"Kalian tidak mungkin punya hubungankan?" tanya teman-teman Rani penuh selidik. "Yang benar saja Ran, kamu putus dari Pak Kevin yang pangkatnya lebih tinggi dan sekarang berpaling sama staf rendahan kayak ini, kamu masih waras kan Maharani?" sambung yang lainnya dan terus merendahkan Dika. "Ran, mending sama aku aja. Ya meskipun pangkatku gak setinggi Pak Kevin tapi setidaknya gak serendah dia juga," cibir yang lainnya lagi. Mendengar semua hinaan dan cibiran yang tertuju padanya, Dika hanya menanggapinya dengan senyuman saja. Rupanya banyak orang yang hanya menghargai seseorang dari statusnya saja. Lewat penyamaran ini Dika mengetahui wajah-wajah palsu dari semua karyawannya. "Memang sehebat apa kalian sampai merendahkan Mas Dika seperti ini? Jabatan kalian pun juga gak setara Pak Kevin," ucap Rani, membela suaminya.Prok ProkProk"Wah hebat, ternyata kamu masih mengagumiku Maharani," sahut Kevin yang tiba-tiba datang dengan bertepuk tangan. Di sebelahnya, Ariella berdiri denga
Waktu terus berputar, siang berganti malam. Sepulang dari kantor, seperti biasa Rani akan merapikan rumah dan menyiapkan makanan. Sebenarnya gadis itu sudah muak tinggal bersama keluarganya, terlebih Retta ibu tirinya yang tidak pernah menyayanginya. Saat ini, Rani tengah menanak nasi dan menyiapkan berbagai makanan. Katanya, Ariella dan Kevin akan datang menginap malam ini. Retta memintanya untuk menyiapkan banyak hidangan."Huh kenapa harus aku yang repot sih setiap mereka mau datang," gerutu Rani."Mas Dika kemana lagi?" Rani tidak melihat keberadaan Dika sejak mereka pulang dari kantor sore tadi. Dika mengatakan akan keluar sebentar karena ada urusan. Namun, sudah lebih dari satu jam laki-laki itu belum juga kembali. "Rani, mana makanannya? Sudah sejam kamu masak tapi belum satupun tersaji di meja," ujar Retta, tiba-tiba muncul dan menghakimi Rani. "Ini juga lagi masak Ma," jawab Rani ketus. "Kamu ngomong sama orang tua ketus begitu, gak sopan Rani!" seru Retta kesal. "Dari
Duduk berdua di dapur selayaknya pengantin baru yang menghabiskan waktu hanya berdua saja. Dika membawa sepiring nasi beserta lauk pauknya. Rani menunduk lesu, wanita itu merasa bersalah pada Dika yang tidak pernah diperlakukan baik di rumahnya. Meskipun laki-laki itu hanyalah menjadi suami sesaatnya, tetapi Rani paham harus bagaimana melayani Dika seperti istri pada umumnya. "Kamu kenapa Ran?" tanya Dika begitu lembut. Rani mengangkat wajahnya, menatap manik coklat milik Dika yang terlihat indah. Jika dipikir-pikir Dika adalah tipe laki-laki yang sangat tampan. Tubuh atletis yang sempurna, mata yang berpijar indah, bibir tebal berwarna merah alami, kulit putih bersih dan rambut lurus hitam sempurna."Mas, maafin aku ya," ucap Rani lirih. "Maaf kenapa?" tanya Dika bingung. "Selama Mas tinggal disini belum pernah merasakan kenyamanan. Keluargaku ya seperti ini, tidak pernah ada kehangatan. Dan aku, si anak tiri yang seperti bawang putih," ujar Rani. Dika tersenyum memandang wajah
"Bicara omong kosong, aku tidak akan bercerai dari Mas Dika," ujar Rani dengan berani. "Rani Rani, aku tahu kamu masih mencintaiku. Aku juga tahu kalau kalian hanya bersandiwara saja, kamu membayar Dika untuk menjadi suamimu kan?" kata Kevin menebak. "Sandiwara atau tidak itu bukan urusan kamu. Kita sudah selesai, jadi jangan ganggu aku lagi!" Rani memperingati Kevin. Hatinya teramat benci pada laki-laki yang kini menjadi mantannya itu. Rani kembali melangkah pergi sebelum ada yang melihatnya bersama Kevin. Jika tidak, akan ada masalah baru yang membuatnya cepat emosi. Sementara Kevin menatap kepergian Rani. Sampai detik ini Kevin masih mengagumi kecantikan Rani. Kevin masih berharap bisa memiliki Rani dan Ariella bersamaan. Sungguh laki-laki yang serakah. "Aku pastikan kamu akan kembali padaku Maharani," ucap Kevin sambil menyeringai. *******Rani menggeliatkan tubuhnya, merubah posisinya dari terlentang menjadi miring menghadap jendela. Rani langsung membuka matanya lebar-leba
Seorang wanita bergaun pengantin putih berjalan dengan anggun memasuki gedung berbintang lima. Hari ini, seharusnya menjadi hari paling bahagia dalam hidupnya, karena bisa menikah dengan laki-laki yang menjadi kekasihnya selama lima tahun terakhir. Dia bernama Maharani Ayunda, atau sering disapa Rani. Saat wanita itu memasuki gedung tersebut, kedatangannya menjadi sorotan semua tamu dan keluarganya. Di depan sana, tepatnya dari tempat dia berdiri saat ini, seorang pria yang seharusnya menjadi calon suami tengah siap memikirkan ijab qobul dengan penawaran tangan penghulu. Rani mengembangkan senyumnya, membuat mereka semua menghentikan acara dan menatap tajam. "Rani," ucap Kevin menyanyikan lagu mempelai pria. Semua keluarga besar Kevin dan Maharani berdiri. Mereka tidak percaya pada wanita yang menyulap acara pernikahan Kevin dengan Ariella, adik tiri Maharani. Retta, ibu tiri maharani menghampiri wanita itu. Dia mencacinya, mencibirnya serta menghinanya. Abraham, ayah Maharani j
Pria berjas putih itu masuk dan langsung mengapit tangan Rani. Semua mata menatapnya takjub karena pesona yang dia pancarkan. Akan tetapi, rasa takjub itu berubah menjadi rasa terkejut setelah Maharani mengumumkan siapa pria itu. "Dia adalah Mahardika Sakti, calon suamiku," ucap Maharani dengan lantang. Rani menyunggingkan senyumnya, dengan bangga wanita itu menyebut Mahardika sebagai calon suaminya. Retta memegangi kepalanya yang berdenyut. Belum hilang rasa malunya akibat foto yang Rani sebar tadi, kini datang pria yang mengaku sebagai calon suami anak tirinya. Musnah sudah harapannya untuk membuat anak tirinya itu merasakan patah hati. "Tidak mungkin," kata Kevin, dia menyangkal apa yang diucapkan Rani. "Bagaimana bisa kamu menemukan penggantiku begitu cepat?" sambungnya lagi. "Kenapa tidak? Bagiku tidak butuh waktu lama untuk menikahi seseorang. Jika kita sudah saling cocok bukannya lebih cepat lebih baik? Takutnya diambil pelakor lagi." Rani menatap tajam Ariella yang m
"Bayar hutang kalian, atau jika tidak masalah ini akan saya bawa ke ranah hukum!" ucap Maharani yang mengancam Kevin dan Ariella. "Kamu…."Ariella mengangkat tangannya ke udara, dia bersiap untuk mengayunkannya ke wajah Rani. Namun, Dika dengan cepat merebut tangannya itu. Dika juga melindungi Rani di balik tubuhnya. "Jangan berani main kasar!" kata Dika penuh penekanan. Kevin menarik tangan Ariella yang di cengkraman kuat oleh Dika. Dua pria itu saling menatap dengan bengis. Kevin menunjuk-nunjuk Dika yang telah kasar pada istrinya. "Aku akan melaporkanmu ke polisi!" ancam Kevin. Dika terkekeh, bukannya takut dia justru menantang Kevin. "Silakan, kita lihat siapa yang akan masuk penjara. Anda atau saya.""Aku kasih waktu kalian 1 bulan untuk melunasi hutang-hutang ini. Jika tidak, aku akan meminta pada perusahaan untuk mentransfer sebagian gajimu ke rekeningku sebagai ganti rugi hutang-hutang kalian." Rani berkata dengan berani. "Beraninya kamu!" tunjuk Kevin pada mantan kekasi
Suara teriakan minta tolong terdengar tidak jauh dari telinga Rani. Gadis itu menengok ke kanan dan ke kiri untuk menemukan sumber suara. Tiba-tiba, matanya menangkap gang kecil di seberang jalan sana. Rani segera berlari menuju gang itu dan benar saja, dia melihat dua orang preman tengah berusaha merebut tas milik pria yang sudah tak berdaya dengan lebam di wajahnya. "Tolong rampok!" teriak pria yang tengah di keroyok itu. Dia berusaha melindungi tas yang ingin direbut preman-preman itu. "Hei ... lepaskan dia!" Teriak Rani yang tiba-tiba muncul di belakang mereka. "Cewek, cari mati dia," ucap salah satu preman itu. Rani mengumpulkan keberaniannya untuk melawan dua preman itu. Meskipun dia sendiri juga merasa sangat takut melihat wajah mereka yang menyeramkan. Rani menggulung lengan bajunya lalu berdecak pinggang. Akan tetapi, gadis itu menurunkannya kembali dan mundur. Salah satu preman itu maju mendekati Rani. Gadis itu berusaha melawan rasa takutnya sambil memikirkan cara