“Maaf, sebelumnya aku tak mengatakan kalau akan membawa cucu dan cucu menantuku di jamuan makan malam ini.” Phyllian lekas menjelaskan menangkap keterkejutan di wajah Leon. “Lagipula, kalian bersaudara. Jadi tidak harus bersikap seperti orang asing, kan?” Leon dan Bastian saling pandang, tanpa ekspresi. Saat keduanya beralih pada Phyllian Mamora, mereka memberikan seulas senyum untuk pria tua tersebut. Berlian melepaskan gayutan lengannya di Bastian dan menghampiri sang kakek. Memberikan pelukan dan ciuman di pipi. “Terima kasih sudah mengundang kami di acara makan malam ini, Kakek.” “Kalian baru saja pulang dari bulan madu, kan? Apakah kalian menikmati bulan muda kalian?” Berlian mengangguk, kembali menarik Bastian dan bergelayut di lengan sang suami dengan mesra. “Kenapa kakek perlu mempertanyakannya.” “Ya, kakek ingin segera menimang cicit. Rasanya s
“Tak ada lagi yang perlu kau cemaskan, istriku. Dan jangan membuatku semakin salah paham dengan kepedulian yang masih kau miliki untuknya.” Leon memegang tangan Aleta yang nyaris mencengkeram lengannya. “Bukankah kau bilang sudah benar-benar mengakhiri hubungan dengannya?” Aleta menelan ludahnya. Tubuhnya sedikit menjauh dari Leon dengan wajah yang tertunduk dalam. Tak siap jika harus menatap keterkejutan di wajah Bastian. Bastian yang menatap Aleta dan Leon semakin dibuat kesal akan rahasia apa pun itu yang keduanya sembunyikan. Semua orang? Apa maksud Leon dengan semua orang membodohinya karena keadaannya yang lemah? “Apakah tante Maida dan paman Jacob tak menceritakan kenapa aku memakai nama itu?” “Memangnya apa yang perlu mereka ceritakan padaku?” “Bahwa kau bukan putra sulung Jacob Thobias.” Mata Aleta terpejam. Merasakan kehen
“Apa kau tahu di mana Bastian? Atau … setidaknya dia memberitahumu ke mana dia pergi?” Suara panik Maida seketika terdengar dari seberang. Aleta tak sempat mendengarkan rentetan kalimat selanjutnya sang tante ketika ponselnya tiba-tiba ditarik dari arah belakang. Berpindah ke telinga Leon yang entah sejak kapan sudah bangun. “Hmptt …” Pekikan Aleta terbungkam oleh telapak tangan Leon di mulutnya. Menarik tubuhnya kembali duduk di tepi ranjang, bersandar pada dada bidang Leon yang telanjang. “Semalam dia mengatakan tentang Leon adalah saudara kandungnya. Wajahnya terlihat sangat kacau dan langsung meninggalkan rumah. Hingga sekarang, dia tidak pulang. Tante sudah berusaha mencarinya di mana pun. Tapi sampai sekarang dia masih belum kembali. Dan ponselnya juga sudah tidak aktif. Tante hanya cemas sesuatu terjadi dengannya. Apakah Leon yang memberitahu semua ini pada Bastian?” “Ya, Tante.” Leon membalas. Kesiap kage
Aleta berusaha setengah mati untuk menahan perasaannya. Menahan tubuhnya tetapi tak bergerak. Tetapi isakan pilu Bastian memengaruhinya lebih kuat. Leon ataupun pernikahannya. Saat ini, tak ada lagi yang harus ia pedulikan. Tubuhnya jatuh memeluk Bastian. Menjatuhkan kepala pria itu di pundaknya. Yang langsung ditangkap oleh Bastian. Memeluknya semakin kuat dan isakan yang semakin tersedu. “Aku sudah kehilangan semuanya. Aku melepaskan semuanya demi dirimu. Kita kembali dan aku berusaha mendapatkan kembali apa yang seharusnya kumiliki, demi dirimu. Jika kau juga meninggalkanku seperti ini. Aku tak tahu apalagi yang harus kulakukan.” Mata Aleta terpejam. Kedua matanya mulai memanas dan digenangi air mata. “Aku hampir lompat dari jembatan, melemparkan diriku ke depan mobil, dan satu-satunya alasan yang mencegahku melakukannya hanyalah kau, Aleta. Hanya kau. Alasanku tetap bernapas hingga saat ini h
“Lihatlah betapa tak tahu malunya kau, Leon. Kau mempermalukan dirimu sendiri.” “Ada alasan aku membiarkan kalian tetap tinggal di rumah mewah ini. Setidaknya karena papamu dan mamamu adalah paman dan tanteku. Aku tak mungkin membiarkan kalian semua tidur di jalanan.” Wajah Bastian yang merah padam kini semakin menggelap. “Apa maksudmu?” “Proyek yang terbengkalai karena kau membawa lari istriku, mamamu menggunakan rumah ini untuk membayar semua kerugian tersebut.” “Kami tak mungkin menggunakan saham kami, Bastian. Hanya rumah ini yang kami miliki. Jika kita kehilangan saham keluarga, kau tak mungkin mendapatkan posisimu saat ini.” Maida menjelaskan. “Leon yang menyelesaikan semuanya dan meredakan kegelisahan para investor.” Bibir Bastian mengeras tajam. Tak menyangka mamanya akan begitu kesulitan dengan acara pelariannya tersebut untuk mempertahankan posisinya. “Dan apa yang kau inginkan sekar
“Untuk apa Leon membawanya tinggal di rumah itu?” Monica akhirnya berhasil menepikan keterkejutannya. Bertanya dengan keseriusan pada sang kakak. Yoanna mendengus tipis dengan perubahan nada sang adik. “Sepertinya dia memang sengaja melakukan itu untuk membuatnya berada dalam kesulitan.” Pandangan Yoanna kemudian beralih ada Aleta yang masih mematung di belakang Monica. “Sebenarnya sejauh apa hubunganmu dan Bastian hingga Leon melakukan kenekatan seperti ini?” Aleta menelan ludahnya. Wajahnya tak bisa lebih pucat lagi dengan pertanyaan Yoanna yang menyudutkannya. “Kalian masih berhubungan secara diam-diam di belakang Leon?” “Jaga ucapanmu, Yoanna,” bela Monica tak terima. “Kau pikir Aleta gadis macam apa?” “Mereka melarikan diri selama enam bulan, Monica. Tinggal di rumah yang sama untuk waktu yang cukup lama. Bahkan tak menutup kemungkinan anak yang dikandungnya adalah anak Bastian.”
Jawaban Leon tentu saja berhasil melenyapkan darah dari seluruh permukaan wajah Aleta. Tepat seperti yang pria itu inginkan.“Apa maksudmu, Leon?” Aleta akhirnya berhasil mendapatkan suaranya di tengah keterkejutan dan kebingungannya.Leon menangkap pinggang Aleta, menyentakkan tubuh mungil sang istri hingga membentur dadanya yang bidang.Kepala Aleta terdongak, menghindari wajahnya tertampar dada Leon. Kedua matanya seketika bersirobok dengan mata biru gelap Leon. Yang menguncinya sangat lekat. Leon tak menjawab, pria itu hanya tersenyum ketika mengingat kata-kata Bastian.‘Aleta terpaksa terjebak dengan pernikahan kalian, Leon. Kau tak pernah benar-benar memilikinya. Dia tidak pernah mencintaimu. Tidak pernah menginginkan pernikahan kalian ataupun dirimu.’‘Tak ada apa pun dalam pernikahan kalian.’Ya, untuk satu hal itu. Ia membenarkan semua kata-kata Bastian. Selain tubuh Aleta, tak ada yang ia miliki dari gadis itu. Dan meletakkan Aleta di tempat ini, tidak hanya untuk memporak-
“Dari mana saja kau?” Leon menyipitkan mata melihat Aleta yang baru saja masuk ke dalam paviliun, sementara sang istri sudah kembali lebih dulu. Pandangannya menelisik wajah sang istri yang pucat pasi dengan keringat membasah di pelipis.Aleta menggeleng. Berjalan ke arah kamar mandi tanpa mengatakan apa pun. Leon menangkap pergelangan tangan Aleta, menyentakkan tubuh mungil itu ke pelukannya.Tubuh Aleta seketika menegang. Napasnya tertahan keras di tenggorokan, meski sama sekali tak memberontak. Matanya terpejam, bersiap dengan amarah Leon yang siap meluap. Pria itu pasti tahu keterlambatannya karena bertemu dengan Bastian.Akan tetapi, cukup lama Leon hanya memeluknya. Dalam keheningan yang membuat tenggorokannya semakin tercekik. Menunggu, entah apa yang ditunguu oleh Leon.Hingga akhirnya, Aleta tak bisa menahan diri. Menggeliatkan tubuhnya dan bergumam lirih. “A-aku ingin ke kamar mandi, Leon.” Leon tak lan
Suara tawa Julia memenuhi ruang makan. Sementara Leon terkekeh, menahan tawa ketika Aleta tertunduk malu dengan cerita pria itu di meja makan. “Ya, aku tak akan meny alahkanmu, Aleta. Ada banyak orang yang salah paham dengan hubungan kami. Selain kau, memang hanya aku satu-satunya teman dekat yang dimiliki oleh Leon. Terutama karena aku wanita, dan aku menjadi satu-satunya wanita yang tak mungkin jatuh cinta pada manusia tak punya hati seperti Leon.”Leon mendengus tipis. “Tak mungkin, ya?” ejeknya. “Dan aku memiliki hati. Hanya bukan untukmu saja,” koreksinya menambahkan.Julia mengangguk tanpa keraguan sedikit pun. “Aku tak akan memandangmu sebagai seorang teman yang layak dikasihi jika kemungkinan itu ada, Leon. Aku cukup tahu diri akan kesabaranku menghadapi karakter keras kepala sepertimu. Egoku tak sekuat itu untuk menerima pasangan egois, tak berperasaan, dan bodoh sepertimu. Kau sangat beruntung akhirnya menemukan wanita yang tepat untukmu. Dan ka
Kening Aleta berkerut melihat keseriusan di wajah Leon ketika membaca pesan singkat yang baru saja masuk ke dalam ponsel pria itu Leon duduk tepat di sampingnya, dan tubuh keduanya masih dalam keadaan telanjang. Dan keringat masih membasahi tubuh keduanya, setelah aktiitas panas mereka.Dan sejujurnya sangat mudah bagi Aleta untuk melirik siapa pengirim pesan yang berhasil mendapatkan perhatian Leon. Tapi entah kenapa, ada sedikit kesungkanan yang membuatnya hanya terdiam. Menunggu pria itu mengatakan sesuatu.“Aku harus pergi,” ucap Leon. Menoleh ke samping dan mendaratkan satu kecupan di kening Aleta sembari salah satu tangan meletakkan ponselnya ke nakas dengan posisi terbalik.Aleta hanya memberikan satu anggukan singkat. Dengan pandangan mengikuti Leon yang bergerak turun dari ranjang. Mengenakan celana karet dan langsung menuju pintu kamar mandi untuk membersihkan diri.‘Juliakah? Seseorang yang menghubungin Leon baru saja?’
“Kita pulang?” Leon menatap ke arah Aleta, dengan tatapan penuh arti. Keduanya berdiri di depan teras rumah sakit. Dengan baby Lucien yang berada dalam gendongan Aleta dan lengannya yang melingkar posesif di pinggang sang istri.Aleta memberikan satu anggukan tipis. Dengan seulas senyum dan binar di kedua mata coklatnya. Ya, ia akan pulang. Ke mana pun Leon membawanya karena sekarang, pria itu adalah rumahnya.Nirel dan Monica yang baru saja keluar dari pintu putar rumah sakit sengaja melambatkan langkahnya. Membiarkan Aleta dan Leon berada di depan, sekaligus sengaja menciptakan jarak yang terkesan seadanya. Agar keduanya tak merasa terganggu oleh kebe radaannya.Kedua pasangan paruh baya tersebut saling pandang. Saling melemparkan senyum dalam pandangan tersebut. “Sepertinya kali ini aku percaya dengan pilihanmu. Yang terbaik untuk Aleta,” gumam Monica lirih. Memastikan Aleta dan Leon tak mendengarnya. “Apakah sejak awal kau tahu mereka ak
‘Cukup untuk kita bertiga.’Bagaimana mungkin Leon tak terpengaruh dengan jawaban yang diberikan oleh Aleta tersebut. Mempertanyakan kembali seberapa serius keinginan Aleta akan dirinya dan pernikahan mereka, hanya akan memperjelas bahwa dirinyalah yang begitu tolol telah melepaskan sang istri demi perusahaan.‘Bagaimana mungkin kau melakukan semua ini demi kebahagiaan semua orang. Jika kau sendiri tak bisa membahagiakan dirimu sendiri, Leon.’Kata-kata Julia pun kembali terngiang di benaknya.‘Jika kau tak becus mempertahankan kebahagiaanmu sendiri, aku tak akan terkejut jika apa yang kau lakukan saat ini untuk bertahan. Semua itu pada akhirnya tak bisa kau pertahankan. Karena kau sendirilah yang menghancurkan dirimu sendiri, Leon. Bukan kakek Aleta maupun Bastian. Juga bukan semua orang yang saat ini sedang menyusun rencana untuk menggulingkanmu.’“Jika keinginanmu terhadapku dan putra kita tidak cukup untukmu, akulah yang aka
“Aku tidak menandatanganinya tanpa keinginanku, Aleta. Apalagi yang kau butuhkan dan tunggu untuk menerima gugatan ini? Semua yang kau inginkan ada di dalam sini.”Aleta mengerjap dengan jawaban dingin yang diberikan Leon. Menelan kekecewaan yang sengaja di berikan Leon padanya. Tentu saja ia bisa menangkap kesengajaan pria itu untuk membuatnya kecewa. Dengan cepat, Aleta memasang ekspresi datarnya seapik mungkin. Kedua matanya menatap lurus tatapan intens Leon yang berusaha melucuti perasaannya. “Kakekku akan tetap mengusirmu dari perusahaan meski kita bercerai.”Leon membeku, keterkejutan menampar wajah pria itu dan butuh beberapa detik lebih lama baginya untuk mencerna keterkejutan dan menguasai raut wajahnya. Demi menyimpan kemarahan yang nyaris tak bisa disembunyikan dengan baik.Meski ini adalah informasi penting yang sudah ia perkirakan dan kartu lain untuk membuat Phyllian Mamora tak berkutik berada di tangannya. Ia hanya tak menyangka Ph
Phyllian Mamora dan Bastian tentu saja tak menyukai keberadaan Leon di ruang perawatan anak tersebut. Dan sama sekali tak menutupi kebencian keduanya di depan Leon. Aleta yang merasa terjebak dengan kecanggungan tersebut pun tak bisa melakukan apa pun. Terutama dengan sang kakek yang jelas-jelas ingin menyeret Leon keluar dari ruangan tersebut tapi tak mungkin membuat keributan di ruang perawatan baby Lucien yang kini sudah berbaring di ranjang pasien.“Kakek ingin bicara sebentar,” ucap Phyllian. Melirik ke arah Leon yang masih duduk di kursi. Tak melepaskan pandangan dari baby Lucien sedikit pun. Aleta mengangguk pelan, mengikuti sang kakek menuju pintu.“Awasi dia untukku,” pintah Phyllian pada Bastian sebelum mencapai pintu.Aleta tentu saja merasa tak nyaman dengan pintah tersebut. “K-kakek …”“Kakek tidak mempercayainya, Aleta. Siapa yang tahu kalau dia akan membawa lari cicitku.” Jawaban Phyllian yang tidak lirih se
“Kau masih belum menyentuhnya?” gumam Monica membuka berkas di meja yang tampaknya masih tak tersentuh, bahkan setelah beberapa hari setelah Aleta mencoba menemui Leon di kantor. Kepalanya berputar, menatap sang putri yang berdiri di tengah ruangan, menggendong baby Lucien yang tampaknya mulai tenang.Aleta hanya menatap sang mama, tanpa memberikan jawaban apa pun.“Masih ingin bicara dengan Leon?”Aleta memberikan satu anggukan pelan, menundukkan wajah dan menatap sang putra yang sudah terlelap. Ia pun berjalan mendekati boks bayi, membaringkan baby Lucien dan tetap berdiri di samping boks bayi.“Tadi malam papamu bertemu dengan kakekmu.” Monica mendekati Aleta. Menyentuh pundak wanita itu dengan lembut. “Kakekmu mengatakan akan mengambil alih semua permasalaha ini dan mengatur pengacara terbaik untukmu.”Aleta menoleh ke samping, napasnya semakin tertahan. “K-kakek?”Monica mengangguk. “Mama dan papa sudah menega
“Apakah pria itu berhasil mempengaruhimu sehingga membuatmu seperti ini?” ulang Bastian dengan penekanan di ujung kalimatnya. “Jadi pria itu sudah berhasil mengubah perasaanmu padaku?”Aleta tak langsung menjawab. Menatap binar harapan di kedua mata Bqstian yang perlahan meredup. Sama sekali tak menyangkal pertanyaan tersebut.Bahkan pertanyaan tersebutlah yang membuat Aleta tersadar. Bahwa perasaannya pada Bastian memang sudah berubah. Berubah sepenuhnya tanpa ia sadari.Bastian menggeleng. “Tidak. Ini terlalu cepat, Aleta. Dan semua ini bukan karena Leon.Tetapi karena ancaman Berlian padamu, kan?”Aleta tetap bergeming. Ekspresi wajah Bastian tampak begitu emosional.“Berlian sudah mengatakan padaku. Semua itu hanya kelicikannya, Aleta. Percaya padaku.” Bastian melangkah maju, tetapi tubuh Aleta bergerak mundur. Mempertahankan jarak di antara mereka tetap terbentang.Aleta menggeleng. “Kakekku, kau, dan Berl
Aleta menatap berkas yang tergeletak di sampingnya. Tak ia sentuh sejak kemarin sang mama meletakkannya di sana. Tahu benar apa yang ada di dalam sana, tetapi ia tak memiliki keberanian untuk membukanya.Semua harapan dan keinginannya ada di dalam sana. Terkabulkan hanya dengan membubuhkan tanda tangannya di sana.Namun …Akan tetapi …Kenapa sekarang perasaannya telah berubah? Kenapa keinginan dan harapannya tidak sama?‘Mama tak tahu apakah mama perlu menyampaikannya padamu. Kakekmu dan Bastian menukarkan semua ini dengan perusahaan.’‘Mama dan papa tidak memihak siapa pun selain dirimu, Aleta. Yang kami inginkan hanyalah kebahagiaanmu semata. Jadi … pertimbangkan baik-baik keputusanmu.’Kata-kata sang mama kembali terngiang. Semudah inikah Leon menyerah untuknya? UntukLucien? Ya, tentu saja dirinya tak bisa dibandingkan dengan kursi tertinggi di Thobias Group.Aleta menghela napas pan