Share

Bab 4

Penulis: Ramun Fitria
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Suara teriakan minta tolong terdengar tidak jauh dari telinga Rani. Gadis itu menengok ke kanan dan ke kiri untuk menemukan sumber suara. Tiba-tiba, matanya menangkap gang kecil di seberang jalan sana. Rani segera berlari menuju gang itu dan benar saja, dia melihat dua orang preman tengah berusaha merebut tas milik pria yang sudah tak berdaya dengan lebam di wajahnya. 

"Tolong rampok!" teriak pria yang tengah di keroyok itu. Dia berusaha melindungi tas yang ingin direbut preman-preman itu. 

"Hei ... lepaskan dia!" Teriak Rani yang tiba-tiba muncul di belakang mereka. 

"Cewek, cari mati dia," ucap salah satu preman itu. 

Rani mengumpulkan keberaniannya untuk melawan dua preman itu. Meskipun dia sendiri juga merasa sangat takut melihat wajah mereka yang menyeramkan. Rani menggulung lengan bajunya lalu berdecak pinggang. Akan tetapi, gadis itu menurunkannya kembali dan mundur. 

Salah satu preman itu maju mendekati Rani. Gadis itu berusaha melawan rasa takutnya sambil memikirkan cara terbaik untuk melarikan diri. Preman itu semakin mendekatinya dan kini berani menyentuh tangannya. 

Rani langsung menepis tangan preman itu dengan kasar, dia tidak suka ada orang yang lancang menyentuhnya. Dia menatap preman tajam dengan rambut gimbal di depannya. "Jauhkan tangan kotormu!" titah Rani. 

Preman itu merasa tertantang karena perlawanan Rani. Dia semakin menjadi-jadi dengan berani menarik baju Rani. Gadis itu semakin merasa takut, tapi bukan Rani namanya jika tidak memiliki ide berlian.

Tiba-tiba saja, Rani berteriak cukup kencang hingga membuat orang-orang di jalan besar sana mendengar suaranya. "Tolong rampok!" Rani berteriak dengan suara khasnya yang cempreng. 

Melihat orang berbondong-bondong datang untuk membantunya karena mendengar teriakan, kedua preman itu melepaskan mereka. Preman-preman itu buru-buru ingin pergi karena takut di amuk warga. Akan tetapi, langkah mereka terhenti karena warga telah mengepungnya. 

Pak, mereka rampok dan coba melecehkan saya, terang Rani sambil menunjuk ke dua preman itu. 

Sementara warga sibuk dengan kedua preman itu, Reni memanfaatkan waktu menyelamatkan pria yang dirampok tadi. "Ikuti aku!" tutur Rani. 

Pria itu mencoba berdiri dengan susah payah karena merasakan sakit disekujur tubuhnya akibat pukulan dari preman-preman tadi. Rani yang hendak berlari terlebih dahulu mengurungkan niatnya. "Kamu kenapa?" tanya Rani, dia menelisik tubuh pria itu. 

Rani membekap mulut saat sadar banyak sekali luka di tubuh pria itu. "Astaga, kamu terluka parah," ucap Rani terkejut. 

Pria itu mengangguk dengan berusaha membalas ucapannya yang terdengar sangat pelan, bahkan seperti sedang mengandung. "Sini, aku bantu," ucap Rani pada akhirnya. 

Rani membawa pria itu menjauh dari tempat itu dan memanggil taksi yang lewat. "Taksi!" teriak Rani sambil melambaikan tangan. 

Taksi yang sudah maju sedikit jauh itu mundur kembali setelah mendengar suara teriakan disertai lambaian tangan yang dia lihat dari kaca spion. "Ke rumah sakit, Pak, cepat!" kata Rani. 

Taksi itu melaju setelah mendapat perintah dari penumpangnya. Sementara pria yang ditolongnya tadi menjadi tidak sadarkan diri. 'Kasihan pria ini,' batin Rani. 

Satu jam kemudian di rumah sakit. Rani menemani pria asing yang tidak dikenalnya tadi hingga pria itu terbangun dari pingsannya. "Kamu sudah bangun?" tanya Rani cukup senang. 

Pria itu memandang sekeliling ruangan bernuansa putih. Kemudian memejamkan matanya kembali, dia berusaha mengumpulkan seluruh kesadarannya. Rani menatap lekat wajah pria itu. Beberapa detik kemudian, pria itu membuka lagi matanya dan langsung terkejut melihat wajah Rani yang begitu dekat dengannya. 

"Oh, astaga," ucap pria itu sambil mengelus dadanya. 

"Kamu sudah sadar?" tanya Rani memastikan. 

"Kelihatannya seperti apa?" kata pria itu ketus. 

"Hei, aku ini yang tolongmu, harusnya ucapkan terima kasih. Bukannya berterima kasih dan sok ketus seperti ini," gerutu Rani. 

Pria itu tersenyum lalu menyapanya. "Terima kasih," ucap pria itu. 

Rani meraih uluran tangan itu. "Maharani Ayunda, panggil saja Rani." Gadis itu memperkenalkan diri. 

"Dika," sahut pria itu. 

"Aku tidak tahu harus menghubungi keluargamu yang mana, jadi aku memutuskan untuk menemanimu hingga bangun. Karena kamu sudah sadar jadi aku mau pergi." Setelah berkata seperti itu Rani mengganti badannya. 

"Tasku," ucap Dika lirih sambil mencari keberadaan tasnya. 

Melihat Dika yang akan turun dari brankarnya, Rani kembali menghampiri pria itu. "Hai, kamu belum boleh turun dari sana," ucap Rani, "huh, sepertinya aku harus menemanimu lebih lama lagi." 

"Rani, apa kamu melihat tugasku?" tanya Dika.

"Tas? Tas yang mana, ya?" tanya Rani balik. 

"Tas hitam, seperti ini besarnya?" tutur Dika dengan menunjukan ukuran tasnya itu. 

"Ah aku ingat," ucap Rani tiba-tiba.

"Di mana?" tanya Dika. 

"Sepertinya tertinggal di lokasi perampokan tadi," jawab Rani. 

Dika melebarkan matanya. "Apa!" ngomong kaget. 

“Iya tertinggal, tadi karena buru-buru aku ingin membantumu jadi tidak memikirkan tas itu,” ujar Rani santai. 

Dika pasang kepalanya sendiri. "Celaka aku," lirihnya. 

"Sudahlah Mas Dika, lupakan masalah tas itu. Yang penting nyawa kita selamat," ucap Rani. 

Dika menatap Rani dengan tajam, bukan itu jawaban yang Dika inginkan. Tas itu sungguh sangat berharga, hidup dan matinya berada di dalam tas itu. Dika tidak tahu apa yang akan terjadi jika ayahnya mengetahui hal ini. 

"Kenapa kamu melihat seperti itu?" tanya Rani sewot.

Dika menarik napasnya panjang dan pemandangannya kasar. Dia tidak ingin menyalahkan Rani karena gadis itu sudah baik hati untuk membantunya. Meskipun pada akhirnya dia tetap kehilangan tasnya itu. 

"Ya udah, aku mau pergi," ucap Rani dan kembali berdiri. 

"Kamu tidak boleh pergi!" cegah Dika. 

Rani menghentikan langkahnya dan membalikkan tatapan Dika. "Siapa kamu melarangku pergi?" tanya Rani.

"Temani aku sampai aku sembuh," ucap Dika. 

Rani membelalakkan matanya, bisa-bisanya pria yang baru saja bersilaturahim dengannya itu memintanya untuk menemaninya di sini. Rani mengambil ponselnya di dalam tas dan meminta Dika untuk meneleponnya. "Hubungi saja keluargamu, aku masih banyak urusan."

Rani menyerahkan ponselnya pada Dika. "Hubungi sendiri," ucap Rani. 

Dika menghela nafas panjang. "Aku tidak punya keluarga," kata Dika memelas. 

Rani menurunkan tangannya yang menggantung di udara. Gadis itu merasa iba pada pria malang di atas brankar itu. Kemudian, Rani kembali mendekati Dika dan duduk di kursi sebelah brankarnya. 

"Sebenarnya aku juga tidak tahu mau pergi ke mana," ucap Rani, "jadi aku putuskan untuk menemanimu di sini. Baikkan aku," kata Rani sambil tersenyum. 

Beberapa hari Rani tidak kembali ke rumahnya, dia tinggal di rumah sakit menemani Dika. Mereka banyak bertukar cerita, Rani menceritakan tentang dirinya yang harus merelakan kekasihnya mengambil adik tirinya, tetapi tidak menceritakan kronologi yang sebenarnya. Sementara Dika hanya menceritakan tentang dirinya kehilangan tas berharganya. 

Dibalik rasa iba yang Rani tunjukan pada Dika, rupanya gadis itu menyimpan sebuah rencana. "Mas Dika, aku punya tawaran menarik untukmu," ucap Rani pada Dika yang sedang mengemasi barang-barangnya karena sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit. 

"Apa?" tanya Dika. 

"Menikahlah denganku."

Ukhuk … ukhuk.

Dika tersedak bibirnya sendiri setelah mendengar tawaran Rani. "Kamu bilang apa?" tanya Dika memastikan. 

“Mas Dika mau tidak menikah denganku?” ucap Rani sekali lagi. 

"Kau sudah gila, karena sakit hati kamu memintaku untuk menikahimu. Ha ha, yang benar saja," ujar Dika yang melarang membatasi Rani. 

"Hari ini adalah hari pernikahanku, aku yakin Ariella sedang menggantikan posisiku saat ini. Ini hanya sementara Mas, setelah aku puas membalas dendam mereka, Mas Dika bisa mengakhiri pernikahan kita," tutur Rani semakin menggila. 

"Maaf Rani, aku tidak tertarik untuk mempermainkan pernikahan. Bagiku, menikah itu cukup 1 kali dan bukan main-main." Dika sungguh-sungguh menolak tawaran itu. 

"Ayo, aku antar kamu pulang," ajak Dika kepada Rani.

Rani mengekori langkah Dika hingga ke jalan raya. "Aku sungguh-sungguh Mas, ya kalau nanti kita bisa saling jatuh cinta maka pernikahan itu akan berlanjut, jika tidak ya sudah kita akhiri saja," kata Rani dengan terus memaksa Dika. 

"Kamu sungguh gila, Rani," ucap Dika tak percaya. 

"Aku akan membayarmu dengan sebagian gajiku. Aku bekerja di perusahaan DS yang terkenal itu, gajiku lumayan sebagai karyawan baru," kata Rani tidak mau menyerah. 

Mendengar nama perusahaan itu disebut, Dika menatap Rani lekat. "Perusahaan DS?" tanya Dika. 

Rani mengangguk, melihat Dika sudah mulai tertarik, mata polos Rani sangat berbinar. "Perusahaan besar yang memiliki banyak cabang itu, kamu pasti tau kan?" ucap Rani dengan mengangkat sebelah alisnya. 

"Kamu diam? Berarti aku anggap jawabannya setuju," ucap Rani gembira. 

Dika membulatkan matanya, bisa-bisanya gadis itu membuat keputusannya sendiri. "Aku belum…."

"Taksi!" 

Belum sempat Dika menyelesaikannya Rani sudah memanggil taksi dan melambaikan tangannya. "Oke Rani, aku bersedia menikahimu," kata Dika mantap lalu membukakan pintu taksi itu. 

Rani tersenyum senang, gadis itu kemudian masuk dan diikuti oleh Dika. Sepanjang jalan hanya Rani yang banyak mengoceh menjelaskan ini dan itu yang harus Dika lakukan. Pria yang baru saja keluar dari rumah sakit itu mendadak pusing kembali mendengar ocehan Rani. 

"Sudah pahamkan?" tanya Rani. 

Iya iya, jawab Dika dengan memijat kepalanya, tapi ini sekarang kita di mana? tanya Dika ketika tepat taksi itu berhenti. 

"Kita akan menikah, jadi tentu saja kita membutuhkan gaun dan jas. Sudah ah jangan banyak tanya. Aku kan yang membayarmu," tutur Rani sombong. 

Setelah turun dari taksi, Rani menarik paksa Dika untuk masuk ke dalam butik. Dia memilih-milih gaun pernikahan yang paling cantik dan juga memilihkan jas untuk Dika. Gadis itu mencoba beberapa gaun dan akhirnya jatuh pada pilihan terakhir, gaun berwarna putih yang panjang menjuntai. 

Dika menatap keheranan Rani yang keluar dengan menggunakan gaun cantik itu. Wajahnya sudah dipol make up tipis menambah kecantikannya. 'Cantik,' ucap Dika dalam hatinya. 

“Bagaimana, Mas Dika?” tanya Rani sambil berputar menunjukan gaun pilihannya. 

“Bagus, bagus sekali. Kamu pasti akan jadi pusat perhatian nantinya,” puji Dika. 

Rani tersenyum malu mendengar pujian itu. “Berapa mbak totalnya?” tanya Rani pada pemilik butik yang sudah menyiapkan semua ini untuknya. 

"Gaunnya kami kasih harga 10 juta, untuk jasnya 7 juta saja, dan make up dadakan ini anggap saja bonusnya."

Rani membelakangi matanya. "Sebanyak itu?" tanyanya tak percaya. 

Rani menatap Dika yang hanya diam saja dan tersenyum. Dengan terpaksa, gadis itu mengeluarkan kartu secara ajaib untuk membayar belanjaannya. Setelah keluar dari butik, wajah Rani tampak masam dan tidak senang. 

"Habis sudah uangku," ucap Rani lirih. 

"Bukannya kamu yang mau, butik ini kan sangat terkenal jadi pasti isinya mahal semua," ledek Dika. 

Rani menghela nafas dalam. "Setelah ini Kevin dan Ariella harus mengganti semuanya."

"Sebenarnya apa yang membuatmu sampai harus melakukan hal gila ini? Kenapa kamu tidak relakan saja kekasihmu yang menikah dengan adikmu, tidak perlu bersandiwara." Dika bertanya karena Rani tidak menjelaskan masalah yang sebenarnya. 

"Akan aku ceritakan nanti, setelah kita menikah."

*Flashback off*

Dika yang sudah sah menjadi suami Rani mengelus kepala gadis itu. Rani bercerita sangat panjang sampai membuatnya merasa sangat iba. Rani menghapus udara di sudut matanya. Setelah menjelaskan semuanya, hati Rani merasa sangat tenang. 

"Terus apa rencanamu selanjutnya?" tanya Dika. 

Rani menyunggingkan senyumnya. “Rencanaku adalah….”

Bab terkait

  • Bukan Sekadar Suami Bayaran    Bab 5

    Maharani membisikkan sesuatu pada telinga Dika. Sebuah rencana yang telah dia susun dengan rapi untuk membuat Kevin menyesal. Dika membelalakkan matanya, lagi-lagi ide gila Rani membuatnya tercengang. "Wanita gila," ucap Dika meremehkan. "Hei Mas Dika, jaga bicaramu, aku ini bosmu." Rani mulai menyombongkan diri lagi. Dika terkekeh mendengar, dia lupa jika hanya menjadi suami bayaran saja. "Baiklah, Ibu bos," kata Dika seolah patuh padanya. Tiba-tiba saja, Rani memberikan satu bantal, satu guling dan selimut kepada Dika. "Untuk apa?" tanya Dika bingung. "Tidak mau? Ya sudah." Rani kembali mengambil perlengkapan tidur tersebut. "Sana! Mas Dika tidur di sofa saja," kata Rani dengan mengibaskan tangannya. Dika mengernyitkan keningnya. "Kenapa? Kita kan sudah halal," kata Dika lantas naik ke atas kasur bersama Rani, tapi Rani justru mendorongnya untuk menjauh. "Ih, jangan tidur di sini!" kata Rani kesal, "Mas Dika tidur di sofa saja, kita kan cuma nikah pura-pura," imbuhnya sambil

  • Bukan Sekadar Suami Bayaran    Bab 6

    "Mas, kamu ngapain?" Suara Rani terdengar dari belakang tubuh Dika.Mahardika menoleh sambil tersenyum lalu meletakan ponsel Rani. "Pinjam ponselmu ya, aku perlu menghubungi seseorang masalah pekerjaan," kata Dika yang tentu saja hanya beralasan. Tiba-tiba saja, Rani memasang wajah sedihnya, Dika terheran kenapa istrinya cepat sekali berubah-ubah ekspresi. "Kenapa kamu?" tanya Dika bingung. "Saya kasihan sama Mas, ponsel saja tidak punya. Nanti setelah gaji Mas saya bayar, Mas beli ponsel baru ya," ucap Rani yang membuat Dika membulatkan matanya.Rasanya ingin sekali tertawa, Rani seperti sedang berbicara pada anak kecil. "Kok Mas malah ketawa sih, aku ini kasihan loh sama, Mas," tutur Rani lalu memajukan. Tawa Dika pun lepas. “Ha ha … maaf maaf, kamu ini ….” Tangan Dika terulur mencubit hidung mancung Rani. "Aku hari ini harus pergi, ada pekerjaan yang harus aku selesaikan," kata Dika, lalu berdiri dan merapikan penampilannya. Meskipun hanya menggunakan kaos tipis dan celana kema

  • Bukan Sekadar Suami Bayaran    Bab 7

    "Mas, aku duluan ya," pamit Rani yang buru-buru turun dari angkutan. "Jangan buru-buru!" "Gak bisa Mas, udah telat. Nanti bosku marah," kata Rani yang terus mengulurkan tangannya, tapi Dika masih belum menyambut tangannya. "Salim, Mas!" ucap Rani sedikit kesal. Dika terkekeh, laki-laki di dalam angkot itu menyambut tangan istrinya dan Rani menciumnya takzim. "Memang kenapa kalau terlambat?" tanya Dika. "Nanti dia marah. Dia itu galak, sombong dan arogan. Sudah ah, ngobrol terus aku tambah telat," kata Rani khawatir. Mata Dika melotot mendengar Rani menghina bosnya sendiri. "Memang kamu sudah tahu siapa bosmu itu?" tanya Dika sekedar basa-basi. "Belum sih, tapi kelihatannya begitu. Sudah ah... assalamualaikum, Mas," pamit Rani kemudian berlari terburu-buru untuk masuk ke dalam kantor. Dika juga turun dari angkutan itu setelah membayar ongkosnya. Namun, mata Dika tertekan pada kursi yang Rani duduki tadi. sayangnya, kartu nama Rani tertinggal. Dika mengambilnya kemudian ke

  • Bukan Sekadar Suami Bayaran    Bab 8

    "Hai, Kevin," sapa Dika ramah. Kevin menelisik penampilan Dika yang menggunakan seragam office boy dan membawa alat kebersihan. Laki-laki itu tertawa menyadari jika suami mantannya ini tidak lebih baik darinya. Kevin menyilangkan tangannya di dada dan mengangkat wajah angkuhnya. "Jadi ini pekerjaanmu?" tanya Kevin seperti meledek. "Ya seperti yang kamu lihat. Alhamdulillah pekerjaan ini halal," jawab Dika santai. "Aku kira, Rani akan jadi sutradara atau CEO, ternyata… Rani Rani…." Tawa Kevin semakin pecah. "Memang apa salahnya dengan pekerjaanku?" tanya Dika lagi. "Ya tidak ada yang salah. Tapi, Rani yang salah, meninggalkanku dan justru memilih laki-laki sepertimu. He, beda laki kasta!" ketus Kevin mencemooh Deka. Dika menarik sedikit sudut yang terkena dan kepala berguncang. Laki-laki itu adiknya menatap iparnya dengan tenang meskipun hinaan telah terlontar untuknya. "Sudah ketawanya?" tanya Dika begitu santai. Kevin langsung memasang wajah datarnya. Ucapan Dika barusan sepe

  • Bukan Sekadar Suami Bayaran    Bab 9

    Mata Bunga membulat. Tentu saja wanita itu sangat terkejut. Setelah menghilang selama satu minggu, dan kini setelah kembali, Dika mengatakan telah memiliki istri. "Serius, Pak?" tanya Bunga memastikan. "Apa aku harus menunjukan buku nikah kami?" kata Dika. Bunga yang belum percaya hanya diam saja tidak menjawab iya ataupun tidak. Dika mengeluarkan sebuah foto dari dalam sakunya. Laki-laki itu sengaja membawanya untuk di tunjukan kepada Bunga jika wanita itu tidak percaya. "Wah rupanya Bapak sudah menikah. Kapan? Dan kenapa tidak ada berita yang meliput ini? Jika wartawan tau, ini akan menjadi berita hot sepanjang hari," papar Bunga setelah melihat foto tersebut. “Ceritanya panjang, yang jelas aku minta untuk kamu memberikan data mengenai Maharani Ayunda,” kata Dika. "Baik, malam ini saya kirim ke email bapak," ucap Bunga menyetujuinya. "Satu lagi," ucap Dika, "jangan sampai ada yang tahu tentang pernikahanku dengan Rani, termasuk Mama dan Papa," sambungnya lagi. "Baik, Pak.""

  • Bukan Sekadar Suami Bayaran    Bab 10

    Suara berat yang terdengar lembut itu membuat sepasang mata coklat berbinar. Rani menoleh saat Dika memanggilnya kembali. Laki-laki yang sedang duduk di ujung ranjang itu menatapnya begitu dalam. "Ada apa, Mas?" tanya Rani, suaranya tak kalah lembut. "Oh tidak, lupakan saja," jawab Dika sambil tersenyum. "Oh, baiklah." Rani kembali melanjutkan langkahnya, masuk ke dalam kamar mandi. 'Ada apa denganku? Kenapa aku jadi peduli pada gadis itu? Ucapan Mama Retta … apa karena ini?' batin Dika. Sedangkan beberapa detik kemudian, Dika mendengar suara senandung dari kamar mandi. Suara yang sangat merdu meskipun bernyanyi dengan nada yang asal-asalan. Laki-laki itu tersenyum mendengar suara yang berasal dari Rani itu. Dika mengitari kamar Rani, laki-laki itu mengamati foto dan barang-barang yang terpajang di dalam kamar itu. Dika juga membuka laci-laci dan lemari milik Rani, berharap menemukan sesuatu yang bersangkutan dengan informasi istrinya. Dika menemu KTP milik Rani. "Maharani Ayun

  • Bukan Sekadar Suami Bayaran    Bab 11

    Sepasang mata coklat menoleh saat suara seseorang memanggilnya dari belakang. "Iya," ucap Rani menjawab panggilan orang tersebut. Kevin mendekat ke arah Rani, dengan tatapan yang sulit diartikan. Mata laki-laki itu menelisik penampilan Rani seperti menelanjangi. Rani, dengan wajah datarnya kepada Kevin, menatap tajam laki-laki yang telah menjadi masa lalunya itu. "Ada apa?" tanya Rani datar. Langkah yang semakin dekat, Kevin mengambil piring di tangan Rani. "Mau apa kamu?" tanya Rani lagi, pasalnya Kevin semakin mendekatkan tubuhnya. "Kamu sengaja, ya?" Bukannya menjawab, Kevin justru melemparkan pertanyaan yang tidak Rani mengerti. "Sengaja? Maksudnya?" tanya Rani bingung. "Untuk apa kamu pakai pakaian seperti ini?" tanya Kevin."Ada apa dengan pakaianku? Tidak ada yang salah sepertinya," ucap Rani. "Tidak ada yang salah katamu? Selama ini kita berpacaran bahkan sampai tunangan, kamu tidak pernah dandan secantik ini dan …," Kevin sengaja menghentikan ucapannya. "Dan?""Dan pa

  • Bukan Sekadar Suami Bayaran    Bab 12

    Rani dan Dika pergi ke kamar mereka. Rani menangkupkan tangannya pada wajahnya lalu menangis. Dika berjalan ke arahnya lalu mengelus rambut Rani untuk menenangkannya. "Mas, aku gak ngelakuin apa-apa, aku gak merayu Kevin," ucap Rani di sela isak tangisnya. "Aku percaya kok sama kamu," ujar Dika. Dika memeluk Rani yang masih menangis, dia mengerti bagaimana perasaan istrinya saat ini. Keluarga gadis itu tidak seharmonis keluarga pada umumnya. Rani bagaikan bawang putih di rumahnya sendiri, hanya ada Retta sebagai ibu tiri yang kejam dan Ariella yang selalu berkuasa. Dika mengerti semuanya tidak mudah untuk Rani, apalagi saat semua orang bersalah. "Sudah nangisnya," ucap Dika dengan mengelus rambut Rani. Rani tersadar jika sejak tadi dirinya banyak menangis di pelukan Dika. Buru-buru gadis itu melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya. Rani merasa malu telah melakukan hal itu. "Kenapa di lepas? Menangis saja, tidak apa-apa," kata Dika lalu memberikan pundaknya kembali.

Bab terbaru

  • Bukan Sekadar Suami Bayaran    Bab 29

    "Bicara omong kosong, aku tidak akan bercerai dari Mas Dika," ujar Rani dengan berani. "Rani Rani, aku tahu kamu masih mencintaiku. Aku juga tahu kalau kalian hanya bersandiwara saja, kamu membayar Dika untuk menjadi suamimu kan?" kata Kevin menebak. "Sandiwara atau tidak itu bukan urusan kamu. Kita sudah selesai, jadi jangan ganggu aku lagi!" Rani memperingati Kevin. Hatinya teramat benci pada laki-laki yang kini menjadi mantannya itu. Rani kembali melangkah pergi sebelum ada yang melihatnya bersama Kevin. Jika tidak, akan ada masalah baru yang membuatnya cepat emosi. Sementara Kevin menatap kepergian Rani. Sampai detik ini Kevin masih mengagumi kecantikan Rani. Kevin masih berharap bisa memiliki Rani dan Ariella bersamaan. Sungguh laki-laki yang serakah. "Aku pastikan kamu akan kembali padaku Maharani," ucap Kevin sambil menyeringai. *******Rani menggeliatkan tubuhnya, merubah posisinya dari terlentang menjadi miring menghadap jendela. Rani langsung membuka matanya lebar-leba

  • Bukan Sekadar Suami Bayaran    Bab 28

    Duduk berdua di dapur selayaknya pengantin baru yang menghabiskan waktu hanya berdua saja. Dika membawa sepiring nasi beserta lauk pauknya. Rani menunduk lesu, wanita itu merasa bersalah pada Dika yang tidak pernah diperlakukan baik di rumahnya. Meskipun laki-laki itu hanyalah menjadi suami sesaatnya, tetapi Rani paham harus bagaimana melayani Dika seperti istri pada umumnya. "Kamu kenapa Ran?" tanya Dika begitu lembut. Rani mengangkat wajahnya, menatap manik coklat milik Dika yang terlihat indah. Jika dipikir-pikir Dika adalah tipe laki-laki yang sangat tampan. Tubuh atletis yang sempurna, mata yang berpijar indah, bibir tebal berwarna merah alami, kulit putih bersih dan rambut lurus hitam sempurna."Mas, maafin aku ya," ucap Rani lirih. "Maaf kenapa?" tanya Dika bingung. "Selama Mas tinggal disini belum pernah merasakan kenyamanan. Keluargaku ya seperti ini, tidak pernah ada kehangatan. Dan aku, si anak tiri yang seperti bawang putih," ujar Rani. Dika tersenyum memandang wajah

  • Bukan Sekadar Suami Bayaran    Bab 27

    Waktu terus berputar, siang berganti malam. Sepulang dari kantor, seperti biasa Rani akan merapikan rumah dan menyiapkan makanan. Sebenarnya gadis itu sudah muak tinggal bersama keluarganya, terlebih Retta ibu tirinya yang tidak pernah menyayanginya. Saat ini, Rani tengah menanak nasi dan menyiapkan berbagai makanan. Katanya, Ariella dan Kevin akan datang menginap malam ini. Retta memintanya untuk menyiapkan banyak hidangan."Huh kenapa harus aku yang repot sih setiap mereka mau datang," gerutu Rani."Mas Dika kemana lagi?" Rani tidak melihat keberadaan Dika sejak mereka pulang dari kantor sore tadi. Dika mengatakan akan keluar sebentar karena ada urusan. Namun, sudah lebih dari satu jam laki-laki itu belum juga kembali. "Rani, mana makanannya? Sudah sejam kamu masak tapi belum satupun tersaji di meja," ujar Retta, tiba-tiba muncul dan menghakimi Rani. "Ini juga lagi masak Ma," jawab Rani ketus. "Kamu ngomong sama orang tua ketus begitu, gak sopan Rani!" seru Retta kesal. "Dari

  • Bukan Sekadar Suami Bayaran    Bab 26

    "Kalian tidak mungkin punya hubungankan?" tanya teman-teman Rani penuh selidik. "Yang benar saja Ran, kamu putus dari Pak Kevin yang pangkatnya lebih tinggi dan sekarang berpaling sama staf rendahan kayak ini, kamu masih waras kan Maharani?" sambung yang lainnya dan terus merendahkan Dika. "Ran, mending sama aku aja. Ya meskipun pangkatku gak setinggi Pak Kevin tapi setidaknya gak serendah dia juga," cibir yang lainnya lagi. Mendengar semua hinaan dan cibiran yang tertuju padanya, Dika hanya menanggapinya dengan senyuman saja. Rupanya banyak orang yang hanya menghargai seseorang dari statusnya saja. Lewat penyamaran ini Dika mengetahui wajah-wajah palsu dari semua karyawannya. "Memang sehebat apa kalian sampai merendahkan Mas Dika seperti ini? Jabatan kalian pun juga gak setara Pak Kevin," ucap Rani, membela suaminya.Prok ProkProk"Wah hebat, ternyata kamu masih mengagumiku Maharani," sahut Kevin yang tiba-tiba datang dengan bertepuk tangan. Di sebelahnya, Ariella berdiri denga

  • Bukan Sekadar Suami Bayaran    Bab 25

    "Maharani!"Suara sepatu beradu dengan keramik dan panggilan dari seseorang membuat Rani menoleh. Saat ini, gadis itu sedang terburu-buru kembali ke mejanya. Namun, langkahnya terhenti saat suara itu memanggil namanya."Bu Bunga," ucap Rani ketika mendapati bosnya yang sangat cantik dan berkelas itu menghampirinya."Ini buat kamu," kata Bunga, sambil menyerahkan sesuatu di dalam paper bag berwarna putih.Rani mengernyit heran. "Apa ini?" tanya Rani, sambil membuka paper bag tersebut. "Makanan?" tanya Rani, memastikan ia tidak salah lihat. "Saya membelinya dan ternyata sudah dingin. Saya tidak memakan makanan yang dingin, jadi daripada dibuang ambillah," ujar Bunga, tanpa ekspresi. Sangat dingin seperti biasanya. Senyum di wajah Rani mengembang, kebetulan sekali dirinya juga tengah lapar karena melewati makan siangnya. "Wah, kebetulan sekali. Terima kasih Bu," ucap Rani senang. Bunga meninggalkannya tanpa menanggapi ucapan terima kasih dari Rani. Memang, Bunga di minta bersifat j

  • Bukan Sekadar Suami Bayaran    Bab 24

    "Jadi Kevin adalah laki-laki matrealistis yang tidak berperasaan. Gila harta, gila wanita dan gila segala-galanya," ujar Rani dan diikuti dengan tawa renyahnya. "Benarkah?" tanya Kevin memastikan. "Hmm … dulu kami berpacaran saat dia akan melamar pekerjaan di perusahaan DS, dia tidak pandai dalam menyiapkan proposal dan lainnya di saat bosnya memberinya tugas. Aku ini yang mengerjakannya, semua tanpa terselip sedikitpun. Bahkan saat bertunangan dan rencana menikah, semua aku yang membiayainya. Bodohkan aku?" terang Rani dengan senyum bodohnya. "Cinta memang buta," sindir Dika. "Mas Dika benar, dulu aku benar-benar tergila-gila dengan Kevin sampai menutup mata dan telinga. Tapi setelah aku melihatnya di ranjang yang sama dengan Ariella, di saat itu aku sadar jika aku hanya dimanfaatkan," kata Rani menyesal. Dika mengambil tangan Rani dan mengelusnya lembut, wanita itu mendongak menatap suaminya. "Jangan sedih lagi, sekarangkan kamu sudah punya aku," ujar Dika lalu menghentikan mo

  • Bukan Sekadar Suami Bayaran    Bab 23

    Suara bariton seseorang seketika membuat semua orang menoleh. Dika berjalan dengan wajah merah padam, ia menarik tangan istrinya ketika telah sampai di antara mereka. Satu persatu wajah yang mengganggu istrinya dia perhatikan baik-baik."Pahlawan datang,"ucap salah satu dari mereka."Apa yang kalian lakukan pada Maharani?" tanya Dika dengan suara beratnya."Kenapa? Kami hanya bermain-main saja, benarkan Sayang?" jawab satu diantara mereka sambil menoel dagu Rani.Rani menepis tangan laki-laki kurang ajar itu. Dika menariknya ke belakang tubuhnya untuk melindunginya. Dengan sorot mata tajam Dika mengintimidasi mereka."Beraninya kalian mengganggu wanita!" bentak Dika."Siapa kamu berani membentak kami? Staff baru dan mantan OB saja belagu." Kevin mencibir Dika."Punya masalah apa Rani, sehingga kalian mengganggunya?" tanya Dika selembut mungkin dan menahan emosinya."Rani sudah merusak mobilku dan tidak mau bertanggung jawab," ujar Kevin berbohong.Dika melihat mobilnya yang memang se

  • Bukan Sekadar Suami Bayaran    Bab 22

    Tubuh Rani terhuyung, jatuh membentur bagian depan mobil. Seketika gelak tawa kembali meramaikan area parkiran. Rani mendongak, menatap wajah-wajah sombong penuh tawa mereka. "Ops, jatuh … kasihan …." Ariella mencibirnya. "Eh hati-hati, kau membuat mobilku lecet," ucap Kevin dan menarik Rani menjauh dari mobil itu. "CK!" Rani menggulung lengan bajunya dan berkacak pinggang. Wanita itu ingin sekali membalas perbuatan mantannya. "Kenapa menatapku seperti itu? Mau marah?" tanya Kevin menantang. "Kamu harus ganti rugi karena sudah membuat mobil ini lecet!" ucap Kevin dan menatap tajam. "Memangnya siapa kamu?" Rani balik bertanya dengan berani. "Kamu gak tau siapa aku? Baiklah, kalau kamu gak mau ganti rugi, bulan depan gajimu harus dipotong sebagai ganti ruginya," ujar Kevin. "Kak Rani, makanya jangan menghayal terlalu tinggi. Upik abu itu tetap akan jadi upik abu, gak akan berubah menjadi cinderella. Jadi terima saja nasibmu yang malang ini," sahut Ariella. "Jadi menurutmu, nasi

  • Bukan Sekadar Suami Bayaran    Bab 21

    “Kamu akan menyesal!” batin Dika.Dika mengerjakan semua pekerjaan temannya yang dilimpahkannya kepadanya. Sekalian, laki-laki itu ingin mencari tahu tentang pekerjaan mereka, apakah dikerjakan dengan benar, atau hanya semaunya saja. Dika bersyukur karena penyamarannya ini membawanya menemukan wajah-wajah asli dari karyawannya.Rani melihat suaminya diperlakukan seperti itu, wanita itu merasa kasihan. Namun, dia tidak dapat melakukan apa-apa. Sampai sebuah ide terlintas di pikirannya untuk memberikan semangat kepada Dika.'Aku punya ide!' ucap Rani dalam hatinya.Rani pergi dari kursinya untuk mengambil sesuatu. Tak lama wanita itu kembali dengan segelas kopi panas dia bawa. Rani menghampiri meja Dika dan memberikan kopi itu.“Buatmu, semangat ya,” ucap Rani saat Dika mendongak.Dika tersenyum dengan melirik kopi di mejanya. "Terima kasih ya," ucap Dika sambil tersenyum. "Nanti makan siang kita ketemu," kata Rani, kemudian melambaikan tangan dan kembali ke kursinya. "Ran, perhatian

DMCA.com Protection Status