“Ashera, kamu hebat!” puji Trixi.Trixi langsung menyambut Ashera dengan pelukan. Dia merasa senang karena pada akhirnya Ashera berani mengambil keputusan, meski penuh dengan resiko. Namun, paling tidak dia telah melakukan pembelaan dan pembersihan nama baiknya.“Trixi, aku gugup,” ucap Ashera.“Kamu sudah melakukan hal yang benar, Shera. Aku bangga memiliki teman sepertimu,” hibur Trixi.“Aku juga merasa lega, Trixi. Akhirnya aku bisa mengungkap semua kejahatan Aleysa.” Sebenarnya Ashera ingin menangis, ingin juga tertawa bahagia. Ada rasa lega di dalam hatinya setelah mengungkapkan semua yang mengganjal dalam hatinya selama ini. Sebenarnya hal ini sudah ingin dilakukan sejak lama, namun Arion selalu melarangnya demi keselamatannya.Kepalanya kini terasa ringan seolah beban yang selama ini memperberat hidupnya telah berkurang. Bibir Ashera tersenyum. Namun, beberapa saat kemudian kebahagiaan itu berubah menjadi wajah kesedihan dan keraguan. Ashera kembali merasakan sedih.“Shera, ad
“Astaga, Ashera. Aku sama sekali tidak bisa membayangkan bagaimana wajah Aleysa ketika semua orang menghujatnya,” ucap Trixi sembari memegangi perutnya yang terasa kaku dan sakit.Untuk menghibur kegelisahan Ashera, Trixi melontarkan kata-kata lucu dan terkadang konyol saat membahas masalah Aleysa dan reaksi wanita itu. Bahkan dia membayangakan Aleysa dilempar telur busuk oleh emak-emak yang membenci kejahatannya.“Tapi Aleysa bukan wanita seperti itu, Trixi. Aku rasa urat malunya telah putus dan otaknya sudah konslet,” sahut Ashera.Dia tidak yakin bila Aleysa akan memiliki rasa malu dan trauma atas video klarifikasinya. Menurutnya, Aleysa adalah wanita berhati baja yang telah berkerak. Wajahnya pun telah menjadi wajah dinding penuh molen cor yang tebal sehingga tidak memiliki rasa malu.“Emmm, benar katamu, Shera. Perempuan itu adalah nenek lampir yang mengerikan, tidak tau malu sama sekali.” Trixi kembali tertawa.Setelah lelah tertawa, keduanya kembali hening dengan pikiran masing
"Hidupmu normal, Ashera."Arion mendekati Ashera lalu memeluknya erat membawa tubuh langsing Ashera ke dalam dekapan hangatnya. Meski Ashera memberontak, namun Arion tidak melepaskannya. Bahkan semakin erat memeluknya."Lepaskan, Arion! Aku jijik dengan pria munafik sepertimu!" pekik Ashera terus berusaha melepaskan diri.Sekuat apa pun Ashera memberontak dan ingin melepaskan diri, Arion tetap bergeming. Pemberontakan yang dilakukan Ashera sama sekali tidak sebanding dengan tenaga dan kekuatan tubuhnya.Semakin memberontak, semakin habis tenaga Ashera. Apalagi tangis dan teriakannya tidak berhenti, semakin menguras tenaga sehingga kini hanya tinggal rasa lelah dan lemah. Tubuh Ashera terkulai lemah dalam dekapan Arion."Tolong lepaskan aku, Arion! Biarkan aku menjalani hidupku sendiri. Biarkan aku pergi jauh darimu dan juga Aleysa!" ucap Ashera dalam tangis dan ketidakberdayaannya.Tubuh Ashera luruh ke lantai setelah Arion melonggarkan pelukannya.Tidak membiarkan Ashera menangis sen
"Bagaimana dengan Aleysa?" Ashera menatap lekat, namun ragu. "Apa kau mencintaiku?" tanya Arion sebelum memberi jawaban atas pertanyaan Ashera."Aku tidak mau menjadi madu saudaraku sendiri. Meski dia telah jahat padaku, tapi aku bukan wanita jahat yang suka merebut kekasih wanita lain, apalagi saudaraku sendiri.""Jawab saja pertanyaanku! Apa kamu mencintai aku?" Arion kembali mendekap wajah Ashera."Aku tak tau." Ashera menyingkirkan tangan Arion dari wajahnya, lalu berputar haluan dan menghindarinya. Dia memilih menjauhi pria itu. Pertanyaan Arion tidak pernah dipikirkan selama ini. Jangankan untuk memikirkan cinta, Ashera hanya butuh kebebasan saja.Arion pun memutar tubuh, pandangnya mengikuti arah perginya Ashera. Dia menunggu jawaban."Apa yang aku katakan belum bisa membuatmu percaya?" Arion kembali mendekati Ashera.Ada keraguan dalam hatinya Ashera. Dia tidak berani mengatakan apa yang dirasakan selama ini karena dia mencintai Arion. Dia juga tidak berani mengatakan bila
"Ashera, apa yang kamu lakukan?" Arion memperhatikan Ashera saat mengambil ponsel dan mengutak-atik layarnya."Menghubungi Trixi," jawab Ashera sembari memperhatikan ponselnya."Jangan lakukan!" Arion mengambil ponsel dari tangan Ashera."Kenapa? Aku hanya tidak ingin Trixi khawatir padaku." Kembali Ashera merebut ponselnya."Aku sudah mengatakan pada temanmu itu kalau malam ini kamu bersamaku.""Aku hanya ingin mengatakan pulang sedikit terlambat agar dia tidak tidur.""Tidak perlu! Malam ini kamu tidak akan kembali ke hotel itu." Arion kembali mengambil ponsel Ashera dan menyimpannya."Kenapa? Aku ke sini datang bersama Trixi dan yang lainnya. Kamu datang dan mengacaukan semuanya.""Aku tau apa yang harus aku lakukan, Shera. Jadi, jangan membantah!"Ashera terdiam, namun dalam hati memaki. Sebenarnya dia sangat kesal dan marah atas apa yang dilakukan Arion padanya. Pertama, Arion telah masuk ke dalam kamar dan memaksa pergi bersama. Kedua, pria itu sekarang melarangnya menghubungi T
"Jangan!" Ashera menahan Arion saat tangannya hendak melepaskan kancing pada pakaian bagian atas.Ashera merasa shock di antara napas terengah setelah beberapa saat terbuai oleh manisnya cinta dalam penyatuan bibir mereka. Arion telah mencumbunya dan beberapa saat yang lalu dia pun terlena. Kesadarannya baru pulih ketika merasakan tangan Arion mulai turun dan bermaksud melepaskan kancing bajunya."Kenapa? Apa kamu masih belum percaya kalau aku mencintaimu?" Arion menatap lekat mata Ashera yang tampak ragu.Bila ditanya apakah Ashera percaya pada cinta yang dikatakan Arion? Jawabannya adalah ragu. Mungkin hanya 65% dia mempercayai perkataan cinta Arion, selebihnya belum percaya. Cukup sulit untuk membuat kepercayaan itu menjadi 100% atau minimal 90%. Mendengar rumor perasaan cinta pria itu pada Aleysa membuatnya tidak yakin.Masih terdiam mengunci tubuh Ashera, Mata Arion menjelajah manik keraguan Ashera. Bukan perkara kecil saat Ashera menghentikan gairah cinta yang mulai membara set
"Lepaskan aku! Apa yang kalian lakukan padaku?" Ashera berusaha memberontak melepaskan tangannya dari dua orang itu."Nona, jangan banyak gerak! Kami tidak akan menyakitimu," ucap salah satu dari mereka.Ashera termangu dan diam. Gerakkan pemberontakan pun terhenti. Bola matanya menatap lekat penuh selidik pada dua orang itu secara bergantian. Melihat wajah mereka, dia pikir dua orang itu bukan orang jahat karena saat mata mereka beradu, bibir mereka menyunggingkan senyum.Melihat Ashera mulai tenang, salah satu dari mereka berkata, "Nona, silahkan ikut kami dan jangan melakukan protes lagi!" "Siapa kalian? Apa yang akan kalian lakukan padaku?" Meski tidak memberontak lagi, namun dia tidak akan mudah percaya. Pengalaman hidupnya telah membuatnya waspada."Kami hanya diperintahkan untuk membuat Anda bertambah cantik," jawab salah satu dari mereka.Ashera kembali terdiam, sama sekali tidak paham."Nona, silakan!" Melihat Ashera bingung, mereka kembali mengajak Ashera memasuki ruang la
"Apa ini untukku?" "Tuan Arion memberikan untuk Anda, Nona."Mata Ashera hampir melonjak dari mangkuknya dan rasanya langsung silau ketika kotak itu dibuka, sirna yang indah berkilauan langsung membuat mata Ashera terasa terang benderang. Rasanya sungguh seperti mimpi, mimpi yang tidak akan pernah terjadi seumur hidupnya. Meski dia bekerja seumur hidup, siang dan malam, rasanya tidak akan mungkin bisa membeli barang yang saat ini ada di depan matanya."Bisa tolong cubit aku?" Ashera memberikan lengannya untuk dicubit."Maaf, Nona. Kami tidak berani," tolaknya.Mana mungkin ada yang berani menyakiti kulit mulus Ashera? Menyentuhnya saja sudah ngeri, apalagi sampai mencubitnya. Bisa jadi jari dan tangan yang digunakan terlepas dari tubuhnya."Cubit aku!" Ashera semakin menyodorkan lengannya."Tapi, Nona?""Cubit saja!" Meski memerintah, tapi matanya masih tidak bisa lepas dari kalung berlian berkilau yang ada di hadapannya. Rasanya perhiasan itu telah memaku mata Ashera sehingga tidak
"Hentikan, Aleysa!" teriak Arion sembari menangkis dan menahan tangan Aleysa ketika akan menampar wajah Ashera.Sejak tadi dia terdiam bukan karena tidak ingin menyelesaikan masalah ini. Arion hanya tidak ingin mencegah Ashera menumpahkan segala kemarahan, kekecewaan yang sejak lama dirasakan dan terkubur dalam hidupnya.Arion baru bertindak ketika Aleysa hendak menyakitinya. Mencelakai istrinya. Bukan hanya menahan tangan Aleysa saja, tapi Arion mendekap Ashera dalam pelukannya sebagai bentuk perlindungan."Arion, kamu-"Arion menghempaskan tangan Aleysa kasar dan menghujani dengan tatapan marah.Bukan hanya Aleysa yang terkejut, meski sebenarnya Arion pernah memperingatkan sebelumnya. Semua orang yang ada di sana memperhatikan mereka tidak kalah terkejutnya. Selama ini yang mereka tau, Arion sangat mencintai Aleysa, bahkan menjadikan wanita itu ratu. Sampai tidak ada yang berani menyentuhnya. Tapi hari ini, apa yang terjadi di depan mata mereka membuktikan bila Alyesa masih kalah d
"Ashera, apa yang kamu katakan? Apa kamu menuduh aku telah membunuhnya? Kamu juga menjadikan aku orang yang pantas disalahkan atas kematiannya?"Alesya tidak terima dan merasa Ashera sedang menuduh dan menyudutkan dirinya atas kematian ibu mereka. Meski Zanna meninggal saat dikurung olehnya, namun Alesya tetap merasa tidak membunuhnya."Apa aku mengatakan seperti itu?" tantang Ashera.Alesya memberi ekspresi mencibir. Secara tidak sadar, Aleysa telah menunjukkan kesombongan dan sifat aslinya yang selama ini ditutupi dari Arion."Meski tidak mengatakan secara langsung, tapi ucapanmu termasuk tuduhan," jawab Aleysa tetap tidak mau kalah.Ashera tertawa kecil menanggapi. Kedua tangan terlipat di depan dada. Tatapannya terus menghunus Aleysa, menilik ke dalam manik mata kakak perempuannya itu."Kamu seharusnya berterima kasih karena aku telah menguburkan wanita miskin itu dengan layak," sambung Aleysa.Aleysa merasa dirinya telah menjadi pahlawan karena telah memberi penghormatan terakhir
Arion: Jangan biarkan tumbuh akar di tubuhku karena menunggumu terlalu lama!Ashera: Belum selesai.Arion mengirim emot kesal.Ashera tertawa kecil melihat emot yang dikirm Arion padanya.Sejak hari di mana Ashera mendengar secara langsung apa yang dikatakan Arion pada Kafi di rumah sakit, hubungan mereka semakin dekat layaknya suami istri sungguhan. Keraguan Ashera tentang dirinya sebagai pengganti, tidak ada lagi dalam hatinya. Bukan hanya perkataan saja, Arion pun membuktikan dengan sikap dan cara memperlakukannya. Ashera dapat merasakan bila dia telah memiliki cinta Arion seutuhnya dan mengakui bila dia pun telah jatuh cinta."Ashera, fokuslah!" Fathan yang sejak tadi memperhatikan sedikit geram melihat Ashera lebih sering melihat ponsel dan tersenyum sendiri, daripada memperhatikan presentasi yang sedang dibacakan oleh klien mereka."Maaf." Ashera segera menyembunyikan ponselnya di bawah meja, di atas pangkuannya, tapi masih saja sesekali melirik dan jemarinya masih aktif memba
"Emmmm ...."Sudut bibir Arion tersenyum melihat wanita di samping tidurnya mengeliat dan berganti posisi. Senyumnya semakin lebar saat posisi itu menguntungkan baginya. Ashera yang tadi tidur membelakanginya sedangkan dia memeluknya, kini berputar haluan sehingga mereka saling berhadapan. Untungnya lagi, Ashera langsung merapatkan pelukan mencari kehangatan pada tubuhnya. Ashera menyembunyikan wajah dalam dada bidangnya.Karena tidak ingin mengganggu tidur nyenyak sang istri, Arion pun terdiam tanpa bergerak. Bahkan untuk bernapas pun rasanya sayang sekali. Dia takut pergerakan dada dan hembusan napasnya membangunkan Ashera.Arion telah berusaha tenang, tapi ada saja yang mengusik ketenangan mereka dan membuat Ashera kembali mengubah posisinya."Sial" makinya lirih saat dering ponselnya terdengar nyaring.Arion kesal karena lupa mematikan nada dering ponselnya saat hendak tidur semalam. Karena terlena oleh cinta dan cumbuan, dia pun turut terlelap bersama Ashera setelah ritual malam
"Kalau begitu, aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi," ucap Ashera.Ashera kembali bangkit sembari meraih jas dan tas kerja Arion yang diletakkan di samping duduknya."Tidak perlu!" Arion kembali menahan dengan menyentuh tangan Ashera. "Tetap di sini dan temani aku makan!" "Tapi-"Arion menyentuh kedua sisi pundak Ashera dan memintanya kembali duduk dengan santai di sampingnya.Ashera pun patuh. Meski sedikit canggung dan kaku, tapi dia tidak membantah perintah suami."Ini sudah sangat larut, aku takut bila harus makan sendirian," ucap Arion mencari alasan.Percaya?Tidak. Ashera tidak percaya dengan alasan yang diberikan Arion untuk menahannya. Kulit dahinya pun sedikit berkerut.Arion bukan tidak peka pada ekspresi wajah istrinya. Dia hanya berpura-pura tidak peka saja."Buka mulutmu!" Arion menyodorkan sesuap penuh ke arah mulut Ashera."Aku tau kamu juga belum makan," sambung Arion ketika Ashera tidak juga mau membuka mulutnya. Melainkan malah menatapnya lekat.Masih mena
"Apa Ashera belum kembali?""Belum."Arion merasa cemas dan khawatir ketika tiba di perusahaan tidak melihat Ashera di meja kerjanya. Nomornya juga tidak aktif. Menurut informasi yang dia dapat, istrinya itu pergi menemui temannya setelah terjadi pertengkaran dengan salah satu karyawannya di toilet umum."Bagaimana dengan Trixi?" Arion melihat Fathan."Sama, nomornya tidak dapat dihubungi."Berkali-kali Fathan menghubungi nomor Trixi, tapi sama dengan nomor Ashera. Nomornya tidak aktif, Fathan malah masuk ke dalam pesan suara untuk ditinggalkan.Arion bertambah cemas. Karena terburu-buru setelah mendapat telepon dari Kafi tentang kondisi Aleysa, dia melupakan Ashera. Padahal istrinya itu lebih membutuhkan dirinya di saat orang lain memandangnya sebelah mata."Bagaimana dengan wanita itu? Apa sudah memberinya hukuman?" "Sesuai dengan perintahmu. Aku sudah minta HRD untuk memecat dan memasukkan namanya dalam daftar hitam. Seumur hidup, tidak akan ada perusahaan yang berani menerimanya
"Tuan, Ashera sekarang sudah menjadi istri Anda. Dia pasti akan mengikuti semua yang Anda katakan. Tolong minta dia mendonorkan darahnya untuk Alesya, putriku!" mohon Kafi menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada.Arion terdiam. Wajah dinginnya tetap dingin dengan tatapan lekat. Ada gelombang dalam hati yang tidak bisa dipahami oleh siapa pun, termasuk Kafi.Terdengar helaan napas panjang sebelum akhirnya Arion memutar tubuh menghadap serong menghindari Kafi."Tuan, aku tau Anda sebenarnya mencintai Alesya dan aku yakin pasti tidak mau Alesya mati. Aku mohon, tolong bujuk Ashera mendonorkan darahnya untuk Alesya!" Kafi mengejar Arion.Arion kembali menatap dalam dan lekat wajah memelas Kafi. Ada rasa kasihan, iba dan miris melihat pria yang biasanya terlihat angkuh dan tegar, kini tampak lusuh, lesuh dan menyedihkan. Hanya saja ada perasaan marah dan geram yang tidak bisa diungkapkan, alias terpendam dalam hati. Arion menahannya.Sejak kedatangan Arion ke rumah sakit untuk meli
"Ashera, selamat ya. Kamu sudah berhasil merebut Arion dari saudaramu sendiri," ucap salah seorang wanita saat mereka bertemu di dalam kamar mandi umum perusahaan.Setelah menikah dengan Arion, ini kali pertamanya Ashera masuk kerja. Sejak semalam hal ini sudah mengganggu pikiran Ashera. Dia yakin dengan hal ini, di perusahaan pasti akan ada yang mencibir dan menganggapnya salah, telah merebut Arion dari Aleysa."Jaga bicaramu!" sahut Ashera tetap terlihat tenang dan terkesan tidak peduli."Memiliki wajah mirip dan lebih polos ternyata tidak menjamin menjadi orang baik," sindirnya lagi.Ashera menegakkan punggung dan mematikan kran air, lalu mengambil tisu dan mengeringkan tangan. Sorot matanya menatap lekat dan tajam wanita di samping yang memandangnya telah merebut Arion dari Aleysa dengan cara licik, menjatuhkan Aleysa lewat klarifikasinya."Sebaiknya tidak usah bicara kalau kamu tidak tau yang sebenarnya, daripada ucapanmu itu membawa petaka bagi dirimu sendiri!" Wanita itu malah
"Katamu tidak ada orang di rumah, lalu mereka?" Mata Ashera mengarah pada dua pria yang sedang berjaga di luar rumah.Arion pun turut mengarahkan pandangnya sesuai arah pandang Ashera. Tidak butuh waktu lama untuk mengerti dan paham apa yang dimaksud dan dikhawatirkan Ashera."Anggap saja mereka bukan orang!" tanggap Arion cuek bebek dan seenaknya sendiri.Mata Ashera membola mendengar perkataan Arion. Masalahnya bukan harus menganggap mereka apa? Melainkan dia merasa malu dan sangsi. Bisa saja mereka hanya berpura-pura tidak tau apa yang telah terjadi di ruang makan saat Arion mencumbu dan membawanya melayang.Ada rasa marah dan kesal dalam hatinya. Hanya saja dia tidak bisa menyalahkan Arion sepenuhnya. Dia pun menikmati, bahkan tidak menolak sama sekali saat Arion melakukan tugas dan kewajibannya sebagai suami dan sebaliknya. Hanya saja dia merasa malu bila membayangkan orang-orang itu tau apa yang mereka lakukan."Ashera!" Arion membangunkan Ashera dari lamunannya. "Masih memikir