"Apa kamu tidak bisa meninggalkan kebiasaan burukmu itu? Sebentar lagi kamu akan menikah. Bagaimana kalau Arion tau?" Meski bertanya, namun nada suaranya tinggi dipenuhi rasa kecewa dan marah yang ditahan.
Kafi menyugar dan menarik rambutnya sendiri karena merasa panik dan marah pada putri kesayangannya. Kepalanya terasa sakit dan panas dipenuhi dengan kekacauan yang telah dilakukan oleh Aleysa. Pria setengah baya itu tidak bisa duduk dengan tenang. Sejak kedatangan Aleysa, dia langsung marah dan berdiri dengan tegang. Sedangkan Alyesa duduk bersama dengan Lydia.Lydia pun tidak bisa berkata-kata. Biasanya dia akan membela apapun yang dilakukan Aleysa karena memang kedua wanita itu tampak kompak, tapi kali ini dia hanya diam sembari memijit pelipisnya. Lydia merasakan sakit kepala setiap kali mendengar ocehan dan omelan Kafi pada Aleysa."Pa, aku tidak tau kalau ada yang merekamnya," kelit Aleysa membela diri.Kafi memutar tubuh dengan cepat menghadap Aleysa.Dengan"Lalu, apa yang harus aku lakukan, Pa, Ma?" Aleysa mulai cemas, membagi bola mata pada Kafi dan Lydia meminta bantuan dan pendapat."Kenapa sebelum kamu melakukan kesalahan tidak kamu pikirkan dulu, Aleysa? Otakmu sama sekali tidak cerdas!" keluh Kafi kembali kesal pada Aleysa."Kamu terlalu sembrono, Aleysa." Lydia setuju dengan perkataan Kafi."Mana aku tau akan jadi seperti ini." Lagi-lagi Aleysa berkeli ketika semua menyalahkannya."Karena kamu tidak pernah berpikir sebelum melakukan, Aleysa!" bentak Kafi kembali tersulut emosi."Sudah cukup!" teriak Lydia menengahi sembari mengangkat kedua tangan di sisi kepala. "Tidak ada gunanya lagi menyalahkan. Yang harus kita pikirkan, bagaimana caranya menyelesaikan masalah ini agar pernikahan Aleysa dan Arion tetap berlangsung," sambungnya kembali memberi tatapan tajam pada Kafi dan Aleysa.Untuk sesaat semua terdiam dengan kepala terisi penuh dan berjubal kekacauan. Bayang-bayang kehancuran sudah berada di depan
"Kamu gila, Aleysa! Kamu pikir anak itu mau melakukannya setelah apa yang kita lakukan padanya?"Kafi merasa ide Aleysa terlalu konyol dan tidak akan mungkin terjadi. Mengingat apa yang telah mereka lakukan pada Ashera sebelumnya, dengan mereka tidak menepati janji membayar uang yang telah dijanjikan saat mereka memaksa menggantikan Aleysa tidur bersama Arion. Ashera tidak mungkin mau melakukan untuk mereka lagi."Papamu benar, Aleysa. Gadis kampungan itu pasti tidak akan mau," timpal Lydia setuju dengan perkataan Kafi.Aleysa malah tersenyum mendengar penolakan dan keraguan mereka."Tapi kali ini aku yakin dia pasti mau," lirihnya penuh keyakinan dan percaya diri. Bahkan bibirnya menyunggingkan senyum kemenangan yang licik.Kafi dan Lydia saling bertukar pandang setelah melihat Aleysa merasa yakin dengan apa yang diusulkannya."Dia tidak mungkin membiarkan wanita tua itu mati," ucap Alyesa lagi dan masih dengan senyum licik."Maksudmu, kamu akan mengguna
"Ashera, siapa?" Trixi merasa khawatir melihat Ashera terdiam setelah melihat siapa yang menghubunginya. Bukan hanya terdiam saja, namun wajah Ashera menunjukkan rasa takut dan keraguan seolah ada masalah besar yang akan menimpanya."Ashera." Kembali Trixi memanggilnya karena tatapan Ashera padanya tidak berkedip sama sekali dan malah terlihat shock.Tidak sabar melihat Ashera tidak segera menjawab pertanyaannya dan juga menjawab panggilan teleponnya, Trixi merebut benda pipih dari tangan Ashera yang masih terus berdering."Aleysa?" Bibir Trixi bergumam membaca nama yang muncul dalam layar ponsel Ashera.Mata Trixi langsung melihat Ashera dengan tatapan yang tidak jauh berbeda dengan ekspresi Ashera. Hanya saja tatapan Trixi lebih pada bertanya kenapa Aleysa menghubunginya?"Shera, jangan-jangan Aleysa yang membawa ibumu ke luar dari rumah sakit," tebak Trixi, kini merasa yakin kalau Aleysa yang membawa Zanna ke luar dari rumah sakit dengan paksa."Aku
"Ashera?" Trixi tidak mengerti kenapa Ashera malah membentaknya dan memintanya diam.Ashera tidak mempedulikan apa yang saat ini dipikirkan oleh Trixi. Menjelaskan pun rasanya tidak akan memiliki banyak waktu. Dia merasa Aleysa dan Kafi mengundangnya datang ada tujuan besar dan pasti berhubungan dengan ibunya."Katakan! Apa yang sebenarnya kalian inginkan dan apa yang harus aku lakukan?" Suara Ashera terdengar tegas.Aleysa dan Kafi tertawa melihat ketegasan Ashera. Dari awal mereka sudah yakin bila Ashera pasti akan datang dan tidak akan bisa menolak bila semuanya berhubungan dengan ibunya. Aleysa bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati Ashera sembari membawa ponselnya."Lihat ini baik-baik!" Aleysa memberikan ponselnya pada Asheera dan menunjukkan rekaman video dirinya yang sedang melakukan pembullyan.Ashera dengan ragu mengambil alih ponsel itu dengan mata menatap Aleysa lekat. Dia merasakan firasat buruk yang bakal terjadi padanya. Karena setiap kali be
"Ashera, kamu yakin akan melakukan ini semua?" Trixi merasa tersakiti dan kasihan melihat Ashera.Dia tidak tega melihat sahabatnya seperti ini. Harus mengakui kesalahan yang tidak pernah dia lakukan, apalagi mengakui secara terbuka dan pasti akan dilihat semua orang. Bukan hanya masa depannya yang akan terancam dan kelam, tapi semua orang pasti akan mengecamnya. Meski Kafi menjanjikan pembebasan dan menjamin tidak akan ada penahanan oleh pihak kepolisian, tetap saja hidup Ashera terancam."Tidak ada cara lain, Trixi," ucapnya sedih dan pasrah.Demi menyelamatkan nyawa ibunya dan mendapatkannya kembali, dia rela melakukan apa saja yang diminta oleh Aleysa, termasuk mengakui perbuatan yang tidak pernah dia lakukan sama sekali. Jangankan melakukan pembullyan dan penganiayaan pada manusia, membunuh semut saja Ashera tidak tega.Melihat kondisi ibunya yang mengenaskan dalam rekaman video yang ditunjukkan Aleysa padanya, membuat hatinya semakin hancur. Hidupnya sudah han
"Kalian menipu aku?" desis Ashera menyadari bila dia telah ditipu oleh Kafi dan Aleysa.Alesya dan Kafi tersenyum licik mendengar perkataan Ashera. Segera Aleysa menggerakkan tangan memberi kode pada orang-orangnya untuk mengusir para awak media setelah melihat Arion tidak ada lagi di tempatnya berdiri. Dia yakin Arion sudah pergi setelah mendengar pengakuan Ashera karena tunangannya itu mengatakan tidak ada waktu untuk datang, tapi karena Aleysa memaksa datang, maka Arion hanya datang sebentar dan segera pergi."Kami tidak menipumu, Ashera. Kamu saja yang terlalu bodoh!" ucap Aleysa setelah hanya tinggal mereka bertiga saja dengan dua pria yang mengaku sebagai polisi.Ashera geram dan benar-benar marah. Kemarahan yang sejak tadi ditekan dalam-dalam demi ibunya, kini sudah tidak bisa ditahan lagi. "Aku bersumpah, aku akan membalas semua perbuatan kalian setelah aku keluar dari penjara," ucap Ashera.Matanya tajam menembus Aleysa dan Kafi secara bergantian. Bara
"Pergi jauh dari hadapanku! Kedepannya bila aku melihat wajah kalian, maka aku akan benar-benar membunuh kalian.""Tidak, tidak lagi. Kami akan pergi jauh dari kota ini," ucap salah satu dari dua pria itu dengan suara gemetar.Dua pria itu bersujud di kakinya dengan wajah penuh lebam dan luka. Bahkan darah segar terlihat membekas dari bibir mereka yang pecah karena tinjuan tangan yang kuat. Bukan hanya wajah saja yang penuh dengan luka dan lebab bekas tinjuan, tapi tubuh mereka yang setengah tidak berpakaian pun penuh dengan bilur-bilur merah."Cepat pergi!" bentaknya lagi dengan suara lebih menggelegar dan menakutkan. Auranya lebih mencekam dari malam yang gelap tak berbintang."Iya, iya, kami pergi," sahutnya gugup dan lagi-lagi suaranya penuh dengan rasa ketakutan dan tercekat.Dua pria itu lari tunggang langgang dengan kedua tangan menutupi bagian tubuhnya yang hanya tertutup kain segitiga, sedangkan baju dan celana mereka ditinggal begitu saja saking takutny
"Bos?" Fathan mendekati Arion yang berdiri menghadap dinding kaca di ruang kerjanya.Arion tampak diam dan sibuk dengan pikirannya sendiri. Entah apa yang sedang dipikirkan, tapi yang jelas bukan masalah pekerjaan karena soal pekerjaan ada Fathan dan yang lainnya yang pasti bisa diandalkan. Bahkan kemampuan Arion sendiri tidak bisa diremehkan."Fathan." Arion memutar tubuh menghadap Fathan dan melepaskan lipatan kedua tangannya, lalu berjalan mendekati asistennya itu.Meski tidak menjawab panggilan Arion, namun ekspresi dan mimik wajah serta gestur tubuh Fathan menunjukkan kesiapan."Menurutmu, apakah aku harus membatalkan penanganan proyek di London?" Fathan sedikit mematahkan lehernya dan menatap lekat Arion. Setidaknya dia terkejut dengan ucapan Arion dan rasanya tidak percaya Arion mempertanyakan hal yang seharusnya tidak dia tanyakan dan sebenarnya Arion paling tau jawabannya."Proyek itu, bukankah sangat berarti untukmu?" sahut Fathan dengan kerli