan pada beberapa orang saja.Senyum yang sedari membuka mata mengawali hari tak luntur terpancar. Aura kecantikannya pun tak mau kalah dari matahari yang kian menyinari bumi.Dua diantaranya berdiri merenggangkan otot agar tidak cedera nantinya. Saking terlalu fokus, bahkan mereka sama sekali tidak melirik gadis yang hampir saja menenggelamkan wajahnya di kolam sedalam dua meter itu."Hazel!" seru Valdo panik. Dirinya tadi bersama Joshua sedang fokus pemanasan tetapi suara gadis itu tiba-tiba hilang membuatnya mau tak mau menoleh."Gue mau berenang di sini, Val." Dijamin, mendengar suara rengekannya yang memenuhi indra pendengaran membuat kedua cowok itu menghela nafas berat dan mengangguk pasra
Tidur cantik ala Hazelna akhirnya terusik kala pipinya ditepuk pelan dengan telapak tangan besar diiringi suara berat milik Joshua. Jarang-jarang cowok blasteran London-Korea itu membangunkan gadis manja tersebut. Biasanya yang seringkali membuat Hazel kembali dari dunia mimpi hanyalah Valdo dan bi Onik."Hazel." Lenguhan panjang dikeluarkan Hazel untuk jawaban dari panggilannya."Bangun, yuk!" Bukannya membuka mata, gadis yang terbalut piyama bercorak Hello Kitty itu memilih membalikkan badannya menjadi memunggungi sang sepupu."Hey, Cantik! Luna sama Luki masuk kolam." Ajaib. Mendengar dua nama kucingnya disebut, Hazel langsung membuka mata lebar-lebar. "Mana?! Ayo, kita susul!"Cepat-cepat keduanya menyusuri anak tangga dengan tergesa-gesa, sebenarnya langkah Joshua santai tetapi karena tangannya ditarik jadilah ia seperti orang sedang sprint."Bibi, Luna sama Luki mana? Merek
"Gue gak suka kalian berurusan lagi sama Rei, pokoknya jangan! Gue bisa lebih marah dari kemarin, loh. Apalagi kalau cuma menghilang dari hadapan kalian, gampang!" omel Hazel."Lo juga salah," sahut Joshua santai."Iya, gue tau, sorry.""Makanya sekarang kalau ada apapun langsung cerita jangan ambil keputusan sendiri," ujar Valdo yang sedari tadi menyimak."Yang ambil keputusan sendiri siapa?" Joshua sengaja memancing, Valdo sepertinya tidak sadar bahwa ia menyindir dirinya sendiri."Ya gue, udah ah, sorry. Sini berpelukan! Kangen banget gue sama Hazel." Akhirnya Hazel meringsek dalam pelukan Valdo yang memang ia rindukan dan dirinya merasakan beberapa kecupan yang tersemat di pucuk kepalanya.Beralih ke pelukan Joshua, ia pun kembali mendapat kecupan yang sama kali ini ditambah elusan lembut pada surainya. "Jangan diulangi, ya," pintanya yang langsung diangg
Di depan kamar Hazel, ia langsung disuguhi pemandangan kedua lelaki bermata merah akibat kurang tidur tak lupa dengan beberapa luka yang menghiasi wajah tampan mereka."Pagi, Zel," sapa mereka bersamaan ditambah senyuman manis berharap agar perempuan itu luluh.Hazel menatap keduanya datar dan melengos pergi diekori dua lelaki itu. Bahkan ke manapun kaki Hazel melaju begitu juga dengan keduanya. Benar-benar mirip dengan anak ayam pada induknya."Zel, lo tau gak? Kita dikeroyok sama si Rei soalnya dia kalah balapan," ungkap Valdo. Joshua di sebelahnya reflek menyenggol lengannya.Joshua berbisik, "Sst! Hazel jangan tau nanti– eh, Hazel." Tatapan tajam yang dilayangkan sepupunya itu menghentikan.Hazel diam membisu, melangkah ke ruang tengah. Ah, iya, kedua laki-laki itu paham sekarang. Walaupun sedang dalam mode diamnya ia tetap perhatian apalagi jika wajah merek
"Wah, berani juga lo nemuin gua. Gua pikir lo takut."Kedua laki-laki yang masih nangkring di atas motor Kawasaki Ninja 300 berwarna hitam dan putih masing-masing insan itu tersenyum miring."Bacot banget." Di atas motor putih itu sambil mengunyah permen karet membalas. "Gue gak punya banyak waktu. So, penting gak?"Rei meludah ke arah kirinya. "Gua gak mau basa-basi, sih. Gu-""Kan yang basa-basi elo, Sat," potong Valdo kesal."Kayak apa yang gua chat, gua nantangin kalian balapan dengan Hazel jadi taruhan.""Wah, sialan nih Si anjing! Hazel gak ada urusannya ya, njir. Jangan bawa-bawa nama sepupu gue!" Joshua yang sedari tadi menahan emosi, kini meluap-luap."Santai dong, santai." Dua orang cewek dengan pakaian kurang bahan di sebelah Rei ikut menyahut. Entahlah, apa fungsi keduanya yang jelas-jelas membuat salah satu sepupu Hazel