"Aku antar kamu pulang, sekalian aku ingin bertemu orang tuamu," ucap Arion setelah mereka kembali ke Indonesia.
Wajah Ashera langsung menoleh ke arah Arion dan menatapnya dengan tatapan kaget. Tidak mungkin dia akan membawa Arion pulang ke rumah Kafi dan Aleysa. Identitasnya akan terbongkar dan mendapatkan masalah besar."Emmm ... Arion, aku-""Sebentar."Arion mengangkat tangan meminta Ashera menghentikan ucapannya karena ponselnya berdering dan dia harus menjawab panggilan masuk dari asistennya.Ashera sedikit bernapas lega, namun tetap saja tidak merasa tenang. Mungkin untuk sesaat dia bisa bernapas, tetapi tetap saja Arion akan mengantarnya pulang. Itu artinya dia harus mencari cara agar tunangan Aleysa itu tidak memaksanya. Dia harus bisa membuat Arion tidak masuk ke dalam rumah Aleysa, meski Arion mengantarnya pulang. Cukup di depan pintu gerbang saja seperti biasanya.Ashera kembali merasa tegang dan gelisah ketika mendengar Arion mengakhiri obrolan"Apa kamu tidak bisa meninggalkan kebiasaan burukmu itu? Sebentar lagi kamu akan menikah. Bagaimana kalau Arion tau?" Meski bertanya, namun nada suaranya tinggi dipenuhi rasa kecewa dan marah yang ditahan.Kafi menyugar dan menarik rambutnya sendiri karena merasa panik dan marah pada putri kesayangannya. Kepalanya terasa sakit dan panas dipenuhi dengan kekacauan yang telah dilakukan oleh Aleysa. Pria setengah baya itu tidak bisa duduk dengan tenang. Sejak kedatangan Aleysa, dia langsung marah dan berdiri dengan tegang. Sedangkan Alyesa duduk bersama dengan Lydia.Lydia pun tidak bisa berkata-kata. Biasanya dia akan membela apapun yang dilakukan Aleysa karena memang kedua wanita itu tampak kompak, tapi kali ini dia hanya diam sembari memijit pelipisnya. Lydia merasakan sakit kepala setiap kali mendengar ocehan dan omelan Kafi pada Aleysa. "Pa, aku tidak tau kalau ada yang merekamnya," kelit Aleysa membela diri.Kafi memutar tubuh dengan cepat menghadap Aleysa.Dengan
"Lalu, apa yang harus aku lakukan, Pa, Ma?" Aleysa mulai cemas, membagi bola mata pada Kafi dan Lydia meminta bantuan dan pendapat."Kenapa sebelum kamu melakukan kesalahan tidak kamu pikirkan dulu, Aleysa? Otakmu sama sekali tidak cerdas!" keluh Kafi kembali kesal pada Aleysa."Kamu terlalu sembrono, Aleysa." Lydia setuju dengan perkataan Kafi."Mana aku tau akan jadi seperti ini." Lagi-lagi Aleysa berkeli ketika semua menyalahkannya."Karena kamu tidak pernah berpikir sebelum melakukan, Aleysa!" bentak Kafi kembali tersulut emosi."Sudah cukup!" teriak Lydia menengahi sembari mengangkat kedua tangan di sisi kepala. "Tidak ada gunanya lagi menyalahkan. Yang harus kita pikirkan, bagaimana caranya menyelesaikan masalah ini agar pernikahan Aleysa dan Arion tetap berlangsung," sambungnya kembali memberi tatapan tajam pada Kafi dan Aleysa.Untuk sesaat semua terdiam dengan kepala terisi penuh dan berjubal kekacauan. Bayang-bayang kehancuran sudah berada di depan
"Kamu gila, Aleysa! Kamu pikir anak itu mau melakukannya setelah apa yang kita lakukan padanya?"Kafi merasa ide Aleysa terlalu konyol dan tidak akan mungkin terjadi. Mengingat apa yang telah mereka lakukan pada Ashera sebelumnya, dengan mereka tidak menepati janji membayar uang yang telah dijanjikan saat mereka memaksa menggantikan Aleysa tidur bersama Arion. Ashera tidak mungkin mau melakukan untuk mereka lagi."Papamu benar, Aleysa. Gadis kampungan itu pasti tidak akan mau," timpal Lydia setuju dengan perkataan Kafi.Aleysa malah tersenyum mendengar penolakan dan keraguan mereka."Tapi kali ini aku yakin dia pasti mau," lirihnya penuh keyakinan dan percaya diri. Bahkan bibirnya menyunggingkan senyum kemenangan yang licik.Kafi dan Lydia saling bertukar pandang setelah melihat Aleysa merasa yakin dengan apa yang diusulkannya."Dia tidak mungkin membiarkan wanita tua itu mati," ucap Alyesa lagi dan masih dengan senyum licik."Maksudmu, kamu akan mengguna
"Ashera, siapa?" Trixi merasa khawatir melihat Ashera terdiam setelah melihat siapa yang menghubunginya. Bukan hanya terdiam saja, namun wajah Ashera menunjukkan rasa takut dan keraguan seolah ada masalah besar yang akan menimpanya."Ashera." Kembali Trixi memanggilnya karena tatapan Ashera padanya tidak berkedip sama sekali dan malah terlihat shock.Tidak sabar melihat Ashera tidak segera menjawab pertanyaannya dan juga menjawab panggilan teleponnya, Trixi merebut benda pipih dari tangan Ashera yang masih terus berdering."Aleysa?" Bibir Trixi bergumam membaca nama yang muncul dalam layar ponsel Ashera.Mata Trixi langsung melihat Ashera dengan tatapan yang tidak jauh berbeda dengan ekspresi Ashera. Hanya saja tatapan Trixi lebih pada bertanya kenapa Aleysa menghubunginya?"Shera, jangan-jangan Aleysa yang membawa ibumu ke luar dari rumah sakit," tebak Trixi, kini merasa yakin kalau Aleysa yang membawa Zanna ke luar dari rumah sakit dengan paksa."Aku
"Ashera?" Trixi tidak mengerti kenapa Ashera malah membentaknya dan memintanya diam.Ashera tidak mempedulikan apa yang saat ini dipikirkan oleh Trixi. Menjelaskan pun rasanya tidak akan memiliki banyak waktu. Dia merasa Aleysa dan Kafi mengundangnya datang ada tujuan besar dan pasti berhubungan dengan ibunya."Katakan! Apa yang sebenarnya kalian inginkan dan apa yang harus aku lakukan?" Suara Ashera terdengar tegas.Aleysa dan Kafi tertawa melihat ketegasan Ashera. Dari awal mereka sudah yakin bila Ashera pasti akan datang dan tidak akan bisa menolak bila semuanya berhubungan dengan ibunya. Aleysa bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati Ashera sembari membawa ponselnya."Lihat ini baik-baik!" Aleysa memberikan ponselnya pada Asheera dan menunjukkan rekaman video dirinya yang sedang melakukan pembullyan.Ashera dengan ragu mengambil alih ponsel itu dengan mata menatap Aleysa lekat. Dia merasakan firasat buruk yang bakal terjadi padanya. Karena setiap kali be
"Ashera, kamu yakin akan melakukan ini semua?" Trixi merasa tersakiti dan kasihan melihat Ashera.Dia tidak tega melihat sahabatnya seperti ini. Harus mengakui kesalahan yang tidak pernah dia lakukan, apalagi mengakui secara terbuka dan pasti akan dilihat semua orang. Bukan hanya masa depannya yang akan terancam dan kelam, tapi semua orang pasti akan mengecamnya. Meski Kafi menjanjikan pembebasan dan menjamin tidak akan ada penahanan oleh pihak kepolisian, tetap saja hidup Ashera terancam."Tidak ada cara lain, Trixi," ucapnya sedih dan pasrah.Demi menyelamatkan nyawa ibunya dan mendapatkannya kembali, dia rela melakukan apa saja yang diminta oleh Aleysa, termasuk mengakui perbuatan yang tidak pernah dia lakukan sama sekali. Jangankan melakukan pembullyan dan penganiayaan pada manusia, membunuh semut saja Ashera tidak tega.Melihat kondisi ibunya yang mengenaskan dalam rekaman video yang ditunjukkan Aleysa padanya, membuat hatinya semakin hancur. Hidupnya sudah han
"Kalian menipu aku?" desis Ashera menyadari bila dia telah ditipu oleh Kafi dan Aleysa.Alesya dan Kafi tersenyum licik mendengar perkataan Ashera. Segera Aleysa menggerakkan tangan memberi kode pada orang-orangnya untuk mengusir para awak media setelah melihat Arion tidak ada lagi di tempatnya berdiri. Dia yakin Arion sudah pergi setelah mendengar pengakuan Ashera karena tunangannya itu mengatakan tidak ada waktu untuk datang, tapi karena Aleysa memaksa datang, maka Arion hanya datang sebentar dan segera pergi."Kami tidak menipumu, Ashera. Kamu saja yang terlalu bodoh!" ucap Aleysa setelah hanya tinggal mereka bertiga saja dengan dua pria yang mengaku sebagai polisi.Ashera geram dan benar-benar marah. Kemarahan yang sejak tadi ditekan dalam-dalam demi ibunya, kini sudah tidak bisa ditahan lagi. "Aku bersumpah, aku akan membalas semua perbuatan kalian setelah aku keluar dari penjara," ucap Ashera.Matanya tajam menembus Aleysa dan Kafi secara bergantian. Bara
"Pergi jauh dari hadapanku! Kedepannya bila aku melihat wajah kalian, maka aku akan benar-benar membunuh kalian.""Tidak, tidak lagi. Kami akan pergi jauh dari kota ini," ucap salah satu dari dua pria itu dengan suara gemetar.Dua pria itu bersujud di kakinya dengan wajah penuh lebam dan luka. Bahkan darah segar terlihat membekas dari bibir mereka yang pecah karena tinjuan tangan yang kuat. Bukan hanya wajah saja yang penuh dengan luka dan lebab bekas tinjuan, tapi tubuh mereka yang setengah tidak berpakaian pun penuh dengan bilur-bilur merah."Cepat pergi!" bentaknya lagi dengan suara lebih menggelegar dan menakutkan. Auranya lebih mencekam dari malam yang gelap tak berbintang."Iya, iya, kami pergi," sahutnya gugup dan lagi-lagi suaranya penuh dengan rasa ketakutan dan tercekat.Dua pria itu lari tunggang langgang dengan kedua tangan menutupi bagian tubuhnya yang hanya tertutup kain segitiga, sedangkan baju dan celana mereka ditinggal begitu saja saking takutny
"Hentikan, Aleysa!" teriak Arion sembari menangkis dan menahan tangan Aleysa ketika akan menampar wajah Ashera.Sejak tadi dia terdiam bukan karena tidak ingin menyelesaikan masalah ini. Arion hanya tidak ingin mencegah Ashera menumpahkan segala kemarahan, kekecewaan yang sejak lama dirasakan dan terkubur dalam hidupnya.Arion baru bertindak ketika Aleysa hendak menyakitinya. Mencelakai istrinya. Bukan hanya menahan tangan Aleysa saja, tapi Arion mendekap Ashera dalam pelukannya sebagai bentuk perlindungan."Arion, kamu-"Arion menghempaskan tangan Aleysa kasar dan menghujani dengan tatapan marah.Bukan hanya Aleysa yang terkejut, meski sebenarnya Arion pernah memperingatkan sebelumnya. Semua orang yang ada di sana memperhatikan mereka tidak kalah terkejutnya. Selama ini yang mereka tau, Arion sangat mencintai Aleysa, bahkan menjadikan wanita itu ratu. Sampai tidak ada yang berani menyentuhnya. Tapi hari ini, apa yang terjadi di depan mata mereka membuktikan bila Alyesa masih kalah d
"Ashera, apa yang kamu katakan? Apa kamu menuduh aku telah membunuhnya? Kamu juga menjadikan aku orang yang pantas disalahkan atas kematiannya?"Alesya tidak terima dan merasa Ashera sedang menuduh dan menyudutkan dirinya atas kematian ibu mereka. Meski Zanna meninggal saat dikurung olehnya, namun Alesya tetap merasa tidak membunuhnya."Apa aku mengatakan seperti itu?" tantang Ashera.Alesya memberi ekspresi mencibir. Secara tidak sadar, Aleysa telah menunjukkan kesombongan dan sifat aslinya yang selama ini ditutupi dari Arion."Meski tidak mengatakan secara langsung, tapi ucapanmu termasuk tuduhan," jawab Aleysa tetap tidak mau kalah.Ashera tertawa kecil menanggapi. Kedua tangan terlipat di depan dada. Tatapannya terus menghunus Aleysa, menilik ke dalam manik mata kakak perempuannya itu."Kamu seharusnya berterima kasih karena aku telah menguburkan wanita miskin itu dengan layak," sambung Aleysa.Aleysa merasa dirinya telah menjadi pahlawan karena telah memberi penghormatan terakhir
Arion: Jangan biarkan tumbuh akar di tubuhku karena menunggumu terlalu lama!Ashera: Belum selesai.Arion mengirim emot kesal.Ashera tertawa kecil melihat emot yang dikirm Arion padanya.Sejak hari di mana Ashera mendengar secara langsung apa yang dikatakan Arion pada Kafi di rumah sakit, hubungan mereka semakin dekat layaknya suami istri sungguhan. Keraguan Ashera tentang dirinya sebagai pengganti, tidak ada lagi dalam hatinya. Bukan hanya perkataan saja, Arion pun membuktikan dengan sikap dan cara memperlakukannya. Ashera dapat merasakan bila dia telah memiliki cinta Arion seutuhnya dan mengakui bila dia pun telah jatuh cinta."Ashera, fokuslah!" Fathan yang sejak tadi memperhatikan sedikit geram melihat Ashera lebih sering melihat ponsel dan tersenyum sendiri, daripada memperhatikan presentasi yang sedang dibacakan oleh klien mereka."Maaf." Ashera segera menyembunyikan ponselnya di bawah meja, di atas pangkuannya, tapi masih saja sesekali melirik dan jemarinya masih aktif memba
"Emmmm ...."Sudut bibir Arion tersenyum melihat wanita di samping tidurnya mengeliat dan berganti posisi. Senyumnya semakin lebar saat posisi itu menguntungkan baginya. Ashera yang tadi tidur membelakanginya sedangkan dia memeluknya, kini berputar haluan sehingga mereka saling berhadapan. Untungnya lagi, Ashera langsung merapatkan pelukan mencari kehangatan pada tubuhnya. Ashera menyembunyikan wajah dalam dada bidangnya.Karena tidak ingin mengganggu tidur nyenyak sang istri, Arion pun terdiam tanpa bergerak. Bahkan untuk bernapas pun rasanya sayang sekali. Dia takut pergerakan dada dan hembusan napasnya membangunkan Ashera.Arion telah berusaha tenang, tapi ada saja yang mengusik ketenangan mereka dan membuat Ashera kembali mengubah posisinya."Sial" makinya lirih saat dering ponselnya terdengar nyaring.Arion kesal karena lupa mematikan nada dering ponselnya saat hendak tidur semalam. Karena terlena oleh cinta dan cumbuan, dia pun turut terlelap bersama Ashera setelah ritual malam
"Kalau begitu, aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi," ucap Ashera.Ashera kembali bangkit sembari meraih jas dan tas kerja Arion yang diletakkan di samping duduknya."Tidak perlu!" Arion kembali menahan dengan menyentuh tangan Ashera. "Tetap di sini dan temani aku makan!" "Tapi-"Arion menyentuh kedua sisi pundak Ashera dan memintanya kembali duduk dengan santai di sampingnya.Ashera pun patuh. Meski sedikit canggung dan kaku, tapi dia tidak membantah perintah suami."Ini sudah sangat larut, aku takut bila harus makan sendirian," ucap Arion mencari alasan.Percaya?Tidak. Ashera tidak percaya dengan alasan yang diberikan Arion untuk menahannya. Kulit dahinya pun sedikit berkerut.Arion bukan tidak peka pada ekspresi wajah istrinya. Dia hanya berpura-pura tidak peka saja."Buka mulutmu!" Arion menyodorkan sesuap penuh ke arah mulut Ashera."Aku tau kamu juga belum makan," sambung Arion ketika Ashera tidak juga mau membuka mulutnya. Melainkan malah menatapnya lekat.Masih mena
"Apa Ashera belum kembali?""Belum."Arion merasa cemas dan khawatir ketika tiba di perusahaan tidak melihat Ashera di meja kerjanya. Nomornya juga tidak aktif. Menurut informasi yang dia dapat, istrinya itu pergi menemui temannya setelah terjadi pertengkaran dengan salah satu karyawannya di toilet umum."Bagaimana dengan Trixi?" Arion melihat Fathan."Sama, nomornya tidak dapat dihubungi."Berkali-kali Fathan menghubungi nomor Trixi, tapi sama dengan nomor Ashera. Nomornya tidak aktif, Fathan malah masuk ke dalam pesan suara untuk ditinggalkan.Arion bertambah cemas. Karena terburu-buru setelah mendapat telepon dari Kafi tentang kondisi Aleysa, dia melupakan Ashera. Padahal istrinya itu lebih membutuhkan dirinya di saat orang lain memandangnya sebelah mata."Bagaimana dengan wanita itu? Apa sudah memberinya hukuman?" "Sesuai dengan perintahmu. Aku sudah minta HRD untuk memecat dan memasukkan namanya dalam daftar hitam. Seumur hidup, tidak akan ada perusahaan yang berani menerimanya
"Tuan, Ashera sekarang sudah menjadi istri Anda. Dia pasti akan mengikuti semua yang Anda katakan. Tolong minta dia mendonorkan darahnya untuk Alesya, putriku!" mohon Kafi menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada.Arion terdiam. Wajah dinginnya tetap dingin dengan tatapan lekat. Ada gelombang dalam hati yang tidak bisa dipahami oleh siapa pun, termasuk Kafi.Terdengar helaan napas panjang sebelum akhirnya Arion memutar tubuh menghadap serong menghindari Kafi."Tuan, aku tau Anda sebenarnya mencintai Alesya dan aku yakin pasti tidak mau Alesya mati. Aku mohon, tolong bujuk Ashera mendonorkan darahnya untuk Alesya!" Kafi mengejar Arion.Arion kembali menatap dalam dan lekat wajah memelas Kafi. Ada rasa kasihan, iba dan miris melihat pria yang biasanya terlihat angkuh dan tegar, kini tampak lusuh, lesuh dan menyedihkan. Hanya saja ada perasaan marah dan geram yang tidak bisa diungkapkan, alias terpendam dalam hati. Arion menahannya.Sejak kedatangan Arion ke rumah sakit untuk meli
"Ashera, selamat ya. Kamu sudah berhasil merebut Arion dari saudaramu sendiri," ucap salah seorang wanita saat mereka bertemu di dalam kamar mandi umum perusahaan.Setelah menikah dengan Arion, ini kali pertamanya Ashera masuk kerja. Sejak semalam hal ini sudah mengganggu pikiran Ashera. Dia yakin dengan hal ini, di perusahaan pasti akan ada yang mencibir dan menganggapnya salah, telah merebut Arion dari Aleysa."Jaga bicaramu!" sahut Ashera tetap terlihat tenang dan terkesan tidak peduli."Memiliki wajah mirip dan lebih polos ternyata tidak menjamin menjadi orang baik," sindirnya lagi.Ashera menegakkan punggung dan mematikan kran air, lalu mengambil tisu dan mengeringkan tangan. Sorot matanya menatap lekat dan tajam wanita di samping yang memandangnya telah merebut Arion dari Aleysa dengan cara licik, menjatuhkan Aleysa lewat klarifikasinya."Sebaiknya tidak usah bicara kalau kamu tidak tau yang sebenarnya, daripada ucapanmu itu membawa petaka bagi dirimu sendiri!" Wanita itu malah
"Katamu tidak ada orang di rumah, lalu mereka?" Mata Ashera mengarah pada dua pria yang sedang berjaga di luar rumah.Arion pun turut mengarahkan pandangnya sesuai arah pandang Ashera. Tidak butuh waktu lama untuk mengerti dan paham apa yang dimaksud dan dikhawatirkan Ashera."Anggap saja mereka bukan orang!" tanggap Arion cuek bebek dan seenaknya sendiri.Mata Ashera membola mendengar perkataan Arion. Masalahnya bukan harus menganggap mereka apa? Melainkan dia merasa malu dan sangsi. Bisa saja mereka hanya berpura-pura tidak tau apa yang telah terjadi di ruang makan saat Arion mencumbu dan membawanya melayang.Ada rasa marah dan kesal dalam hatinya. Hanya saja dia tidak bisa menyalahkan Arion sepenuhnya. Dia pun menikmati, bahkan tidak menolak sama sekali saat Arion melakukan tugas dan kewajibannya sebagai suami dan sebaliknya. Hanya saja dia merasa malu bila membayangkan orang-orang itu tau apa yang mereka lakukan."Ashera!" Arion membangunkan Ashera dari lamunannya. "Masih memikir