"Ya?""Apa kau tidak membaca perjanjian ini?" tanya Rani heran. "Sudah. Memang kenapa?" tanya Selena bingung. Ia meraih kertas dari tangan Rani. Lalu seketika membuka mata lebar dengan tulisan yang ditunjuk Rani sebelumnya. "Ini?" Selena terbata. Ia seperti melewatkan sesuatu dalam poin perjanjiannya. "Tapi, Pak Daniel bilang hanya enam bulan-, tidak. Tidak mungkin. Dia sudah mengatakan dengan jelas padaku. Bahwa perjanjian ini hanya enam bulan, Ran," ucap Selena dengan bingung. "Meski dia berkata seperti itu. Seharusnya kau bisa membacanya lagi, Selena," ucap Rani dengan menhela napas pelan."Dia sudah membohongimu, Ran? Dia sudah menipuku!" teriak Selena meremas kertas pernjanjian itu dan berlari keluar kamar Ibunya. "Selena berhenti!" teriak Rani. Namun gadis itu sudah menghilang di pelupuk matanya. Rani hanya menarik napas panjang dan berharap semuanya baik-baik saja. *******Brak!!"Dasar brengsek!!" teriak Selena yang tiba-tiba masuk ke ruangan Daniel. Ia menerobos masuk t
"Kita akan mengatakan yang sejujurnya. Ibumu sedang sakit dan Ayahmu---" ucap Daniel terhenti dan menatap Selena. Karena ia memang tidak tahu tentang Ayah Selena."Ayahku sudah meninggal," jawab Selena lirih membuat Daniel mengulas senyum tipis. "Baiklah! Kita katakan yang sebenarnya seperti itu. Jika kakek menolak, aku tak akan menghiraukannya. Karena aku hanya akan menikahimu," ucap Daniel serius Membuat Selena memicingkan mata. "Ck, kau berkata seperti itu, seolah kita adalah benar-benar pasangan yang sedang tidak direstui saja," celetuk Selena sambil mengusap pipinya. Membuat Daniel tertegun dan salah tingkah. Sedangkan Sandy sedang menahan tawa karena merasa lucu dengan atasan sekaligus temannya itu. Namun, ia segera terdiam setelah mendapat lirikan tajam dari Daniel.*********"Kau lihat gadis tadi?" "Iya, Tuan!""Aku ingin kau segera mencari semua informasi dari gadis itu. Jangan sampai ada yang tertinggal. Cari tahu segala hal, bahkan hal terkecil sekalipun!" perintah San
Tatapan keduanya saling mengunci satu sama lain. Degup jantung mereka pun, rasanya hampir terdengar di telinga masing-masing. Masih dalam posisi yang sama, Daniel meneguk salivanya susah payah. Selena, gadis itu sangat harum baginya. Saat berdekatan seperti ini, rasanya ia enggan untuk menjauh. Bahkan, ia sangat ingin terus mencium aroma harum yang memanjakan indera penciumannya. Namun, fokusnya menjadi buyar saat Selena bergerak melepas pelukan Daniel saat ia akan terjatuh itu. "M ... Maaf. Aku ... Hanya reflek tadi," ucap Daniel tergagap. "Terima kasih," lirih Selena tertunduk malu. "Tidak usah ganti baju lagi. Seperti ini saja. Kita makan dulu, sambil menunggu malam tiba untuk makan malam bersama Kakek," sambung Daniel menghentikan langkah Selena. Gadis itu melirik sebentar ke arah Daniel. Kemudian kembali menunduk dan menganggukkan kepala lemah. "Mmm... Begini saja. Biar adil, aku juga akan berganti pakaian resmi sepertimu. Kau tunggu di sini dulu. Duduk saja dulu, aku akan
"Apa kau bilang?!" tanya Selena marah. Daniel merutuki kebodohannya. Karena tak bisa mengontrol mulutnya. "Kau tak berhak menilai kekasihku! Kau tak tahu apapun tentang dia! Dan lagi, kau tak tahu keadaan yang sesungguhnya!!" teriak Selena mulai marah. Bahkan, matanya sudah membendung air mata. Daniel terdiam. Ia merasa telah melampaui batas. Tak seharusnya ia berkata begitu. "Selena, aku tak ber...""Kau tak berhak menilaiku ataupun kekasihku! Kau tak tahu apa-apa!!!'" teriak Selena menumpahkan kesedihannya. Entah bagaimana, seketika itu juga ia mengingat Alvaro, dan seakan membenarkan perkataan Daniel. Bahkan hingga kini, Alvaro pun masih belum menghubunginya. "Selena. Maaf. Aku tak bermaksud begitu." Daniel merasa bersalah karena Selena menangis begitu saja. Jika begini, maka makan malampun akan batal. Bagaimana ini?"Selena, aku minta maaf. Aku tak bermaksud menilai ataupun menyinggungmu. Aku...""Saya tidak bisa melanjutkan ini lagi. Saya harus pergi," ucap Selena hendak men
Daniel semakin menggenggam erat jemari Selena. Lalu memberikan isyarat dengan senyuman manisnya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Selena menarik napas panjang. Lalu membalas genggaman Daniel semakin erat. Daniel tersenyum tipis, memandangi gadis pujaan hatinya yang sedang gugup. Ah, rasanya ia sangat menggemaskan di mata Daniel. "Selamat malam, Kek. Apa kami terlambat?" tanya Daniel menyapa Sanjaya. Tak ada jawaban berarti dari Kakeknya itu. Membuat Selena semakin salah tingkah karenanya. Namun, lagi-lagi Daniel menenangkannya lalu mengajaknya duduk. "Tenang Selena, tenang. Bukankah lebih baik kau bersikap tidak baik di depan Kakek Daniel ini? Dengan begitu, mungkin saja, Kakek Daniel menolak pernikahan ini dengan Daniel," batin Selena yang seakan mendapat bisikan untuk mencari jalan keluar."Apa kakek menyiapkan makanan ini untuk kami?" tanya Selena antusias. Daniel sedikit tertegun karenanya. Padahal, tadi Selena sangat gugup dan takut untuk bertemu kakeknya. Lalu darimana keb
********"Setidaknya, kau hubungi Selena dulu, Al. Kasihan. Dia selalu.menunggu kabar darimu," ucap Rani melalu sambungan telepon. "Aku sudah bilang, Ran. Hanya dua bulan. Dua bulan lagi aku akan memberikan kejutan padanya. Dan saat itu, kau harus meyakinkan Selena bahwa aku masih sangat mencintai dan merindukannya. Dua bulan lagi aku akan memberikan kejutan padanya. Lihat saja," ucap Alvaro dengan sangat yakin. "Tapi, Al--,""Baiklah, Rani. Kuliahku segera dimulai. Tolong jaga Selena untukku.""Tapi, Selena akan menikah, Al! Dia sedang kesulitan sekarang!"Tut tut tut!"Halo, Al! Alvaro!" pekik Rani kesal karena Alvaro selalu memutuskan panggilan sepihak sebelum Rani selesai menjelaskan. Wanita itu menghela napas kasar. "Jangan salahkan aku, jika Selena tak lagi bisa menjadi milikmu, Al," gumam Rani kesal. Ia sangat ingin memberitahukan hal yang menimpa Selena. Berharap Alvaro bisa membantu Selena keluar dari masalah ini. Namun, sepertinya Alvaro tak mengindahkan semua yang ingin
Alvaro masih terngiang tentang berita dari Daniel yang memintanya untuk segera pulang, karena kakaknya akan menikah. Meski dalam hatinya penuh dengan tanda tanya pada kakaknya itu, tapi Alvaro malah senang karena ia bisa menggunakan kesempatan itu untuk bertemu Selena nanti. Ia berniat akan mengatakan segala hal tentang kebenarannya selama ini. Bahkan, ia berniat melamarnya dan mengikat Selena dalam sebuah ikatan yang serius, meski tidak dalam waktu dekat. Alvaro hanya ingin mengikat Selena. Lalu, saat ia selesai dengan studynya, ia akan benar-benar menikahi kekasih yang sangat ia cintai itu. Hingga Alvaro menghubungi Rani, untuk tetap menunggu Alvaro, karena ia akan membuat kejutan untuk Selena nanti. Tanpa ia tahu, bahwa Selena-lah yang akan menjadi calon istri dari Kakaknya. Sekarang ini, Alvaro sedang mengemasi barang-barangnya. Karena, semalam Daniel mengabari lagi untuk segera pulang. Karena ia takut, Alvaro tak sempat menyaksikan prosesi pernikahan kakaknya. "Selena, tung
"Kau?!" Karina membelalakkan mata ketika melihat sosok lelaki yang ada di depannya. "Hai, Sayang. Aku sangat merindukanmu, tapi maaf, kau jadi seperti ini," ucap laki-laki itu menyentuh pipi Karina dengan telunjuk jarinya. "Jadi, kau yang melakukan itu?!" tanya Karina dengan sorot mata yang tajam. Sedangkan laki-laki itu selalu menampilkan senyum evilnya."Pergi kau dari sini!" usir Karina marah. "Ayolah, Sayang, aku baru sampai di sini ingin melihatmu," ujarnya sok peduli. "Pergi!!!' teriak Karina mengundang para pengawal yang ada di luar. "Ada apa, Nyonya?!" tanya salah satu pengawal. Sedangkan perawat itu sudah kembali memakai maskernya. "Tidak apa-apa, Tuan. Ibu Karina hanya tidak mau minum obatnya," ujar perawat itu lalu berjalan keluar setelah sebelumnya menatap Karina tajam.******"Aku pernah membaca tentang psikologi yang mengatakan bahwa pria lebih cepat jatuh cinta dan segera menyatakan perasaannya daripada perempuan. Dan aku salut padamu, Daniel. Kau secepat ini memb
Apa?!" Begitulah jika Selena ada maunya. Ia akan memanggil Daniel dengan sebutan 'Sayang', karena tahu suaminya itu tidak akan menolak. "Ya, baiklah. Besok aku akan mengurus semuanya," jawab Daniel meski dalam otaknya sudah pusing memikirkan segalanya. Bahkan, pagi-pagi sekali Daniel menghubungi dokter kandungan yang biasa menangani Selena. Sebenarnya, saat check up sejak sebulan yang lalu, dokter sudah bisa memprediksi jenis kelamin bayi Selena dan Daniel. Namun, Selena mengatakan agar tidak mengatakannya. Ia bilang, agar menjadi surprise saat bayinya lahir. Namun, siapa yang menyangka, jika keinginan istri Daniel mendadak berubah?Dokter sudah menuliskan jenis kelamin anak Selena dan Daniel dalam sebuah kertas yang digulung pada sebuah tabung plastik. Lalu memasukkannya ke dalam sebuah balon besar. Karena acaranya begitu mendadak, jadi Daniel tak bisa berpikir untuk melakukan ide rencana yang lebih baik. Untuk itu, ia hanya mengadakan acara seperti pada umumnya. Jika saja Dani
Waktu terus berlalu. Bahkan musim telah berganti. Segala masalah yang mereka lewati pun telah menjadi hal yang hanya bisa diingat. Kita tak akan pernah tahu dengan apa yang akan terjadi. Bahkan kesulitan yang kita alami juga datangnya dari Yang Maha Kuasa, semata hanya untuk memberi kemudahan setelah kita bisa melewatinya. Meninggalnya kedua orang tua Selena, pernikahan kontrak yang dilakukan Daniel dan Selena, bahkan harus rela berpisah dengan Alvaro yang notabene adalah kekasihnya. Kemudian meninggalnya sang kakek, kejadian Alvaro di luar negeri dengan Nick, atau kembalinya sang Mama yang membuat Alvaro dan Daniel menangis haru. Serta cinta yang perlahan tumbuh di hati Selena untuk Daniel ataupun sikap rela menerima Alvaro yang mau bertanggung jawab atas Jessica, semua sudah tak luput dari campur tangan Tuhan. Lalu, kini keluarga yang sedang berbahagia itu, sedang riuh menanti kelahiran seorang bayi yang sudah ditunggu sejak sembilan bulan lamanya. Alvaro menangis haru, saat per
Setelah drama sesenggukan Jessica di kamar rias, kini sepasang mempelai pengantin itu sedang berjalan menuju altar. Tentu saja Jessica sudah diperbaiki make upnya. Karena air matanya tentu membuat riasan Jessica sedikit rusak. Daniel mengundang semua rekan kerjanya, serta para karyawan di seluruh cabang Jaya Group. Membuat pesta pernikahan Alvaro terasa sangat meriah. "Kenapa kau memandangnya seperti itu?" tanya Daniel ketika Selena menyaksikan Alvaro dan Jessica sebagai raja dan ratu hari ini. Selena hanya memutar bola mata malas. Ia tahu, suaminya itu pasti dalam mode cemburu. "Sayang, aku punya mata. Dan kau sangat tahu apa gunanya mata, kan? Untuk apa punya mata, jika tak digunakan dengan baik?" jawab Selena sehalus mungkin. "Tapi, memandang seperti itu, apakah itu cara yang baik?" protes Daniel kembali membuat Selena menarik napas panjang. Apa salahnya melihat pasangan yang menikah itu sedang berbahagia? "Apa aku tak boleh melihatnya? Apa aku harus ke kamar saja?" kesal Sel
Selena mengeratkan pegangannya pada gelas. Ia sudah menduga bahwa Daniel akan berpikir demikian. Salahnya sendiri, kenapa ia menampilkan sikap yang aneh. "Daniel... Aku tidak...""Aku tidak apa-apa, Selena. Aku sangat tahu hatimu. Wajar saja jika kau...""Aku tidak cemburu, Daniel. Aku hanya heran saja, mereka,... Alvaro sangat cepat dekat dengan Jessica. Juga, Jessica..."Selena menggantungkan ucapannya. Ia menyadari jika maksud dari ucapannya juga masih mengandung maksud yang dikatakan Daniel. Daniel segera menangkap kegelisahan istrinya itu. Ia menghampiri Selena, dan meletakkan gelas yang dibawa olehnya. "Tak perlu kau menjelaskan, aku sudah paham. Aku tahu. Sangat tahu. Memang tidak mudah melupakan seseorang yang pernah mengisi hati kita. Namun, harus selalu kau ingat, bahwa ada aku, di sisimu," ujar Daniel meletakkan sebelah tangan Selena di dadanya. Selena tersenyum lega. Sebelumnya ia takut, jika Daniel akan salah sangka padanya. Namun, siapa yang menyangka jika suaminya s
"Daniel?! Kau?! Bagaimana kau bisa ada di sini?" pekik Alvaro yang segera beranjak dan berhadapan dengan Daniel. "Kau belum menjawab pertanyaanku, Al?!""Kau pun tak menghiraukan pertanyaanku, Niel!" kesal Alvaro kemudian. Keduanya mendengkus kesal bersamaan. Membuat Daniel tersenyum geli melihatnya. Ia sadar, dirinya dan adiknya adalah dua orang yang hampir sama memiliki sifat. Yaitu tidak sabaran, dan mungkin mau menang sendiri. "Oke, fine! Tadi aku mengikutimu dari belakang karena...""Dasar penguntit!" kesal Alvaro dan Daniel tercengang mendengarnya. "Dengarkan aku dulu, Adik laknat!" maki Daniel yang terpancing kesal. Alvaro hanya mendengus kasar dan membuang muka. Ia enggan bertatap muka dengan kakaknya itu. "Aku hanya menghawatirkanmu. Jadi aku mengikutimu. Apa aku salah?" "Salah! Karena kau plin plan dengan ucapanmu!" ketus Alvaro beranjak keluar dari kamarnya. Ia tak ingin istirahat Jessica terganggu. "Plin plan? Apa maksudmu?" tanya Daniel heran. Ia mengikuti langkah a
Sejak kepergian Alvaro saat mereka berpisah di Bandara, sejak itu pula Jessica merasakan kegelisahan. Gelisah karena sepertinya perutnya mulai mengalami rasa tidak nyaman seperti beberapa terakhir yang ia alami. Namun, kembali Jessica mengingat apa yang diucapkan Alvaro tadi, ia memejamkan mata dan mengingat pelukan Alvaro serta mengingat aroma tubuh calon Ayah dari anaknya itu. Sungguh, dia bukan wanita mesum selama ini. Namun, entah kenapa pikirannya tentang Alvaro sedikit membantu mengusir rasa tidak nyaman seperti mual yang ia alami. "Huufftt. Bagus, seperti itu Jessica. Kau pasti bisa," gumam Jessica terus menerus mensugesti dirinya sendiri agar tak menuruti rasa mualnya. Setibanya di apartemen Alvaro, Jessica menemukan kamar Alvaro dengan khas aroma laki-laki itu. Membuatnya merasa senang karena sepertinya ia bisa merasakan kehadiran Alvaro di sini. "Aku akan tidur di kamar ini, Anna. Bolehkah?" tanya Jessica sedikit takut. "Tentu saja, Nona. Tuan Alvaro memberiku pesan unt
Daniel memutar tubuhnya dan memeluk erat tubuh Selena. Ia seakan siap membiarkan pisau yang dipegang Angel untuk menusuk tubuhnya. Namun, sepersekian detik, ia masih tak merasakan apapun juga."Alvaro!" histeris Selena. Sontak membuat Daniel menoleh ke belakang.Ia terkejut melihat adiknya terkulai lemas dan melihat darah dari punggungnya. Daniel tercengang. Ia masih tidak percaya bahwa Alvaro menggantikan dirinya ditikam oleh Angel. Segera ia menghampiri tubuh Alvaro dan menopangnya. "Tidak! Boy? Kau tidak apa-apa, kan?" ucap Arkanta yang juga segera menghampiri Alvaro. Darah yang terlihat di tangan Daniel membuat amarahnya mencuat. "Brengsek!" Daniel menarik kerah baju Arkanta dan...Bug"Lihat ulahmu, Brengsek!" Arkanta jatuh tersungkur akibat pukulan keras dari Daniel. Bahkan, laki-laki itu lupa akan status Arkanta yang sebagai Ayahnya. Namun, Daniel sudah tidak peduli. Bahkan, bertahun-tahun lalu ia sudah tak menganggapnya sebagai seorang Ayah.Setelah melukai dan mengurung
Dua insan yang sedang dimabuk gairah itu sedang berada dalam ruangan dan tengah memadu kasih layaknya pasangan suami istri. Lenguhan, desahan terdengar hebat menggema di ruangan yang cukup besar milik Arkanta. Untung saja, Arkanta membuat ruangan itu kedap suara, karena memang itulah tujuannya ia mendirikan kamar itu. Kegiatan panas Arkanta dan Angel terhenti ketika ketukan pintu terdengar keras dan menuntut untuk segera dibuka. Bahkan, Arkanta menggeram marah dan berjanji akan membunuh siapa saja yang mengganggu aktifitasnya. "Brengsek! Apa yang kalian lakukan!" marah Arkanta saat telah membuka pintu kamarnya. Bahkan, ia tak sempat memakai pakaiannya, hanya sehelai handuk yang menutupi bagian bawah. Arkanta benar-benar marah. Bagaimana tidak, gairahnya sedang diubun-ubun, tapi semua harus terhenti karena pengawalnya datang."Bos! Ada yang datang menyerbu markas kita!" seru salah seorang pengawal membuat Arkanta mendelikkan mata tidak percaya."Apa?!" Deru napas Arkanta makin membur
Dulu, saat Selena dan Alvaro masih menjadi sepasang kekasih, hanya dengan isyarat mata saja mereka seolah mengerti maksudnya. Seperti saat ada kuliah yang terasa membosankan, Alvaro hanya mengisyaratkan mata pada Selena dengan maksud keluar dari kelas. Mereka sangat terpingkal setelah keluar dari kelas dimana jam kuliah yang bagi mereka terasa membosankan. Kini, mungkin karena tak lagi bersama, atau mungkin cinta Selena telah hilang dan sirna dari hatinya, hingga lupa tentang isyarat mata yang sering mereka lakukan di kampus. "Baiklah, Boy! Malam ini kita istirahat dulu. Aku sudah mempersiapkan kepergian kita besok. Jadi bersiaplah. Dan jangan mengelabuhiku," ucap Arkanta yang menghentikan isyarat mata Alvaro pada Selena. Untung saja Arkanta tidak melihatnya. "Baiklah, Ayah! Aku sangat senang sekali dengan rencanamu. Sepertinya, malam ini aku akan mimpi indah karena mendapat kejutan darimu," sahut Alvaro yang diakhiri dengan tawa menggelegarnya berharap apa yang dilakukannya diperc