Langkah pertama yang dibuat sesaat memasuki lingkup yang berbau ketajaman pendidikan itu sekejap terasa berbeda dengan suasana yang mulai tak enak bahkan sangat asing, telinga yang mendengar bisingan para bibir tajam dan sorot mata yang melihat dari pangkal rambut hingga ujung kaki seaakan ingin berpaling pada tempat itu.
Tiap hentak langkah dipercepat, menghiraukan kicau bibir pedas dan berusaha sekuat tenaga untuk bersifat tidak peduli, tangannya masih merangkul kuat beberapa buku yang dia bawa mungkin dua sampai tiga buku yang cukup tebal.
“Ayo ... Linara kamu bisa! Sebentar lagi sampai,” gertaknya dalam hati lembut Linara untuk memperkuat benteng mental dari segala ucapan yang mungkin tak enak rasa untuk didengar.
Bagaimana tidak menjadi sorot perhatian seorang gadis dengan perawakan tubuh mungil yang bertinggi badan 163 cm saja dan berbobot sekitar 52kg. Dengan pakaian cukup tertutup dari atas hingga bawah padahal hari itu adalah musim panas, suhu disana mencapai tiga puluh dua derajat celcius padahal baru pukul sepuluh pagi. Lumayan panas bukan?
Pakaian serba gelap dan panjang itu sangat terlihat gerah, apalagi dengan rambut terurai meskipun hanya sebatas sejengkal bawah bahu, tetap saja terlihat aneh untuk style musim panas. Ya itulah sebabnya menjadi buah bibir, meski terlihat konyol tapi itu sangat menyakitkan.
Bruk!
Terdengar seperti suara tindasan bukan? Ya betul sekali, buku yang Linara peluk agar tidak terjadi insiden jatuh mau tidak mau berhambur dibawah lantai, yang pastinya meninggal cedera ringan seperti lutut yang sedikit lebam. Meninggalkan luka.
Pandangan sedikit kabur, tangannya berusaha meraih benda perjelas suatu penglihatan apalagi kalau bukan kacamata. Sebuah proses yang tidak mengkhianati hasil, tangannya berhasil menggapai benda berkaca itu dengan cepat Linara mengenakannya. Matanya mulai memperlihatkan sepasang kaki dihadapannya, secara otomatis Linara mendongakan kepalanya. Kaki siapa yang berada tepat dihadapannya?Sepasang mata yang melihatkan seorang wanita dengan Style yang cukup terbuka, aura yang terpancar seperti bau manusia tidak punya hati, menatap Linara dengan ketajaman layaknya pisau apalagi dengan salah satu alis yang mengangkat terlihat jelas dia memperlihatkan suatu emosi meluap.
“Hey murid baru, kamu tidak bisa lihat ya?” tak perlu banyak berbicara, Linara sedikit terkena tendangan tepat perutnya membuat dia terbatuk.
Kenapa tidak melawannya, Linara? Dalam batin dia selalu berkata seperti itu, tapi sayang raga dia menolak agar pertikaian tidak tambah parah. Lebih baik diam. Pikirnya selalu mengalah.
Wanita tersebut bisa dibilang kakak tingkat nya dikampus, lagaknya amat sombong apalagi perannya semakin kuat dengan dua teman wanitanya yang selalu berada disampingnya. Temannya hanya menonton Linara yang ditindas karena ketidak sengajaan.Lagi-lagi Linara hanya terdiam, tak peduli meski bibirnya sudah mengeluarkan darah. Setelah para manusia brengsek itu puas dalam menindas, akhirnya mereka pergi berlalu. Tak ada satupun mahluk yang menolong Linara dalam kasus tindas seperti tadi, banyak yang berlalu lalang tapi tidak ada yang berempati sedikit pun, sungguh lingkungan yang tragis.
“Cukup indah hari ini, memulai hari dengan darah ke sengsaraan.”
Itulah sepatah kata yang terkuak dari bibir mungil Linara yang tergambar jelas penuh kesakitan, dia beranjak dan berupaya berjalan meski sedikit pincang.
***
Tidak terasa fajar mulai menenggelamkan jati dirinya hingga jingga mulai terurai, saat itulah hari pertama Linara menganyam pendidikan mulai berakhir sementara. Dia mulai membetulkan sedikit kacamata yang sedikit bengkok itu, ya karena siapa lagi kalau bukan ulah kating nya yang menindas tadi pagi. Beranjak dari chitose dan mulai berlalu meninggalkan kelas yang mulai terasa sepi, kupluk Hoodie yang Linara pakai segera menutupi sebagian kepalanya hanya menyisakan wajah yang terlihat dan rambut sedikit ikal terurai kedepan dadanya.
“Ku harap tidak ada lagi ke sengsaraan.” Sepatah doa terpanjat dalam batin Linara berharap tidak ada kejadian tragis lainnya.
Tuk!
“Hey, Bocah!”
Baru saja Linara berdoa agar tidak ada hal apapun, dalam hitungan detik saja ada kerikil kecil menyasar tepat kepala belakang Linara. Otomatis Linara menoleh kearah krikil itu menyasar, ternyata seorang lelaki tinggi tegap yang sama memakai Hoodie seperti Linara, hanya berbeda warna saja.
Seenaknya dia memanggil Linara dengan sebutan bocah, siapa dia? Linara hanya menatap ringan padanya, bibirnya sudah malas untuk menjawab panggilannya yang cukup menyebalkan itu. Dia mulai mendekati Linara, dan dengan mudahnya dia menepuk jidat Linara dengan kecil, sok akrab banget ya!
“Lain kali lawan! Jangan menjadi manusia lemah dihadapan iblis!” entah itu petuah atau ejekan yang terlontar dari bibir lelaki yang tdak tau muncul dari mana, dia langsung berlalu begitu saja setalah berucap pada Linara. Hah! Sepertinya mahluk aneh mulai bermunculan dalam hidup Linara.
“Kampus macam apa ini! Mahluk aneh berkeliaran kapan saja.” Dengusnya Linara hanya menyunggingkan senyum kecut setelah lelaki aneh itu pergi, langkahnya mulai kembali. Rasanya tidak sabar berpulang ke habitat, pikir Linara seperti itu.
***
Napas berhembus lega saat sudah mencapai tujuan pulang, mata memandang sejuk melihat kedai Kopi sang Kakek yang terasa damai. Langkah kecil mulai memasuki toko, seperti biasa dentingan lonceng terdengar saat pintu otomatis terbuka.
“Akhirnya, cucuku sudah pulang.” Ternyata sedari tadi Aathif sudah menunggu Linara, kedatangannya Linara sungguh dia sambut dengan segelas coklat panas yang sudah buat dengan wangi menggugah Mood.
“Terima kasih, Kakek!” senyum Linara kembali terurai, sesaat mata Aathif menyorot bekas luka yang mengering dipinggir bibir cucunya itu.
“Kenapa dengan bibirmu, Linara?” khawatirnya teramat jelas saat Aathif memeriksa luka Linara.
“Tidak apa, Kek. Ini hanya kelalaian Linara saja, jangan khawatir ya!” bibir mungil itu berkata bohong dengan alasan memanipulasi keadaan yang tidak baik seakan sebaliknya, sungguh bibir yang lihai berbohong.
“Kakek yakin kamu berbohongkan, ceritakan yang sejujurnya.” Gertak Aathif mencokel kebenaran, tapi sayang hal itu tidak mengecoh pemikiran Linara untuk tetap berkata baik-baik saja. Sungguh keras kepala, akhirnya Aathif kalah dalam menguak kebenaran dari Cucunya itu, dia hanya bisa menghembus napas kecil dan menyuruh Rayhan untuk mengambil kotak P3K guna untuk mengobati luka Linara.
Malam telah tiba, menyelimuti hari dengan kegelapan. Beruntungnya cahaya rembulan bersinar menerangi gelapnya malam ditambah lampu jalanan juga menambah penerangan. Aathif, Linara, dan Rayhan bersiap diri untuk menutup kedai, beberapa saat kedai sudah rapi dan bersih, Rayhan juga berpamitan untuk pulang. Lambai tangan perpisahan sementara terukir, Rayhan segera memboseh Ontel nya untuk kembali ke habitat peristirahatan.“Tak terasa ya, Kek. Hari sudah larut,” ucap Linara dengan tangan yang mengunci aman pintu Kedai.
“Iya, cepatlah istirahat. Jangan lupa selalu jaga kesehatanmu juga,” seperti biasa perhatian hangat selalu terukir indah. Linara mengangguk dan berlalu pergi menuju tangga yang mengarah ke kamarnya itu.
Ritual kecil pasti dilakukan Linara sebelum tidur, dengan sedikit mencatat kejadian dalam buku hariannya, karena dia sadar Linara termasuk kategori manusia pelupa. Maka dari itu, dia harus menulis meskipun kejadian kecil dia harus menyimpannya dalam beberapa lembar ukiran memori. Selesai sudah ritual penulisan sebelum dia tidur, menutup kembali lembaran dan selalu berharap hari esok lebih baik lagi.
Mata terpejam dengan selimbut hangat membalut dirinya, selang beberapa menit Linara sudah pulas, seperti biasa sang Kakek selalu mengecek keadaan cucunya. Pintu terbuka, matanya melihat bahwa sang Cucu sudah tertidur pulas. Akan tetapi, penglihatannya mulai tertuju pada selembar sticky Note yang tergelatak bawah meja belajar.Tangan tua yang berkeriput itu memungutnya, ternyata sebuah untai kata tertulis pada Sticky Note membuat Aathif percaya bahwa Cucunya sedang berbohong dalam menutup luka.‘Permulaan Hari dengan Darah kesengsaraan’
Seperti itulah untai kata singkat yang jelas tulisan Linara, Aathif hanya tersenyum kecil dengan hati sedikit teriris, tak lama air mata menetes singkat. Sehingga Aathif segera berlalu meninggalkan Linara dan menutup kembali pintu kamar cucunya.
“Seberapa kuat kamu menutupi masalah, tetap akan terlihat. Jangan merasa diri paling kuat padahal sejatinya teramat rapuh.”
“Masuk jam berapa hari ini, Linara?” tanya Aathif pada Linara yang anteng dengan beberapa gelas yang dia bersihkan dengan secempal kain bersih, Linara menyahut dengan nuansa malas ditambah nada yang tidak bersemangat, seakan dia tidak ingin ditanya soal perkuliahannya. “Jam sepuluh pagi, Kek.” Ya begitulah sahutnya yang dipastikan terdengar sangat membosankan, sang Kakek Aathif hanya bisa merasakan tanpa melibatkan perbincangan kembali, dia tahu betul kondisi hati Linara yang kurang baik.Linara memandangan pandangan kedai dipagi hari, terasa damai dan sangat rapih. Namun, sesaat batinnya bertanya kemanakah Rahyan? Bukannya dia adalah Waiters kedai yang harus selalu hadir tepat waktu, apakah dia kesiangan lagi? Pikir Linara akan memberi peringatan apabila dia yang menjadi pemilik Kedai ini. Suara dentingan lonceng khas dari kedai terdengar jelas, seseorang masuk kedalam kedai. Linara pikir itu adalah Rayhan. Tapi, sayang sekali pikir
“Paman Aathif, ada yang ingin Rayhan tanyakan, boleh?” secuil pertanyaan Rayhan yang sedari tadi ingin ia tanyakan, baru sempat diwaktu sekarang. Karena, keadaan kedai sangatlah ramai, membuat Rayhan menunda pertanyaannya itu hingga masa lenggang hadir. “Tentu boleh, apa yang kau ingin tanyakan?” balasnya Aathif dengan tangan yang sedang asik memijat pundaknya yang terasa pegal itu, membuat Rayhan merasa ingin membantu memijat pria tua tersebut. “Sambil Rayhan bertanya, bagaimana kalau Rayhan bantu Paman untuk memijatmu. Sepertinya anda terlihat sangat lelah.” “Ah ... Ide yang sangat bagus!” wajahnya terlihat sumringah mendapati bantuan dari anak buahnya itu, bagaimana tidak lelah dengan kunjungan pelanggan yang cukup ramai hari ini, tidak seperti biasanya. Perlahan Rayhan mulai memijit pangkal pundak Aathif, terasa nyaman dan sedikit meringankan pegalnya Aathif, dia sangat menikmatinya.
“Hei, gadis bodoh!” suara yang terdengar lantang dari sisi belakang , Linara tidak memperdulikannya, dia beranggapan mungkin seseorang itu sedang menyahut orang lain.“Hei, apa kau tuli?” teriaknya kembali semakin terasa dekat. Linara menambah kecepatan dia berjalan, dia tidak mau berhadapan dengan orang aneh lagi.Cepat Linara!Semakin Linara mempercepat langkahnya, semakin terdengar jelas sahutan itu. Seakan dia mengikuti Linara, ada apa dengan manusia ini? Apa yang dia mau dari seorang Linara?“Aku bilang tunggu!” dari arah belakang dia menarik Linara, membuat langkah Linara berhenti. Tertahan dengan tangannya yang mengepal blazer Linara. Mau tidak mau Linara menoleh kearah sahutannya itu. Linara memperhatikan orang tersebut, rasanya dia orang asing. Tidak ada kata sepatahpun yang keluar dari Linara saat bertemu dengan orang asing baginya, Linara hanya menatap aneh padanya.
Pintu Kedai terbuka, seperti biasa dentingan selalu terdengar, yang pastinya Rayhan menyambut dengan kalimat Selamat datang! Akan tetapi, bukanlah pelanggan yang datang, melainkan Linara yang dibopong di punggung seorang pria asing. Tentu membuat Kakek Aathif dan Rayhan terkejut.Terutama sang Kakek, dia sedikit berlari melihat Linara dalam keadaan payah itu. Wajah Aathif terlukis begitu cemas, mata yang membulat sempurna dan tangan yang sedikit bergetar. Pasti hal utama yang ditanya seorang Kakek itu perihal kondisi Cucunya.Perlahan Kaivan menaruh Linara untuk duduk disalah satu sofa yang telah diarahkan Rayhan, guna untuk Linara duduk ditempat yang nyaman. Lalu Kakek Aathif duduk disebelah Linara, mengusap genangan air mata yang tersisa diwajah manis Linara. Tak lupa Aathif menyuruh Rayhan untuk memberinya segelas air hangat untuk menenangkan Linara.“Kamu kenapa Cucuku, Linara?” Hal yang berulang Aa
“Ah sial! Aku ingin segera besok, rasanya waktu berputar lama sekali!” Itulah gerutu Avraam saat melihat jam dinding di kamarnya yang berputar terlalu lama baginya, seaakan Avraam ingin memutarnya lebih cepat.Sepasang mata Avraam enggan untuk tertutup, rasanya terlalu bersemangat dalam pikirnya. Dengusan kesal selalu berkicau dalam hati Avraam. Seketika dia bangkit dan beralih tempat menuju dapur, melangkah dekat menuju lemari pendingan. Tangannya mengambil sekotak susu siap saji yang bervarian rasa mangga.Meneguk sedikit demi sedikit, tak terasa Avraam menghabiskannya begitu cepat. Sesaat memandangi nuansa malam didapurnya, terasa begitu sepi dan dingin yang menusuk. Bukan dingin udara namun kesan kehidupan yang seakan mati termakan waktu gelap.Bagaimana tidak terlihat sunyi, rumah yang begitu besar yang dilengkapi furniture minimalis terkesan elok dipandang. Namun sayang, jarang sekali terdengar tawa disana sete
Suara perut keroncongan terdengar jelas disaat pejalanan menuju kampus, membuat suasana hening seketika.Linara menoleh kearah temannya Kayu, siapa lagi selain Kaivan dengan panggilan istimewanya Kayu. Membuat Linara sedikit menahan tawa.“Kamu lapar, Kayu?” tanya Linara membuat Kaivan tersipu malu dan menggaruk kepalanya yang tak teras gatal itu, Kaivan hanya mengangguk pelan, membenarkan apa yang Linara ucapkan.Linara segera merogoh isi tas bekal yang telah Kakek siapkan sebelum Linara berangkat, beruntung ada sepotong Sandwich telur yang begitu nikmat. Linara segera memberinya kepada Kaivan, yang jelas Kaivan menerimanya tanpa sungkan.“Terima kasih! Kenapa engga dari tadi sih..,” candanya Kaivan dengan tangan yang segera merampas Sandwich Telur dari Linara.Linara hanya tertawa kecil melihat gelagat Kaivan, diberi hati minta jantung mungkin itulah ist
Sepertinya ada yang salah persepsi, Rayhan yang berpenampilan rapih dan wangi mendadak ciut saat Kaivan yang tidak diharapkannya hadir. Ekspektasi yang jauh dari realita, mungkin itu yang Rayhan rasakan sekarang. Apalagi saat Kaivan lebih dekat dengan Linara, dirinya merasa jadi kambing conge berada diantara mereka.Muka Rayhan yang berubah kecut dengan tatapan datarnya masih menatap Linara yang berbincang sembari bersenda gurau dengan Kaivan saat masih didepan Kedai Kopi, mereka masih menunggu Kakek Aathif untuk berpamitan.“Kalau gini jadinya gue engga akan ikut, sayangkan waktu istirahat gue! Shit!” gerutu Rayhan dengan menggigit bibir bawahnya.Tak selang lama Aathif muncul, Linara mulai berpamitan. Aathif memberikan kepercayaan penuh pada Kaivan dan Rayhan untuk menjaga Linara. Semoga Cucunya itu terus mengurai bahagia, harap Aathif saat Linara, Kaivan, dan Rayhan mulai perlahan meninggalkannya.
Masih berada di suasana Festival, Kaivan yang berlalu begitu saja meninggalkan Linara dan Rayhan dalam lingkup canggung saat mendapati scene yang cukup tidak terpikirkan, bagaimana tidak tertuai rona merah saat sikap Rayhan yang sedikit pemalu itu mendadak berubah siasat dalam sekejap. Linara masih tertunduk malu sedangkan Rayhan memalingkan wajahnya berupaya menyembunyikan merah jambu pipinya.Rasanya Linara geram, ingin sekali mencabik Kaivan yang menyebalkan itu. Dalam situasi kaya gini dia malah kabur saat sepasang Mata genitnya melirik dua wanita cantik yang berbadan sintal, siapa lagi selain Kakak Tingkat dikampus yang memberinya Tiket gratis ke Festival ini.Seketika ponsel Linara berdering, mendapati notif panggilan masuk dari Kakek Aathif, segera Linara mengangkat panggilan tersebut, batin Linara berpikir bahwa Kakek pasti mengkhawatirkannya. Betul saja, Aathif menelpon Linara untuk segera pulang karna waktu akan semakin larut
Hallo, Readers!Saya ucapkan Terima kasih banyak yang sudah membaca sampai akhir, semoga ada hikmah yang dapat dipetik di Karya sederhana Saya.Saya selalu Author Bukan Semata Fisik, Mengucapkan Terima kasih banyak!Ringkas cerita:Kini Linara mengalami Amnesia akibat tabrakan saat menyebrang dipersimpangan Jalan menuju tempat kerja. Hingga semua yang dalam ingatannya hilang. Linara seperti terlahir kembali.Dan hal ini juga membuka Ajang kompetisi baru untuk Avraam dan Rayhan menunjukan kasih sayangnya dan membantu Linara mengingat semua kejadian manis diantara mereka berdua.Lantas siapa yang akan Linara pilih ketika ingatnnya sudah kembali? Apa Avraam atau Rayhan? Semua akan terjawab di Season 2, Tapi Season 2 ini entah kapan rillisnya, dan dimana terbitnya ^^ Intinya Linara tetap hidup dan akan selalu bahagia.See You!Salam hangat,Zhia
“Benar kata Fara, Aku harus bijak dalam menentu. Memilih salah satunya atau meninggalkan keduanya.”Sepertinya gejolak hidup kini dirasakan kembali Linara, sepertinya pelangi sudah muncul setelah badai reda, pelangi yang penuh warna membias indah begitu saja dalam batin yang baru saja terkena badai yang berporak poranda.Perayaan Kelulusan mereka telah selesai, langit juga sudah mulai jingga. Hari yang begitu lelah, tapi rasanya semua kalah dengan keseruan hari ini yang penuh dengan warna. Untuk hari ini juga Linara tersenyum dengan bebas dan tertawa dengan lepas. Semua karena Fara yan berhasil mendobrak dilemanya.Hingga detik ini keputusan Linara masih abu-abu, entah dengan siapa Linara akan bersanding dikehidupan nanti, lelaki seperti apa yang Linara terima untuk menjadi pendamping hidupnya kelak. Apa Avraam? Yang tegas, memiliki segalanya bahkan terdengar sangat sempurna, meski status Avraam adalah Duda dengan anak satu?Atau R
Chapter 64 Dilema AkhirDilema yang menjadi satu padu saat gelora asmara berpadu saling bertabrak satu sama lain. Yang satu tidak ingin melepaskan, dan satunya tak ingin melukai. Saling menjaga, namun goresannya masih akan tetap ada.Pikirnya yang masih menggelorai perasaan yang tak pasti Dia labuhkan untuk siapa dan dengan siapa hati ini cocok bersanding. Rasanya terlalu rumit untuk menentukan semuanya, keduanya baik. namun, salah satu harus terpilih menjadi yang terbaik, tapi disisi itu luka akan terjadi begitu dalam satu pihak tidak terpilih.“Kenapa semua terjadi padaku? Kenapa mereka memilihku?” Bimbang Linara masih bergelayut dalam pikirnya, ketika hangatnya tubuh Rayhan masih terasa jelas ketika dada bidangnya memeluk hangat belakang punggung Linara. Butiran air mata yang menetes juga masih terasa begitu jelas basahnya saat membanjiri pilu hati.“Kenapa Kamu mengatakan hal itu Ray? Mengapa Kau mengatakan saat hatiku sedang be
Chapter 63 Bergelut Rasa.Senja yang berbalut jingga, begitu tenang memandangnya. Warna yang begitu lembut dengan sorot mentari yang hendak tenggelam. Lautan jingga seakan mengikuti perjalanan yang panjang ini. Linara masih menatap langit jingga dengan matanya yang bulat berbinar.Saat itu pula beberapa pedih merekam kembali pada pikirannya, entah sejak kapan Linara mulai mengingat hal pahit mengenal asmara. Padahal baru saja Linara secara tidak langsung menerima Avraam. Dalam batinnya juga merasa heran, mengapa Linara menerimanya? “Kenapa Aku menerimanya?” Tanya itu selalu menyangkut dalam batinnya yang berdesir. Mungkin jawabannya adalah jantung ini, setiap Linara dekat dengan Avraam rasanya berbeda sekali degupan yang Linara rasakan.Namun, satu sisi juga ada sosok Rayhan yang selalu hadir dalam harinya. Rayhan tak kalah baik dan perhatian. Bahkan tidak bisa terhitung saat mereka bersama, akibat sering bertemu. Namun hal yang b
Chapter 62Entah sejak kapan aku mencintainyaSeperti pagi biasanya, mata membuka dicuaca yang lebih dingin dari biasanya. Membuat tubuh merasa bergetar menahan dingin yang menusuk hingga tulang. “18 Celcius, pantas saja dingin seperti ini.” Ucap Linara saat melihat layar ponsel yang menyajikan informasi cuaca. Tak perlu banyak bicara lagi, Linara segera membangkitkan tubuhnya dari gelaran ranjang yang hangat, sungguh hal tersulit berpisah dengan kehangatannya. Berjalan menuju arah meja belajar, mengamatami foto yang tertancap pada mading sederhana buatannya. “Bukankah ini Taman Kota?” Linara mengerutkan alisnya.“Kenapa Aku pajang ya? Pasti ada kenangan didalamnya. Hah! Kesalnya punya memori rusak ini,” Gerutu Linara yang mengatai dirinya sendiri, lalu setelah itu Linara pergi berlalu menuju kamar mandi. Meskipun tidak ada kelas hari ini, untuk kali ini Linara berniat pe
Chapter 61Satu hari bersama RayhanRayhan mulai berkait dengan hari demi hari melihat Linara yang tampak lebih dekat dengan Avraam, apalagi Altan yang selalu saja menempel pada Linara bak Induknya. Tentu saja itu semua membuat Rayhan merasakan pergolakan api dalam hati yang tak mampu terucap, Dia hanya memilih memendam.“Apa Linara dan Avraam telah resmi menjadi sepasang kekasih?” Dalam diamnya selalu berasumsi seperti itu apabila Avraam lebih dekat dengan Linara. dalam batinnya selalu berkecamuk seperti itu.Apalagi akhir-akhir ini juga Avraam sering sekali ke Kedai, tak hanya sebagai pembeli namun sekaligus sebagai penyetor harian pinjaman yang selalu hadir. Ditambah sulitnya berkomunikasi langsung dengan Linara, pasti saja ada halangannya.“Ingin sekali Aku bersama Linara sehari full, meskipun hanya bercerita tentang hal yang tidak berguna itu sangat berguna bagiku. Tapi ... Kapan? Hah! Aku terlalu pengecut!” Batinnya berkata demi
Chapter 60Alasan demi kebaikan“Hari sudah sore, Kita pulang yuk, Altan?” Ajak Linara saat senja mulai menuai Taman Kota, mentari akan berganti dengan rembulan. Jingga menyilau dengan hangat, di Kota yang penuh dengan penghuni.Altan hanya mengangguk ajakan Linara, tangannya menggandeng jemari Linara.“Altan senang banget bisa ketemu dengan Kak Linara,” Ujar Altan ditengah perjalanan menyusuri trotoar.Linara hanya menuai senyum dengan berkata, “Kakak juga senang.”“Semoga Kak Linara cepat pulih dari sakitnya, Altan yakin Kak Linara wanita yang tangguh nan kuat, pasti bisa menghadapi semuanya.” Dalam batin Altan yang takjub dengan Linara.***Avraam yang menunggu disudut meja yang biasa dia tempati, meremas cemas menanti kedatangan Altan juga Linara yang tak kunjung memunculkan dirinya. Hingga kesabaran Avraam sampai pada titik lelahnya. Membuat Avraam segera beranjak dari Zona nyama
Chapter 59Aku harus mengingat AltanHari demi hari berjalan dengan tenang, layaknya kehangatan yang dulu kini kembali dengan lebih hangat. Bunda Adelia yang kini fokus membantu Kakek Aathif berjualan di Kedai kopi tua miliknya. Karena tidak ada lagi yang dikejar selain mempertahankan bisnis klasik yang telah berjalan belasan tahun.Disamping itu juga Linara butuh waktu istirahat 3-4 hari untuk kembali fit kebugaran tubuhnya sebelum merajut kembali kuliahnya. Sepanjang hari didalam sangkar itu sungguh mennyebalkan dan membosankan, hingga membuat Linara memutuskan untuk berkecimpung dunia Kedai kembali. Sekedar mempertajam kembali ingatannya.Kaki palsu yang dipasangnya kini telah kuat untuk berjalan, dengan langkah yang mantap Linara keluar dari ranah pribadinya. Senyum selembut sutra siap tersaji untuk para pelanggan yang berkunjung.“Lho kok Linara disini? Bukannya istirahat?” Ucap Bunda sembari sibuk dengan mengisi ulang bahan pokok.
Chapter 58Penyesalan dan gelisah“APA!” Sahut Kaivan dan Fara bersamaan tak percaya dengan ucapan yang terlontar AathifKata yang penuh dengan nada dadakan itu membuat Fara maupun Kaivan segera membabi buta membersihkan segalanya. Mungkin hanya dalam hitungan menit semua telah bersih dan kembali seperti semula, sungguh kekuatan yang hadir dalam detik akhir.Aathif terduduk sebentar setelah sedikit membantu pembersihan dapurnya yang buruk rupa itu. secangkir teh hangat memberi ketenangannya. Sedangkan Kedua kerdilnya masih membersihkan sisa kotoran yang tersisa.Kini kedua kerdil itu terduduk saling menopang punggungnya satu sama lain, noda dibaju yang tersisa juga masih jelas terlihat menodai Apronnya juga wajahnya, seakan telah perang dadakan melawan kuman.“Gue cape banget...,” Keluh Fara dengan napasnya yang terengah engah seakan telah dikejar pemburu kejam dalam hutan liar.“Lah Gue juga sama Far,” Jaw