Beranda / Romansa / Bukan Pilihan / Chapter 92 : Rekonsiliasi

Share

Chapter 92 : Rekonsiliasi

Penulis: Giovanna Bee
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-14 04:59:36

    Usai melampiaskan rasa frustasi Alex kembali ke kamar. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan keberadaan Diana. Entah akan menjadi hal baik atau buruk. Satu hal yang ingin dipastikan, ke mana langkah berikutnya menuju.

    Mata mereka bertatapan saat Alex menuju kamar mandi. Diana berpikir apa yang harus mereka bicarakan nanti. Saat Diana masih sibuk dengan pikirannya Alex telah selesai mandi.

    "Kamu sempat tidur?" tanya Diana.

    Alex tidak menjawab.

    Diana memperhatikan Alex berpakaian.

    "Aku membuatmu takut?" Alex duduk di tepi tempat tidur.

    "Sedikit." Diana tersenyum tipis.

    "Sebaiknya begitu," desah Alex.

    Hati Diana terasa perih. Perasaan Alex mengalir bebas ke dalam dirinya, bercampur dengan perasaannya sendiri. Diana menggigit bibir.

    "Jack menyebutku binatang bukan tanpa alasan, Princess...."
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bukan Pilihan   Chapter 93 : Energi Yang Tertimbun

    ''Apakah aku egois?' batin Diana. Jarinya menelusuri garis wajah lelaki yang masih terlelap di sisinya. Bibirnya mencium dahi Alex dengan lembut. Tidak terasa hubungan mereka sudah terjalin selama hampir empat bulan. Masih segar dalam ingatan seperti apa perjumpaan pertama mereka. Diana tersenyum mengingat bahwa dulu hatinya langsung terpikat pada sosok Alex yang liar dan bertindak semaunya. Lelaki yang tampak keras namun berhati lembut. Diana tidak tahu Alex sudah terbangun. Dia pura-pura tidur untuk menikmati kenangan yang melintas dalam pikiran Diana. Pikiran sang kekasih membuatnya merasa berharga dan dicintai. Alex juga mengenang perjumpaan pertama mereka. Dulu dia sempat terheran karena timbul keinginan untuk melindungi wanita mungil yang belum dikenalnya sama sekali. "Pura-pura tidur ya?" cetus Diana. "Hmm? Aku tidur kok." "Ya sudah, tidur yang nyenyak. Aku mau--"

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-15
  • Bukan Pilihan   Chapter 94 : Kesepakatan

    Jack memperhatikan Alex dan Diana. Alex yang merasa diperhatikan balas memandangi Jack. Sementara Diana berusaha mengabaikan aura pertentangan di antara kedua lelaki itu. Dia terlalu lelah untuk menebak apa yang sedang terjadi. "Apa? Kau ada masalah denganku?" tantang Alex. "Huh, cuma Diana yang bisa menjinakkan binatang liar sepertimu," cetus Jack. "Benar sekali, cuma dia yang bisa." Alex mengecup dahi Diana lembut. Diana tidak berkomentar apa pun. Dia sibuk menikmati makanan. "Kemarin wajahmu seperti mau membunuh orang. Sekarang berubah seperti anak kucing yang manja," ledek Jack. "Anak kucing ini masih bisa melemparmu ke lantai terbawah." Alex menyeringai. Jack tertawa. Dalam hati dia bersyukur karena Alex sudah terlihat normal. Jika tidak dia harus mempertaruhkan nyawa untuk melindungi Diana yang sudah dia anggap sebagai adik kecilnya

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-15
  • Bukan Pilihan   Chapter 95 : Persiapan

    "Kamu butuh gaun putih yang sederhana," ujar Alex. "Pilih yang mudah dilepas...," bisiknya kemudian. "Pikiranmu." Diana tertawa geli. "Aku serius, Princess... Aku tidak mau menghabiskan waktu terlalu banyak untuk membantumu keluar dari gaun yang rumit." Diana terkikik geli saat Alex menciumi lehernya. Lelaki ini tidak peduli meskipun mereka sedang berada di dalam butik. Setelah mencoba lusinan gaun akhirnya Alex menyetujui sebuah gaun yang sederhana tapi terlihat cantik di tubuh Diana. Gaun itu bermodel backless, memamerkan punggung dengan cara yang seksi. Bagian depan hanya ditunjang oleh tali kecil yang diikat ke leher. Bahan paduan sutra dan sifon dengan taburan kristal swarovski membuatnya terlihat berkilau di bawah cahaya. Alex menatap dari ujung rambut hingga ujung kaki. Baginya Diana terlihat bagai bidadari yang turun dari langit. Alex mengamati gaun yang dipakai Diana

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-15
  • Bukan Pilihan   Chapter 96 : Pernikahan

    Sore ini laut terlihat tenang. Ombak kecil berkejaran menuju pasir. Diana senang merasakan percikan air laut di jari kakinya. Jaket hitam Alex tersampir di bahunya. "Entah kenapa aku senang sekali suasana di pantai," desah Diana. "Kalau mau kemari bilang saja, pasti kutemani." Alex mengecup pipi Diana. "Hmmm...." "Aku sudah menemukan tempat yang cocok untuk bulan madu." "Oh ya? Di mana?" tanya Diana dengan antusias. "Labuan Bajo. Pantainya jauh lebih indah dari ini." "Kamu selalu memberi kejutan." Diana tersenyum lebar. "Apa saja akan kuberikan untukmu." Alex memberikan kecupan ringan di bibir. "Aku belum pernah ke Labuan Bajo... Kalau ke Bali pernah." "Aku yakin kamu akan menyukainya. Kita menginap tiga malam. Kalau kamu ingin lebih lama kita tinggal perpanjang liburan." "Tidak sangka

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-16
  • Bukan Pilihan   Chapter 97 : Bulan Madu

    Pemandangan dari jendela pesawat menampakkan lautan biru yang luas di balik awan putih berarak. Indah sekali! Pulau besar dan kecil bagaikan permata hijau bertebaran di laut. Alex merasakan antusiasme Diana dari genggaman tangannya. Beberapa menit kemudian pesawat mendarat dengan lembut di Bandara Komodo. Penumpang bergerak turun. Mereka mengambil bagasi dan naik mobil carteran menuju hotel. Diana menikmati hembusan angin yang nyaris tanpa polusi. Suasananya jauh berbeda dengan kota asal mereka. Pepohonan tampak rindang tak tersentuh. Mobil masuk ke halaman sebuah hotel bergaya modern. Alex harus menarik Diana yang tertakjub melihat pemandangan pantai yang terbentang tepat di depan hotel. Proses check in berjalan tanpa hambatan. Begitu berada di dalam kamar Diana langsung menjatuhkan diri ke kasur yang empuk. Perjalanan selama tiga jam membuatnya lelah. Alex meletakkan koper mereka di depan lemari. Dia membuka je

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-16
  • Bukan Pilihan   Chapter 98 : Pengantin Baru

    "Kita video call Mama ya?" pinta Diana. Mereka sudah kembali berada di penthouse. "Oke." Alex duduk berdampingan. Diana menghubungi nomor Mikaela. Hatinya berdebar membayangkan apa reaksi Mikaela saat tahu dirinya telah menikah. "Diana, apa kabarmu, Nak? Kamu baik? Sehat?" "Kami baik, Ma." Diana tersenyum lebar. Mikaela terdiam sesaat. Matanya mengamati wajah-wajah bahagia yang ada di layar handphone. "Ma, kami sudah meresmikan hubungan." Mikaela mendekap mulut, "Oh, selamat Anakku. Sayang sekali Mama tidak menghadirinya. Kalian baru pulang bulan madu?" "Iya." Diana melirik Alex malu-malu. "Aku punya satu anak lelaki lagi sekarang. Selamat ya Alex. Aku percaya kamu menjaga Diana dengan baik." "Iya, aku akan melindunginya seumur hidup." Alex mengecup dahi Diana. "K

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-16
  • Bukan Pilihan   Chapter 99 : Wanita Penipu

    "Huh, kupikir kalian tidak akan datang!" Jack mengomel. "Kami sudah di sini kan? Masih perlu kau menggerutu seperti lelaki tua?" Alex mengawasi monitor CCTV. Semuanya terlihat baik. "Terima kasih, Jack, sudah mengurus semua dengan baik." Diana tersenyum. "Tidak ada masalah selama kami pergi?" tanya Alex. Jack melirik Diana lalu berkata dengan enggan, "Aman. Hanya saja masalah selalu mengikuti kemana pun dia pergi." "Siapa? Alex?" Mata Diana membulat. Alex menoleh dengan malas. Melihat Diana rasanya ingin segera pulang dan bermesraan kembali. "Vorst," panggil Jack sambil memberi kode supaya mendekat. "Apa? Katakan saja." Jack melirik Diana lalu memberi kode keras lagi kepada Alex. Alex menghela nafas, "Ada apa?" Jack menarik jaket Alex dengan tidak sabar, "Ad

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-17
  • Bukan Pilihan   Chapter 100 : Manager Baru

    "Aku seperti melupakan sesuatu," ujar Alex. "Apa?" Diana mengernyit. "Tentang pekerjaan?" "Itu masalahnya, aku tidak ingat." "Tanda-tanda penuaan mulai terlihat pada dirimu, Vorst," kata Jack sambil membalik pancake dengan melemparnya ke atas. Pancake itu mendarat dengan mulus di tengah panci. "Semoga panci itu jatuh mengenai kakimu," tukas Alex kesal. "Hei! Mulutmu kotor sekali!" "Masalah?" "Sial, kupikir menikah bisa membuatmu.lebih lembut, ternyata sama saja," Jack mengomel panjang lebar. "Sebelum ngomong ngaca dulu." Panci pun melayang ke arah Alex. Refleks Diana menunduk sambil memegangi kepala, takut jadi sasaran nyasar. Ternyata tangan Alex lebih cepat. Dia menangkap gagang panci sebelum menyentuh apa pun. "Bosan hidup rupamya," geram Alex. "Kau yang bosan hidup! Lanjutkan di at

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-17

Bab terbaru

  • Bukan Pilihan   Chapter 149 : Pengakuan

    Hari kepulangan Ben adalah hari yang dinantikan semua orang, bahkan Alex pun berpikiran baik terhadap ayah mertuanya. Cederanya belum pulih seratus persen, tapi sudah tidak membahayakan. Ben pun bisa berjalan sendiri meskipun lebih lemah dari biasanya. "Bagaimana keadaanmu?" Ben bertanya pada Alex saat hanya ada mereka berdua di ruang tamu. "Apa? Seharusnya aku yang bertanya padamu." Ben meringis menahan tawa, "Tidak boleh bertanya? Lupakan saja niat baikku." Alex berdeham, "Kenapa Anda menghalangi pukulan Lao Hu?" Ben menatap Alex dengan pandangan rumit, "Kenapa? Karena kalau kamu terluka putriku akan bersedih." "Aku mengerti." Alex tersenyum. Ada sesuatu yang menarik dalam pikiran Ben. "Kenapa kamu melindungiku?" Ben bertanya kembali. "Karena Anda ayah istriku." Hening sesaat. Kedua lelaki berbeda generasi itu tampak

  • Bukan Pilihan   Chapter 148 : Berpamitan

    Alex dan Diana duduk di kursi taman rumah sakit yang menghadap ke arah kamar VIP. Mereka menikmati suasana yang cukup sejuk sambil mengobrol ringan. "Untung kamu tidak cedera berat seperti waktu itu," kata Diana. "Cuma keretakan rusuk sedikit. Aku masih bisa bermesraan denganmu," goda Alex. "Kamu nih, kata dokter jangan banyak bergerak dulu. Biar tidak berat tapi kalau dipaksa cederanya bisa bertambah." "Cedera apa? Istriku kan mungil dan ringan." Alex mengecup pipi Diana. "Serius dong," gerutu Diana. "Lihat, orang itu sudah keluar." Alex melirik ke satu arah. Diana menoleh ke arah kamar pasien. Tampak Li Wei dan Mikaela berdiri berhadapan. "Kamu bilang mereka ada hubungannya?" tanya Diana. "Rasanya begitu." Terlihat Mikaela merentangkan tangan. Li Wei ragu, maka Mikaela maju untuk memeluknya. Diana te

  • Bukan Pilihan   Chapter 147 : Berdamai

    Suasana dalam kamar VIP di rumah sakit menjadi tegang karena kedatangan Li Wei. Lelaki muda itu datang untuk menjenguk keluarga Hartanto, namun tujuan utamanya adalah untuk bertemu Diana. "Mau apa kemari?" tanya Alex. "Aku datang dengan niat baik. Tanya saja ibu mertuamu." Li Wei tersenyum dingin. "Tidak ada niat baik dalam kepalamu. Aku belum memberimu pelajaran atas apa yang kau lakukan terhadap Diana," geram Alex. "Memangnya kau punya kemampuan?" Li Wei bahkan tidak menatap Alex. Pandangan matanya melembut saat menemukan sosok Diana yang bersembunyi di belakang Alex. "Jaga matamu, Anak Kecil." Alex menghalangi pandangan mata Li Wei. "Mata jelas-jelas punyaku. Memangnya pemandangan di kamar ini punyamu?" ejek Li Wei. "Huss... Kalian ini. Di rumah sakit masih aja mau berkelahi...," desis Mikaela. Dia terpaksa menghampiri anak-anak muda k

  • Bukan Pilihan   Chapter 146 : Ben Turun Tangan

    "Kau! Cari mati!" Lao Hu menjerit histeris. Darah mengalir ke wajahnya. "Kau yang cari mati, Tua Bangka!" bentak Ben. Alex benar-benar melongo. Bukannya kedua lelaki ini sama-sama tua? Lao Hu merangsek ke arah Ben. Dia hendak menghabisi pengganggu tak terduga ini dalam satu pukulan. Alex tidak tinggal diam. Dia segera menyerang dari samping, tepat mengenai bagian sisi kepala Lao Hu. Walaupun terkena tendangan tapi reaksi Lao Hu masih luar biasa. Lengannya mengibas ke samping membuat tubuh Alex terlempar ke dinding. "Ben! Hati-hati!" seru Mikaela. "Jangan keluar! Tetap di dalam!" Ben berseru pada istrinya. Lao Hu menatap ke arah Mikaela. Tatapan matanya berubah ganas. Ben menempatkan dirinya di antara Mikaela dan Lao Hu. "Heh, wanita yang cantik. Setelah kalian lelaki-lelaki tak berguna ini mati, akan kurebut wanita kalian!" Lao Hu tertawa

  • Bukan Pilihan   Chapter 145 : Naga dan Harimau

    Matahari tinggi di puncak langit. Sederetan mobil hitam parkir tidak beraturan di luar gerbang kediaman Hartanto. Beberapa orang penjaga berteriak-teriak mengusir para pendatang yang tidak tahu diri itu. Pintu mobil terbuka nyaris berbarengan. Selusin lelaki bertubuh besar berwajah garang melompat turun. Niko dan Lao Hu turun setelah formasi terbentuk. Teriknya matahari membuat Lao Hu memicingkan mata. "Ini rumahnya?" tanya Lao Hu. "Betul, Bos. Alex sedang berada di sini." jawab Niko dengan hormat. Lao Hu menggerakkan kepala sebagai kode untuk anak buahnya. Kompak, selusin lelaki bertubuh besar merobohkan pintu gerbang. Besi baja terlihat tak berguna di hadapan mereka. Para penjaga berhamburan dari dalam rumah, semua membawa tongkat atau senjata tumpul lainnya. Seketika terjadi pertarungan sengit di pekarangan. Lao Hu dan Niko berjalan melewati mereka seolah tidak ada a

  • Bukan Pilihan   Chapter 144 : Tenang Sebelum Badai

    Genderang perang sudah ditabuh. Lao Hu berangkat ke kediaman Hartanto bersama Niko dan selusin anak buah mereka. Mobil hitam melaju beriringan tanpa rintangan berarti. Jika saja langit berubah jadi gelap disertai kilat menyambar dan guntur bertalu, mereka akan mirip seperti utusan dari neraka. Sayangnya langit begitu cerah tanpa awan sedikit pun. "Bos, Shi Fu Li tidak ikut?" tanya Niko perlahan. "Dia sudah mengatakan bahwa hari ini baik. Aku percaya padanya," sahut Lao Hu yang bersandar memejamkan mata. "Oh, baik kalau begitu." Niko tidak berani bertanya lagi. "Bangunkan aku kalau sudah sampai," kata Lao Hu. "Baik, Bos." Kediaman Hartanto... Alex menyeret Jack ke pekarangan. Dia butuh sedikit gerak badan. Jack yang masih mengantuk terus-menerus menggerutu. "Bacotmu seperti anak perempuan," ledek Alex.

  • Bukan Pilihan   Chapter 143 : Perubahan

    "Shi Fu, bagaimana... Tadi...." Lao Hu yang sudah dapat bergerak kini kebingungan seperti orang baru terbangun dari tidur panjang. "Istirahatlah dulu. Cari hari lain untuk menghadapi Alexander. Terlalu banyak kejutan hari ini, tidak baik." Li Wei termenung. Lao Hu merasa tidak rela, tapi dia tidak berani membantah perkataan seorang Shi Fu Li. Dia membungkukkan badan dengan hormat dan kembali ke kamar. Li Wei menghela nafas. Percakapan singkat dengan Mikaela mengangkat selubung kegelapan dalam hatinya. Ada baiknya juga mengikuti nasihat Mikaela, mungkin dengan demikian dia dapat merebut hati Diana seperti seorang lelaki sejati. Huh, wanita yang dicintai ayahnya memang hebat. Tidak memiliki ilmu apa-apa tapi kekuatannya luar biasa. Sayang, sungguh sangat disayangkan ayah pergi terlalu cepat. Li Wei ingin sekali mendengarkan lagi kisah percintaan itu dari mulut ayahnya, dengan perspektif yang berb

  • Bukan Pilihan   Chapter 142 : Rahasia Mikaela

    Firasat buruk datang seperti angin dingin di tengah malam, membuat tubuh tidak nyaman dan pikiran tidak tenang. Mikaela menatap dua anak muda yang masih memejamkan mata karena kelelahan mental yang baru saja mereka lalui. Bagaimana mereka bisa melawan musuh yang akan datang? Mikaela keluar dari kamar Diana. Raut wajah yang biasanya lembut kini terlihat penuh tekad. Dia masuk ke kamarnya untuk berbicara dengan Ben. Dilihatnya Ben sedang duduk di meja sambil melihat-lihat dokumen. "Sayang?" panggil Mikaela. "Hmm," gumam Ben acuh tak acuh. Mikaela tersenyum. Lelaki yang telah dinikahinya selama tiga puluh lima tahun ini tampak lelah. Dia meletakkan tangan di bahu Ben. "Bersikap baiklah terhadap Alex, Sayang. Bagaimanapun juga dia suami putri kita...," desah Mikaela. "Hmm." "Aku mau keluar sebentar ya. Tolong jaga anak-anak." Mikaela me

  • Bukan Pilihan   Chapter 141 : Menghancurkan Mantra

    Alex dan Diana memeriksa setiap sudut ruangan untuk menemukan keberadaan akar mantra tersebut. Tidak ada satu sudut pun yang lolos dari pemeriksaan. Entah berapa lama waktu berlalu, tapi Alex mulai merasa lelah. "Selain tempat ini masih ada lagi?" tanya Alex. "Ehm... Kita belum melihat semuanya." Alex menatap Diana, "Di mana?" "Itu." Diana menunjuk ke sebuah titik. Alex mengangkat kepala. Siapa sangka ada rak buku tersembunyi di atas sebuah pilar besar. Siapa pun yang tanpa sengaja melihat ke atas tidak akan dapat menemukannya. "Sepertinya aku harus memanjat." Alex menghela nafas. "Ada tangga di sana." Diana menunjuk ke bawah pilar. Benar saja, ada anak tangga yang dipahat pada pilar. Tangga melingkar itu baru menunjukkan wujudnya setelah mereka benar-benar memperhatikan. "Pikiranmu rumit sekali, Princess." Alex terseny

DMCA.com Protection Status