Pintu Kedai terbuka, seperti biasa dentingan selalu terdengar, yang pastinya Rayhan menyambut dengan kalimat Selamat datang! Akan tetapi, bukanlah pelanggan yang datang, melainkan Linara yang dibopong di punggung seorang pria asing. Tentu membuat Kakek Aathif dan Rayhan terkejut.
Terutama sang Kakek, dia sedikit berlari melihat Linara dalam keadaan payah itu. Wajah Aathif terlukis begitu cemas, mata yang membulat sempurna dan tangan yang sedikit bergetar. Pasti hal utama yang ditanya seorang Kakek itu perihal kondisi Cucunya.
Perlahan Kaivan menaruh Linara untuk duduk disalah satu sofa yang telah diarahkan Rayhan, guna untuk Linara duduk ditempat yang nyaman. Lalu Kakek Aathif duduk disebelah Linara, mengusap genangan air mata yang tersisa diwajah manis Linara. Tak lupa Aathif menyuruh Rayhan untuk memberinya segelas air hangat untuk menenangkan Linara.
“Kamu kenapa Cucuku, Linara?” Hal yang berulang Aathif bertanya perihal kondisi Cucunya itu, namun sayang Linara hanya terdiam bisu, sangat terlihat jelas wajah lugunya itu penuh dengan tekanan.
Maka dari itu, Kaivan memberi sedikit penjelasan tentang hal yang terjadi pada Linara. Membuat terkejut bukan main setelah mendengar pernyataan dari Kaivan, benar saja dugaan yang Aathif pikirkan sejak kemarin, setelah mendapati selembar sticky note yang ditulis langsung oleh Linara, pasti ada sesuatu hal yang buruk terjadi pada Cucunya itu.
Tidak lama setelah menjelaskan Kaivan langsung memberikan kaki palsu Linara yang rusak kepada Kakek Aathif, tentu membuat sesak di Dada Aathif melihat kaki palsu buatannya itu kini telah rusak. Rayhan melongo sesaat melihat kaki palsu itu, diam dan sedikit bergetar tangannya saat melihat kekurangan yang Linara miliki, membuat nampan yang berisi gelas itu tergelincir jatuh dari tangannya.
Prang...
Tentu saja membuat suara bising yang menyorot perhatian, untung keadaan kedai sedang tidak ramai. Rayhan langsung menyadari dan segera memungut pecahan gelas itu, Linara langsung tertegun setelah menyadari reaksi Rayhan yang pasti terkejut melihat kebenaran. Sesegera mungkin Rayhan kembali ke dapur dan membawanya kembali air minum.
“Maaf sebelumnya, Kek. Saya tidak bisa berlama-lama disini, sudah dihubungi keluarga untuk segera pulang.” Pamit Kaivan begitu sopan.
“Ah, Iya. Terima kasih telah membantu Cucu saya, apa kamu mau Kopi atau Roti untuk saya bungkus untuk mu, Nak?” tawar Aathif kepada Kaivan sebagai balas budinya, meski kecil setidaknya tidak membawa tangan kosong.
“Tidak usah, Kek. Terima kasih sebelumnya, semoga Linara cepat pulih dan kembali kuliah lagi ya...,” balasnya Kaivan, dia langsung berpamitan dan pergi meninggalkan Kedai. Sedikit terburu-buru karena ponsel Kaivan terus berdering panggilan masuk dari Ibunda.
Aathif yang sedari tadi melihat Linara yang tertegun seakan menyembunyikan pilunya itu, mendekatinya perlahan dan mengusap pangkal rambutnya Linara, “Kakek akan segera membetulkan Kaki mu secepat mungkin ya ... sekarang Linara istirahat dulu dikamar, kamu pasti lelah menghadapi hidup yang sulit ini, Linara memang cucu ku yang hebat!”
Itulah secarik semangat untuk Linara, berharap senyumnya kembali berkembang. Linara hanya mengangguk yang kemudian Aathif mulai membantunya untuk tertatih.
Dengan cepat Rayhan juga ikut membantu, bahkan dia rela membopong Linara langsung ke kamarnya. Sudah sepatutnya Rayhan membantu, apalagi Rayhan tidak tega melihat Pria tua renta itu harus membopong cucunya.
“Ringan sekali dia,” batin Rayhan menyeletuk seperti itu saat mulai menggendong Linara yang masih tertunduk malu itu, Rayhan sedikit menatap Linara yang terlihat jelas sedihnya. Manusia yang cepat berubah Mood kini berada dalam fase pilu, membuat Rayhan semakin tidak tega.
Satu persatu anak tangga dipijak Rayhan dengan beban yang dia bawa dalam pangkuannya, siapa lagi selain Linara. Juga Aathif yang menuturi dari arah belakang. Kini Rayhan sudah berada didepan pintu kamar Linara, batinnya sedikit berdegup karena ini pertama kalinya dia memasuk ranah pribadi wanita yang dia sukai. Sungguh sesuatu yang berharga, menurut Rayhan.
Aathif mempercepat langkahnya, dan segera menekan kenop pintu kamar Linara. Perlahan pintu terbuka Aathif segera masuk dan membukakan pintu sedikit lebar guna mempermudah Rayhan masuk. Mata Rayhan sedikit berbinar saat masuk kedalam kamar Linara, apalagi dengan sederet buku yang tertata rapi, memberikan simbol bahwa Linara gemar membaca.
Perlahan Rayhan merebahkan Linara diatas kasurnya yang dibalut Seprai berwarna merah jambu, menambah kesan feminin terhadap seorang wanita. Setelah usai sudah tugasnya untuk membantu, Rayhan sedikit mundur perlahan. Lalu, Aathif duduk ditepi ranjang untuk memastikan kembali Linara.
Sudah waktunya Rayhan untuk kembali pulang, lantas dia berpamitan kepada Aathif, seperti biasa lontaran terima kasih tidak lupa terucap dari bibir pria tua tersebut. Kedai tutup satu jam lebih awal, untung semua kursi dan meja kedai sudah berhasil dibersihkan. Lalu, Rayhan memberikan kunci pintu kedai kepada Aathif, dia berlalu pulang melewati pintu belakang.
“Linara, sebaiknya kamu keluar saja dari kampus mu. Kita cari kampus yang lain saja,” sedikit solusi terlontar dari Aathif, membuat Linar mulai angkat bicara.
“Tidak usah, Kek. Sayang uang yang dikeluarkan sudah banyak untuk masuk kampus itu.” Tolak Linara.
“Tapi, Kakek tidak tega melihat Linara tersakiti seperti ini. Masalah uang bisa dicari lagi..,”
“Tidak apa-apa, Kek. Linara baik-baik saja kok!”
“Jangan kamu tutupi masalah mu itu dengan berucap ‘Tidak apa-apa’ Kakek tahu betul apa yang dirasakan kamu, Linara. Sedihmu adalah sedih Kakek, dan Bahagiamu adalah bahagia Kakek juga. Maka, jangan sungkan untuk berbagi cerita. Meski tak punya titik solusi setidaknya sudah mempunyai lega hati dalam membagi cerita.”
Mendengar ucapan indah Aathif membuat genangan air mata Linara pecah, yang sudah tidak bisa ditahan bendungannya. Aathif tahu betul perihal kondisi hati Linara yang terasa pedih bukan main, Aathif bantu Linara untuk terduduk, kemudian memeluk Linara dengan lembut untuk sedikit menghentikan tangisnya.
“Menagislah sampai hatimu tenang.”
Membelai lembut pangkal rambutnya, tangisan yang teramat dalam menyisakan kepedihan. Tidak lama kemudian, hati Linara sedikit tenang, tangisnya perlahan berhenti. Aathif mulai melepaskan peluknya. Memberikan secangkir Teh hangat yang dibuat Rayhan tadi sebelum dia pulang.“Kenapa harus Linara yang mendapati ujian seperti ini ya, Kek?” tanya Linara yang masih sesegukan itu.
“Tuhan mempercayai Linara untuk ujian ini, Tuhan tahu Linara bisa melewatinya, yang perlu Linara lakukan sekarang berdoa dan selalu berusaha. Ada kejutan indah yang Tuhan akan berikan untukmu, Linara.” Lagi dan lagi sebuah untai kata yang begitu indah menularkan semangat pada Linara.
“Sekarang Linara istirahatlah, biar besok Kakek yang mengurusi kampus baru untukmu,” Aathif hendak saja mau beranjak dari duduknya, namun semua itu terhalang oleh tangan Linara yang menggapai lengan Aathif untuk membatalkan.
“Tidak usah repot-repot, Kek! Linara masih mau tetap kuliah disana, mungkin ini hanya sebuah musibah saja. Linara janji akan selalu berhati-hati lagi, dan Linara akan tetap masuk besok meskipun harus memakai tongkat lagi tidak masalah bagi Linara.”
“Apa kau yakin, Linara?” Aathif meyakinkan kembali sebuah keputusan yang dibuat Linara itu.
“Linara sangat yakin, Kek!” semangatnya terlukis jelas pada wajah Linara, membuat Aathif mempercayainya.
Aathif mengangukan kepalanya bukti bahwa dia menyetujui keputusan Linara yang pastinya dia selalu menancapkan semangat pada cucunya. Sejenak Aathif terdiam seaakan dia mengingat sesuatu, membuat Linara bertanya apa yang Aathif pikirkan itu?
“Sebentar ... Kakek merasa mempunyai satu kaki palsu yang dahulu Linara tidak suka, karena warna kayunya sedikit cerah.” Dahinya berkerut, terlihat sedang berusaha keras untuk mengingatnya.
“Kakek masih menyimpannya? Bukankah itu sudah lama sekali?”
“Tentu saja masih. Ah! Aku ingat.” Aathif langsung meninggalkan Linara saat pikirnya mengembalikan memori saat dia menyimpan Kaki palsu yang dahulu pertama Linara punya. Tidak lama kemudian Aathif kembali lagi dengan Kaki palsu yang dulu Linara tidak suka.
“Nah ini dia! Semoga Kaki palsu ini masih pas ukurannya,” lantas Aathif segera memakaikan kaki palsu itu kepada kaki kanan Linara. Beruntung sekali, ukurannya masih pas meskipun sedikit pendek dua centi dari kaki kirinya.
“Untuk sementara kamu pakai ini saja ya, selama yang ini diperbaiki.”
“Baik Kek, Terima kasih!”
Linara berharap Kakek selalu sehat, kelak pangeran pendamping hidup Linara nanti menjalarkan sikap dan kepribadian yang sama seperti Kakek.
Linara sayang Kakek Aathif!
“Ah sial! Aku ingin segera besok, rasanya waktu berputar lama sekali!” Itulah gerutu Avraam saat melihat jam dinding di kamarnya yang berputar terlalu lama baginya, seaakan Avraam ingin memutarnya lebih cepat.Sepasang mata Avraam enggan untuk tertutup, rasanya terlalu bersemangat dalam pikirnya. Dengusan kesal selalu berkicau dalam hati Avraam. Seketika dia bangkit dan beralih tempat menuju dapur, melangkah dekat menuju lemari pendingan. Tangannya mengambil sekotak susu siap saji yang bervarian rasa mangga.Meneguk sedikit demi sedikit, tak terasa Avraam menghabiskannya begitu cepat. Sesaat memandangi nuansa malam didapurnya, terasa begitu sepi dan dingin yang menusuk. Bukan dingin udara namun kesan kehidupan yang seakan mati termakan waktu gelap.Bagaimana tidak terlihat sunyi, rumah yang begitu besar yang dilengkapi furniture minimalis terkesan elok dipandang. Namun sayang, jarang sekali terdengar tawa disana sete
Suara perut keroncongan terdengar jelas disaat pejalanan menuju kampus, membuat suasana hening seketika.Linara menoleh kearah temannya Kayu, siapa lagi selain Kaivan dengan panggilan istimewanya Kayu. Membuat Linara sedikit menahan tawa.“Kamu lapar, Kayu?” tanya Linara membuat Kaivan tersipu malu dan menggaruk kepalanya yang tak teras gatal itu, Kaivan hanya mengangguk pelan, membenarkan apa yang Linara ucapkan.Linara segera merogoh isi tas bekal yang telah Kakek siapkan sebelum Linara berangkat, beruntung ada sepotong Sandwich telur yang begitu nikmat. Linara segera memberinya kepada Kaivan, yang jelas Kaivan menerimanya tanpa sungkan.“Terima kasih! Kenapa engga dari tadi sih..,” candanya Kaivan dengan tangan yang segera merampas Sandwich Telur dari Linara.Linara hanya tertawa kecil melihat gelagat Kaivan, diberi hati minta jantung mungkin itulah ist
Sepertinya ada yang salah persepsi, Rayhan yang berpenampilan rapih dan wangi mendadak ciut saat Kaivan yang tidak diharapkannya hadir. Ekspektasi yang jauh dari realita, mungkin itu yang Rayhan rasakan sekarang. Apalagi saat Kaivan lebih dekat dengan Linara, dirinya merasa jadi kambing conge berada diantara mereka.Muka Rayhan yang berubah kecut dengan tatapan datarnya masih menatap Linara yang berbincang sembari bersenda gurau dengan Kaivan saat masih didepan Kedai Kopi, mereka masih menunggu Kakek Aathif untuk berpamitan.“Kalau gini jadinya gue engga akan ikut, sayangkan waktu istirahat gue! Shit!” gerutu Rayhan dengan menggigit bibir bawahnya.Tak selang lama Aathif muncul, Linara mulai berpamitan. Aathif memberikan kepercayaan penuh pada Kaivan dan Rayhan untuk menjaga Linara. Semoga Cucunya itu terus mengurai bahagia, harap Aathif saat Linara, Kaivan, dan Rayhan mulai perlahan meninggalkannya.
Masih berada di suasana Festival, Kaivan yang berlalu begitu saja meninggalkan Linara dan Rayhan dalam lingkup canggung saat mendapati scene yang cukup tidak terpikirkan, bagaimana tidak tertuai rona merah saat sikap Rayhan yang sedikit pemalu itu mendadak berubah siasat dalam sekejap. Linara masih tertunduk malu sedangkan Rayhan memalingkan wajahnya berupaya menyembunyikan merah jambu pipinya.Rasanya Linara geram, ingin sekali mencabik Kaivan yang menyebalkan itu. Dalam situasi kaya gini dia malah kabur saat sepasang Mata genitnya melirik dua wanita cantik yang berbadan sintal, siapa lagi selain Kakak Tingkat dikampus yang memberinya Tiket gratis ke Festival ini.Seketika ponsel Linara berdering, mendapati notif panggilan masuk dari Kakek Aathif, segera Linara mengangkat panggilan tersebut, batin Linara berpikir bahwa Kakek pasti mengkhawatirkannya. Betul saja, Aathif menelpon Linara untuk segera pulang karna waktu akan semakin larut
Hatinya peluh, seakan ruh hilang sebagian. Andai semua tidak terjadi, andai semua tidak dilaksanakan, mungkin tidak akan seperti ini. Apadaya setelah tanah merah sudah terbuka, terbaring lemah disana, hanya duka yang kini terdengar dan penyesalan tanpa arti.Air matanya masih menggulir deras disamping pria tua yang merangkulnya, melihat kepergian sosok cinta pertama dalam kehidupan kini terbaring dalam tanah merah. Masih ada kebencian yang tertuai, dendam yang belum meredam, dan kehidupan yang masih terlihat cacat.Upacara pemakaman telah usai, semua berjalan sebagaimana mestinya, para pelayat pun perlahan berhambur meninggalkan. Namun seorang gadis rapuh dan pria tua tetap disana, menatapi batu nisan yang tertancap, air matanya masih berlinang.“Waktunya kita pulang, Linara. Ayah sudah tenang di alam sana,” Aathif berupaya mengajak Linara untuk pulang karena matahari akan tak lama lagi akan berubah sen
Sosok tinggi nan tegap itu kini berhadapan dengan Linara, tangannya merangkul bunga sebagai simbol bela sungkawa. Mata Linara seakaan tidak menyangka Avraam si pelanggan kedai itu berada dihadapannya. Dari mana Avraam tahu alamat rumah Linara? dan bagaimana juga Avraam mengetahui berita duka ini? Padahal berita duka ini tidak banyak orang tahu.Langkah kaki perlahan mendekat, keduanya saling berhadapan dengan jarak cukup dekat membuat Linara sedikit melangkah mundur, merasa canggung dengan jarak yang dibuat Avraam.“Saya turut berduka cita atas kepergian beliau, semoga Tuhan selalu menjaganya,” ungkap belasungkawa Avraam sembari menyodorkan bunga kepada Linara.“Aamiin, Terima kasih, Tuan.”“Tapi maaf anda tahu dari mana berita ini?” tanya Linara membuat Avraam diam membisu, rasanya Avraam tidak ingin memberi tahu Linara yang sebenarnya bahwa dia mengulik informasi
Air mata yang mengucur membasahi pipi lembutnya, tak peduli alas kepala yang mulai basah karena tetes demi tetes air haru mengalir deras. Tangannya meremas kuat kain selimut yang membalut diri, dengan bibir bawah yang digigit menahan sakit yang dirasa. Pikirnya membawa alam nostalgia.“Ayah ... kenapa kau tinggalkan Linara secepat ini! Dan Bunda ... kemana Linara harus mencari Bunda? Tuhan kemana Aku harus melangkah? Rasanya berat! Linara tidak sanggup menjalaninya!” itulah sedikit keluh kesah Linara dalam diam, penuh air mata, sesak rasanya menjalani semua. Terasa rumpang kehidupan.Suara ketuk pintu terdengar, seseorang berharap masuk kedalam. Tapi rasanya dalam benak Linara malas untuk membuka pintu tersebut, alih-alih telinga tidak mendengarnya. Mungkin si pengetuk berasumsi Linara sudah tertidur, lantas pintu yang tak terkunci itu dibuka. Kenop yang perlahan ditekan, dan si pengetuk itu masuk, berjalan mendekati Linara.Si peng
Pagi hari yang terasa damai, udaranya hangat-hangat sejuk. Apalagi saat pikiran tenang, membuat tidur lebih nyaman.Sayang sekali, pagi itu telinga mendengar sebuah kebisingan dari mesin kendaraan, sepertinya ada seseorang yang hendak berangkat. Membuat Linara terpaksa membuka mata dan segera beranjak dari ranjangnya yang lebih menggoda untuk tidur kembali, dengan terpaksa semua harus ditinggalkan, karena bising membuat ganggu.Mengumpulkan seluruh nyawa, menguap sementara, dan meregang otot-otot yang terasa pegal. Kakinya mulai menyelipkan kedalam Sandal Rumah berwarna Peach dengan bentuk kelinci. Segera pergi meninggalkan ruangan dengan tubuh yang masih terbalut piyama.Menuruni satu persatu anak tangga, dan mendekati suara bising dari kendaraan itu. Langkahnya mengarah pada garasi rumah, benar saja dugaan Linara. Kakek Aathif yang sudah terlihat segar dan sepertinya Aathif hendak pergi."Kak
Hallo, Readers!Saya ucapkan Terima kasih banyak yang sudah membaca sampai akhir, semoga ada hikmah yang dapat dipetik di Karya sederhana Saya.Saya selalu Author Bukan Semata Fisik, Mengucapkan Terima kasih banyak!Ringkas cerita:Kini Linara mengalami Amnesia akibat tabrakan saat menyebrang dipersimpangan Jalan menuju tempat kerja. Hingga semua yang dalam ingatannya hilang. Linara seperti terlahir kembali.Dan hal ini juga membuka Ajang kompetisi baru untuk Avraam dan Rayhan menunjukan kasih sayangnya dan membantu Linara mengingat semua kejadian manis diantara mereka berdua.Lantas siapa yang akan Linara pilih ketika ingatnnya sudah kembali? Apa Avraam atau Rayhan? Semua akan terjawab di Season 2, Tapi Season 2 ini entah kapan rillisnya, dan dimana terbitnya ^^ Intinya Linara tetap hidup dan akan selalu bahagia.See You!Salam hangat,Zhia
“Benar kata Fara, Aku harus bijak dalam menentu. Memilih salah satunya atau meninggalkan keduanya.”Sepertinya gejolak hidup kini dirasakan kembali Linara, sepertinya pelangi sudah muncul setelah badai reda, pelangi yang penuh warna membias indah begitu saja dalam batin yang baru saja terkena badai yang berporak poranda.Perayaan Kelulusan mereka telah selesai, langit juga sudah mulai jingga. Hari yang begitu lelah, tapi rasanya semua kalah dengan keseruan hari ini yang penuh dengan warna. Untuk hari ini juga Linara tersenyum dengan bebas dan tertawa dengan lepas. Semua karena Fara yan berhasil mendobrak dilemanya.Hingga detik ini keputusan Linara masih abu-abu, entah dengan siapa Linara akan bersanding dikehidupan nanti, lelaki seperti apa yang Linara terima untuk menjadi pendamping hidupnya kelak. Apa Avraam? Yang tegas, memiliki segalanya bahkan terdengar sangat sempurna, meski status Avraam adalah Duda dengan anak satu?Atau R
Chapter 64 Dilema AkhirDilema yang menjadi satu padu saat gelora asmara berpadu saling bertabrak satu sama lain. Yang satu tidak ingin melepaskan, dan satunya tak ingin melukai. Saling menjaga, namun goresannya masih akan tetap ada.Pikirnya yang masih menggelorai perasaan yang tak pasti Dia labuhkan untuk siapa dan dengan siapa hati ini cocok bersanding. Rasanya terlalu rumit untuk menentukan semuanya, keduanya baik. namun, salah satu harus terpilih menjadi yang terbaik, tapi disisi itu luka akan terjadi begitu dalam satu pihak tidak terpilih.“Kenapa semua terjadi padaku? Kenapa mereka memilihku?” Bimbang Linara masih bergelayut dalam pikirnya, ketika hangatnya tubuh Rayhan masih terasa jelas ketika dada bidangnya memeluk hangat belakang punggung Linara. Butiran air mata yang menetes juga masih terasa begitu jelas basahnya saat membanjiri pilu hati.“Kenapa Kamu mengatakan hal itu Ray? Mengapa Kau mengatakan saat hatiku sedang be
Chapter 63 Bergelut Rasa.Senja yang berbalut jingga, begitu tenang memandangnya. Warna yang begitu lembut dengan sorot mentari yang hendak tenggelam. Lautan jingga seakan mengikuti perjalanan yang panjang ini. Linara masih menatap langit jingga dengan matanya yang bulat berbinar.Saat itu pula beberapa pedih merekam kembali pada pikirannya, entah sejak kapan Linara mulai mengingat hal pahit mengenal asmara. Padahal baru saja Linara secara tidak langsung menerima Avraam. Dalam batinnya juga merasa heran, mengapa Linara menerimanya? “Kenapa Aku menerimanya?” Tanya itu selalu menyangkut dalam batinnya yang berdesir. Mungkin jawabannya adalah jantung ini, setiap Linara dekat dengan Avraam rasanya berbeda sekali degupan yang Linara rasakan.Namun, satu sisi juga ada sosok Rayhan yang selalu hadir dalam harinya. Rayhan tak kalah baik dan perhatian. Bahkan tidak bisa terhitung saat mereka bersama, akibat sering bertemu. Namun hal yang b
Chapter 62Entah sejak kapan aku mencintainyaSeperti pagi biasanya, mata membuka dicuaca yang lebih dingin dari biasanya. Membuat tubuh merasa bergetar menahan dingin yang menusuk hingga tulang. “18 Celcius, pantas saja dingin seperti ini.” Ucap Linara saat melihat layar ponsel yang menyajikan informasi cuaca. Tak perlu banyak bicara lagi, Linara segera membangkitkan tubuhnya dari gelaran ranjang yang hangat, sungguh hal tersulit berpisah dengan kehangatannya. Berjalan menuju arah meja belajar, mengamatami foto yang tertancap pada mading sederhana buatannya. “Bukankah ini Taman Kota?” Linara mengerutkan alisnya.“Kenapa Aku pajang ya? Pasti ada kenangan didalamnya. Hah! Kesalnya punya memori rusak ini,” Gerutu Linara yang mengatai dirinya sendiri, lalu setelah itu Linara pergi berlalu menuju kamar mandi. Meskipun tidak ada kelas hari ini, untuk kali ini Linara berniat pe
Chapter 61Satu hari bersama RayhanRayhan mulai berkait dengan hari demi hari melihat Linara yang tampak lebih dekat dengan Avraam, apalagi Altan yang selalu saja menempel pada Linara bak Induknya. Tentu saja itu semua membuat Rayhan merasakan pergolakan api dalam hati yang tak mampu terucap, Dia hanya memilih memendam.“Apa Linara dan Avraam telah resmi menjadi sepasang kekasih?” Dalam diamnya selalu berasumsi seperti itu apabila Avraam lebih dekat dengan Linara. dalam batinnya selalu berkecamuk seperti itu.Apalagi akhir-akhir ini juga Avraam sering sekali ke Kedai, tak hanya sebagai pembeli namun sekaligus sebagai penyetor harian pinjaman yang selalu hadir. Ditambah sulitnya berkomunikasi langsung dengan Linara, pasti saja ada halangannya.“Ingin sekali Aku bersama Linara sehari full, meskipun hanya bercerita tentang hal yang tidak berguna itu sangat berguna bagiku. Tapi ... Kapan? Hah! Aku terlalu pengecut!” Batinnya berkata demi
Chapter 60Alasan demi kebaikan“Hari sudah sore, Kita pulang yuk, Altan?” Ajak Linara saat senja mulai menuai Taman Kota, mentari akan berganti dengan rembulan. Jingga menyilau dengan hangat, di Kota yang penuh dengan penghuni.Altan hanya mengangguk ajakan Linara, tangannya menggandeng jemari Linara.“Altan senang banget bisa ketemu dengan Kak Linara,” Ujar Altan ditengah perjalanan menyusuri trotoar.Linara hanya menuai senyum dengan berkata, “Kakak juga senang.”“Semoga Kak Linara cepat pulih dari sakitnya, Altan yakin Kak Linara wanita yang tangguh nan kuat, pasti bisa menghadapi semuanya.” Dalam batin Altan yang takjub dengan Linara.***Avraam yang menunggu disudut meja yang biasa dia tempati, meremas cemas menanti kedatangan Altan juga Linara yang tak kunjung memunculkan dirinya. Hingga kesabaran Avraam sampai pada titik lelahnya. Membuat Avraam segera beranjak dari Zona nyama
Chapter 59Aku harus mengingat AltanHari demi hari berjalan dengan tenang, layaknya kehangatan yang dulu kini kembali dengan lebih hangat. Bunda Adelia yang kini fokus membantu Kakek Aathif berjualan di Kedai kopi tua miliknya. Karena tidak ada lagi yang dikejar selain mempertahankan bisnis klasik yang telah berjalan belasan tahun.Disamping itu juga Linara butuh waktu istirahat 3-4 hari untuk kembali fit kebugaran tubuhnya sebelum merajut kembali kuliahnya. Sepanjang hari didalam sangkar itu sungguh mennyebalkan dan membosankan, hingga membuat Linara memutuskan untuk berkecimpung dunia Kedai kembali. Sekedar mempertajam kembali ingatannya.Kaki palsu yang dipasangnya kini telah kuat untuk berjalan, dengan langkah yang mantap Linara keluar dari ranah pribadinya. Senyum selembut sutra siap tersaji untuk para pelanggan yang berkunjung.“Lho kok Linara disini? Bukannya istirahat?” Ucap Bunda sembari sibuk dengan mengisi ulang bahan pokok.
Chapter 58Penyesalan dan gelisah“APA!” Sahut Kaivan dan Fara bersamaan tak percaya dengan ucapan yang terlontar AathifKata yang penuh dengan nada dadakan itu membuat Fara maupun Kaivan segera membabi buta membersihkan segalanya. Mungkin hanya dalam hitungan menit semua telah bersih dan kembali seperti semula, sungguh kekuatan yang hadir dalam detik akhir.Aathif terduduk sebentar setelah sedikit membantu pembersihan dapurnya yang buruk rupa itu. secangkir teh hangat memberi ketenangannya. Sedangkan Kedua kerdilnya masih membersihkan sisa kotoran yang tersisa.Kini kedua kerdil itu terduduk saling menopang punggungnya satu sama lain, noda dibaju yang tersisa juga masih jelas terlihat menodai Apronnya juga wajahnya, seakan telah perang dadakan melawan kuman.“Gue cape banget...,” Keluh Fara dengan napasnya yang terengah engah seakan telah dikejar pemburu kejam dalam hutan liar.“Lah Gue juga sama Far,” Jaw