"Apa ini untukku?" "Tuan Arion memberikan untuk Anda, Nona."Mata Ashera hampir melonjak dari mangkuknya dan rasanya langsung silau ketika kotak itu dibuka, sirna yang indah berkilauan langsung membuat mata Ashera terasa terang benderang. Rasanya sungguh seperti mimpi, mimpi yang tidak akan pernah terjadi seumur hidupnya. Meski dia bekerja seumur hidup, siang dan malam, rasanya tidak akan mungkin bisa membeli barang yang saat ini ada di depan matanya."Bisa tolong cubit aku?" Ashera memberikan lengannya untuk dicubit."Maaf, Nona. Kami tidak berani," tolaknya.Mana mungkin ada yang berani menyakiti kulit mulus Ashera? Menyentuhnya saja sudah ngeri, apalagi sampai mencubitnya. Bisa jadi jari dan tangan yang digunakan terlepas dari tubuhnya."Cubit aku!" Ashera semakin menyodorkan lengannya."Tapi, Nona?""Cubit saja!" Meski memerintah, tapi matanya masih tidak bisa lepas dari kalung berlian berkilau yang ada di hadapannya. Rasanya perhiasan itu telah memaku mata Ashera sehingga tidak
Yang terjadi pada Aleysa ketika Ashera melakukan siaran klarifikasi.Saat itu Aleysa sedang berpesta bersama teman nongkrong dan beberapa model lainnya."Aleysa, bukannya ini-"Aleysa yang saat itu sedang tertawa terbahak dengan beberapa teman karena banyolan di antara mereka, langsung mengalihkan pandangnya pada teman yang berbicara dengannya. Seketika matanya mengarah pada layar ponsel yang ditunjukkan padanya dan saat itu juga tawa semuanya terhenti.Bukan hanya Aleysa saja yang langsung memeriksa, tapi beberapa teman lainnya yang ada di sana pun langsung membuka ponselnya masing-masing dan melihat apa yang sedang terjadi."Aleysa, bukankah ini saudaramu? Bukankah kamu bilang dia sudah mati?" Kepalanya seketika itu juga langsung terasa sakit dan pusing. Tubuhnya lemah, begitu juga dengan denyut nadi serta detak jantungnya. Semua langsung berubah menjadi tidak normal. Pernyataan Ashera yang melakukan klarifikasi atas pengakuan yang pernah dilakukan membuat semua mata mengarah pada
"Di mana kamar mandi?" Arion segera menepis tangan Aleysa saat wanita itu menyentuhnya."Arion, kamu kenapa?" Aleysa masih memasang wajah cemas."Di mana kamar mandi, Aleysa?" Arion mulai merasakan panas seluruh tubuhnya. Perasaan ini dirasakan sama seperti saat malam pertunangan mereka. Tubuhnya terasa gerah, kepalanya pusing. Rasanya ingin melepaskan seluruh pakaiannya. Hanya saja Arion berusaha untuk tetap tersadar.Setelah Aleysa menunjukkan kamar mandi padanya, Arion segera pergi ke kamar mandi dan melucuti semua pakaiannya tanpa terkecuali. Segera mengguyur tubuhnya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dia pikir dengan mengguyur tubuhnya, rasa panas itu akan segera hilang."Kamu mengulanginya lagi, Aleysa," kesalnya menyadari apa yang dilakukan Aleysa padanya.Setelah merasa lebih baik beberapa waktu lamanya, Arion segera menghubungi Fathan dan memintanya menjemput. Dia berpesan apa pun yang terjadi, Fathan harus membawanya ke luar dari kamar itu dan segera membawanya pergi me
"Aleysa, apa yang kamu lakukan?"Lydia terkejut ketika masuk ke dalam kamar Aleysa setelah beberapa kali mengetuk dan memanggilnya, tapi tidak ada jawaban sama sekali. Dia khawatir dan cemas ketika melihat Aleysa pulang dengan tangis dan wajah basah yang menyedihkan.Anak tirinya itu langsung masuk ke dalam kamar dan menutup dengan cara membanting pintu. Lydia pikir itu hanya pelampiasan kemarahan Aleysa saja. Hanya saja dia merasa penasaran dan ingin tau hasil dari rencana yang telah mereka susun untuk Aleysa merayu Arion."Ma!" Aleysa langsung mendekati Lydia dan memeluknya. Tangisnya kembali pecah tak terelakkan.Lydia sudah bisa menebak apa yang terjadi pada Aleysa tanpa bertanya dan Aleysa menjelaskan. Hanya saja dia masih ingin mendengar dari mulut Aleysa sendiri."Aleysa, ada apa?" tanyanya dengan suara lembut sembari menyingkirkan anak rambut dari wajah Aleysa dan mengusap air matanya.Meski Aleysa adalah anak tirinya, namun Lydia menyayanginya. Sejak kecil telah merawat dan m
"Apa sekarang sudah percaya?" Arion menggenggam lembut tangan Ashera.Ashera masih tetap terdiam. Rasanya sangat sulit mempercayai apa yang dilakukan Arion padanya hari ini. Semua yang dilakukan pria itu sangat mengejutkan dan terkesan mendadak. Pernikahan yang diinginkan dan diimpikan di masa kecilnya, Arion mewujudkannya. Meski tidak banyak yang hadir, termasuk ibunya.Setelah pesta pernikahan yang meriah, namun hanya dihadiri beberapa orang saja, Arion membawa Ashera ke dalam kamar hotel. Ternyata bukan hanya ruangan yang telah disulap Arion menjadi gedung pernikahan yang mewah dan meriah, tapi sebuah kamar pun telah dijadikan sebagai kamar pengantin yang sangat indah."Kenapa kamu melakukannya?" tanyanya dengan wajah dingin."Apa aku harus mengatakannya lagi? Semua sudah aku jelaskan, Ashera." Arion tampak tidak berniat untuk menjawab pertanyaan Ashera."Bagaimana dengan Aleysa?"Meski merasa apa yang dilakukan Arion benar-benar nyata untuknya, namun bayangan Aleysa masih menghant
"Fathan, apa ada yang sangat penting?" tanya Arion masih dengan mata berat dan lengket. Kalau bukan karena pagi ini ada janji pada Fathan akan menyelesaikan pekerjaannya, rasanya Arion tidak akan terbangun pagi-pagi buta. Dia akan berlama-lama memeluk wanita yang telah sah menjadi istrinya dan bersamanya telah melewati hari dan malam yang panjang.Masih dengan berbaring, satu tangan di bawah kepala Ashera, Arion mengulurkan tangan yang lainnya untuk membuka anak laci di mana ponselnya diletakkan. Sejak pagi kemarin, Arion menonatifkan ponselnya. Pernikahannya, Arion tidak ingin diganggu oleh siapa pun.Matanya membelalak bulat ketika menyalakan kembali ponselny, banyak pesan chat dan panggilan masuk. Salah satunya Fathan. Dia pikir panggilan dari Fathan yang terpenting dibanding dengan yang lainnya, makanya Arion langsung menekan nomor asistennya itu dan menghubunginya."Kapan itu terjadi?" Tiba-tiba Arion merasa gelisah, kaget dan tidak tenang setelah mendengar alasan kenapa Fathan
"Sepertinya kita harus pulang hari ini." "Kenapa?" Ashera menanggapi, namun wajahnya masih saja terkesan dingin. Bahkan sembari memasukkan potongan buah pepaya ke dalam mulutnya karena saat ini mereka sedang duduk di sebuah restauran yang tergabung dengan gedung hotel tempat mereka menginap. Keduanya sedang menikmati sarapan pagi.Arion tampak terdiam sesaat dan masih menatapnya lekat seolah ada yang dipikirkan."Ada pekerjaan penting yang harus aku dan Fathan selesaikan," ucapnya. Kali ini sorot matanya beralih dan menghindari tatapan Ashera.Kini giliran Ashera yang menatapnya lekat."Sepenting apa?""Sangat penting," jawab Arion membalas tatapan Ashera."Pergilah kalau memang lebih penting! Aku bisa kembali bersama Trixi. Lagian aku ke sini juga bersama Trixi," ucap Ashera kembali terkesan dingin dan tidak peduli."Tapi kita suami istri. Kita harus kembali bersama.""Status kita ya. Kita suami istri, tapi aku rasa ...." Ashera menghentikan perkataannya seolah ada keraguan untuk m
"Ashera," panggil Arion sembari menyentuh pundaknya.Sayangnya, Ashera sama sekali tidak mau membuka mata. Apalagi sampai menoleh dan melihatnya, rasanya dia memang tidak peduli.Arion menghela napas panjang, lalu menghempaskan secara perlahan. Rasanya saat ini dia berada dalam posisi yang serba salah. Salah bila dia meninggalkan Ashera untuk melihat kondisi Aleysa. Salah juga bila dia tetap diam di rumah tanpa mengetahui bagaimana kondisi Aleysa saat ini.Akhirnya, Arion memilih merebahkan diri di samping Ashera. Meski tubuhnya terlihat berbaring, namun nyatanya semua yang ada di dalam kepalanya tidak bisa tenang. Arion masih memikirkan kondisi Aleysa.Di saat lamunannya berlangsung semakin membuat kacau pikiran dan hatinya, tiba-tiba ponsel di atas meja berdering. Arion melihat siapa yang menghubungi dan ternyata Fathan. Segera meraih ponselnya dan beranjak pergi dari tempat tidur. Arion menjawab panggilan Fathan."Fathan, ada apa?" tanyanya telah bercampur dengan rasa khawatir."Ak