“Ah sial! Aku ingin segera besok, rasanya waktu berputar lama sekali!” Itulah gerutu Avraam saat melihat jam dinding di kamarnya yang berputar terlalu lama baginya, seaakan Avraam ingin memutarnya lebih cepat.
Sepasang mata Avraam enggan untuk tertutup, rasanya terlalu bersemangat dalam pikirnya. Dengusan kesal selalu berkicau dalam hati Avraam. Seketika dia bangkit dan beralih tempat menuju dapur, melangkah dekat menuju lemari pendingan. Tangannya mengambil sekotak susu siap saji yang bervarian rasa mangga.
Meneguk sedikit demi sedikit, tak terasa Avraam menghabiskannya begitu cepat. Sesaat memandangi nuansa malam didapurnya, terasa begitu sepi dan dingin yang menusuk. Bukan dingin udara namun kesan kehidupan yang seakan mati termakan waktu gelap.
Bagaimana tidak terlihat sunyi, rumah yang begitu besar yang dilengkapi furniture minimalis terkesan elok dipandang. Namun sayang, jarang sekali terdengar tawa disana setelah mendiang Istri Avraam meninggalkannya lebih dulu, saat kecelakaan tiga tahun silam.
Apalagi saat Avraam menyicipi Americano kemarin membuat pikirnya terus menggali kenangan bersama Almarhumah Isterinya. Kecelakaan tiga tahun silam sangat teringat kental dalam ingatan Avraam. Terkadang Avraam selalu memukul kepalanya sendiri dan meremas gemas rambutnya, menyesali kepergian Isterinya itu.
“Ini salahku! Kenapa kamu harus pergi, semua ini tidak akan terjadi! Kamu pasti masih ada disini bersama Aku dan Altan!” kata sesal yang selalu keluar dari Avraam, sulit baginya untuk melupakan kejadian kelam itu.
Awal mula semua itu terjadi saat liburan akhir tahun telah tiba, Altan sangat bersemangat untuk pergi liburan. Mereka sudah merencanakan liburan di Pantai tepat tanggal kelahiran Altan yang akan menginjak usia sepuluh tahun saat itu. Tapi, semua batal akibat pekerjaan Avraam yang mendadak harus pergi keluar negeri untuk kepentingan bisnisnya.
Drama terjadi saat Altan merengek karena pembatalan yang mendadak itu, dia merajuk keras pada sang Ayah. Hingga drama mogok makan pun terjadi, membuat Isteri Avraam sangat khawatir pada anaknya. Maka dari itu, Isteri Avraam berinisiatif untuk pergi liburan duluan biar Avraam yang menyusulnya nanti, lagian Avraam tidak akan lama disana. Saat itulah Avraam memberikan izin, Avraam berangkat ke bandara sedangkan Isterinya dan Altan berangkat untuk liburan.
Baru saja Avraam tiba di negeri ginseng, sesaat dia menerima panggilan yang memberikan kabar kecelakaan Isterinya dan Altan. Menurut kronologis kejadian perkara, jasad isterinya berada didalam parit dengan tangan merangkul Altan, sedangkan supir mati terbakar dalam mobil yang meledak.
Isterinya tidak bisa diselamatkan, lukanya cukup parah dan pendarahan yang begitu hebat. Sedangkan, Altan bisa terselamatkan dengan kondisi lumpuh total, bagaikan mayat hidup. Isak tangis terdengar jelas disudut ruang saat Avraam mengingat kejadian kelam itu. Avraam menyeka air matanya, langkahnya berlanjut menuju kamar Altan. Upaya menengok sang Anak guna menghempiskan rindunya.
Altan yang terbaring lemah dengan mata yang tertidur pulas. Avraam duduk ditepi ranjang, matanya menyorot salah satu foto yang terpampang diatas nakas, iya gambar yang terdapat keluarga utuh dimana Altan yang sedang dipeluk oleh Avraam dan isterinya, terlihat begitu hangat membuat gelincir air mata terjatuh. Lanjut Avraam mengecup kening Altan yang kini beranjak tiga belas tahun, rasanya waktu itu bergulir cepat.
“Maafkan Ayah, Nak...,”
***
Sinar mentari yang masuk dalam celah jendela membuat ruangan menjadi hangat dan menyisakan keterangan yang perlahan cerah. Mata yang secara paksa terbuka saat sinar cerahnya menusuk, memberikan kode bahwa hari baru sudah dimulai.
Raganya mulai terbangkit, duduk ditepi ranjang. Menguap sesaat, lalu tangan bersihnya berusaha mengambil Kaki Palsu yang berada dipinggir nakas, segera dia kenakan. Beranjak menyusuri bilik mandi, membasuh dirinya.
“Untung saja hari ini hanya satu matkul saja..,” Linara menghebus napas lega disela air bertejun bebas ditubuhnya, beruntung hanya satu mata pelajaran saja hari ini membuat Linara dapat beristirhat lebih lama.
Rasanya segar merasakan tubuh yang bersih dan harum, terasa raga hidup kembali. Linara berlanjut merias dirinya dan membalut tubuh dengan pakaian. Stylenya cukup ringan hanya mengenakan Maxi skirt pleats peach dan blus cold shoulder hitam yang Linara kenakan hari ini.
Notifikasi muncul dari layar posel Linara, terdapat pesan singkat Kaivan yang menanyakan perihal kabar Linara, tentu Linara membalas dengan kondisi dia yang sudah membaik juga berencana masuk hari ini. Membuat Kaivan bahagia mendengarnya, lantas Kaivan merencanakan untuk berangkat bersama dengan Linara, jelas Linara menyetujuinya.
Suara ketuk pintu terdengar, Linara tersadar dan segera berlalu mendekati. Ternyata Aathif yang berada dihadapan dengan membawa nampan yang berisi roti gandum dengan selai coklat dan segelas susu hangat.
“Kakek pikir kamu belum siap-siap, ya sudah ini sarapannya dimakan dulu..,” Aathif memberikan nampan itu pada Linara.
“Terima kasih, Kek. Linara akan segera menyusul ke bawah..,” balasnya Linara sembari menerima nampan yang berisi sarapan itu.
Aathif menganggukan kepalanya, dan berlalu meninggalkan Linara. “Baiklah, hati-hati saat berjalan...,” ucapnya sambil menuruni anak tangga.
***
Seperti biasa suasana Kedai mulai ramai dengan beberapa pelanggan yang sedang memenuhi sarapan sebelum memulai hari. Rayhan yang sibuk kesana kemari melayani pelanggan yang berdatangan, juga Aathif yang fokus terhadap sajian pesanan.
Dipojok samping jendela tepatnya meja nomor tiga, sangat terlihat Avraam yang sedang terduduk dengan mengamati seseorang yang dia cari, dimanakah Linara? Pikirnya seperti itu, rasanya dia ingin menyesap Americano buatan Linara lagi.
Dalam waktu lima menit kedepan Avraam membuat tekad untuk bertanya langsung pada Aathif, perihal keberadaan Linara? Di sela detik-detik penantiannya itu. Tak selang lama istilah pucuk dicinta ulam pun tiba, menerap langsung pada Avraam yang telah menemukan Linara sedang memakai celemek.
Avraam menaikan tangannya, simbol dia siap untuk memesan. Linara yang peka akan kode seperti itu, dia langsung melayani Avraam dan bersiap menulis pesanannya. Padahal sebelumnya Avraam sudah disambut baik oleh Rayhan dan sempat ditanya untuk memesan apa, namun Avraam memilih untuk menunggu seseorang dulu, ya mungkin dia orangnya, Linara.
“Seperti biasa ya, tapi aku ingin kamu yang membuatnya.” Pintanya pada Linara, tentu Linara mengingatnya dan segera menulis pesanan biasa yang telah lama menjadi pesanan andalan Avraam.
“Baik, Tuan. Ditunggu pesanannya..,” jawab Linara begitu ramah, dia berlalu dan berpikir dalam batinnya mungkin kopi racikan Linara telah berguna dilidahnya.
Linara mendekati bar dan berdampingan dengan Aathif yang sedang sesama meracik, “Sepertinya, Avraam tidak ingin Americano buatan ku lagi, lidah dia sudah tercuri oleh cucuku..,” pujian Aathif sambil menyenggol pelan lengan Linara.
“Kakek bisa saja ... ini semua berkat ilmu yang kau turunkan juga,” ungkap Linara dengan tersenyum bangga.
“Ya sudah, segera buatkan dan berikan padanya, karena Avraam sedari tadi menunggu mu..,”
“Baiklah, Kek.”
Sedari tadi Avraam menunggu Linara? Padahal ilmu yang Linara dapat dari peracik aslinya langsung dan berbahan dasar sama, tapi kenapa Avraam malah menunggu Linara? Baru lidahnya saja yang tercuri sudah begini apalagi perasaannya? Entahlah...
“Ini pesanannya, Tuan.”
“Terima kasih, tapi maaf saya tidak memesan susu?” Avraam merasakan aneh saat Linara memberinya pesanan tambahan berupa susu hangat yang telah dikemas dengan PaperCup.
“Ini tambahan untuk mu, Tuan. Soalnya tidak baik meminum Americano setiap hari, kau butuh asupan lainnya. Juga sebagai rasa terima kasih saya yang telah diantar oleh mu kemarin.” Penjelasan Linara yang begitu sopan membuat Avraam menatapnya. Rasanya sikap dan tutur kata Linara sangat mirip sekali dengan Isterinya.
“Tuan?” ucap Linara berhasil merobohkan lamunan Avraam yang sedari tadi menatapnya.
“A-ah Iya, Terima kasih!” jawabnya terbata-bata, Linara tidak memperdulikan sikap Avraam yang terasa canggung itu, Linara langsung pergi meninggalkannya.
Waktu menunjukan pukul sembilan pagi, pintu kedai terbuka melihatkan seorang pria yang masuk dan tertuju arah menuju Bar. Kaivan lah orangnya, dia mendekati Linara untuk segera mengajaknya berangkat, Linara yang sudah berjanji pada Kaivan membuatnya segera untuk berpamitan pada Kakek Aathif.
Dua pandangan menyorot Linara dan Kaivan yang terlihat akrab, pandangan siapa lagi selain Avraam dan Rayhan. Keduanya menimbulkan pertanyaan yang sama setelah Kaivan dan Linara pergi bersamaan meninggalkan Kedai.
“Siapa lelaki itu?”
Ya itulah pertanyaan yang sama, ada apa diantara Avraam dan Rayhan? Apakah mereka cemburu? Atau hanya rasa penasaran mereka yang sangat tinggi?
Suara perut keroncongan terdengar jelas disaat pejalanan menuju kampus, membuat suasana hening seketika.Linara menoleh kearah temannya Kayu, siapa lagi selain Kaivan dengan panggilan istimewanya Kayu. Membuat Linara sedikit menahan tawa.“Kamu lapar, Kayu?” tanya Linara membuat Kaivan tersipu malu dan menggaruk kepalanya yang tak teras gatal itu, Kaivan hanya mengangguk pelan, membenarkan apa yang Linara ucapkan.Linara segera merogoh isi tas bekal yang telah Kakek siapkan sebelum Linara berangkat, beruntung ada sepotong Sandwich telur yang begitu nikmat. Linara segera memberinya kepada Kaivan, yang jelas Kaivan menerimanya tanpa sungkan.“Terima kasih! Kenapa engga dari tadi sih..,” candanya Kaivan dengan tangan yang segera merampas Sandwich Telur dari Linara.Linara hanya tertawa kecil melihat gelagat Kaivan, diberi hati minta jantung mungkin itulah ist
Sepertinya ada yang salah persepsi, Rayhan yang berpenampilan rapih dan wangi mendadak ciut saat Kaivan yang tidak diharapkannya hadir. Ekspektasi yang jauh dari realita, mungkin itu yang Rayhan rasakan sekarang. Apalagi saat Kaivan lebih dekat dengan Linara, dirinya merasa jadi kambing conge berada diantara mereka.Muka Rayhan yang berubah kecut dengan tatapan datarnya masih menatap Linara yang berbincang sembari bersenda gurau dengan Kaivan saat masih didepan Kedai Kopi, mereka masih menunggu Kakek Aathif untuk berpamitan.“Kalau gini jadinya gue engga akan ikut, sayangkan waktu istirahat gue! Shit!” gerutu Rayhan dengan menggigit bibir bawahnya.Tak selang lama Aathif muncul, Linara mulai berpamitan. Aathif memberikan kepercayaan penuh pada Kaivan dan Rayhan untuk menjaga Linara. Semoga Cucunya itu terus mengurai bahagia, harap Aathif saat Linara, Kaivan, dan Rayhan mulai perlahan meninggalkannya.
Masih berada di suasana Festival, Kaivan yang berlalu begitu saja meninggalkan Linara dan Rayhan dalam lingkup canggung saat mendapati scene yang cukup tidak terpikirkan, bagaimana tidak tertuai rona merah saat sikap Rayhan yang sedikit pemalu itu mendadak berubah siasat dalam sekejap. Linara masih tertunduk malu sedangkan Rayhan memalingkan wajahnya berupaya menyembunyikan merah jambu pipinya.Rasanya Linara geram, ingin sekali mencabik Kaivan yang menyebalkan itu. Dalam situasi kaya gini dia malah kabur saat sepasang Mata genitnya melirik dua wanita cantik yang berbadan sintal, siapa lagi selain Kakak Tingkat dikampus yang memberinya Tiket gratis ke Festival ini.Seketika ponsel Linara berdering, mendapati notif panggilan masuk dari Kakek Aathif, segera Linara mengangkat panggilan tersebut, batin Linara berpikir bahwa Kakek pasti mengkhawatirkannya. Betul saja, Aathif menelpon Linara untuk segera pulang karna waktu akan semakin larut
Hatinya peluh, seakan ruh hilang sebagian. Andai semua tidak terjadi, andai semua tidak dilaksanakan, mungkin tidak akan seperti ini. Apadaya setelah tanah merah sudah terbuka, terbaring lemah disana, hanya duka yang kini terdengar dan penyesalan tanpa arti.Air matanya masih menggulir deras disamping pria tua yang merangkulnya, melihat kepergian sosok cinta pertama dalam kehidupan kini terbaring dalam tanah merah. Masih ada kebencian yang tertuai, dendam yang belum meredam, dan kehidupan yang masih terlihat cacat.Upacara pemakaman telah usai, semua berjalan sebagaimana mestinya, para pelayat pun perlahan berhambur meninggalkan. Namun seorang gadis rapuh dan pria tua tetap disana, menatapi batu nisan yang tertancap, air matanya masih berlinang.“Waktunya kita pulang, Linara. Ayah sudah tenang di alam sana,” Aathif berupaya mengajak Linara untuk pulang karena matahari akan tak lama lagi akan berubah sen
Sosok tinggi nan tegap itu kini berhadapan dengan Linara, tangannya merangkul bunga sebagai simbol bela sungkawa. Mata Linara seakaan tidak menyangka Avraam si pelanggan kedai itu berada dihadapannya. Dari mana Avraam tahu alamat rumah Linara? dan bagaimana juga Avraam mengetahui berita duka ini? Padahal berita duka ini tidak banyak orang tahu.Langkah kaki perlahan mendekat, keduanya saling berhadapan dengan jarak cukup dekat membuat Linara sedikit melangkah mundur, merasa canggung dengan jarak yang dibuat Avraam.“Saya turut berduka cita atas kepergian beliau, semoga Tuhan selalu menjaganya,” ungkap belasungkawa Avraam sembari menyodorkan bunga kepada Linara.“Aamiin, Terima kasih, Tuan.”“Tapi maaf anda tahu dari mana berita ini?” tanya Linara membuat Avraam diam membisu, rasanya Avraam tidak ingin memberi tahu Linara yang sebenarnya bahwa dia mengulik informasi
Air mata yang mengucur membasahi pipi lembutnya, tak peduli alas kepala yang mulai basah karena tetes demi tetes air haru mengalir deras. Tangannya meremas kuat kain selimut yang membalut diri, dengan bibir bawah yang digigit menahan sakit yang dirasa. Pikirnya membawa alam nostalgia.“Ayah ... kenapa kau tinggalkan Linara secepat ini! Dan Bunda ... kemana Linara harus mencari Bunda? Tuhan kemana Aku harus melangkah? Rasanya berat! Linara tidak sanggup menjalaninya!” itulah sedikit keluh kesah Linara dalam diam, penuh air mata, sesak rasanya menjalani semua. Terasa rumpang kehidupan.Suara ketuk pintu terdengar, seseorang berharap masuk kedalam. Tapi rasanya dalam benak Linara malas untuk membuka pintu tersebut, alih-alih telinga tidak mendengarnya. Mungkin si pengetuk berasumsi Linara sudah tertidur, lantas pintu yang tak terkunci itu dibuka. Kenop yang perlahan ditekan, dan si pengetuk itu masuk, berjalan mendekati Linara.Si peng
Pagi hari yang terasa damai, udaranya hangat-hangat sejuk. Apalagi saat pikiran tenang, membuat tidur lebih nyaman.Sayang sekali, pagi itu telinga mendengar sebuah kebisingan dari mesin kendaraan, sepertinya ada seseorang yang hendak berangkat. Membuat Linara terpaksa membuka mata dan segera beranjak dari ranjangnya yang lebih menggoda untuk tidur kembali, dengan terpaksa semua harus ditinggalkan, karena bising membuat ganggu.Mengumpulkan seluruh nyawa, menguap sementara, dan meregang otot-otot yang terasa pegal. Kakinya mulai menyelipkan kedalam Sandal Rumah berwarna Peach dengan bentuk kelinci. Segera pergi meninggalkan ruangan dengan tubuh yang masih terbalut piyama.Menuruni satu persatu anak tangga, dan mendekati suara bising dari kendaraan itu. Langkahnya mengarah pada garasi rumah, benar saja dugaan Linara. Kakek Aathif yang sudah terlihat segar dan sepertinya Aathif hendak pergi."Kak
Rasanya sulit sekali bagi Linara menjalankan bisnis ini diusianya yang sangat muda, ditambah ilmu bisnis yang Linara garap tidak cukup untuk merajut bisnis turun temurun ini. Otak Linara hampir pecah dengan segala beban yang dipikirkannya. Masalah perusahaan yang membuat Linara tidak berhenti bagaimana caranya untuk memecahkan masalah.Zelline yang begitu kejam tega meninggalkan hutang cukup besar dan gajih karyawan yang entah kemana hilangnya, sungguh kacau keadaan saat itu. membuat Linara terpaksa menjual kembali aset terakhir perusahaan untuk menggaji karyawan sekaligus sebagai sarana pemutihan.Kini Perusahaan Atmaja mau tidak mau harus terjual pada pihak yang mampu mengelola. Hanya itu satu-satunya usaha untuk menyelesaikan masalahnya. Linara terpaksa untuk melakukan itu semua, tapi dia janji akan merebut kembali Perusahaan Atmaja.Hanya ada rumah peninggalan Ayah saja yang tersisa, Bi Inah pun terpaksa Linara berhentikan karena fina
Hallo, Readers!Saya ucapkan Terima kasih banyak yang sudah membaca sampai akhir, semoga ada hikmah yang dapat dipetik di Karya sederhana Saya.Saya selalu Author Bukan Semata Fisik, Mengucapkan Terima kasih banyak!Ringkas cerita:Kini Linara mengalami Amnesia akibat tabrakan saat menyebrang dipersimpangan Jalan menuju tempat kerja. Hingga semua yang dalam ingatannya hilang. Linara seperti terlahir kembali.Dan hal ini juga membuka Ajang kompetisi baru untuk Avraam dan Rayhan menunjukan kasih sayangnya dan membantu Linara mengingat semua kejadian manis diantara mereka berdua.Lantas siapa yang akan Linara pilih ketika ingatnnya sudah kembali? Apa Avraam atau Rayhan? Semua akan terjawab di Season 2, Tapi Season 2 ini entah kapan rillisnya, dan dimana terbitnya ^^ Intinya Linara tetap hidup dan akan selalu bahagia.See You!Salam hangat,Zhia
“Benar kata Fara, Aku harus bijak dalam menentu. Memilih salah satunya atau meninggalkan keduanya.”Sepertinya gejolak hidup kini dirasakan kembali Linara, sepertinya pelangi sudah muncul setelah badai reda, pelangi yang penuh warna membias indah begitu saja dalam batin yang baru saja terkena badai yang berporak poranda.Perayaan Kelulusan mereka telah selesai, langit juga sudah mulai jingga. Hari yang begitu lelah, tapi rasanya semua kalah dengan keseruan hari ini yang penuh dengan warna. Untuk hari ini juga Linara tersenyum dengan bebas dan tertawa dengan lepas. Semua karena Fara yan berhasil mendobrak dilemanya.Hingga detik ini keputusan Linara masih abu-abu, entah dengan siapa Linara akan bersanding dikehidupan nanti, lelaki seperti apa yang Linara terima untuk menjadi pendamping hidupnya kelak. Apa Avraam? Yang tegas, memiliki segalanya bahkan terdengar sangat sempurna, meski status Avraam adalah Duda dengan anak satu?Atau R
Chapter 64 Dilema AkhirDilema yang menjadi satu padu saat gelora asmara berpadu saling bertabrak satu sama lain. Yang satu tidak ingin melepaskan, dan satunya tak ingin melukai. Saling menjaga, namun goresannya masih akan tetap ada.Pikirnya yang masih menggelorai perasaan yang tak pasti Dia labuhkan untuk siapa dan dengan siapa hati ini cocok bersanding. Rasanya terlalu rumit untuk menentukan semuanya, keduanya baik. namun, salah satu harus terpilih menjadi yang terbaik, tapi disisi itu luka akan terjadi begitu dalam satu pihak tidak terpilih.“Kenapa semua terjadi padaku? Kenapa mereka memilihku?” Bimbang Linara masih bergelayut dalam pikirnya, ketika hangatnya tubuh Rayhan masih terasa jelas ketika dada bidangnya memeluk hangat belakang punggung Linara. Butiran air mata yang menetes juga masih terasa begitu jelas basahnya saat membanjiri pilu hati.“Kenapa Kamu mengatakan hal itu Ray? Mengapa Kau mengatakan saat hatiku sedang be
Chapter 63 Bergelut Rasa.Senja yang berbalut jingga, begitu tenang memandangnya. Warna yang begitu lembut dengan sorot mentari yang hendak tenggelam. Lautan jingga seakan mengikuti perjalanan yang panjang ini. Linara masih menatap langit jingga dengan matanya yang bulat berbinar.Saat itu pula beberapa pedih merekam kembali pada pikirannya, entah sejak kapan Linara mulai mengingat hal pahit mengenal asmara. Padahal baru saja Linara secara tidak langsung menerima Avraam. Dalam batinnya juga merasa heran, mengapa Linara menerimanya? “Kenapa Aku menerimanya?” Tanya itu selalu menyangkut dalam batinnya yang berdesir. Mungkin jawabannya adalah jantung ini, setiap Linara dekat dengan Avraam rasanya berbeda sekali degupan yang Linara rasakan.Namun, satu sisi juga ada sosok Rayhan yang selalu hadir dalam harinya. Rayhan tak kalah baik dan perhatian. Bahkan tidak bisa terhitung saat mereka bersama, akibat sering bertemu. Namun hal yang b
Chapter 62Entah sejak kapan aku mencintainyaSeperti pagi biasanya, mata membuka dicuaca yang lebih dingin dari biasanya. Membuat tubuh merasa bergetar menahan dingin yang menusuk hingga tulang. “18 Celcius, pantas saja dingin seperti ini.” Ucap Linara saat melihat layar ponsel yang menyajikan informasi cuaca. Tak perlu banyak bicara lagi, Linara segera membangkitkan tubuhnya dari gelaran ranjang yang hangat, sungguh hal tersulit berpisah dengan kehangatannya. Berjalan menuju arah meja belajar, mengamatami foto yang tertancap pada mading sederhana buatannya. “Bukankah ini Taman Kota?” Linara mengerutkan alisnya.“Kenapa Aku pajang ya? Pasti ada kenangan didalamnya. Hah! Kesalnya punya memori rusak ini,” Gerutu Linara yang mengatai dirinya sendiri, lalu setelah itu Linara pergi berlalu menuju kamar mandi. Meskipun tidak ada kelas hari ini, untuk kali ini Linara berniat pe
Chapter 61Satu hari bersama RayhanRayhan mulai berkait dengan hari demi hari melihat Linara yang tampak lebih dekat dengan Avraam, apalagi Altan yang selalu saja menempel pada Linara bak Induknya. Tentu saja itu semua membuat Rayhan merasakan pergolakan api dalam hati yang tak mampu terucap, Dia hanya memilih memendam.“Apa Linara dan Avraam telah resmi menjadi sepasang kekasih?” Dalam diamnya selalu berasumsi seperti itu apabila Avraam lebih dekat dengan Linara. dalam batinnya selalu berkecamuk seperti itu.Apalagi akhir-akhir ini juga Avraam sering sekali ke Kedai, tak hanya sebagai pembeli namun sekaligus sebagai penyetor harian pinjaman yang selalu hadir. Ditambah sulitnya berkomunikasi langsung dengan Linara, pasti saja ada halangannya.“Ingin sekali Aku bersama Linara sehari full, meskipun hanya bercerita tentang hal yang tidak berguna itu sangat berguna bagiku. Tapi ... Kapan? Hah! Aku terlalu pengecut!” Batinnya berkata demi
Chapter 60Alasan demi kebaikan“Hari sudah sore, Kita pulang yuk, Altan?” Ajak Linara saat senja mulai menuai Taman Kota, mentari akan berganti dengan rembulan. Jingga menyilau dengan hangat, di Kota yang penuh dengan penghuni.Altan hanya mengangguk ajakan Linara, tangannya menggandeng jemari Linara.“Altan senang banget bisa ketemu dengan Kak Linara,” Ujar Altan ditengah perjalanan menyusuri trotoar.Linara hanya menuai senyum dengan berkata, “Kakak juga senang.”“Semoga Kak Linara cepat pulih dari sakitnya, Altan yakin Kak Linara wanita yang tangguh nan kuat, pasti bisa menghadapi semuanya.” Dalam batin Altan yang takjub dengan Linara.***Avraam yang menunggu disudut meja yang biasa dia tempati, meremas cemas menanti kedatangan Altan juga Linara yang tak kunjung memunculkan dirinya. Hingga kesabaran Avraam sampai pada titik lelahnya. Membuat Avraam segera beranjak dari Zona nyama
Chapter 59Aku harus mengingat AltanHari demi hari berjalan dengan tenang, layaknya kehangatan yang dulu kini kembali dengan lebih hangat. Bunda Adelia yang kini fokus membantu Kakek Aathif berjualan di Kedai kopi tua miliknya. Karena tidak ada lagi yang dikejar selain mempertahankan bisnis klasik yang telah berjalan belasan tahun.Disamping itu juga Linara butuh waktu istirahat 3-4 hari untuk kembali fit kebugaran tubuhnya sebelum merajut kembali kuliahnya. Sepanjang hari didalam sangkar itu sungguh mennyebalkan dan membosankan, hingga membuat Linara memutuskan untuk berkecimpung dunia Kedai kembali. Sekedar mempertajam kembali ingatannya.Kaki palsu yang dipasangnya kini telah kuat untuk berjalan, dengan langkah yang mantap Linara keluar dari ranah pribadinya. Senyum selembut sutra siap tersaji untuk para pelanggan yang berkunjung.“Lho kok Linara disini? Bukannya istirahat?” Ucap Bunda sembari sibuk dengan mengisi ulang bahan pokok.
Chapter 58Penyesalan dan gelisah“APA!” Sahut Kaivan dan Fara bersamaan tak percaya dengan ucapan yang terlontar AathifKata yang penuh dengan nada dadakan itu membuat Fara maupun Kaivan segera membabi buta membersihkan segalanya. Mungkin hanya dalam hitungan menit semua telah bersih dan kembali seperti semula, sungguh kekuatan yang hadir dalam detik akhir.Aathif terduduk sebentar setelah sedikit membantu pembersihan dapurnya yang buruk rupa itu. secangkir teh hangat memberi ketenangannya. Sedangkan Kedua kerdilnya masih membersihkan sisa kotoran yang tersisa.Kini kedua kerdil itu terduduk saling menopang punggungnya satu sama lain, noda dibaju yang tersisa juga masih jelas terlihat menodai Apronnya juga wajahnya, seakan telah perang dadakan melawan kuman.“Gue cape banget...,” Keluh Fara dengan napasnya yang terengah engah seakan telah dikejar pemburu kejam dalam hutan liar.“Lah Gue juga sama Far,” Jaw