"Sepertinya kita harus pulang hari ini." "Kenapa?" Ashera menanggapi, namun wajahnya masih saja terkesan dingin. Bahkan sembari memasukkan potongan buah pepaya ke dalam mulutnya karena saat ini mereka sedang duduk di sebuah restauran yang tergabung dengan gedung hotel tempat mereka menginap. Keduanya sedang menikmati sarapan pagi.Arion tampak terdiam sesaat dan masih menatapnya lekat seolah ada yang dipikirkan."Ada pekerjaan penting yang harus aku dan Fathan selesaikan," ucapnya. Kali ini sorot matanya beralih dan menghindari tatapan Ashera.Kini giliran Ashera yang menatapnya lekat."Sepenting apa?""Sangat penting," jawab Arion membalas tatapan Ashera."Pergilah kalau memang lebih penting! Aku bisa kembali bersama Trixi. Lagian aku ke sini juga bersama Trixi," ucap Ashera kembali terkesan dingin dan tidak peduli."Tapi kita suami istri. Kita harus kembali bersama.""Status kita ya. Kita suami istri, tapi aku rasa ...." Ashera menghentikan perkataannya seolah ada keraguan untuk m
"Ashera," panggil Arion sembari menyentuh pundaknya.Sayangnya, Ashera sama sekali tidak mau membuka mata. Apalagi sampai menoleh dan melihatnya, rasanya dia memang tidak peduli.Arion menghela napas panjang, lalu menghempaskan secara perlahan. Rasanya saat ini dia berada dalam posisi yang serba salah. Salah bila dia meninggalkan Ashera untuk melihat kondisi Aleysa. Salah juga bila dia tetap diam di rumah tanpa mengetahui bagaimana kondisi Aleysa saat ini.Akhirnya, Arion memilih merebahkan diri di samping Ashera. Meski tubuhnya terlihat berbaring, namun nyatanya semua yang ada di dalam kepalanya tidak bisa tenang. Arion masih memikirkan kondisi Aleysa.Di saat lamunannya berlangsung semakin membuat kacau pikiran dan hatinya, tiba-tiba ponsel di atas meja berdering. Arion melihat siapa yang menghubungi dan ternyata Fathan. Segera meraih ponselnya dan beranjak pergi dari tempat tidur. Arion menjawab panggilan Fathan."Fathan, ada apa?" tanyanya telah bercampur dengan rasa khawatir."Ak
"Aku akan membuatkanmu makan malam."Ashera berusaha melepaskan diri dari pangkuan Arion dengan alasan ingin membuat makan malam untuknya. Namun, Arion tidak melepaskan begitu saja. Malah semakin membawa tubuh Ashera merapat. Ada pacuan hebat dalam dada Ashera ketika tubuhnya kembali berbenturan dengan tubuh Arion. Apalagi jarak wajah mereka sangat dekat hingga Ashera merasakan embusan napas Arion yang hangat dengan aroma mint."Tidak mau menjawab pertanyaanku dan selalu menghindar. Apa aku sungguh tidak berarti untukmu?" Sorot mata mereka saling beradu, menyelami satu sama lain. Untuk beberapa saat Ashera terdiam menikmati gejolak dalam dirinya. Bohong bila darahnya tidak berdesir ketika netra mereka saling beradu. Bohong bila jantungnya tidak berpacu saat napas Arion berhembus membentur kulit wajahnya. Bohong bila Ashera tidak merasa gugup dan berdebar saat Arion terus menatapnya mendalam.Ashera segera mengalihkan pandang dengan menoleh ke sisi lain. Sayangnya, gerakan itu kemb
"Katamu tidak ada orang di rumah, lalu mereka?" Mata Ashera mengarah pada dua pria yang sedang berjaga di luar rumah.Arion pun turut mengarahkan pandangnya sesuai arah pandang Ashera. Tidak butuh waktu lama untuk mengerti dan paham apa yang dimaksud dan dikhawatirkan Ashera."Anggap saja mereka bukan orang!" tanggap Arion cuek bebek dan seenaknya sendiri.Mata Ashera membola mendengar perkataan Arion. Masalahnya bukan harus menganggap mereka apa? Melainkan dia merasa malu dan sangsi. Bisa saja mereka hanya berpura-pura tidak tau apa yang telah terjadi di ruang makan saat Arion mencumbu dan membawanya melayang.Ada rasa marah dan kesal dalam hatinya. Hanya saja dia tidak bisa menyalahkan Arion sepenuhnya. Dia pun menikmati, bahkan tidak menolak sama sekali saat Arion melakukan tugas dan kewajibannya sebagai suami dan sebaliknya. Hanya saja dia merasa malu bila membayangkan orang-orang itu tau apa yang mereka lakukan."Ashera!" Arion membangunkan Ashera dari lamunannya. "Masih memikir
"Ashera, selamat ya. Kamu sudah berhasil merebut Arion dari saudaramu sendiri," ucap salah seorang wanita saat mereka bertemu di dalam kamar mandi umum perusahaan.Setelah menikah dengan Arion, ini kali pertamanya Ashera masuk kerja. Sejak semalam hal ini sudah mengganggu pikiran Ashera. Dia yakin dengan hal ini, di perusahaan pasti akan ada yang mencibir dan menganggapnya salah, telah merebut Arion dari Aleysa."Jaga bicaramu!" sahut Ashera tetap terlihat tenang dan terkesan tidak peduli."Memiliki wajah mirip dan lebih polos ternyata tidak menjamin menjadi orang baik," sindirnya lagi.Ashera menegakkan punggung dan mematikan kran air, lalu mengambil tisu dan mengeringkan tangan. Sorot matanya menatap lekat dan tajam wanita di samping yang memandangnya telah merebut Arion dari Aleysa dengan cara licik, menjatuhkan Aleysa lewat klarifikasinya."Sebaiknya tidak usah bicara kalau kamu tidak tau yang sebenarnya, daripada ucapanmu itu membawa petaka bagi dirimu sendiri!" Wanita itu malah
"Tuan, Ashera sekarang sudah menjadi istri Anda. Dia pasti akan mengikuti semua yang Anda katakan. Tolong minta dia mendonorkan darahnya untuk Alesya, putriku!" mohon Kafi menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada.Arion terdiam. Wajah dinginnya tetap dingin dengan tatapan lekat. Ada gelombang dalam hati yang tidak bisa dipahami oleh siapa pun, termasuk Kafi.Terdengar helaan napas panjang sebelum akhirnya Arion memutar tubuh menghadap serong menghindari Kafi."Tuan, aku tau Anda sebenarnya mencintai Alesya dan aku yakin pasti tidak mau Alesya mati. Aku mohon, tolong bujuk Ashera mendonorkan darahnya untuk Alesya!" Kafi mengejar Arion.Arion kembali menatap dalam dan lekat wajah memelas Kafi. Ada rasa kasihan, iba dan miris melihat pria yang biasanya terlihat angkuh dan tegar, kini tampak lusuh, lesuh dan menyedihkan. Hanya saja ada perasaan marah dan geram yang tidak bisa diungkapkan, alias terpendam dalam hati. Arion menahannya.Sejak kedatangan Arion ke rumah sakit untuk meli
"Apa Ashera belum kembali?""Belum."Arion merasa cemas dan khawatir ketika tiba di perusahaan tidak melihat Ashera di meja kerjanya. Nomornya juga tidak aktif. Menurut informasi yang dia dapat, istrinya itu pergi menemui temannya setelah terjadi pertengkaran dengan salah satu karyawannya di toilet umum."Bagaimana dengan Trixi?" Arion melihat Fathan."Sama, nomornya tidak dapat dihubungi."Berkali-kali Fathan menghubungi nomor Trixi, tapi sama dengan nomor Ashera. Nomornya tidak aktif, Fathan malah masuk ke dalam pesan suara untuk ditinggalkan.Arion bertambah cemas. Karena terburu-buru setelah mendapat telepon dari Kafi tentang kondisi Aleysa, dia melupakan Ashera. Padahal istrinya itu lebih membutuhkan dirinya di saat orang lain memandangnya sebelah mata."Bagaimana dengan wanita itu? Apa sudah memberinya hukuman?" "Sesuai dengan perintahmu. Aku sudah minta HRD untuk memecat dan memasukkan namanya dalam daftar hitam. Seumur hidup, tidak akan ada perusahaan yang berani menerimanya
"Kalau begitu, aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi," ucap Ashera.Ashera kembali bangkit sembari meraih jas dan tas kerja Arion yang diletakkan di samping duduknya."Tidak perlu!" Arion kembali menahan dengan menyentuh tangan Ashera. "Tetap di sini dan temani aku makan!" "Tapi-"Arion menyentuh kedua sisi pundak Ashera dan memintanya kembali duduk dengan santai di sampingnya.Ashera pun patuh. Meski sedikit canggung dan kaku, tapi dia tidak membantah perintah suami."Ini sudah sangat larut, aku takut bila harus makan sendirian," ucap Arion mencari alasan.Percaya?Tidak. Ashera tidak percaya dengan alasan yang diberikan Arion untuk menahannya. Kulit dahinya pun sedikit berkerut.Arion bukan tidak peka pada ekspresi wajah istrinya. Dia hanya berpura-pura tidak peka saja."Buka mulutmu!" Arion menyodorkan sesuap penuh ke arah mulut Ashera."Aku tau kamu juga belum makan," sambung Arion ketika Ashera tidak juga mau membuka mulutnya. Melainkan malah menatapnya lekat.Masih mena