"Buka mulutmu!" "Aku bisa makan sendiri. Letakkan saja!"Arion menolak dengan memalingkan wajah ketika Ashera menyodorkan sendok penuh bubur ke arah mulutnya. Bukan ingin menolak atau membuat Ashera kecewa, tapi rasa mual yang dirasakan membuatnya enggan untuk makan."Dokter bilang kamu harus makan." Ashera menatap lekat Arion. Tatapannya seperti seorang ibu memarahi anaknya.Arion terdiam membalas tatapan Ashera, hingga mata keduanya beradu dan melekat cukup lama. "Baiklah, aku letakkan di meja. Nanti kalau mualmu berkurang atau hilang, kamu bisa makan," ucap Ashera menyerah.Andai bukan karena ingin membalas budi karena Arion pernah menyelamatkan nyawanya beberapa kali, Ashera pun enggan melakukannya. Hati nuraninya masih terbuat dari elemen yang lunak sehingga dia tidak tega membiarkan pria itu menderita."Ashera." Tiba-tiba Arion menahan tangannya. "Aku mau makan," lanjutnya dengan suara rendah.Ashera tersenyum tipis, lalu memberikan mangkuk bubur pada Arion.Arion mengangkat t
"Arion, biarkan aku bangun! Aku harus kerja."Ashera semakin terkejut ketika melihat penunjuk waktu dalam ponselnya, ternyata waktu telah menunjukkan pukul 08:00 WIB. Artinya dia pasti terlambat datang ke perusahaan."Hari ini tidak perlu kerja!" Arion masih tidak melepaskan tangannya dari pinggang ramping Ashera, bahkan pria itu malah menyembunyikan wajahnya pada jeruk leher Ashera. Meski Ashera berbaring terlentang dan terkesan mengacuhkannya, namun dia merasa nyaman menghirup aroma segar yang tak pernah dilupakan."Fathan ke luar kota. Ada dokumen yang harus aku selesaikan.""Tidak. Fathan sudah menyelesaikannya dan akan membawanya ke sini siang nanti," sahut Arion tanpa mengubah sedikitpun posisinya.Mata Ashera membulat. Kepalanya segera menoleh dan sedikit menjauhi kepala Arion. Dengan ekor matanya, diliriknya wajah Arion. Layaknya anak umur 5 tahun, wajah Arion sama sekali tidak menampakkan rasa bersalah sedikitpun padahal kelicikannya telah tercium oleh Ashera."Jangan kataka
"Hei, apa yang kalian lakukan? Tolong hentikan!" teriak Ashera sembari mengangkat tangan melindungi wajah dari lemparan berkas.Meski Ashera berteriak dan meminta agar mereka menghentikan tindakan arogannya, namun tidak ada satu orang pun yang peduli. Mereka semakin brutal, terlebih setelah mendengar aduan Aleysa tentang kejahatan Ashera."Hentikan!" teriaknya lagi. "Orang yang seharusnya kalian hukum itu dia, bukan aku!" Ashera dengan kesal dan marah menunjuk Aleysa. Dia tidak peduli lagi dengan makian dan beberapa kertas yang melayang ke arah wajahnya.Tatapan matanya merah membara seolah ingin membunuh tawa Aleysa yang bertopeng tangis kesedihan. Deru napasnya memburu bak singa betina yang siap menerjang musuh yang telah mengusik ketenangannya. Ashera mengepalkan tangan. Niat dan kemarahannya telah memuncak. Darahnya telah sampai di ujung kepala dan siap menyembur deras hingga orang yang telah memancing kemarahannya itu terkena karmanya."Cukup!" pekiknya. Suara Ashera melengking
"Tidurlah lagi!" perintah Arion ketika melihat Ashera terbangun dari tidurnya dan hendak duduk.Ashera tersentak. Tubuhnya hampir melonjak. Seharusnya dia tidak seperti ini karena bukan kali pertama, setiap dia bangun selalu melihat Arion ada dalam satu ranjang bersamanya. Namun, setiap kali melihatnya ketika matanya terbuka, tetap saja tubuhnya melonjak kaget."Kenapa tidak membangunkan aku?" tanya Ashera.Melihat Ashera duduk dan menarik tubuhnya ke belakang untuk bersandar, Arion yang sedang sibuk dengan monitor mininya langsung peka. Pria itu menumpuk dua bantal untuk mengganjal punggung Ashera."Hari ini tidak usah bekerja," ucapnya.Dua hari setelah Ashera dan dirinya diperbolehkan pulang dari rumah sakit, sejak saat itu mereka berdua belum pernah pergi ke perusahaan. Arion lebih memilih melakukan pekerjaannya dari rumah dengan alasan pemulihan, begitu juga dengan Ashera. Arion yang memintanya tetap di rumah bersamanya."Bukankah kamu bilang, hari ini aku sudah boleh bekerja lag
“Arion.”Fathan mendekati Arion, namun masih terhalang oleh meja kerja. Merasa kasihan, khawatir dan cemas ketika melihat Arion terdiam mematung dengan mata tidak berkedip sama sekali. Dia takut Arion shock setelah mlihat video yang tadinya ingin dia sembunyikan. Namun, karena Arion memaksa dan malah mengancam akan memecatnya, akhirnya dia menyerahkan dengan tanpa berdaya.Setelah melihat video yang diberikan Fathan padanya tubuh Arion mematung. Bahkan rasanya dia tidak bernapas sama sekali. Tidak ada pergerakan yang terlihat. Dunianya sangat amat gelap tanpa sedikit pun celah untuk secercah cahay masuk.“Arion, aku masih menyelidikinya lagi, apakah video itu asli atau hanya editan saja,” ucap Fathan mencoba untuk menghibur.“Tidak perlu!” larang Arion. Meski telah menanggapi Fathan, namun sama sekali tidak mengubah gesture dan ekspresi wajahnya. Bahkan tatapannya masih terpatri pada layar monitor yang tidak lagi bergerak memutar.“Tapi-““Ini alasan kenapa aku memintamu menyelidiki me
“Ashera, kamu hebat!” puji Trixi.Trixi langsung menyambut Ashera dengan pelukan. Dia merasa senang karena pada akhirnya Ashera berani mengambil keputusan, meski penuh dengan resiko. Namun, paling tidak dia telah melakukan pembelaan dan pembersihan nama baiknya.“Trixi, aku gugup,” ucap Ashera.“Kamu sudah melakukan hal yang benar, Shera. Aku bangga memiliki teman sepertimu,” hibur Trixi.“Aku juga merasa lega, Trixi. Akhirnya aku bisa mengungkap semua kejahatan Aleysa.” Sebenarnya Ashera ingin menangis, ingin juga tertawa bahagia. Ada rasa lega di dalam hatinya setelah mengungkapkan semua yang mengganjal dalam hatinya selama ini. Sebenarnya hal ini sudah ingin dilakukan sejak lama, namun Arion selalu melarangnya demi keselamatannya.Kepalanya kini terasa ringan seolah beban yang selama ini memperberat hidupnya telah berkurang. Bibir Ashera tersenyum. Namun, beberapa saat kemudian kebahagiaan itu berubah menjadi wajah kesedihan dan keraguan. Ashera kembali merasakan sedih.“Shera, ad
“Astaga, Ashera. Aku sama sekali tidak bisa membayangkan bagaimana wajah Aleysa ketika semua orang menghujatnya,” ucap Trixi sembari memegangi perutnya yang terasa kaku dan sakit.Untuk menghibur kegelisahan Ashera, Trixi melontarkan kata-kata lucu dan terkadang konyol saat membahas masalah Aleysa dan reaksi wanita itu. Bahkan dia membayangakan Aleysa dilempar telur busuk oleh emak-emak yang membenci kejahatannya.“Tapi Aleysa bukan wanita seperti itu, Trixi. Aku rasa urat malunya telah putus dan otaknya sudah konslet,” sahut Ashera.Dia tidak yakin bila Aleysa akan memiliki rasa malu dan trauma atas video klarifikasinya. Menurutnya, Aleysa adalah wanita berhati baja yang telah berkerak. Wajahnya pun telah menjadi wajah dinding penuh molen cor yang tebal sehingga tidak memiliki rasa malu.“Emmm, benar katamu, Shera. Perempuan itu adalah nenek lampir yang mengerikan, tidak tau malu sama sekali.” Trixi kembali tertawa.Setelah lelah tertawa, keduanya kembali hening dengan pikiran masing
"Hidupmu normal, Ashera."Arion mendekati Ashera lalu memeluknya erat membawa tubuh langsing Ashera ke dalam dekapan hangatnya. Meski Ashera memberontak, namun Arion tidak melepaskannya. Bahkan semakin erat memeluknya."Lepaskan, Arion! Aku jijik dengan pria munafik sepertimu!" pekik Ashera terus berusaha melepaskan diri.Sekuat apa pun Ashera memberontak dan ingin melepaskan diri, Arion tetap bergeming. Pemberontakan yang dilakukan Ashera sama sekali tidak sebanding dengan tenaga dan kekuatan tubuhnya.Semakin memberontak, semakin habis tenaga Ashera. Apalagi tangis dan teriakannya tidak berhenti, semakin menguras tenaga sehingga kini hanya tinggal rasa lelah dan lemah. Tubuh Ashera terkulai lemah dalam dekapan Arion."Tolong lepaskan aku, Arion! Biarkan aku menjalani hidupku sendiri. Biarkan aku pergi jauh darimu dan juga Aleysa!" ucap Ashera dalam tangis dan ketidakberdayaannya.Tubuh Ashera luruh ke lantai setelah Arion melonggarkan pelukannya.Tidak membiarkan Ashera menangis sen
"Hentikan, Aleysa!" teriak Arion sembari menangkis dan menahan tangan Aleysa ketika akan menampar wajah Ashera.Sejak tadi dia terdiam bukan karena tidak ingin menyelesaikan masalah ini. Arion hanya tidak ingin mencegah Ashera menumpahkan segala kemarahan, kekecewaan yang sejak lama dirasakan dan terkubur dalam hidupnya.Arion baru bertindak ketika Aleysa hendak menyakitinya. Mencelakai istrinya. Bukan hanya menahan tangan Aleysa saja, tapi Arion mendekap Ashera dalam pelukannya sebagai bentuk perlindungan."Arion, kamu-"Arion menghempaskan tangan Aleysa kasar dan menghujani dengan tatapan marah.Bukan hanya Aleysa yang terkejut, meski sebenarnya Arion pernah memperingatkan sebelumnya. Semua orang yang ada di sana memperhatikan mereka tidak kalah terkejutnya. Selama ini yang mereka tau, Arion sangat mencintai Aleysa, bahkan menjadikan wanita itu ratu. Sampai tidak ada yang berani menyentuhnya. Tapi hari ini, apa yang terjadi di depan mata mereka membuktikan bila Alyesa masih kalah d
"Ashera, apa yang kamu katakan? Apa kamu menuduh aku telah membunuhnya? Kamu juga menjadikan aku orang yang pantas disalahkan atas kematiannya?"Alesya tidak terima dan merasa Ashera sedang menuduh dan menyudutkan dirinya atas kematian ibu mereka. Meski Zanna meninggal saat dikurung olehnya, namun Alesya tetap merasa tidak membunuhnya."Apa aku mengatakan seperti itu?" tantang Ashera.Alesya memberi ekspresi mencibir. Secara tidak sadar, Aleysa telah menunjukkan kesombongan dan sifat aslinya yang selama ini ditutupi dari Arion."Meski tidak mengatakan secara langsung, tapi ucapanmu termasuk tuduhan," jawab Aleysa tetap tidak mau kalah.Ashera tertawa kecil menanggapi. Kedua tangan terlipat di depan dada. Tatapannya terus menghunus Aleysa, menilik ke dalam manik mata kakak perempuannya itu."Kamu seharusnya berterima kasih karena aku telah menguburkan wanita miskin itu dengan layak," sambung Aleysa.Aleysa merasa dirinya telah menjadi pahlawan karena telah memberi penghormatan terakhir
Arion: Jangan biarkan tumbuh akar di tubuhku karena menunggumu terlalu lama!Ashera: Belum selesai.Arion mengirim emot kesal.Ashera tertawa kecil melihat emot yang dikirm Arion padanya.Sejak hari di mana Ashera mendengar secara langsung apa yang dikatakan Arion pada Kafi di rumah sakit, hubungan mereka semakin dekat layaknya suami istri sungguhan. Keraguan Ashera tentang dirinya sebagai pengganti, tidak ada lagi dalam hatinya. Bukan hanya perkataan saja, Arion pun membuktikan dengan sikap dan cara memperlakukannya. Ashera dapat merasakan bila dia telah memiliki cinta Arion seutuhnya dan mengakui bila dia pun telah jatuh cinta."Ashera, fokuslah!" Fathan yang sejak tadi memperhatikan sedikit geram melihat Ashera lebih sering melihat ponsel dan tersenyum sendiri, daripada memperhatikan presentasi yang sedang dibacakan oleh klien mereka."Maaf." Ashera segera menyembunyikan ponselnya di bawah meja, di atas pangkuannya, tapi masih saja sesekali melirik dan jemarinya masih aktif memba
"Emmmm ...."Sudut bibir Arion tersenyum melihat wanita di samping tidurnya mengeliat dan berganti posisi. Senyumnya semakin lebar saat posisi itu menguntungkan baginya. Ashera yang tadi tidur membelakanginya sedangkan dia memeluknya, kini berputar haluan sehingga mereka saling berhadapan. Untungnya lagi, Ashera langsung merapatkan pelukan mencari kehangatan pada tubuhnya. Ashera menyembunyikan wajah dalam dada bidangnya.Karena tidak ingin mengganggu tidur nyenyak sang istri, Arion pun terdiam tanpa bergerak. Bahkan untuk bernapas pun rasanya sayang sekali. Dia takut pergerakan dada dan hembusan napasnya membangunkan Ashera.Arion telah berusaha tenang, tapi ada saja yang mengusik ketenangan mereka dan membuat Ashera kembali mengubah posisinya."Sial" makinya lirih saat dering ponselnya terdengar nyaring.Arion kesal karena lupa mematikan nada dering ponselnya saat hendak tidur semalam. Karena terlena oleh cinta dan cumbuan, dia pun turut terlelap bersama Ashera setelah ritual malam
"Kalau begitu, aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi," ucap Ashera.Ashera kembali bangkit sembari meraih jas dan tas kerja Arion yang diletakkan di samping duduknya."Tidak perlu!" Arion kembali menahan dengan menyentuh tangan Ashera. "Tetap di sini dan temani aku makan!" "Tapi-"Arion menyentuh kedua sisi pundak Ashera dan memintanya kembali duduk dengan santai di sampingnya.Ashera pun patuh. Meski sedikit canggung dan kaku, tapi dia tidak membantah perintah suami."Ini sudah sangat larut, aku takut bila harus makan sendirian," ucap Arion mencari alasan.Percaya?Tidak. Ashera tidak percaya dengan alasan yang diberikan Arion untuk menahannya. Kulit dahinya pun sedikit berkerut.Arion bukan tidak peka pada ekspresi wajah istrinya. Dia hanya berpura-pura tidak peka saja."Buka mulutmu!" Arion menyodorkan sesuap penuh ke arah mulut Ashera."Aku tau kamu juga belum makan," sambung Arion ketika Ashera tidak juga mau membuka mulutnya. Melainkan malah menatapnya lekat.Masih mena
"Apa Ashera belum kembali?""Belum."Arion merasa cemas dan khawatir ketika tiba di perusahaan tidak melihat Ashera di meja kerjanya. Nomornya juga tidak aktif. Menurut informasi yang dia dapat, istrinya itu pergi menemui temannya setelah terjadi pertengkaran dengan salah satu karyawannya di toilet umum."Bagaimana dengan Trixi?" Arion melihat Fathan."Sama, nomornya tidak dapat dihubungi."Berkali-kali Fathan menghubungi nomor Trixi, tapi sama dengan nomor Ashera. Nomornya tidak aktif, Fathan malah masuk ke dalam pesan suara untuk ditinggalkan.Arion bertambah cemas. Karena terburu-buru setelah mendapat telepon dari Kafi tentang kondisi Aleysa, dia melupakan Ashera. Padahal istrinya itu lebih membutuhkan dirinya di saat orang lain memandangnya sebelah mata."Bagaimana dengan wanita itu? Apa sudah memberinya hukuman?" "Sesuai dengan perintahmu. Aku sudah minta HRD untuk memecat dan memasukkan namanya dalam daftar hitam. Seumur hidup, tidak akan ada perusahaan yang berani menerimanya
"Tuan, Ashera sekarang sudah menjadi istri Anda. Dia pasti akan mengikuti semua yang Anda katakan. Tolong minta dia mendonorkan darahnya untuk Alesya, putriku!" mohon Kafi menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada.Arion terdiam. Wajah dinginnya tetap dingin dengan tatapan lekat. Ada gelombang dalam hati yang tidak bisa dipahami oleh siapa pun, termasuk Kafi.Terdengar helaan napas panjang sebelum akhirnya Arion memutar tubuh menghadap serong menghindari Kafi."Tuan, aku tau Anda sebenarnya mencintai Alesya dan aku yakin pasti tidak mau Alesya mati. Aku mohon, tolong bujuk Ashera mendonorkan darahnya untuk Alesya!" Kafi mengejar Arion.Arion kembali menatap dalam dan lekat wajah memelas Kafi. Ada rasa kasihan, iba dan miris melihat pria yang biasanya terlihat angkuh dan tegar, kini tampak lusuh, lesuh dan menyedihkan. Hanya saja ada perasaan marah dan geram yang tidak bisa diungkapkan, alias terpendam dalam hati. Arion menahannya.Sejak kedatangan Arion ke rumah sakit untuk meli
"Ashera, selamat ya. Kamu sudah berhasil merebut Arion dari saudaramu sendiri," ucap salah seorang wanita saat mereka bertemu di dalam kamar mandi umum perusahaan.Setelah menikah dengan Arion, ini kali pertamanya Ashera masuk kerja. Sejak semalam hal ini sudah mengganggu pikiran Ashera. Dia yakin dengan hal ini, di perusahaan pasti akan ada yang mencibir dan menganggapnya salah, telah merebut Arion dari Aleysa."Jaga bicaramu!" sahut Ashera tetap terlihat tenang dan terkesan tidak peduli."Memiliki wajah mirip dan lebih polos ternyata tidak menjamin menjadi orang baik," sindirnya lagi.Ashera menegakkan punggung dan mematikan kran air, lalu mengambil tisu dan mengeringkan tangan. Sorot matanya menatap lekat dan tajam wanita di samping yang memandangnya telah merebut Arion dari Aleysa dengan cara licik, menjatuhkan Aleysa lewat klarifikasinya."Sebaiknya tidak usah bicara kalau kamu tidak tau yang sebenarnya, daripada ucapanmu itu membawa petaka bagi dirimu sendiri!" Wanita itu malah
"Katamu tidak ada orang di rumah, lalu mereka?" Mata Ashera mengarah pada dua pria yang sedang berjaga di luar rumah.Arion pun turut mengarahkan pandangnya sesuai arah pandang Ashera. Tidak butuh waktu lama untuk mengerti dan paham apa yang dimaksud dan dikhawatirkan Ashera."Anggap saja mereka bukan orang!" tanggap Arion cuek bebek dan seenaknya sendiri.Mata Ashera membola mendengar perkataan Arion. Masalahnya bukan harus menganggap mereka apa? Melainkan dia merasa malu dan sangsi. Bisa saja mereka hanya berpura-pura tidak tau apa yang telah terjadi di ruang makan saat Arion mencumbu dan membawanya melayang.Ada rasa marah dan kesal dalam hatinya. Hanya saja dia tidak bisa menyalahkan Arion sepenuhnya. Dia pun menikmati, bahkan tidak menolak sama sekali saat Arion melakukan tugas dan kewajibannya sebagai suami dan sebaliknya. Hanya saja dia merasa malu bila membayangkan orang-orang itu tau apa yang mereka lakukan."Ashera!" Arion membangunkan Ashera dari lamunannya. "Masih memikir