"Kalian menipu aku?" desis Ashera menyadari bila dia telah ditipu oleh Kafi dan Aleysa.
Alesya dan Kafi tersenyum licik mendengar perkataan Ashera. Segera Aleysa menggerakkan tangan memberi kode pada orang-orangnya untuk mengusir para awak media setelah melihat Arion tidak ada lagi di tempatnya berdiri. Dia yakin Arion sudah pergi setelah mendengar pengakuan Ashera karena tunangannya itu mengatakan tidak ada waktu untuk datang, tapi karena Aleysa memaksa datang, maka Arion hanya datang sebentar dan segera pergi."Kami tidak menipumu, Ashera. Kamu saja yang terlalu bodoh!" ucap Aleysa setelah hanya tinggal mereka bertiga saja dengan dua pria yang mengaku sebagai polisi.Ashera geram dan benar-benar marah. Kemarahan yang sejak tadi ditekan dalam-dalam demi ibunya, kini sudah tidak bisa ditahan lagi."Aku bersumpah, aku akan membalas semua perbuatan kalian setelah aku keluar dari penjara," ucap Ashera.Matanya tajam menembus Aleysa dan Kafi secara bergantian. Bara"Pergi jauh dari hadapanku! Kedepannya bila aku melihat wajah kalian, maka aku akan benar-benar membunuh kalian.""Tidak, tidak lagi. Kami akan pergi jauh dari kota ini," ucap salah satu dari dua pria itu dengan suara gemetar.Dua pria itu bersujud di kakinya dengan wajah penuh lebam dan luka. Bahkan darah segar terlihat membekas dari bibir mereka yang pecah karena tinjuan tangan yang kuat. Bukan hanya wajah saja yang penuh dengan luka dan lebab bekas tinjuan, tapi tubuh mereka yang setengah tidak berpakaian pun penuh dengan bilur-bilur merah."Cepat pergi!" bentaknya lagi dengan suara lebih menggelegar dan menakutkan. Auranya lebih mencekam dari malam yang gelap tak berbintang."Iya, iya, kami pergi," sahutnya gugup dan lagi-lagi suaranya penuh dengan rasa ketakutan dan tercekat.Dua pria itu lari tunggang langgang dengan kedua tangan menutupi bagian tubuhnya yang hanya tertutup kain segitiga, sedangkan baju dan celana mereka ditinggal begitu saja saking takutny
"Bos?" Fathan mendekati Arion yang berdiri menghadap dinding kaca di ruang kerjanya.Arion tampak diam dan sibuk dengan pikirannya sendiri. Entah apa yang sedang dipikirkan, tapi yang jelas bukan masalah pekerjaan karena soal pekerjaan ada Fathan dan yang lainnya yang pasti bisa diandalkan. Bahkan kemampuan Arion sendiri tidak bisa diremehkan."Fathan." Arion memutar tubuh menghadap Fathan dan melepaskan lipatan kedua tangannya, lalu berjalan mendekati asistennya itu.Meski tidak menjawab panggilan Arion, namun ekspresi dan mimik wajah serta gestur tubuh Fathan menunjukkan kesiapan."Menurutmu, apakah aku harus membatalkan penanganan proyek di London?" Fathan sedikit mematahkan lehernya dan menatap lekat Arion. Setidaknya dia terkejut dengan ucapan Arion dan rasanya tidak percaya Arion mempertanyakan hal yang seharusnya tidak dia tanyakan dan sebenarnya Arion paling tau jawabannya."Proyek itu, bukankah sangat berarti untukmu?" sahut Fathan dengan kerli
"Nona, tenangkan dirimu!" Fathan kaget melihat Ashera marah dan bisa dikatakan mengamuk.Ashera terus saja menyalahkan Fathan yang tidak tau apa-apa tentang kematian ibunya, tentang kelicikan Aleysa. Yang dia tau hanya tentang rekaman video dan pengakuan Ashera. Bahkan Arion pun tidak mengatakan apa-apa tentang ini"Kenapa tidak kalian bunuh saja aku seperti kalian bunuh ibuku, ha?" pekik Ashera tidak bisa dikendalikan oleh Fathan.Lagi-lagi Ashera menyebut ibunya dan pembunuhan yang diklaim sebagai perbuatan Aleysa dan Kafi. Hal itu membuatnya semakin tidak mengerti. Apalagi melihat emosi Ashera tidak bisa dikendalikan dan terus saja berteriak meminta agar dia membunuhnya juga."Ashera!" bentak Fathan dengan suara lantang dan cukup keras.Fathan sudah tidak memiliki cara lagi untuk membuat Ashera diam dan tidak terus menyerangnya dengan kemarahan sehingga membentaknya adalah cara satu-satunya yang bisa dia pakai agar Ashera diam.Tatapan dan wajah dinginnya
"Apa kamu yakin?" Arion memutar tubuh menghadap Fathan dan menatapnya lekat."Aku tidak salah mendengar. Dia dengan jelas mengatakannya," jawab Fathan.Setelah mengantar dan menenangkan Ashera, Fathan langsung menemui Arion dan menceritakan apa yang terjadi dan apa yang dikatakan Ashera dalam kemarahannya. Awalnya dia tidak percaya dan tidak yakin atas apa yang dia dengar, tapi melihat cara dan emosi Ashera saat itu membuat Fathan merasa ada yang harus diselidiki dan dibicarakan pada Arion."Apa menurutmu Aleysa tega melakukan hal itu?" Arion merasa ragu. Arion yang tadi duduk dengan bersandar, kini punggungnya condong ke arah Fathan dengan kedua tangan terlipat di atas meja."Aku tidak berani mengatakannya. Kamu lebih mengenalnya," jawab Fathan tidak berani berpikir terlalu jauh tentang Aleysa. Kini giliran Fathan yang menyandarkan punggungnya.Arion ingin tidak percaya dan memungkiri apa yang dia dengar dari Fathan tentang kematian ibu Ashera yang disebabk
"Aleysa, maukah kamu menceritakan padaku tentang saudaramu itu?" tanya Arion dengan tatapan lekat dan penuh harap pada Aleysa.Aleysa sedikit terkejut mendengar permintaan Arion hanya saja dengan cepat dia dapat mengubah air mukanya untuk kembali tenang hingga menurutnya Arion tidak akan pernah mencurigainya atau berpikir dia telah berbuat jahat pada Ashera saudaranya."Arion, untuk apa membahasnya?" Aleysa menunjukkan keberatan."Ya, hanya sekedar ingin tahu saja. Selama ini aku tidak mengetahui kalau kamu mempunyai saudara perempuan," jawab Arion.Aleysa tersenyum tipis."Sudahlah, tidak perlu dibahas. Dia tidak penting," sahut Aleysa."Tapi dia saudaramu. Tidak salah bukan kalau aku ingin mengetahui juga?" "Ya, dia memang saudaraku, tapi kami berbeda meskipun wajah kami sangat mirip," ucap Aleysa menunjukkan rasa enggan membahas Ashera.Meski Aleysa terus menolak untuk menceritakan tentang Ashera pada Arion, tapi tunangannya itu terus memaksa deng
"Apa dia sudah tidur?" "Sepertinya sudah. Dari pagi nona Ashera tidak keluar kamar. Dia juga tidak mau makan."Mata Arion membuka sedikit lebih lebar. Sejak dia meminta Fathan membawa Ashera ke rumahnya setelah diperbolehkan pulang dari rumah sakit, baru kali ini dia sempat mengunjunginya. Tepatnya pulang ke rumah itu. Dia pikir tidak akan muncul di hadapan Ashera karena ingin Ashera menenangkan diri setelah kejadian waktu itu. Hanya saja mendengar bila Ashera tidak mau makan dan tidak keluar dari kamarnya, Arion merasa khawatir."Bi, tolong siapkan makanan untuknya!" minta Arion."Baik, Tuan." Wanita setengah baya yang setia menjadi ART di rumah itu segera menyetujui perintah Arion.Sembari menunggu Ijah menyiapkan makanan untuk Ashera, Arion duduk sembari mengutak-atik ponselnya. Wajahnya yang tampan tampak dingin dan datar. Tidak ada ekspresi yang menonjol di sana."Tuan, ini makanannya." Ijah mendekati Arion membawa nampan berisi makanan untuk Ashe
Ashera tersenyum kecut."Kamu pikir aku akan melakukan hal itu? Kamu takut tunangan kesayanganmu itu memiliki nama buruk? Kamu takut dia stres terus menjadi gila karena dituduh membunuh aku setelah pengakuan ini?" seru Ashera dengan nada kesal dan semakin meninggi. "Itu khan yang kamu takutkan, Tuan Arion?" Arion menggepalkan tinju menahan kemarahan dalam hatinya. Jelas kata-kata Ashera mengena di hati dan menghantam sanubarinya. Semua yang dikatakan adik Aleysa itu memang benar. Dia tidak mau nama Aleysa jatuh dan buruk. Ya, dia melakukan itu semua untuk melindungi Aleysa.Tatapan keduanya kembali saling beradu, hanya saja keduanya memiliki sorot mata yang berbeda. Arion terlihat lebih dingin dan tenang, sedangkan Ashera memiliki sorot mata kemarahan dan penuh kebencian yang mendalam. Bahkan napasnya pun memburu tersengal dan panas seperti ingin menelan mentah-mentah Arion."Kamu menang saja, Tuan Arion! Kamu memiliki segalanya untuk melakukan semua itu padaku," sa
"Dasar laki-laki aneh! Dia yang mememecat orang, kenapa aku yang dijadikan kambing hitam?" Ashera mempercepat langkahnya seiring dengan omelannya yang memiliki nada cepat pula. Meski penjaga itu mengatakan bila dia adalah wanita istimewa, tetap saja hal itu tidak berlaku untuk kemarahannya.Setelah mendengarkan ocehan penjaga yang terus menyalahkannya karena Arion memecat Ijah, Ashera segera pergi dari halaman belakang rumah. Kakinya terus melangkah menuju kamar Arion, dia ingin meminta penjelasan dan pertanggungjawaban Arion atas ocehan yang diterimanya hari ini.Dengan rasa kesal, Ashera mengetuk pintu kamar Arion beberapa kali. Tidak ada jawaban dan tidak ada tanda-tanda ada orang di dalam kamarnya. Kembali terdengar dengus kesal dengan helaan napas panjang."Awas saja kalau kamu datang!" ancam Ashera tanpa ada orangnya.Saking kesalnya, Ashera menghentakkan tangan pada handel pintu, tiba-tiba pintu kamar itu terbuka dan dia terkejut."Hah?!" Bibirnya membuka
"Hentikan, Aleysa!" teriak Arion sembari menangkis dan menahan tangan Aleysa ketika akan menampar wajah Ashera.Sejak tadi dia terdiam bukan karena tidak ingin menyelesaikan masalah ini. Arion hanya tidak ingin mencegah Ashera menumpahkan segala kemarahan, kekecewaan yang sejak lama dirasakan dan terkubur dalam hidupnya.Arion baru bertindak ketika Aleysa hendak menyakitinya. Mencelakai istrinya. Bukan hanya menahan tangan Aleysa saja, tapi Arion mendekap Ashera dalam pelukannya sebagai bentuk perlindungan."Arion, kamu-"Arion menghempaskan tangan Aleysa kasar dan menghujani dengan tatapan marah.Bukan hanya Aleysa yang terkejut, meski sebenarnya Arion pernah memperingatkan sebelumnya. Semua orang yang ada di sana memperhatikan mereka tidak kalah terkejutnya. Selama ini yang mereka tau, Arion sangat mencintai Aleysa, bahkan menjadikan wanita itu ratu. Sampai tidak ada yang berani menyentuhnya. Tapi hari ini, apa yang terjadi di depan mata mereka membuktikan bila Alyesa masih kalah d
"Ashera, apa yang kamu katakan? Apa kamu menuduh aku telah membunuhnya? Kamu juga menjadikan aku orang yang pantas disalahkan atas kematiannya?"Alesya tidak terima dan merasa Ashera sedang menuduh dan menyudutkan dirinya atas kematian ibu mereka. Meski Zanna meninggal saat dikurung olehnya, namun Alesya tetap merasa tidak membunuhnya."Apa aku mengatakan seperti itu?" tantang Ashera.Alesya memberi ekspresi mencibir. Secara tidak sadar, Aleysa telah menunjukkan kesombongan dan sifat aslinya yang selama ini ditutupi dari Arion."Meski tidak mengatakan secara langsung, tapi ucapanmu termasuk tuduhan," jawab Aleysa tetap tidak mau kalah.Ashera tertawa kecil menanggapi. Kedua tangan terlipat di depan dada. Tatapannya terus menghunus Aleysa, menilik ke dalam manik mata kakak perempuannya itu."Kamu seharusnya berterima kasih karena aku telah menguburkan wanita miskin itu dengan layak," sambung Aleysa.Aleysa merasa dirinya telah menjadi pahlawan karena telah memberi penghormatan terakhir
Arion: Jangan biarkan tumbuh akar di tubuhku karena menunggumu terlalu lama!Ashera: Belum selesai.Arion mengirim emot kesal.Ashera tertawa kecil melihat emot yang dikirm Arion padanya.Sejak hari di mana Ashera mendengar secara langsung apa yang dikatakan Arion pada Kafi di rumah sakit, hubungan mereka semakin dekat layaknya suami istri sungguhan. Keraguan Ashera tentang dirinya sebagai pengganti, tidak ada lagi dalam hatinya. Bukan hanya perkataan saja, Arion pun membuktikan dengan sikap dan cara memperlakukannya. Ashera dapat merasakan bila dia telah memiliki cinta Arion seutuhnya dan mengakui bila dia pun telah jatuh cinta."Ashera, fokuslah!" Fathan yang sejak tadi memperhatikan sedikit geram melihat Ashera lebih sering melihat ponsel dan tersenyum sendiri, daripada memperhatikan presentasi yang sedang dibacakan oleh klien mereka."Maaf." Ashera segera menyembunyikan ponselnya di bawah meja, di atas pangkuannya, tapi masih saja sesekali melirik dan jemarinya masih aktif memba
"Emmmm ...."Sudut bibir Arion tersenyum melihat wanita di samping tidurnya mengeliat dan berganti posisi. Senyumnya semakin lebar saat posisi itu menguntungkan baginya. Ashera yang tadi tidur membelakanginya sedangkan dia memeluknya, kini berputar haluan sehingga mereka saling berhadapan. Untungnya lagi, Ashera langsung merapatkan pelukan mencari kehangatan pada tubuhnya. Ashera menyembunyikan wajah dalam dada bidangnya.Karena tidak ingin mengganggu tidur nyenyak sang istri, Arion pun terdiam tanpa bergerak. Bahkan untuk bernapas pun rasanya sayang sekali. Dia takut pergerakan dada dan hembusan napasnya membangunkan Ashera.Arion telah berusaha tenang, tapi ada saja yang mengusik ketenangan mereka dan membuat Ashera kembali mengubah posisinya."Sial" makinya lirih saat dering ponselnya terdengar nyaring.Arion kesal karena lupa mematikan nada dering ponselnya saat hendak tidur semalam. Karena terlena oleh cinta dan cumbuan, dia pun turut terlelap bersama Ashera setelah ritual malam
"Kalau begitu, aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi," ucap Ashera.Ashera kembali bangkit sembari meraih jas dan tas kerja Arion yang diletakkan di samping duduknya."Tidak perlu!" Arion kembali menahan dengan menyentuh tangan Ashera. "Tetap di sini dan temani aku makan!" "Tapi-"Arion menyentuh kedua sisi pundak Ashera dan memintanya kembali duduk dengan santai di sampingnya.Ashera pun patuh. Meski sedikit canggung dan kaku, tapi dia tidak membantah perintah suami."Ini sudah sangat larut, aku takut bila harus makan sendirian," ucap Arion mencari alasan.Percaya?Tidak. Ashera tidak percaya dengan alasan yang diberikan Arion untuk menahannya. Kulit dahinya pun sedikit berkerut.Arion bukan tidak peka pada ekspresi wajah istrinya. Dia hanya berpura-pura tidak peka saja."Buka mulutmu!" Arion menyodorkan sesuap penuh ke arah mulut Ashera."Aku tau kamu juga belum makan," sambung Arion ketika Ashera tidak juga mau membuka mulutnya. Melainkan malah menatapnya lekat.Masih mena
"Apa Ashera belum kembali?""Belum."Arion merasa cemas dan khawatir ketika tiba di perusahaan tidak melihat Ashera di meja kerjanya. Nomornya juga tidak aktif. Menurut informasi yang dia dapat, istrinya itu pergi menemui temannya setelah terjadi pertengkaran dengan salah satu karyawannya di toilet umum."Bagaimana dengan Trixi?" Arion melihat Fathan."Sama, nomornya tidak dapat dihubungi."Berkali-kali Fathan menghubungi nomor Trixi, tapi sama dengan nomor Ashera. Nomornya tidak aktif, Fathan malah masuk ke dalam pesan suara untuk ditinggalkan.Arion bertambah cemas. Karena terburu-buru setelah mendapat telepon dari Kafi tentang kondisi Aleysa, dia melupakan Ashera. Padahal istrinya itu lebih membutuhkan dirinya di saat orang lain memandangnya sebelah mata."Bagaimana dengan wanita itu? Apa sudah memberinya hukuman?" "Sesuai dengan perintahmu. Aku sudah minta HRD untuk memecat dan memasukkan namanya dalam daftar hitam. Seumur hidup, tidak akan ada perusahaan yang berani menerimanya
"Tuan, Ashera sekarang sudah menjadi istri Anda. Dia pasti akan mengikuti semua yang Anda katakan. Tolong minta dia mendonorkan darahnya untuk Alesya, putriku!" mohon Kafi menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada.Arion terdiam. Wajah dinginnya tetap dingin dengan tatapan lekat. Ada gelombang dalam hati yang tidak bisa dipahami oleh siapa pun, termasuk Kafi.Terdengar helaan napas panjang sebelum akhirnya Arion memutar tubuh menghadap serong menghindari Kafi."Tuan, aku tau Anda sebenarnya mencintai Alesya dan aku yakin pasti tidak mau Alesya mati. Aku mohon, tolong bujuk Ashera mendonorkan darahnya untuk Alesya!" Kafi mengejar Arion.Arion kembali menatap dalam dan lekat wajah memelas Kafi. Ada rasa kasihan, iba dan miris melihat pria yang biasanya terlihat angkuh dan tegar, kini tampak lusuh, lesuh dan menyedihkan. Hanya saja ada perasaan marah dan geram yang tidak bisa diungkapkan, alias terpendam dalam hati. Arion menahannya.Sejak kedatangan Arion ke rumah sakit untuk meli
"Ashera, selamat ya. Kamu sudah berhasil merebut Arion dari saudaramu sendiri," ucap salah seorang wanita saat mereka bertemu di dalam kamar mandi umum perusahaan.Setelah menikah dengan Arion, ini kali pertamanya Ashera masuk kerja. Sejak semalam hal ini sudah mengganggu pikiran Ashera. Dia yakin dengan hal ini, di perusahaan pasti akan ada yang mencibir dan menganggapnya salah, telah merebut Arion dari Aleysa."Jaga bicaramu!" sahut Ashera tetap terlihat tenang dan terkesan tidak peduli."Memiliki wajah mirip dan lebih polos ternyata tidak menjamin menjadi orang baik," sindirnya lagi.Ashera menegakkan punggung dan mematikan kran air, lalu mengambil tisu dan mengeringkan tangan. Sorot matanya menatap lekat dan tajam wanita di samping yang memandangnya telah merebut Arion dari Aleysa dengan cara licik, menjatuhkan Aleysa lewat klarifikasinya."Sebaiknya tidak usah bicara kalau kamu tidak tau yang sebenarnya, daripada ucapanmu itu membawa petaka bagi dirimu sendiri!" Wanita itu malah
"Katamu tidak ada orang di rumah, lalu mereka?" Mata Ashera mengarah pada dua pria yang sedang berjaga di luar rumah.Arion pun turut mengarahkan pandangnya sesuai arah pandang Ashera. Tidak butuh waktu lama untuk mengerti dan paham apa yang dimaksud dan dikhawatirkan Ashera."Anggap saja mereka bukan orang!" tanggap Arion cuek bebek dan seenaknya sendiri.Mata Ashera membola mendengar perkataan Arion. Masalahnya bukan harus menganggap mereka apa? Melainkan dia merasa malu dan sangsi. Bisa saja mereka hanya berpura-pura tidak tau apa yang telah terjadi di ruang makan saat Arion mencumbu dan membawanya melayang.Ada rasa marah dan kesal dalam hatinya. Hanya saja dia tidak bisa menyalahkan Arion sepenuhnya. Dia pun menikmati, bahkan tidak menolak sama sekali saat Arion melakukan tugas dan kewajibannya sebagai suami dan sebaliknya. Hanya saja dia merasa malu bila membayangkan orang-orang itu tau apa yang mereka lakukan."Ashera!" Arion membangunkan Ashera dari lamunannya. "Masih memikir