"Ashera, apa yang kamu lakukan?" Arion memperhatikan Ashera saat mengambil ponsel dan mengutak-atik layarnya."Menghubungi Trixi," jawab Ashera sembari memperhatikan ponselnya."Jangan lakukan!" Arion mengambil ponsel dari tangan Ashera."Kenapa? Aku hanya tidak ingin Trixi khawatir padaku." Kembali Ashera merebut ponselnya."Aku sudah mengatakan pada temanmu itu kalau malam ini kamu bersamaku.""Aku hanya ingin mengatakan pulang sedikit terlambat agar dia tidak tidur.""Tidak perlu! Malam ini kamu tidak akan kembali ke hotel itu." Arion kembali mengambil ponsel Ashera dan menyimpannya."Kenapa? Aku ke sini datang bersama Trixi dan yang lainnya. Kamu datang dan mengacaukan semuanya.""Aku tau apa yang harus aku lakukan, Shera. Jadi, jangan membantah!"Ashera terdiam, namun dalam hati memaki. Sebenarnya dia sangat kesal dan marah atas apa yang dilakukan Arion padanya. Pertama, Arion telah masuk ke dalam kamar dan memaksa pergi bersama. Kedua, pria itu sekarang melarangnya menghubungi T
"Jangan!" Ashera menahan Arion saat tangannya hendak melepaskan kancing pada pakaian bagian atas.Ashera merasa shock di antara napas terengah setelah beberapa saat terbuai oleh manisnya cinta dalam penyatuan bibir mereka. Arion telah mencumbunya dan beberapa saat yang lalu dia pun terlena. Kesadarannya baru pulih ketika merasakan tangan Arion mulai turun dan bermaksud melepaskan kancing bajunya."Kenapa? Apa kamu masih belum percaya kalau aku mencintaimu?" Arion menatap lekat mata Ashera yang tampak ragu.Bila ditanya apakah Ashera percaya pada cinta yang dikatakan Arion? Jawabannya adalah ragu. Mungkin hanya 65% dia mempercayai perkataan cinta Arion, selebihnya belum percaya. Cukup sulit untuk membuat kepercayaan itu menjadi 100% atau minimal 90%. Mendengar rumor perasaan cinta pria itu pada Aleysa membuatnya tidak yakin.Masih terdiam mengunci tubuh Ashera, Mata Arion menjelajah manik keraguan Ashera. Bukan perkara kecil saat Ashera menghentikan gairah cinta yang mulai membara set
"Lepaskan aku! Apa yang kalian lakukan padaku?" Ashera berusaha memberontak melepaskan tangannya dari dua orang itu."Nona, jangan banyak gerak! Kami tidak akan menyakitimu," ucap salah satu dari mereka.Ashera termangu dan diam. Gerakkan pemberontakan pun terhenti. Bola matanya menatap lekat penuh selidik pada dua orang itu secara bergantian. Melihat wajah mereka, dia pikir dua orang itu bukan orang jahat karena saat mata mereka beradu, bibir mereka menyunggingkan senyum.Melihat Ashera mulai tenang, salah satu dari mereka berkata, "Nona, silahkan ikut kami dan jangan melakukan protes lagi!" "Siapa kalian? Apa yang akan kalian lakukan padaku?" Meski tidak memberontak lagi, namun dia tidak akan mudah percaya. Pengalaman hidupnya telah membuatnya waspada."Kami hanya diperintahkan untuk membuat Anda bertambah cantik," jawab salah satu dari mereka.Ashera kembali terdiam, sama sekali tidak paham."Nona, silakan!" Melihat Ashera bingung, mereka kembali mengajak Ashera memasuki ruang la
"Apa ini untukku?" "Tuan Arion memberikan untuk Anda, Nona."Mata Ashera hampir melonjak dari mangkuknya dan rasanya langsung silau ketika kotak itu dibuka, sirna yang indah berkilauan langsung membuat mata Ashera terasa terang benderang. Rasanya sungguh seperti mimpi, mimpi yang tidak akan pernah terjadi seumur hidupnya. Meski dia bekerja seumur hidup, siang dan malam, rasanya tidak akan mungkin bisa membeli barang yang saat ini ada di depan matanya."Bisa tolong cubit aku?" Ashera memberikan lengannya untuk dicubit."Maaf, Nona. Kami tidak berani," tolaknya.Mana mungkin ada yang berani menyakiti kulit mulus Ashera? Menyentuhnya saja sudah ngeri, apalagi sampai mencubitnya. Bisa jadi jari dan tangan yang digunakan terlepas dari tubuhnya."Cubit aku!" Ashera semakin menyodorkan lengannya."Tapi, Nona?""Cubit saja!" Meski memerintah, tapi matanya masih tidak bisa lepas dari kalung berlian berkilau yang ada di hadapannya. Rasanya perhiasan itu telah memaku mata Ashera sehingga tidak
Yang terjadi pada Aleysa ketika Ashera melakukan siaran klarifikasi.Saat itu Aleysa sedang berpesta bersama teman nongkrong dan beberapa model lainnya."Aleysa, bukannya ini-"Aleysa yang saat itu sedang tertawa terbahak dengan beberapa teman karena banyolan di antara mereka, langsung mengalihkan pandangnya pada teman yang berbicara dengannya. Seketika matanya mengarah pada layar ponsel yang ditunjukkan padanya dan saat itu juga tawa semuanya terhenti.Bukan hanya Aleysa saja yang langsung memeriksa, tapi beberapa teman lainnya yang ada di sana pun langsung membuka ponselnya masing-masing dan melihat apa yang sedang terjadi."Aleysa, bukankah ini saudaramu? Bukankah kamu bilang dia sudah mati?" Kepalanya seketika itu juga langsung terasa sakit dan pusing. Tubuhnya lemah, begitu juga dengan denyut nadi serta detak jantungnya. Semua langsung berubah menjadi tidak normal. Pernyataan Ashera yang melakukan klarifikasi atas pengakuan yang pernah dilakukan membuat semua mata mengarah pada
"Di mana kamar mandi?" Arion segera menepis tangan Aleysa saat wanita itu menyentuhnya."Arion, kamu kenapa?" Aleysa masih memasang wajah cemas."Di mana kamar mandi, Aleysa?" Arion mulai merasakan panas seluruh tubuhnya. Perasaan ini dirasakan sama seperti saat malam pertunangan mereka. Tubuhnya terasa gerah, kepalanya pusing. Rasanya ingin melepaskan seluruh pakaiannya. Hanya saja Arion berusaha untuk tetap tersadar.Setelah Aleysa menunjukkan kamar mandi padanya, Arion segera pergi ke kamar mandi dan melucuti semua pakaiannya tanpa terkecuali. Segera mengguyur tubuhnya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dia pikir dengan mengguyur tubuhnya, rasa panas itu akan segera hilang."Kamu mengulanginya lagi, Aleysa," kesalnya menyadari apa yang dilakukan Aleysa padanya.Setelah merasa lebih baik beberapa waktu lamanya, Arion segera menghubungi Fathan dan memintanya menjemput. Dia berpesan apa pun yang terjadi, Fathan harus membawanya ke luar dari kamar itu dan segera membawanya pergi me
"Aleysa, apa yang kamu lakukan?"Lydia terkejut ketika masuk ke dalam kamar Aleysa setelah beberapa kali mengetuk dan memanggilnya, tapi tidak ada jawaban sama sekali. Dia khawatir dan cemas ketika melihat Aleysa pulang dengan tangis dan wajah basah yang menyedihkan.Anak tirinya itu langsung masuk ke dalam kamar dan menutup dengan cara membanting pintu. Lydia pikir itu hanya pelampiasan kemarahan Aleysa saja. Hanya saja dia merasa penasaran dan ingin tau hasil dari rencana yang telah mereka susun untuk Aleysa merayu Arion."Ma!" Aleysa langsung mendekati Lydia dan memeluknya. Tangisnya kembali pecah tak terelakkan.Lydia sudah bisa menebak apa yang terjadi pada Aleysa tanpa bertanya dan Aleysa menjelaskan. Hanya saja dia masih ingin mendengar dari mulut Aleysa sendiri."Aleysa, ada apa?" tanyanya dengan suara lembut sembari menyingkirkan anak rambut dari wajah Aleysa dan mengusap air matanya.Meski Aleysa adalah anak tirinya, namun Lydia menyayanginya. Sejak kecil telah merawat dan m
"Apa sekarang sudah percaya?" Arion menggenggam lembut tangan Ashera.Ashera masih tetap terdiam. Rasanya sangat sulit mempercayai apa yang dilakukan Arion padanya hari ini. Semua yang dilakukan pria itu sangat mengejutkan dan terkesan mendadak. Pernikahan yang diinginkan dan diimpikan di masa kecilnya, Arion mewujudkannya. Meski tidak banyak yang hadir, termasuk ibunya.Setelah pesta pernikahan yang meriah, namun hanya dihadiri beberapa orang saja, Arion membawa Ashera ke dalam kamar hotel. Ternyata bukan hanya ruangan yang telah disulap Arion menjadi gedung pernikahan yang mewah dan meriah, tapi sebuah kamar pun telah dijadikan sebagai kamar pengantin yang sangat indah."Kenapa kamu melakukannya?" tanyanya dengan wajah dingin."Apa aku harus mengatakannya lagi? Semua sudah aku jelaskan, Ashera." Arion tampak tidak berniat untuk menjawab pertanyaan Ashera."Bagaimana dengan Aleysa?"Meski merasa apa yang dilakukan Arion benar-benar nyata untuknya, namun bayangan Aleysa masih menghant
"Hentikan, Aleysa!" teriak Arion sembari menangkis dan menahan tangan Aleysa ketika akan menampar wajah Ashera.Sejak tadi dia terdiam bukan karena tidak ingin menyelesaikan masalah ini. Arion hanya tidak ingin mencegah Ashera menumpahkan segala kemarahan, kekecewaan yang sejak lama dirasakan dan terkubur dalam hidupnya.Arion baru bertindak ketika Aleysa hendak menyakitinya. Mencelakai istrinya. Bukan hanya menahan tangan Aleysa saja, tapi Arion mendekap Ashera dalam pelukannya sebagai bentuk perlindungan."Arion, kamu-"Arion menghempaskan tangan Aleysa kasar dan menghujani dengan tatapan marah.Bukan hanya Aleysa yang terkejut, meski sebenarnya Arion pernah memperingatkan sebelumnya. Semua orang yang ada di sana memperhatikan mereka tidak kalah terkejutnya. Selama ini yang mereka tau, Arion sangat mencintai Aleysa, bahkan menjadikan wanita itu ratu. Sampai tidak ada yang berani menyentuhnya. Tapi hari ini, apa yang terjadi di depan mata mereka membuktikan bila Alyesa masih kalah d
"Ashera, apa yang kamu katakan? Apa kamu menuduh aku telah membunuhnya? Kamu juga menjadikan aku orang yang pantas disalahkan atas kematiannya?"Alesya tidak terima dan merasa Ashera sedang menuduh dan menyudutkan dirinya atas kematian ibu mereka. Meski Zanna meninggal saat dikurung olehnya, namun Alesya tetap merasa tidak membunuhnya."Apa aku mengatakan seperti itu?" tantang Ashera.Alesya memberi ekspresi mencibir. Secara tidak sadar, Aleysa telah menunjukkan kesombongan dan sifat aslinya yang selama ini ditutupi dari Arion."Meski tidak mengatakan secara langsung, tapi ucapanmu termasuk tuduhan," jawab Aleysa tetap tidak mau kalah.Ashera tertawa kecil menanggapi. Kedua tangan terlipat di depan dada. Tatapannya terus menghunus Aleysa, menilik ke dalam manik mata kakak perempuannya itu."Kamu seharusnya berterima kasih karena aku telah menguburkan wanita miskin itu dengan layak," sambung Aleysa.Aleysa merasa dirinya telah menjadi pahlawan karena telah memberi penghormatan terakhir
Arion: Jangan biarkan tumbuh akar di tubuhku karena menunggumu terlalu lama!Ashera: Belum selesai.Arion mengirim emot kesal.Ashera tertawa kecil melihat emot yang dikirm Arion padanya.Sejak hari di mana Ashera mendengar secara langsung apa yang dikatakan Arion pada Kafi di rumah sakit, hubungan mereka semakin dekat layaknya suami istri sungguhan. Keraguan Ashera tentang dirinya sebagai pengganti, tidak ada lagi dalam hatinya. Bukan hanya perkataan saja, Arion pun membuktikan dengan sikap dan cara memperlakukannya. Ashera dapat merasakan bila dia telah memiliki cinta Arion seutuhnya dan mengakui bila dia pun telah jatuh cinta."Ashera, fokuslah!" Fathan yang sejak tadi memperhatikan sedikit geram melihat Ashera lebih sering melihat ponsel dan tersenyum sendiri, daripada memperhatikan presentasi yang sedang dibacakan oleh klien mereka."Maaf." Ashera segera menyembunyikan ponselnya di bawah meja, di atas pangkuannya, tapi masih saja sesekali melirik dan jemarinya masih aktif memba
"Emmmm ...."Sudut bibir Arion tersenyum melihat wanita di samping tidurnya mengeliat dan berganti posisi. Senyumnya semakin lebar saat posisi itu menguntungkan baginya. Ashera yang tadi tidur membelakanginya sedangkan dia memeluknya, kini berputar haluan sehingga mereka saling berhadapan. Untungnya lagi, Ashera langsung merapatkan pelukan mencari kehangatan pada tubuhnya. Ashera menyembunyikan wajah dalam dada bidangnya.Karena tidak ingin mengganggu tidur nyenyak sang istri, Arion pun terdiam tanpa bergerak. Bahkan untuk bernapas pun rasanya sayang sekali. Dia takut pergerakan dada dan hembusan napasnya membangunkan Ashera.Arion telah berusaha tenang, tapi ada saja yang mengusik ketenangan mereka dan membuat Ashera kembali mengubah posisinya."Sial" makinya lirih saat dering ponselnya terdengar nyaring.Arion kesal karena lupa mematikan nada dering ponselnya saat hendak tidur semalam. Karena terlena oleh cinta dan cumbuan, dia pun turut terlelap bersama Ashera setelah ritual malam
"Kalau begitu, aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi," ucap Ashera.Ashera kembali bangkit sembari meraih jas dan tas kerja Arion yang diletakkan di samping duduknya."Tidak perlu!" Arion kembali menahan dengan menyentuh tangan Ashera. "Tetap di sini dan temani aku makan!" "Tapi-"Arion menyentuh kedua sisi pundak Ashera dan memintanya kembali duduk dengan santai di sampingnya.Ashera pun patuh. Meski sedikit canggung dan kaku, tapi dia tidak membantah perintah suami."Ini sudah sangat larut, aku takut bila harus makan sendirian," ucap Arion mencari alasan.Percaya?Tidak. Ashera tidak percaya dengan alasan yang diberikan Arion untuk menahannya. Kulit dahinya pun sedikit berkerut.Arion bukan tidak peka pada ekspresi wajah istrinya. Dia hanya berpura-pura tidak peka saja."Buka mulutmu!" Arion menyodorkan sesuap penuh ke arah mulut Ashera."Aku tau kamu juga belum makan," sambung Arion ketika Ashera tidak juga mau membuka mulutnya. Melainkan malah menatapnya lekat.Masih mena
"Apa Ashera belum kembali?""Belum."Arion merasa cemas dan khawatir ketika tiba di perusahaan tidak melihat Ashera di meja kerjanya. Nomornya juga tidak aktif. Menurut informasi yang dia dapat, istrinya itu pergi menemui temannya setelah terjadi pertengkaran dengan salah satu karyawannya di toilet umum."Bagaimana dengan Trixi?" Arion melihat Fathan."Sama, nomornya tidak dapat dihubungi."Berkali-kali Fathan menghubungi nomor Trixi, tapi sama dengan nomor Ashera. Nomornya tidak aktif, Fathan malah masuk ke dalam pesan suara untuk ditinggalkan.Arion bertambah cemas. Karena terburu-buru setelah mendapat telepon dari Kafi tentang kondisi Aleysa, dia melupakan Ashera. Padahal istrinya itu lebih membutuhkan dirinya di saat orang lain memandangnya sebelah mata."Bagaimana dengan wanita itu? Apa sudah memberinya hukuman?" "Sesuai dengan perintahmu. Aku sudah minta HRD untuk memecat dan memasukkan namanya dalam daftar hitam. Seumur hidup, tidak akan ada perusahaan yang berani menerimanya
"Tuan, Ashera sekarang sudah menjadi istri Anda. Dia pasti akan mengikuti semua yang Anda katakan. Tolong minta dia mendonorkan darahnya untuk Alesya, putriku!" mohon Kafi menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada.Arion terdiam. Wajah dinginnya tetap dingin dengan tatapan lekat. Ada gelombang dalam hati yang tidak bisa dipahami oleh siapa pun, termasuk Kafi.Terdengar helaan napas panjang sebelum akhirnya Arion memutar tubuh menghadap serong menghindari Kafi."Tuan, aku tau Anda sebenarnya mencintai Alesya dan aku yakin pasti tidak mau Alesya mati. Aku mohon, tolong bujuk Ashera mendonorkan darahnya untuk Alesya!" Kafi mengejar Arion.Arion kembali menatap dalam dan lekat wajah memelas Kafi. Ada rasa kasihan, iba dan miris melihat pria yang biasanya terlihat angkuh dan tegar, kini tampak lusuh, lesuh dan menyedihkan. Hanya saja ada perasaan marah dan geram yang tidak bisa diungkapkan, alias terpendam dalam hati. Arion menahannya.Sejak kedatangan Arion ke rumah sakit untuk meli
"Ashera, selamat ya. Kamu sudah berhasil merebut Arion dari saudaramu sendiri," ucap salah seorang wanita saat mereka bertemu di dalam kamar mandi umum perusahaan.Setelah menikah dengan Arion, ini kali pertamanya Ashera masuk kerja. Sejak semalam hal ini sudah mengganggu pikiran Ashera. Dia yakin dengan hal ini, di perusahaan pasti akan ada yang mencibir dan menganggapnya salah, telah merebut Arion dari Aleysa."Jaga bicaramu!" sahut Ashera tetap terlihat tenang dan terkesan tidak peduli."Memiliki wajah mirip dan lebih polos ternyata tidak menjamin menjadi orang baik," sindirnya lagi.Ashera menegakkan punggung dan mematikan kran air, lalu mengambil tisu dan mengeringkan tangan. Sorot matanya menatap lekat dan tajam wanita di samping yang memandangnya telah merebut Arion dari Aleysa dengan cara licik, menjatuhkan Aleysa lewat klarifikasinya."Sebaiknya tidak usah bicara kalau kamu tidak tau yang sebenarnya, daripada ucapanmu itu membawa petaka bagi dirimu sendiri!" Wanita itu malah
"Katamu tidak ada orang di rumah, lalu mereka?" Mata Ashera mengarah pada dua pria yang sedang berjaga di luar rumah.Arion pun turut mengarahkan pandangnya sesuai arah pandang Ashera. Tidak butuh waktu lama untuk mengerti dan paham apa yang dimaksud dan dikhawatirkan Ashera."Anggap saja mereka bukan orang!" tanggap Arion cuek bebek dan seenaknya sendiri.Mata Ashera membola mendengar perkataan Arion. Masalahnya bukan harus menganggap mereka apa? Melainkan dia merasa malu dan sangsi. Bisa saja mereka hanya berpura-pura tidak tau apa yang telah terjadi di ruang makan saat Arion mencumbu dan membawanya melayang.Ada rasa marah dan kesal dalam hatinya. Hanya saja dia tidak bisa menyalahkan Arion sepenuhnya. Dia pun menikmati, bahkan tidak menolak sama sekali saat Arion melakukan tugas dan kewajibannya sebagai suami dan sebaliknya. Hanya saja dia merasa malu bila membayangkan orang-orang itu tau apa yang mereka lakukan."Ashera!" Arion membangunkan Ashera dari lamunannya. "Masih memikir