Ashera tersenyum kecut.
"Kamu pikir aku akan melakukan hal itu? Kamu takut tunangan kesayanganmu itu memiliki nama buruk? Kamu takut dia stres terus menjadi gila karena dituduh membunuh aku setelah pengakuan ini?" seru Ashera dengan nada kesal dan semakin meninggi. "Itu khan yang kamu takutkan, Tuan Arion?"Arion menggepalkan tinju menahan kemarahan dalam hatinya. Jelas kata-kata Ashera mengena di hati dan menghantam sanubarinya. Semua yang dikatakan adik Aleysa itu memang benar. Dia tidak mau nama Aleysa jatuh dan buruk. Ya, dia melakukan itu semua untuk melindungi Aleysa.Tatapan keduanya kembali saling beradu, hanya saja keduanya memiliki sorot mata yang berbeda. Arion terlihat lebih dingin dan tenang, sedangkan Ashera memiliki sorot mata kemarahan dan penuh kebencian yang mendalam. Bahkan napasnya pun memburu tersengal dan panas seperti ingin menelan mentah-mentah Arion."Kamu menang saja, Tuan Arion! Kamu memiliki segalanya untuk melakukan semua itu padaku," sa"Dasar laki-laki aneh! Dia yang mememecat orang, kenapa aku yang dijadikan kambing hitam?" Ashera mempercepat langkahnya seiring dengan omelannya yang memiliki nada cepat pula. Meski penjaga itu mengatakan bila dia adalah wanita istimewa, tetap saja hal itu tidak berlaku untuk kemarahannya.Setelah mendengarkan ocehan penjaga yang terus menyalahkannya karena Arion memecat Ijah, Ashera segera pergi dari halaman belakang rumah. Kakinya terus melangkah menuju kamar Arion, dia ingin meminta penjelasan dan pertanggungjawaban Arion atas ocehan yang diterimanya hari ini.Dengan rasa kesal, Ashera mengetuk pintu kamar Arion beberapa kali. Tidak ada jawaban dan tidak ada tanda-tanda ada orang di dalam kamarnya. Kembali terdengar dengus kesal dengan helaan napas panjang."Awas saja kalau kamu datang!" ancam Ashera tanpa ada orangnya.Saking kesalnya, Ashera menghentakkan tangan pada handel pintu, tiba-tiba pintu kamar itu terbuka dan dia terkejut."Hah?!" Bibirnya membuka
"Dasar manusia aneh! Laki-laki tidak bermoral!" maki Ashera berjalan keluar meninggalkan kamar Arion.Kesal, marah, ingin memaki, namun tidak berdaya. Itulah yang dirasakan Ashera saat ini. Arion menekan dirinya dan mengatakan bila mulai hari ini dia adalah asistennya. Segala keperluan Arion, dia yang bertanggung jawab. Bahkan sampai menyiapkan pakaian, makan dan semuanya sampai hal yang terkecil dan pribadi pun, dia yang harus melakukannya.Bibir Ashera terus komat-kamit memaki dan menggerutu apa yang telah dilakukan Arion padanya."Ini namanya bukan asisten, tapi babu," gerutunya."Tidak baik wanita cantik sepertimu memasang wajah cemberut." Tiba-tiba Ashera dikejutkan dengan suara pria di hadapannya. Jelas saja hal ini membuat gerakan bibirnya langsung terhenti.Melihat siapa yang datang, bukan mengobati rasa kesalnya, dia malah semakin kesal. Ashera mengabaikan sapaan Fathan dan berlalu dari hadapan pria itu, lalu duduk dengan kasar di sofa. Matanya sini
"Pakai sendiri!" Ashera menyampirkan celemek pada bahu Arion.Sembari berputar, sembari menyambar alat masak dan sendok sayur dari tangan Arion. Dia mengambil alih apa yang akan dilakukan oleh Arion, sedangkan Arion sendiri terdiam. Pria itu mengambil celemek dan meletakkan pada lengannya dan membiarkan Ashera melakukan tugasnya.Arion menjauh dari Ashera ketika ponselnya berdering dan menjawab. Pria itu melakukan obrolan cukup lama dan Ashera melihatnya sekilas, lalu cuek melanjutkan pekerjaannya. Ketika menoleh lagi, Arion sudah tidak terlihat di tempatnya berdiri."Dasar manusia aneh!" gerutu Ashera.Dia merasa Arion adalah pria paling aneh dan tidak bisa dimengerti sepanjang dia mengenalnya. Sikapnya selalu berubah-ubah tidak bisa ditebak. Terkadang dingin, cuek dan datar, tapi terkadang juga perhatian dan sok patuh."Makanannya sudah matang," ucap Ashera saat melihat Arion baru keluar dari kamarnya dan berjalan, sembari menghidangkan masakan di atas mej
"Silakan menikmati harimu!" Fathan merentangkan kedua tangan saat mereka telah tiba di tempat tujuan. Sebuah pantai laut lepas terbentang di hadapan Ashera dan Fathan. Tidak terlalu ramai pantai itu, hanya beberapa orang saja yang ada di sana. Lebih tepatnya hanya beberapa pasang. Mungkin karena bukan hari libur, mungkin juga karena siang hari, mereka takut hitam.Ashera mengedarkan pandang ke laut lepas, lalu melihat Fathan. Dia tidak tau apa tujuan pria itu membawanya ke sana, ke tempat yang bisa dikatakan sepi. Katanya mau merefresh otaknya, tapi hanya ada pasir putih dan birunya air laut."Aku tidak suka pantai," ucap Ashera sembari berjalan kembali masuk ke dalam mobil.Fathan tercengang, lalu berjalan mengikutinya dan berdiri di samping pintu mobil di mana Ashera duduk."Kenapa?" tanyanya dengan tatapan ingin tau."Tidak suka saja. Apa harus ada alasan?" seru Ashera menunjukkan nada tidak senang."Harus! Setiap hal pasti ada alasan," desak Fathan.
"Huh ... dasar pelor!" Ashera menggerutu ketika kembali ke dalam mobil dan mendapati Fathan tidur. Dia kesal karena asisten Arion itu membawanya ke pantai, tapi malah dia sendiri berdiam di dalam mobil dan tidur. Hanya saja Ashera juga merasa senang dan beruntung karena dengan begitu, dia dapat menghubungi Trixi. Paling tidak ada kelegaan sendiri mendengar kabar Trixi baik-baik saja. Terakhir yang dia ingat, sahabatnya itu juga disekap untuk mengancamnya."Sudah kembali?" Fathan membuka mata saat Ashera duduk di sampingnya."Dari tadi," jawab Ashera sewot."Sorry, aku ketiduran," sesal Fathan sembari mengucek mata seolah-olah dia memang ketiduran. Padahal Fathan sama sekali tidak tidur. Kemanapun Ashera pergi, sebenarnya dia mengekor.Karena hari sudah sore, Fathan mengajak Ashera kembali dengan alasan agar mereka sudah sampai rumah sebelum Arion kembali. "Aku tidak mau Arion tau kalau kita pergi ke luar. Bisa-bisa kita dihukum," ucap Fathan sembari memutar
"Jangan makan terlalu banyak! Sisakan ruang dalam perutmu!" Ashera mengangkat kepala dan langsung melihat Arion. Matanya mengernyit heran dan bingung. Dia tidak mengerti apa yang dikatakan pria yang kini duduk bersandar punggung di depan mata dengan tatapan dingin padanya. Bahkan makanan dalam piringnya sama sekali belum dia sentuh."Aku belum memakannya," ucap Ashera juga cuek dan terkesan obrolan kosong.Arion menghela napas halus, lalu mencondongkan punggung ke arah Ashera dengan kedua tangan terlipat di atas meja. Tatapannya semakin lekat dan dekat."Makanlah sedikit saja untuk mengganjal perut!" lirihnya memerintah.Ashera semakin tidak mengerti. Kemarin-kemarin Arion memintanya untuk makan lebih banyak dan mengatakan badannya terlalu kurus. Dia takut Ashera tidak akan kuat bertahan saat dia membutuhkannya untuk menyiapkan pakaiannya. Bahkan bila ada angin bertiup, tubuhnya akan turut melayang seperti layang-layang. Sekarang pria itu memintanya makan sedi
"Kenapa berhenti?" Ashera heran melihat Arion meminta sopir menghentikan mobil yang mereka tumpangi di pinggir jalan arah masuk ke area pemakaman. "Aku harus memastikan Aleysa tidak ada di sana," jawab Arion dingin tanpa melihatnya."Kenapa? Apa kamu takut Aleysa cemburu melihat aku bersamamu? Atau kamu takut aku menyakiti kekasihmu itu?" Hati Ashera yang sejak Arion menyetujui permintaannya mengunjungi makam Zanna merasa senang dan tenang, tiba-tiba meradang. Terlebih saat mengingat Aleysa. Bukan cemburu atau sejenisnya, tapi dia marah karena Arion melindungi Aleysa dan mengira bila dia akan menyakiti Aleysa.Sorot mata Ashera tajam melekat menatap Arion. Ada kebencian membara dalam netranya. Kebencian itu muncul begitu saja setiap kali mengingat nama Aleysa.Arion pun terdiam menanggapinya. Pria itu melakukan hal yang sama, membalas tatapan tajam Ashera. Bahkan sorot matanya lebih misterius dan lebih tajam melekat dari sorot mata Ashera. Hanya saja itu berla
"Bagaimana?" tanya Arion dengan wajah cemas."Maaf, Tuan. Saya tidak dapat menemukannya," jawab sopir dengan wajah takut dan juga cemas. Karena bila dia tidak menemukan Ashera, tenta saja bukan hanya kecemasan Arion yang memuncak, namun kemarahannya pun akan membuncah juga."Apa dia kabur?" gumamnya, tiba-tiba melintas pikiran bila Ashera melarikan diri darinya.Arion segera menghubungi Fathan kembali. Tidak lama kemudian Fathan datang bersama beberapa orang pria berseragam serba hitam."Apa yang terjadi?" tanya Fathan dengan tergesa-gesa dan panik.Arion menatap Fathan dengan sorot mata tajam."Bukankah katamu tempat ini sudah steril?" Suara Arion tegas dan bulat."Benar. Mereka telah melakukannya," jawab Fathan.Dia merasa orang-orangnya telah melakukan apa yang diperintahkan Arion, mengosongkan makam itu dan memastikan tidak ada Alyesa atau orang-orang yang dicurigai sebagai mata-mata Aleysa di sana. Lagi pula Fathan juga sudah membicarakan hal in
"Hentikan, Aleysa!" teriak Arion sembari menangkis dan menahan tangan Aleysa ketika akan menampar wajah Ashera.Sejak tadi dia terdiam bukan karena tidak ingin menyelesaikan masalah ini. Arion hanya tidak ingin mencegah Ashera menumpahkan segala kemarahan, kekecewaan yang sejak lama dirasakan dan terkubur dalam hidupnya.Arion baru bertindak ketika Aleysa hendak menyakitinya. Mencelakai istrinya. Bukan hanya menahan tangan Aleysa saja, tapi Arion mendekap Ashera dalam pelukannya sebagai bentuk perlindungan."Arion, kamu-"Arion menghempaskan tangan Aleysa kasar dan menghujani dengan tatapan marah.Bukan hanya Aleysa yang terkejut, meski sebenarnya Arion pernah memperingatkan sebelumnya. Semua orang yang ada di sana memperhatikan mereka tidak kalah terkejutnya. Selama ini yang mereka tau, Arion sangat mencintai Aleysa, bahkan menjadikan wanita itu ratu. Sampai tidak ada yang berani menyentuhnya. Tapi hari ini, apa yang terjadi di depan mata mereka membuktikan bila Alyesa masih kalah d
"Ashera, apa yang kamu katakan? Apa kamu menuduh aku telah membunuhnya? Kamu juga menjadikan aku orang yang pantas disalahkan atas kematiannya?"Alesya tidak terima dan merasa Ashera sedang menuduh dan menyudutkan dirinya atas kematian ibu mereka. Meski Zanna meninggal saat dikurung olehnya, namun Alesya tetap merasa tidak membunuhnya."Apa aku mengatakan seperti itu?" tantang Ashera.Alesya memberi ekspresi mencibir. Secara tidak sadar, Aleysa telah menunjukkan kesombongan dan sifat aslinya yang selama ini ditutupi dari Arion."Meski tidak mengatakan secara langsung, tapi ucapanmu termasuk tuduhan," jawab Aleysa tetap tidak mau kalah.Ashera tertawa kecil menanggapi. Kedua tangan terlipat di depan dada. Tatapannya terus menghunus Aleysa, menilik ke dalam manik mata kakak perempuannya itu."Kamu seharusnya berterima kasih karena aku telah menguburkan wanita miskin itu dengan layak," sambung Aleysa.Aleysa merasa dirinya telah menjadi pahlawan karena telah memberi penghormatan terakhir
Arion: Jangan biarkan tumbuh akar di tubuhku karena menunggumu terlalu lama!Ashera: Belum selesai.Arion mengirim emot kesal.Ashera tertawa kecil melihat emot yang dikirm Arion padanya.Sejak hari di mana Ashera mendengar secara langsung apa yang dikatakan Arion pada Kafi di rumah sakit, hubungan mereka semakin dekat layaknya suami istri sungguhan. Keraguan Ashera tentang dirinya sebagai pengganti, tidak ada lagi dalam hatinya. Bukan hanya perkataan saja, Arion pun membuktikan dengan sikap dan cara memperlakukannya. Ashera dapat merasakan bila dia telah memiliki cinta Arion seutuhnya dan mengakui bila dia pun telah jatuh cinta."Ashera, fokuslah!" Fathan yang sejak tadi memperhatikan sedikit geram melihat Ashera lebih sering melihat ponsel dan tersenyum sendiri, daripada memperhatikan presentasi yang sedang dibacakan oleh klien mereka."Maaf." Ashera segera menyembunyikan ponselnya di bawah meja, di atas pangkuannya, tapi masih saja sesekali melirik dan jemarinya masih aktif memba
"Emmmm ...."Sudut bibir Arion tersenyum melihat wanita di samping tidurnya mengeliat dan berganti posisi. Senyumnya semakin lebar saat posisi itu menguntungkan baginya. Ashera yang tadi tidur membelakanginya sedangkan dia memeluknya, kini berputar haluan sehingga mereka saling berhadapan. Untungnya lagi, Ashera langsung merapatkan pelukan mencari kehangatan pada tubuhnya. Ashera menyembunyikan wajah dalam dada bidangnya.Karena tidak ingin mengganggu tidur nyenyak sang istri, Arion pun terdiam tanpa bergerak. Bahkan untuk bernapas pun rasanya sayang sekali. Dia takut pergerakan dada dan hembusan napasnya membangunkan Ashera.Arion telah berusaha tenang, tapi ada saja yang mengusik ketenangan mereka dan membuat Ashera kembali mengubah posisinya."Sial" makinya lirih saat dering ponselnya terdengar nyaring.Arion kesal karena lupa mematikan nada dering ponselnya saat hendak tidur semalam. Karena terlena oleh cinta dan cumbuan, dia pun turut terlelap bersama Ashera setelah ritual malam
"Kalau begitu, aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi," ucap Ashera.Ashera kembali bangkit sembari meraih jas dan tas kerja Arion yang diletakkan di samping duduknya."Tidak perlu!" Arion kembali menahan dengan menyentuh tangan Ashera. "Tetap di sini dan temani aku makan!" "Tapi-"Arion menyentuh kedua sisi pundak Ashera dan memintanya kembali duduk dengan santai di sampingnya.Ashera pun patuh. Meski sedikit canggung dan kaku, tapi dia tidak membantah perintah suami."Ini sudah sangat larut, aku takut bila harus makan sendirian," ucap Arion mencari alasan.Percaya?Tidak. Ashera tidak percaya dengan alasan yang diberikan Arion untuk menahannya. Kulit dahinya pun sedikit berkerut.Arion bukan tidak peka pada ekspresi wajah istrinya. Dia hanya berpura-pura tidak peka saja."Buka mulutmu!" Arion menyodorkan sesuap penuh ke arah mulut Ashera."Aku tau kamu juga belum makan," sambung Arion ketika Ashera tidak juga mau membuka mulutnya. Melainkan malah menatapnya lekat.Masih mena
"Apa Ashera belum kembali?""Belum."Arion merasa cemas dan khawatir ketika tiba di perusahaan tidak melihat Ashera di meja kerjanya. Nomornya juga tidak aktif. Menurut informasi yang dia dapat, istrinya itu pergi menemui temannya setelah terjadi pertengkaran dengan salah satu karyawannya di toilet umum."Bagaimana dengan Trixi?" Arion melihat Fathan."Sama, nomornya tidak dapat dihubungi."Berkali-kali Fathan menghubungi nomor Trixi, tapi sama dengan nomor Ashera. Nomornya tidak aktif, Fathan malah masuk ke dalam pesan suara untuk ditinggalkan.Arion bertambah cemas. Karena terburu-buru setelah mendapat telepon dari Kafi tentang kondisi Aleysa, dia melupakan Ashera. Padahal istrinya itu lebih membutuhkan dirinya di saat orang lain memandangnya sebelah mata."Bagaimana dengan wanita itu? Apa sudah memberinya hukuman?" "Sesuai dengan perintahmu. Aku sudah minta HRD untuk memecat dan memasukkan namanya dalam daftar hitam. Seumur hidup, tidak akan ada perusahaan yang berani menerimanya
"Tuan, Ashera sekarang sudah menjadi istri Anda. Dia pasti akan mengikuti semua yang Anda katakan. Tolong minta dia mendonorkan darahnya untuk Alesya, putriku!" mohon Kafi menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada.Arion terdiam. Wajah dinginnya tetap dingin dengan tatapan lekat. Ada gelombang dalam hati yang tidak bisa dipahami oleh siapa pun, termasuk Kafi.Terdengar helaan napas panjang sebelum akhirnya Arion memutar tubuh menghadap serong menghindari Kafi."Tuan, aku tau Anda sebenarnya mencintai Alesya dan aku yakin pasti tidak mau Alesya mati. Aku mohon, tolong bujuk Ashera mendonorkan darahnya untuk Alesya!" Kafi mengejar Arion.Arion kembali menatap dalam dan lekat wajah memelas Kafi. Ada rasa kasihan, iba dan miris melihat pria yang biasanya terlihat angkuh dan tegar, kini tampak lusuh, lesuh dan menyedihkan. Hanya saja ada perasaan marah dan geram yang tidak bisa diungkapkan, alias terpendam dalam hati. Arion menahannya.Sejak kedatangan Arion ke rumah sakit untuk meli
"Ashera, selamat ya. Kamu sudah berhasil merebut Arion dari saudaramu sendiri," ucap salah seorang wanita saat mereka bertemu di dalam kamar mandi umum perusahaan.Setelah menikah dengan Arion, ini kali pertamanya Ashera masuk kerja. Sejak semalam hal ini sudah mengganggu pikiran Ashera. Dia yakin dengan hal ini, di perusahaan pasti akan ada yang mencibir dan menganggapnya salah, telah merebut Arion dari Aleysa."Jaga bicaramu!" sahut Ashera tetap terlihat tenang dan terkesan tidak peduli."Memiliki wajah mirip dan lebih polos ternyata tidak menjamin menjadi orang baik," sindirnya lagi.Ashera menegakkan punggung dan mematikan kran air, lalu mengambil tisu dan mengeringkan tangan. Sorot matanya menatap lekat dan tajam wanita di samping yang memandangnya telah merebut Arion dari Aleysa dengan cara licik, menjatuhkan Aleysa lewat klarifikasinya."Sebaiknya tidak usah bicara kalau kamu tidak tau yang sebenarnya, daripada ucapanmu itu membawa petaka bagi dirimu sendiri!" Wanita itu malah
"Katamu tidak ada orang di rumah, lalu mereka?" Mata Ashera mengarah pada dua pria yang sedang berjaga di luar rumah.Arion pun turut mengarahkan pandangnya sesuai arah pandang Ashera. Tidak butuh waktu lama untuk mengerti dan paham apa yang dimaksud dan dikhawatirkan Ashera."Anggap saja mereka bukan orang!" tanggap Arion cuek bebek dan seenaknya sendiri.Mata Ashera membola mendengar perkataan Arion. Masalahnya bukan harus menganggap mereka apa? Melainkan dia merasa malu dan sangsi. Bisa saja mereka hanya berpura-pura tidak tau apa yang telah terjadi di ruang makan saat Arion mencumbu dan membawanya melayang.Ada rasa marah dan kesal dalam hatinya. Hanya saja dia tidak bisa menyalahkan Arion sepenuhnya. Dia pun menikmati, bahkan tidak menolak sama sekali saat Arion melakukan tugas dan kewajibannya sebagai suami dan sebaliknya. Hanya saja dia merasa malu bila membayangkan orang-orang itu tau apa yang mereka lakukan."Ashera!" Arion membangunkan Ashera dari lamunannya. "Masih memikir