Nindy tidak ingin membayangkan bagaimana reaksi orang tuanya saat tahu bahwa dia akan kembali dengan Faiz, bahkan sekarang mereka berdua sudah menjalin hubungan diam-diam."Aku takut mereka belum bisa memaafkan kamu. Aku takut mereka masih sakit hati dan tidak merestui kita. Aku takut penyakit Ayah malah kambuh lagi kalau tau hubungan kita akan kembali," ucap Nindy dengan lesu dan ketakutan yang dia bayangkan. Sedangkan hatinya benar-benar sudah tidak ingin kembali melepaskan Faiz.Faiz mengangguk lalu ia menarik nafas dalam-dalam. "Aku mengerti, wajar kalau orang tua kamu marah dan masih belum bisa memaafkan aku dan juga orang tuaku. Maka dari itu, kita harus bersabar. Jangan terburu-buru. Aku juga harus berhadapan dengan restu orang tuaku, begitu juga dengan orang tuamu. Kita harus yakin, pasti akan ada jalannya.""Asalkan kamu tidak meninggalkanku lagi. Aku pasti akan setia menunggu.""Percayalah."***"Lo dianterin sama siapa? Suami lo?" tanya Amel saat Sela baru saja masuk ke dal
"Aduh, maaf-maaf. Aku gak sengaja," ucap Alika yang tidak sengaja menubruk seseorang saat tengah terburu-buru."Waduh, ada yang lagi modus nih. Pake pura-pura nabrak segala. Kayanya lagi ada yang mau cari perhatian lo seperti biasanya."Saat itu, Alika memang tidak sengaja menabrak gerombolan pebasket yang baru saja beres latihan. Ia menyadari jika itu kesalahannya yang tidak hati-hati. Sehingga ia tidak sungkan untuk langsung meminta maaf. Hanya saja ketidaksengajaan yang dia lakukan malah diartikan yang tidak-tidak."Maaf, aku emang gak sengaja. Lagi buru-buru. Kalian juga yang jalannya bergerombol. Ini kan lorong kelas, Hadi harusnya sisakan space untuk orang lain mau lewat juga," ucap Alika dengan berani karena permintaan maafnya malah disalah artikan."Wah, wah, kamu anak fakultas mana?""Memangnya kenapa? Apa hubungannya masalah ini dengan fakultasku? Kampus ini kan milik mahasiswa yang kuliah di sini juga. Semua fasilitas bisa nikmati oleh semua mahasiswa tanpa terkecuali.""Me
"Kita bicara di depan rumah, jangan di sini," ucap Alika pada Gery yang sudah menunggunya di depan toko agar menjauh."Kamu gak nyuruh gue buat masuk dulu? Tadi orang tua lo udah nyuruh buat masuk ke dalem."Alika menarik nafas dalam-dalam. "Mau apa kamu ke sini? Kamu ngikutin aku sampai tau rumah aku di mana? Ada apa? Aku gak nyaman, maaf.""Gue cuman mau berteman sama lo, tapi lo menjauh terus. Kenapa? Gak salah kan kalau kita berteman?""Berteman ya berteman sewajarnya aja, gak usah ganggu-ganggu sampai nyari tau rumah aku di mana. Kamu itu aneh tau, gak? Bikin orang gak nyaman," protes Alika. "Cara kamu buat ngajak berteman itu gak kaya orang-orang biasa.""Ya karena gue gak bermaksud ngajak lo berteman kaya orang-orang biasanya. Lebih dari itu. Masa lo gak bisa bedain mana orang yang mau berteman biasa, sama orang yang tertarik sama lo?"Alika menaikan satu alisnya saat mendengar itu. Dia memang bukan perempuan yang benar-benar polos tidak mengerti cinta, dia hanya tidak peka dan
Nindy dan Faiz sama-sama mematung saat mereka berdua melihat ada Feni dan Surya di depan tidak begitu jauh. Senyum dan perasaan senang yang dirasakan Nindy sirna dalam sekejap mata. Sementara Faiz harus tetap bisa menjaga sikap, tidak boleh gugup. Ia melambaikan tangan dan tersenyum saat melihat kedua mertuanya itu. Itulah memang resiko yang harus dihadapi yang tidak mereka pikirkan sebelumnya. Mereka bukanlah pasangan yang bisa bebas keluar berdua tanpa dugaan buruk dari orang lain, apalagi orang yang mengetahui jika Faiz telah menikah. Cap buruk pasti akan diterima oleh keduanya, sebagai pengkhianat juga perebut. "Ternyata kalian jalan-jalan ke mall ini juga? Sela dimana? Lagi ke toilet?" tanya Feni yang menyangka jika Faiz dan Nindy tidak pergi berdua, sebab saat teleponan tadi bersama Sela, Sela sendiri mengiyakan memiliki acara dengan keluarga kecilnya. "Sela pulang duluan, Ma. Katanya ada acara mendadak di kampusnya. Jadi mau tidak mau harus berpisah sama kita. Dia dijemput
Apa yang dibicarakan terakhir oleh Feni, benar-benar membuat Nindy merasa sakit hati. Direndahkan secara tidak langsung meskipun niatnya hanya sekadar mengingatkan status pekerjaannya agar tidak melewati batas.Karena terlanjur sakit hati, Nindy malah merasa ia dan Faiz harus segera bersama. Itu adalah sebagai pembuktian jika yang dikatakan oleh Feni tidak seluruhnya benar. Menikah itu tidak perlu dengan yang sekufu, tetapi yang saling mencintai. Itulah tekadnya untuk mengambil kembali Faiz menjadi miliknya lagi.Saat mengobrol masalah pekerjaan dengan Surya, sesekali Faiz melihat Nindy dari kaca spion untuk memastikan tidak ada obrolan yang mungkin saja bisa menyakiti Nindy, terlebih dia cukup tahu bagaimana sikap ibu mertuanya.Namun sepertinya Nindy bisa meng-handle obrolan yang mungkin terkesan tidak biasa dari ibu mertuanya. Sehingga Faiz tidak terlalu khawatir, ia juga selalu mengingatkan Nindy jika mertuanya memang baik, tetapi juga tidak sebaik itu apalagi jika bukan pada oran
Setelah mentraktir semua pemain basket kampusnya, Gery langsung saja pulang dan menolak ajakan Sela untuk lanjut hangout ke klub seperti biasanya. Tadinya Gery berniat untuk menunggu sampai Alika selesai perform. Hanya saja waktunya tidak tepat karena ada Sela yang pastinya akan mengganggu. Sehingga Gery menitipkan sejumlah uang yang tidak sedikit untuk Alika dengan alasan bahwa dia sangat suka dengan suara Alika."Sel, lo gak cape apa udah segala cara lo lakuin buat bisa deket lagi sama Gery, tapi sikap Gery sama sekali gak ada perubahan. Takutnya dia malah ilfeel," ucap Via yang memberi masukan pada Sela yang sudah berusaha keras untuk kembali pada Gery. Kini mereka baru saja masuk ke dalam mobil, hendak pergi dari cafe karena semua pemain basket pun sudah pulang."Kenapa harus cape? Kan gue cuman mau hubungan gue sama Gery kembali baik lagi. Dia cinta pertama gue, dan gue juga cinta pertama dia, banyak hal yang udah kita lewatin sama-sama, kalian tau sendiri gimana ceritanya. Gak m
"Lho, apa aku salah bicara?""Itu terdengar menyakitkan untukku. Aku sama sekali tidak mengkhawatirkan Sela, tapi jika terjadi sesuatu yang buruk sama Sela, nanti malah aku yang repot juga. Aku yang bakal dipandang tidak becus menjadi suami.""Sejak kapan kamu peduli sama omongan orang? Apalagi orang yang asal bicara tanpa tau fakta yang sebenarnya. Kamu sering bilang, lakukan apa yang ingin kamu lakukan, bukan melakukan hal yang ingin diharapkan oleh orang lain. Layaknya pakailah baju yang memang ingin kamu pakai, bukan yang ingin dilihat oleh orang lain.""Sejak aku menjadi seorang suami, Nin. Meski status ini tidak benar-benar aku inginkan, karena pasanganku bukan kamu, tetapi tetap saja itu adalah tanggungjawab aku.""Tapi kalau kejadiannya begini, kamu gak salah. Karena memang Sela saja yang belum siap menjadi istri, belum mampu menjalankan tanggung jawabnya setelah menjadi istri. Bagus untuk kamu jadikan alasan jika ingin berpisah dengan dia, karena akar masalahnya ada di wanita
Bi Lastri menahan senyumnya saat dia mengatakan itu. Sengaja sekali memang, dia sudah menyiapkan baju ganti untuk Sela, tetapi dia ingin Faiz sendiri yang menggantikan baju istrinya itu."Bibi saja, aku tunggu diluar."Entah mengapa Faiz malah merasa gugup luar biasa, padahal dia tidak memiliki rasa apa-apa terhadap Sela, sehingga wajar jika ia tidak ingin melakukan yang dikatakan oleh Bi Lastri. Ia pernah melihat wanita telanjang hanya Nindy seorang yang ia ingat karena dalam keadaan sadar."Tuan Faiz saja, Tuan kan suaminya.""Biasanya juga kan Bibi yang selalu melayani Sela, apapun itu. Jadi Bibi gantikan saja bajunya, saya akan keluar.""Justru karena itu, Tuan. Sekarang Tuan yang harus membiasakan diri. Ya, biarpun seharusnya istri yang melayani suami, tetapi untuk menunjukkan kasih sayang itu tidak apa jika suami yang melayani istrinya. Nyonya Sela itu butuh sosok yang bisa mengayomi dia, Tuan.""Bi ..., jangan seperti itu. Bibi saja yang gantikan." "Jangan gugup, Tuan. Anggap s
"Bu, kalau misalkan rumah sama toko kita ada yang mau beli satu miliar, kira-kira ibu bakal jual nggak?" tanya Alika dihari ketiga ia diberikan waktu oleh Sela, baru kali itulah ia memberanikan diri berbicara pada ibunya.Lita tersenyum. "Jangan mengkhayal, gak akan sampai nilai jual rumah sama toko ini sampai satu miliar.""Ya, inikah cuma misal aja, Bu. Berharap sesuatu yang baik kan nggak ada salahnya. Jadi, gimana kalau ada yang mau beli satu miliar, ibu bakalan jual?""Kayanya semua orang gak ada yang gak suka uang. Ibu juga sama. Tapi gak semua hal bisa dinilai dengan uang meskipun nominal uang itu lebih besar dari nilai barangnya. Selain memang mustahil ada yang mau membeli rumah dan toko ini sebesar itu, semuanya terlalu berarti untuk ibu dan ayah. Mengingat dulu perjuangan kami berdua untuk memiliki rumah itu tidaklah mudah.""Tapi waktu itu pas kita lagi bener-bener butuh uang untuk biaya operasi ayah, ibu bilang mau gadaikan atau menjual rumah sama toko ini.""Itukan disaat
Malam tiba, Nindy sudah menunggu kepulangan Faiz sambil menggendong Arelia di depan. Sebelumnya Faiz mengirimi pesan singkat jika ia tidak akan lembur."Tuh, Papa pulang," ucap Nindy pada Arelia yang semakin hari semakin pintar merespon meski belum bisa berbicara. "Tumben gak lembur, Mas?" tanya Nindy pelan. Ia hanya ingin bermesraan tetapi harus tetap waspada agar tidak ada orang lain yang mendengarnya."Sekarang di rumah ini ada pria lain tinggal. Aku tidak tenang karena takut dia macam-macam sama kamu. Aku takut dia jatuh cinta sama kamu."Pipi Nindy merona karena tersipu malu. "Ish, Mas. Kayak anak ABG aja cemburunya. Lagian Rico kan sukanya sama Sela. Kalau aku gak akan mudah berpaling." "Tetap saja.""Ya sudah, ayo masuk. Mumpung Bi Lastri di belakang lagi sibuk nyiapin bahan masakan untuk dimasak buat makan malam. Kan porsinya jadi bertambah satu orang. Sela juga belum pulang, Rico baru berangkat tadi siang."Mereka berdua pun bersama-sama masuk ke dalam kamar Arelia."Tadi a
"Kita belum sempat berkenalan dengan serius," tanya Rico pada Nindy yang baru saja keluar dari kamar. Arelia sudah tidur siang, waktunya ia untuk beristirahat dan makan.Tadi pagi, ia tidak melihat Rico karena belum bangun. Pagi-pagi pula ia melihat Faiz dan Sela sudah berangkat bersama meski dengan mobil yang berbeda.'Tengah siang bolong begini baru bangun? Padahal yang punya rumah udah kerja dari pagi,' batin Nindy."Nama saya Nindy.""Kamu udah tau aku, kan?"Nindy hanya mengangguk saja tak merespon lagi. Dia tidak terlalu ingin berbincang panjang lebar dengan Rico yang sangat asing baginya. Apalagi Rico sudah jelas ada di pihak Sela."Arel tidur, kamu mau istirahat, kan? Ayo makan siang bareng. Aku juga mau makan, belum makan apa-apa dari pagi."'Gimana mau makan pagi, bangun aja siang!' batin Nindy lagi."Mas Rico silakan makan di meja makan saja, nanti Bi Lastri yang siapkan. Saya makannya di belakang, di dapur kotor.""Kenapa? Gak apa-apa, makan sama aku aja di meja makan. Nan
"Lo pikir, lo bisa ngerasa tenang karena Gery ngelindungi lo?" Sela dan kedua temannya, juga Alika yang ia incar, kini tengah berada di gedung aula serba guna di kampus mereka. Selama hidupnya, Alika belum pernah merasa yang namanya takut pada siapapun selagi ia tidak bersalah. Sehingga semasa sekolah Alika tidak pernah mengalami perundungan. Ia bahkan menjadi penyelamat teman-temannya yang bungkam tidak bisa mengadu pada guru atau orang tua.Lain hal dengan sekarang, dia lah yang mengalami langsung sebagai mahasiswi yang tengah dirundung atas kesalahan yang tidak ia perbuat. Ia juga bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi korban yang tidak bisa mengungkapkan apa yang terjadi pada orang yang lebih dewasa atau pada pihak yang bisa melindunginya, karena sebuah ancaman yang mengganggu dan ketakutan jika ancaman itu menjadi kenyataan."Aku sudah pernah bilang beberapa kali, kalau aku gak suka sama Gery."Meski sudah berkali-kali Alika mengatakan itu, Sela tidak puas. Karena ia juga tah
Karena sudah terlalu lama diluar, Faiz dan Nindy pun pulang. Berharap kasur yang mereka pesan juga sudah terkirim dan sampai di rumah. Tentunya agar tidak menimbulkan kecurigaan karena mereka sudah pergi cukup lama dari rumah. Meskipun sebenarnya kecurigaan itu sudah timbul dalam diri Sela.Sesampainya di rumah, benar saja. Kasur yang di pesan sudah sampai di diletakan di dalam kamar Arelia. Juga barang-barang Nindy yang ternyata sudah dikeluarkan dari kamarnya oleh Bi Lastri atas perintah Sela sewaktu keduanya pergi."Bibi yang keluarin semua barang-baranya Nindy?" tanya Faiz disaat Nindy diam terpaku melihat barang-barangnya tergelatak di lantai depan kamar Arelia. Rasanya seperti terusir dengan paksa sebab ia seolah tidak diizinkan untuk membereskan barangnya sendiri."Nyonya Sela yang meminta, Tuan," jawab Bi Lastri sambil menggendong Arelia yang baru saja ia buatkan susu."Ini tidak sopan, Bi. Bagaimana pun Nindy juga mempunyai privasi sendiri. Jadi harusnya biarkan dia yang memb
"Terima kasih, Pak.""Tolong langsung di kirim sekarang kasurnya ke alamat itu. Saya mau sudah sampai sebelum malam. Karena kasurnya akan digunakan untuk tidur malam ini."Faiz memastikan bahwa kasur yang baru saja dipesan untuk Nindy agar segera dikirim ke alamat yang sudah dia berikan. Sementara itu dia dan Nindy akan mencari makan sebelum pulang."Mau sekalian beli yang lain? Ada yang ingin kamu beli?"Nindy sekilas tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. "Ya sudah, sekarang kita cari makan saja."Setelah mendapatkan tempat untuk makan, pesanan mereka juga langsung dibuatkan oleh pelayan."Kayanya aku butuh kepastian kamu, Mas. Secepatnya," ucap Nindy yang sudah menahan dari tadi ingin segera membahasnya dengan Faiz."Aku pasti akan kembali sama kamu. Memang secepatnya sedang aku usahakan, Sayang.""Kapan tepatnya? Ibu aku sudah tau semuanya, awalnya memang ibu marah dan gak mau sampai aku kembali sama kamu lagi. Tapi, aku meyakinkannya dengan menceritakan semuanya tentang pernika
"Yakin gak apa-apa kamu pulang sendiri bawa baby Arel? Mama sama Papa ikut, ya. Nanti kami pulang dengan sopir. Mama khawatir baby Arel sendirian di kursi belakang.""Selagi tidurnya di car seat, aku yakin aman. Aku juga gak akan ngebut, Mah. Aku pulang," ucap Faiz berpamitan pada kedua orang tuanya untuk pulang bersama Arelia saja.Pikiran Faiz tidak tenang jika ia hanya menunggu kabar dari Nindy yang tidak kunjung ada. Akhirnya ia putuskan untuk pulang, agar saat Nindy pulang nanti ia langsung bisa bertanya apa saja yang tejadi.Faiz berpikir jika di rumahnya hanya ada Bi Lastri karena Sela pergi entah ke mana dan dengan siapa. Dan kebiasaan Sela selalu pulang larut malam jika sudah keluar rumah disaat akhir pekan. Hal itu membuat Faiz ingin cepat pulang saja.Sesampainya di rumah, Faiz langsung menggendong Arelia yang tertidur saat di perjalanan. Beruntunglah Arelia tidak menangis karena itu pasti akan sangat merepotkan dirinya yang hanya seorang diri di dalam mobil.Baru saja menu
"Biar aku tanya, apa ibu bisa memaafkan laki-laki itu beserta keluarga setelah apa yang terjadi satu tahun yang lalu sama keluarga kita?" tanya Alika dengan tenang padahal dia sendiri memiliki permasalahan yang serius yang membuat dia tidak tenang setiap harinya, tetapi harus tetap bersikap biasa saja."Sebenarnya ibu hanya tidak suka dengan kesombongan keluarga, orang tua Faiz bukan dengan Faiznya. Kamu sendiri pasti setuju dengan ibu. Kita sudah kenal Faiz bertahun-tahun dan tau bagaimana baiknya dia selama ini pada kita. Tapi karena perbedaan diantara keluarga kita dengan keluarga dia, makanya orang tua Faiz tidak setuju anaknya menikah dengan kakakmu."Alika mengangguk. "Aku juga berpikiran yang sama seperti ibu. Tapi sebenarnya aku tidak bisa langsung mendukung keputusan kak Nin yang mau balik lagi sama kak Faiz. Meskipun kak Nin bilang dia percaya bisa kembali lagi sama-sama, tapi kita kan gak tau keluarganya apa bisa menerima atau menolak kita lagi untuk kedua kalinya. Ditambah
Rico mematung, ia seolah membeku disaat Sela meminta untuk mempraktekan apa yang sudah dia jelaskan.Lalu Sela tertawa kecil. "Bercanda, Kak. Aku cuman bercanda doang."Seketika Rico bisa bernafas dengan lega, ia sudah mencair karena ternyata Sela hanya bergurau saja. Padahal jika harus pun Rico mau melakukannya."Kak Rico ini tegang banget kaya belum pernah ciuman sama cewek aja," goda Sela yang merasa tidak puas dengan godaannya tadi.Sela memang orang yang cukup licik, ia akan memanfaatkan rasa suka Rico agar bisa tunduk dan membantu apapun yang dia perlukan. Padahal ia sama sekali tidak berniat untuk membalas rasa suka itu karena Rico bukanlah laki-laki tipe idealnya. Bahkan dengan Faiz saja, secara sadar Sela pasti lebih memilih Faiz dari fisik juga latar belakang keluarga, tentu juga dengan kekayaannya."Memang tidak pernah."Sela terkejut. "Bohong banget! Udah mau 27 tahun tapi belum pernah ciuman sama cewek? Kakak di Bali ngapain aja sih? Aku aja ciuman pertama itu pas SMA," u