"Aku tidak suka melihatmu sedih. Karena, hal itu juga membuat sakit hatiku. Aku ingin kau terus tersenyum cantik seperti tadi," ucap Alvaro membuat Selena kembali tersenyum. Sungguh Alvaro merasa tidak tega untuk mengatakan hal yang sesungguhnya. "Asal kau selalu ada di sisiku, aku akan baik-baik saja. Dan akan terus baik-baik saja," jawab Selena menggenggam tangan Alvaro. Namun, hal itu membuat Alvaro merasa sedikit tercubit hatinya. Bagaimana nantinya jika ia mengatakan bahwa akan pergi untuk beberapa tahun kedepan karena melanjutkan study ke luar negeri?"Makanlah dulu. Kau pasti lapar, kan?" ucap Alvaro dan Selena mengangguk semangat. Selena terus memasang senyum. Bersama Alvaro, hatinya sedikit merasa terobati. Andai tak ada Alvaro, mungkin saat ini ia masih menangisi hidupnya yang terlihat malang. Selena makan dengan senang. Sesekali ia menyuapi Alvaro dan begitupun sebaliknya. Sepasang manusia itu terlihat sangat serasi. Bahkan di kampusnya mereka mendapat julukan sepasang
Daniel mendengus pelan. Ia menutup pintu kamar Alvaro, lalu ikut duduk bersama adiknya. "Andai saja aku punya wewenang besar di rumah ini, mungkin aku bisa menunda keberangkatanmu," ucap Daniel menepuk bahu Alvaro. "Aku benar-benar berat meninggalkannya sendiri dalam kesedihan dan kesusahannya," ucap Alvaro lagi. Daniel memicingkan mata menatap adiknya dari samping. "Jadi, kau seperti ini karena kekasihmu? Bukan karena kakakmu ini yang baru bertemu denganmu beberapa hari?" ucap Daniel heran membuat Alvaro tersenyum samar. "Aku juga merindukanmu, Kak," ucap Alvaro beralih memeluk Daniel dan berakhir memanggilnya Kak. Membuat Daniel sedikit heran mendengarnya. "Wah, sebuah kejutan bagiku, kau mau memanggilku Kak. Apa aku sedang bermimpi?" ledek Daniel membuat Alvaro segera melepas pelukannya. "Sudahlah. Aku tak mau mendengar suara Kakek berteriak memanggilku lagi," ucap Alvaro berdiri dan menarik kopernya. Daniel tersenyum menatap adiknya. Lalu mereka pergi ke Bandara.Sanjaya be
Tin... Tin... Tin.Terdengar bunyi klakson bersahutan, membuat Daniel sedikit terkejut karenanya. Gara-gara memperhatikan gadis itu, hingga Daniel tidak sadar jika lampu merah sudah berganti hijau. Daniel bernafas lega. Ia merasa sedikit tenang hatinya hanya dengan melihat pemandangan sederhana itu. Entah kenapa, senyum gadis tadi menularkan senyum di wajahnya. Hingga saat ia tiba di kantor. Daniel berjalan lebih ringan dari sebelumnya ia keluar dari rumah. Dan semua berkat gadis dengan senyum manis berhati malaikat yang membuat kagum padanya. __________Daniel memasuki ruang rapat, di mana semua orang telah menunggu kehadirannya. Dan pertama yang ia lihat adalah Ayahnya dengan senyum menyebalkan yang ia berikan tadi dari rumah. Daniel menghela napas lalu duduk di samping sang Kakek."Baik, rapat hari ini kita mulai," ucap Sanjaya menatap semua orang yang hadir dalam ruangan itu. Starlight hotel dan Resort adalah sebuah perusahaan yang didirikan bersama para Saudara dan keluarga
"Saya minta maaf, Bu. Saya benar-benar minta maaf. Pagi ini Bus sangat sesak dan berjalan sangat lama," jawab Selena menunduk takut. "Saya tidak mau mendengar alasan apapun! Saya tidak suka dengan orang yang tidak disiplin waktu! Kau bisa putuskan sekarang. jika kau tidak bisa bekerja dengan baik, kau bisa mundur dan akan digantikan orang lain!" ucap Monika dengan menatap tajam ke arah Selena. Selena segera mengangkat kepalanya dan menggeleng menatap atasannya itu. "Maafkan saya, Bu. Besok saya akan berangkat lebih pagi dan tepat waktu!" jawab Selena tegas. Terdengar dengusan kasar dari atasan Selena yang ia lihat seperti guru matematikanya dulu yang killer saat sekolah menengah atas."Aku beri kesempatan sekali lagi. Jika besok kau terlambat, tidak perlu kukatakan kalau kau di pecat, kau harus sadar diri untuk angkat kaki dari hotel ini!" ucap Monika tegas menatap tajam ke arah Selena. Selena memejamkan mata dengan sedikit terkejut, ia hanya mengangguk cepat dan segera masuk ke
Selena menghela napas lelah. Ia sudah membersihkan sepuluh kamar dalam waktu tiga jam tanpa henti dan tanpa istirahat. Ia mengusap keringat yang membasahi keningnya. "Kalau saja kau di sini, Al. Kau pasti sudah membawakanku air minum dan sandwich coklat untukku," gumam Selena sembari berdiri melamun di pantry. Ia sedang mengisi botolnya dengan air minum. Kemudian mengulas senyum karena mengingat tentang Alvaro. "Airnya sudah penuh!" seru seseorang memperingati Selena. Membuat gadis itu terkejut dan menyadari bahwa airnya sudah tumpah dari botolnya karena terlalu penuh. "Aahh! Maafkan saya, saya sudah lalai!" pekik Selena kaget. Ia mendapati seorang pria yang berhadapan dengannya. Selena tertegun sejenak, melihat pria tampan di depannya. "Kau baik-baik saja?" tanya pria itu. "A, ... Ya, aku baik-baik saja," ucap Selena terbata dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Selena kembali terkejut, saat merasakan tangannya diusap kain lembut dari pria di depannya. "Apa yang kau, ..
"Hah?! Kau ini bicara apa, Lily? Mana mungkin dia menyukaiku. Kenal saja tidak. kau ini ada-ada saja," elak Selena menanggapi ucapan temannya itu. "Sudah kubilang. Kau ini terlalu cantik, Selena. Tidak ada yang tidak menyukaimu," ucap Lily menyusul Selena berjalan lebih dulu. "Sudahlah. Tak usah berbicara hal-hal aneh seperti itu. Sebaiknya, kita kembali bekerja," ucap Selena dengan senyum cantiknya."Aku berani bertaruh, pria tadi pasti menyukaimu," ujar Lily keras kepala. Selena hanya menggelengkan kepala menanggapi ocehan temannya itu. **********Daniel masuk ke dalam ruangannya. Ia mulai bingung dan merasa cemas. Sandy yang duduk di sofa ruangan Daniel menatal curiga ke arahnya. "Kau kenapa?" tanya Sandy penasaran. Daniel hanya melirik sekilas ke arah Sandy. Kemudian duduk dengan menghela napas panjang. "San. Sepertinya aku telah membuat masalah," gumam Daniel yang masih terdengar jelas oleh Sandy. "Masalah? Masalah apa?" tanya Sandy curiga. "Sepertinya, nanti sore aku tidak
"Al!" pekik Selena. Seorang pria bertubuh tinggi dengan pakaian kasualnya berjalan ke arahnya. Lalu, menurunkan kacamata yang bertengger di kepala."Maaf, anda berbicara dengan saya?" tanya pria itu membuat Selena terdiam. Pria itu bukan Alvaro. Hanya seseorang yang terlihat mirip sepertinya. "Maaf, sepertinya saya salah orang," ucap Selena membungkukkan badan. Pria itu tersenyum sembari mengulurkan tangannya. "Sekalian saja kita berkenalan. Siapa namamu, Nona Cantik," tanya pria itu. Namun, seseorang di balik tembok mengepalkan tangan menyaksikan hal itu. Selena hanya tersenyum lalu pergi meninggalkan pria itu tanpa berkata apapun. Membuat seseorang di balik tembok itu bernapas lega.Selena kembali ke pantry dan tersenyum. Lalu meminum minuman coklat itu. "Siapapun kamu, terima kasih untuk coklatnya. I like it," ucap Selena sembari menengok kanan kiri lagi.Seseorang tersenyum dibalik tembok yang tak terlihat oleh Selena. Ia tersenyum mendengar ucapan Selena yang mengucap terima k
Selena menghentikan langkah, saat ia hendak keluar. Ia berbalik dan menghadap Daniel."Sebenarnya apa maumu?!!!" pekik Selena geram. "Tidak usah berteriak! Orang-orang akan mendengar dan mengira di sini sedang terjadi sesuatu, nona," ucap Daniel memperingatkan. Seketika Selena menatap sekelilingnya. Ia merasa di bodohi. Mana mungkin hotel berbintang lima ini, apalagi suite room akan terdengar dari luar. Yang jelas setiap kamar di hotel ini kedap suara. "Jangan membuatku marah, Tuan! Berikan aku hukuman, tapi tidak dengan itu!" ucap Selena dingin dan sedikit memelas. "Aku tak benar-benar menikahimu, Nona. Hanya kontrak untuk beberapa bulan saja," sambung Daniel membuat Selena kembali menatap pria di depannya. "Anda jangan gila, Pak! Apa kau pikir, pernikahan itu sebuah permainan?!""Lalu? Apa kau mau sebuah pernikahan sungguhan? Oke, tidak masalah bagiku," jawab Daniel enteng dengan mengedikkan bahunya. Dan hal itu sukses membuat Selena semakin menganga tidak percaya."Maaf! Aku t
Apa?!" Begitulah jika Selena ada maunya. Ia akan memanggil Daniel dengan sebutan 'Sayang', karena tahu suaminya itu tidak akan menolak. "Ya, baiklah. Besok aku akan mengurus semuanya," jawab Daniel meski dalam otaknya sudah pusing memikirkan segalanya. Bahkan, pagi-pagi sekali Daniel menghubungi dokter kandungan yang biasa menangani Selena. Sebenarnya, saat check up sejak sebulan yang lalu, dokter sudah bisa memprediksi jenis kelamin bayi Selena dan Daniel. Namun, Selena mengatakan agar tidak mengatakannya. Ia bilang, agar menjadi surprise saat bayinya lahir. Namun, siapa yang menyangka, jika keinginan istri Daniel mendadak berubah?Dokter sudah menuliskan jenis kelamin anak Selena dan Daniel dalam sebuah kertas yang digulung pada sebuah tabung plastik. Lalu memasukkannya ke dalam sebuah balon besar. Karena acaranya begitu mendadak, jadi Daniel tak bisa berpikir untuk melakukan ide rencana yang lebih baik. Untuk itu, ia hanya mengadakan acara seperti pada umumnya. Jika saja Dani
Waktu terus berlalu. Bahkan musim telah berganti. Segala masalah yang mereka lewati pun telah menjadi hal yang hanya bisa diingat. Kita tak akan pernah tahu dengan apa yang akan terjadi. Bahkan kesulitan yang kita alami juga datangnya dari Yang Maha Kuasa, semata hanya untuk memberi kemudahan setelah kita bisa melewatinya. Meninggalnya kedua orang tua Selena, pernikahan kontrak yang dilakukan Daniel dan Selena, bahkan harus rela berpisah dengan Alvaro yang notabene adalah kekasihnya. Kemudian meninggalnya sang kakek, kejadian Alvaro di luar negeri dengan Nick, atau kembalinya sang Mama yang membuat Alvaro dan Daniel menangis haru. Serta cinta yang perlahan tumbuh di hati Selena untuk Daniel ataupun sikap rela menerima Alvaro yang mau bertanggung jawab atas Jessica, semua sudah tak luput dari campur tangan Tuhan. Lalu, kini keluarga yang sedang berbahagia itu, sedang riuh menanti kelahiran seorang bayi yang sudah ditunggu sejak sembilan bulan lamanya. Alvaro menangis haru, saat per
Setelah drama sesenggukan Jessica di kamar rias, kini sepasang mempelai pengantin itu sedang berjalan menuju altar. Tentu saja Jessica sudah diperbaiki make upnya. Karena air matanya tentu membuat riasan Jessica sedikit rusak. Daniel mengundang semua rekan kerjanya, serta para karyawan di seluruh cabang Jaya Group. Membuat pesta pernikahan Alvaro terasa sangat meriah. "Kenapa kau memandangnya seperti itu?" tanya Daniel ketika Selena menyaksikan Alvaro dan Jessica sebagai raja dan ratu hari ini. Selena hanya memutar bola mata malas. Ia tahu, suaminya itu pasti dalam mode cemburu. "Sayang, aku punya mata. Dan kau sangat tahu apa gunanya mata, kan? Untuk apa punya mata, jika tak digunakan dengan baik?" jawab Selena sehalus mungkin. "Tapi, memandang seperti itu, apakah itu cara yang baik?" protes Daniel kembali membuat Selena menarik napas panjang. Apa salahnya melihat pasangan yang menikah itu sedang berbahagia? "Apa aku tak boleh melihatnya? Apa aku harus ke kamar saja?" kesal Sel
Selena mengeratkan pegangannya pada gelas. Ia sudah menduga bahwa Daniel akan berpikir demikian. Salahnya sendiri, kenapa ia menampilkan sikap yang aneh. "Daniel... Aku tidak...""Aku tidak apa-apa, Selena. Aku sangat tahu hatimu. Wajar saja jika kau...""Aku tidak cemburu, Daniel. Aku hanya heran saja, mereka,... Alvaro sangat cepat dekat dengan Jessica. Juga, Jessica..."Selena menggantungkan ucapannya. Ia menyadari jika maksud dari ucapannya juga masih mengandung maksud yang dikatakan Daniel. Daniel segera menangkap kegelisahan istrinya itu. Ia menghampiri Selena, dan meletakkan gelas yang dibawa olehnya. "Tak perlu kau menjelaskan, aku sudah paham. Aku tahu. Sangat tahu. Memang tidak mudah melupakan seseorang yang pernah mengisi hati kita. Namun, harus selalu kau ingat, bahwa ada aku, di sisimu," ujar Daniel meletakkan sebelah tangan Selena di dadanya. Selena tersenyum lega. Sebelumnya ia takut, jika Daniel akan salah sangka padanya. Namun, siapa yang menyangka jika suaminya s
"Daniel?! Kau?! Bagaimana kau bisa ada di sini?" pekik Alvaro yang segera beranjak dan berhadapan dengan Daniel. "Kau belum menjawab pertanyaanku, Al?!""Kau pun tak menghiraukan pertanyaanku, Niel!" kesal Alvaro kemudian. Keduanya mendengkus kesal bersamaan. Membuat Daniel tersenyum geli melihatnya. Ia sadar, dirinya dan adiknya adalah dua orang yang hampir sama memiliki sifat. Yaitu tidak sabaran, dan mungkin mau menang sendiri. "Oke, fine! Tadi aku mengikutimu dari belakang karena...""Dasar penguntit!" kesal Alvaro dan Daniel tercengang mendengarnya. "Dengarkan aku dulu, Adik laknat!" maki Daniel yang terpancing kesal. Alvaro hanya mendengus kasar dan membuang muka. Ia enggan bertatap muka dengan kakaknya itu. "Aku hanya menghawatirkanmu. Jadi aku mengikutimu. Apa aku salah?" "Salah! Karena kau plin plan dengan ucapanmu!" ketus Alvaro beranjak keluar dari kamarnya. Ia tak ingin istirahat Jessica terganggu. "Plin plan? Apa maksudmu?" tanya Daniel heran. Ia mengikuti langkah a
Sejak kepergian Alvaro saat mereka berpisah di Bandara, sejak itu pula Jessica merasakan kegelisahan. Gelisah karena sepertinya perutnya mulai mengalami rasa tidak nyaman seperti beberapa terakhir yang ia alami. Namun, kembali Jessica mengingat apa yang diucapkan Alvaro tadi, ia memejamkan mata dan mengingat pelukan Alvaro serta mengingat aroma tubuh calon Ayah dari anaknya itu. Sungguh, dia bukan wanita mesum selama ini. Namun, entah kenapa pikirannya tentang Alvaro sedikit membantu mengusir rasa tidak nyaman seperti mual yang ia alami. "Huufftt. Bagus, seperti itu Jessica. Kau pasti bisa," gumam Jessica terus menerus mensugesti dirinya sendiri agar tak menuruti rasa mualnya. Setibanya di apartemen Alvaro, Jessica menemukan kamar Alvaro dengan khas aroma laki-laki itu. Membuatnya merasa senang karena sepertinya ia bisa merasakan kehadiran Alvaro di sini. "Aku akan tidur di kamar ini, Anna. Bolehkah?" tanya Jessica sedikit takut. "Tentu saja, Nona. Tuan Alvaro memberiku pesan unt
Daniel memutar tubuhnya dan memeluk erat tubuh Selena. Ia seakan siap membiarkan pisau yang dipegang Angel untuk menusuk tubuhnya. Namun, sepersekian detik, ia masih tak merasakan apapun juga."Alvaro!" histeris Selena. Sontak membuat Daniel menoleh ke belakang.Ia terkejut melihat adiknya terkulai lemas dan melihat darah dari punggungnya. Daniel tercengang. Ia masih tidak percaya bahwa Alvaro menggantikan dirinya ditikam oleh Angel. Segera ia menghampiri tubuh Alvaro dan menopangnya. "Tidak! Boy? Kau tidak apa-apa, kan?" ucap Arkanta yang juga segera menghampiri Alvaro. Darah yang terlihat di tangan Daniel membuat amarahnya mencuat. "Brengsek!" Daniel menarik kerah baju Arkanta dan...Bug"Lihat ulahmu, Brengsek!" Arkanta jatuh tersungkur akibat pukulan keras dari Daniel. Bahkan, laki-laki itu lupa akan status Arkanta yang sebagai Ayahnya. Namun, Daniel sudah tidak peduli. Bahkan, bertahun-tahun lalu ia sudah tak menganggapnya sebagai seorang Ayah.Setelah melukai dan mengurung
Dua insan yang sedang dimabuk gairah itu sedang berada dalam ruangan dan tengah memadu kasih layaknya pasangan suami istri. Lenguhan, desahan terdengar hebat menggema di ruangan yang cukup besar milik Arkanta. Untung saja, Arkanta membuat ruangan itu kedap suara, karena memang itulah tujuannya ia mendirikan kamar itu. Kegiatan panas Arkanta dan Angel terhenti ketika ketukan pintu terdengar keras dan menuntut untuk segera dibuka. Bahkan, Arkanta menggeram marah dan berjanji akan membunuh siapa saja yang mengganggu aktifitasnya. "Brengsek! Apa yang kalian lakukan!" marah Arkanta saat telah membuka pintu kamarnya. Bahkan, ia tak sempat memakai pakaiannya, hanya sehelai handuk yang menutupi bagian bawah. Arkanta benar-benar marah. Bagaimana tidak, gairahnya sedang diubun-ubun, tapi semua harus terhenti karena pengawalnya datang."Bos! Ada yang datang menyerbu markas kita!" seru salah seorang pengawal membuat Arkanta mendelikkan mata tidak percaya."Apa?!" Deru napas Arkanta makin membur
Dulu, saat Selena dan Alvaro masih menjadi sepasang kekasih, hanya dengan isyarat mata saja mereka seolah mengerti maksudnya. Seperti saat ada kuliah yang terasa membosankan, Alvaro hanya mengisyaratkan mata pada Selena dengan maksud keluar dari kelas. Mereka sangat terpingkal setelah keluar dari kelas dimana jam kuliah yang bagi mereka terasa membosankan. Kini, mungkin karena tak lagi bersama, atau mungkin cinta Selena telah hilang dan sirna dari hatinya, hingga lupa tentang isyarat mata yang sering mereka lakukan di kampus. "Baiklah, Boy! Malam ini kita istirahat dulu. Aku sudah mempersiapkan kepergian kita besok. Jadi bersiaplah. Dan jangan mengelabuhiku," ucap Arkanta yang menghentikan isyarat mata Alvaro pada Selena. Untung saja Arkanta tidak melihatnya. "Baiklah, Ayah! Aku sangat senang sekali dengan rencanamu. Sepertinya, malam ini aku akan mimpi indah karena mendapat kejutan darimu," sahut Alvaro yang diakhiri dengan tawa menggelegarnya berharap apa yang dilakukannya diperc