Share

Part 45 Egois

Penulis: Lis Susanawati
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Entah kapan Sabda terakhir kali menangis. Rasanya sudah lama sekali, ketika nenek dari pihak sang mama meninggal dunia dua tahun yang lalu. Terlalu mahal air matanya keluar. Namun kini, ketika seorang ibu dengan terang-terangan tak lagi ingin melihat kehadiran putranya sendiri, perasaannya seperti tersayat-sayat. Sungguh sangat menyedihkan jika ingat pesan dari mamanya tadi.

Padahal beliau adalah wanita yang sangat menyayangi putra-putranya. Antara dirinya dan sang mama juga lumayan dekat. Kenapa sekarang setega ini padanya, hanya karena Sabda telah memilih apa yang sudah ia jalani sebulan ini.

Sekeras itu hati mamanya. Lalu demi meluluhkan hati yang membatu itu, apakah ia harus meninggalkan Senja?

Sabda menatap wajah istrinya yang terlelap tepat di depannya. Wanita ini tidak bersalah jika harus ditinggalkan hanya demi mamanya yang lebih memikirkan ego dan lebih peduli akan pandangan orang luar daripada merestui ikatan yang sudah terjalin. Sabda mencium kening Senja sambil menahan per
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (6)
goodnovel comment avatar
Claresta Ayu
mudah²an Senja nanti segera hamil trus bu Airin bisa luluh setelah ada anaknya Sabda dan Senja
goodnovel comment avatar
Wati
bikin penasaran aja, gmn nnt nasib senja?
goodnovel comment avatar
Ramy Parfume
semoga sabda nggak berubah pikiran
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 46

    Jarak dari kosan ke kafe pinggiran kota di tempuh sekitar tiga puluh menit. Ketika sampai sana, sudah ada dua motor menunggu. Dua pria yang sedang minum kopi kaget melihat kedatangan Sabda yang mengajak seorang perempuan dan itu bukan Bela yang dikenal oleh mereka. Meski mereka juga sudah tahu kalau setahun belakangan ini Sabda tak lagi membahas soal Bela jika mereka ada kesempatan kumpul-kumpul bareng."Hai," sapa Sabda, mereka berjabatan tangan."Kenalin, ini Senja istriku!" Senja mengangguk dan tersenyum setelah melepas masker yang dipakainya."Apa!" pekik salah seorang pria bernama Joni karena kaget."Kapan nikah, kenapa nggak ngabarin atau ngasih tahu di grup?" tanya Ari. Pria yang bertubuh gemuk."Baru sebulan ini. Kami belum ngadain resepsi, baru akad nikah saja," jawab Sabda sambil mengajak Senja duduk bergabung dengan rekannya."Pengantin baru rupanya," goda Joni sambil tersenyum."Kalian udah sarapan?" tanya Sabda."Sudah, barusan. Kamu ajak istrimu sarapan dulu. Sambil nung

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 41 Malam di Vila

    Aroma wangi daun teh menyegarkan penciuman ketika rombongan Sabda melewati jalan berkelok di tengah perkebunan. Kabut tipis dan hawa sejuk khas pegunungan menyambut kedatangan mereka.Rombongan menepi dan berhenti di tanah yang agak lapang. Mereka semua turun dari atas motor. Sabda membantu istrinya melepaskan helm, setelah itu melepas helmet yang dipakainya sendiri. Udara segar terhirup bebas masuk ke paru-paru hingga terasa di kerongkongan. Mereka berpencar mencari tempat untuk memuaskan diri dengan menatap pemandangan yang hijau menawan di kejauhan. Sebagian lagi mengeluarkan ponsel untuk merekam dan mengambil video.Sabda menggandeng tangan Senja menuju ke tanah yang lebih tinggi. Di atas sana, pria itu merangkul pundak istrinya sambil memandang pegunungan membiru nun jauh di hadapan."Sayang, kamu tahu. Melihat pemandangan seperti ini, menghirup udara segar bebas polusi adalah liburan mewah bagi orang-orang kota."Senja mengangkat wajah memandang suaminya. Sabda tersenyum ketika

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 48

    Dikarenakan cuaca yang benar-benar dingin, membuat Sabda dan rombongan enggan keluar vila untuk makan malam di hari kedua mereka menginap. Mereka memilih memesan menu makanan dari kafe yang tidak jauh dari vila dan meminta pihak kafe untuk mengantarkan. Dan mereka duduk berkumpul di ruang tamu vila setelah selesai makan malam.Cuaca malam ini dinginnya memang lebih ekstrim. Biasanya tak sampai seperti ini. Sebab sudah beberapa kali mereka menghabiskan pergantian tahun di Bukit Menoreh."Dinginnya menggila," ucap Joni sambil merapatkan jaketnya."Biasanya tak seperti ini. Mungkin ini puncaknya musim kemarau," balas Ari."Enak yang bawa selimut hidup, kita bertiga yang bakalan meringkuk kedinginan," sahut Fadil sambil memandang Sabda dan Agung."Salah sendiri kenapa kamu nggak mau ngajak Angel." Ari yang bicara."Angel mana mungkin diizinin ikut sama ibunya, nikah aja belum. Bisa-bisa pulang touring bakalan bunting." Jawaban Joni menimbulkan tawa teman-temannya. Mereka ngobrol di ruang

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 49

    Di sebuah kamar hotel Sudarmala Resort, Labuan Bajo, Bu Airin duduk di balkon kamar bersama Pak Prabu. Wanita itu berwajah muram sambil memandang kerlip lampu di kejauhan. Beliau merasa dipermalukan oleh putranya sendiri di depan keluarga Pak Pras. Andai tidak ada perempuan itu, tentu pertunangan Sabda dan Bela sudah berlangsung hari ini dan pernikahan akan di rencanakan dua bulan kemudian. Sebelum pernikahan Arga dan Citra."Mama, jangan terlalu keras sama Sabda. Sampai nggak boleh muncul pula di tengah keluarga kita. Apa ini nggak berlebihan." Pak Prabu menegur istrinya dengan nada pelan. "Semakin keras Mama menentang Sabda, Dia pun bisa lebih keras kepala lagi. Mama tahu bagaimana anak kita, kan? Selagi dia merasa benar, jangan harap kita bisa membelokkan pikirannya.""Coba Papa kasih ancaman padanya. Di berhentikan dari pekerjaan misalnya." Bu Airin tetap ngotot. Membuat Pak Prabu menggeleng pelan."Mama, pikir hal ini bikin dia takut? Jika dia berhenti kerja dari perusahaan kel

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 50

    Senyum haru terukir di bibir perempuan itu saat memandang bunga mawar yang tercium wanginya. Ini untuk pertama kalinya Sabda memberikan bunga padanya. Dulu Arga sering sekali mengirimkan buket bunga ke kosannya. Bahkan di pagi terakhir sebelum kejadian di vila itu Arga masih mengirimkan bunga lewat kurir florist langganannya."Kenapa diam? Kamu nggak suka bunga mawar?" tanya Sabda menyelidik. Membuyarkan lamunan Senja."Maaf, aku hanya terkejut saja, Mas. Aku suka kok. Makasih, ya.""Oke, Sayang."Gerimis di luar makin lebat. Di kejauhan kabut tebal membatasi pandangan. Tahun baru yang syahdu. Seorang pramusaji datang membawakan pesanan. Aroma nasi goreng spesial membuat keduanya tak sabar untuk segera menyantapnya. "Kita akan melanjutkan perjalanan setelah hujan reda. Teman-teman masih asyik tiduran ini." Sabda menyodorkan ponselnya pada Senja. Dia menunjukkan pesan yang dikirim rekannya untuk dibaca sang istri.💦 💦 💦Tahun baru kelabu. Arga memandang rintik hujan dari balkon ka

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 51 Surprise (Pregnant)

    Selesai makan, Sabda pamit ke apotek membeli beberapa obat untuk persiapan dan minyak kayu putih. Senja di rumah beres-beres bekas makan tadi. Sambil menunggu Sabda kembali, Senja browsing di internet mengenai tanda-tanda perempuan yang sedang hamil muda. Dan semua tanda-tanda itu ada padanya saat ini.Perasaannya campur aduk. Sampai bingung perasannya kini sedang bagaimana. Merasa surprise, terharu, bingung, dan ia tidak tahu seperti apa harus menyambut kehidupan baru di rahimnya. Besok dia akan menyempatkan diri membeli alat tes kehamilan di apotek. Sebenarnya bisa saja dia menelepon Sabda untuk membelikannya sekarang, tapi ia memutuskan untuk melakukan tes diam-diam saja dulu. Setelah tahu hasilnya, baru memberitahu sang suami.Beberapa menit kemudian Sabda telah kembali. "Ini di minum dulu obatnya, habis itu kamu lekas istirahat." Sabda memberikan satu sachet obat masuk angin."Aku minum di belakang ya, Mas.""Kenapa harus di belakang? Nanti kamu buang pula. Minum saja di sini." S

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 52

    Siang itu, Pak Tedjo mengajak cucu-cucunya untuk makan siang bersama. Pria yang masih sangat sehat di usia senjanya telah memesan satu ruangan di sebuah restoran ternama di kota mereka. Lelaki dengan sembilan cucu itu tampak bahagia melihat beberapa cucunya bisa datang. Walaupun Sabda datang terlambat."Maafkan Sabda, Kek. Telat sampai," ucap Sabda sambil mencium tangan Kakek dan Neneknya. Kemudian menyapa sepupunya yang lain sebelum duduk. Di sana ada Chandra, Arga, Nindi, Bumi, dan Sheila. Ketiga cucunya yang lain tidak bisa ikut karena sedang sekolah dan kuliah."Nggak apa-apa, yang penting kamu bisa datang. Ayo, kita mulai makan siangnya. Kalian pasti sudah lapar, kita makan sambil berbincang."Seorang pramusaji restoran meladeni mereka makan. Biasanya kalau ada pertemuan begini, Sabda dan Arga akan duduk berdekatan dan ngobrol bareng. Tapi sekarang, keduanya duduk berseberangan tidak saling menatap."Sabda, kata Mamamu pertunanganmu dengan Bela di tunda? Mau ditunda sampai kapan

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 53 Senja

    Bu Tedjo menyentuh bahu cucunya. Wanita yang memakai kaftan warna putih bercorak bunga-bunga dengan khimar bersulam benang emas memandang penuh tanya pada sang cucu dan putranya. Tanpa disadari kedua laki-laki itu, Bu Tedjo mendengar pembicaraan mereka."Siapa perempuan hamil yang kalian bicarakan tadi?" "Temanku, Nek." Teman tidur, batin Sabda. Di sana bukan tempat yang tepat untuk menceritakan pernikahannya. Sabda akan mengajak Senja bertemu mereka nanti."Oh, makanya kamu lekaslah menikah biar segera punya anak. Arga sebentar lagi juga menikah."Sabda tersenyum kemudian mengangguk. Dibimbingnya sang nenek untuk kembali duduk di tempatnya tadi. Melihat ketenangan seluruh kerabatnya, tampak mereka belum tahu mengenai pernikahan diam-diamnya. Ini berarti Arga, Bela, dan keluarganya tidak menceritakan hal ini pada yang lain. Buktinya mereka masih diam.Baguslah mereka mau menyimpan sendiri rahasia ini. Meski ini pun demi kepentingan pribadi masing-masing. Arga diam karena tidak ingin

Bab terbaru

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 158

    Two weeks later ....Sepulang kerja, Sabda mengajak istrinya langsung ke tempat praktek dokter Eli. Sabda tidak sabar menunggu hasil dari pemeriksaan dokter mengenai kehamilan istrinya yang ketiga.Dikarenakan mereka datang lebih awal dan telah membuat appointment sehari sebelumnya, makanya seorang perawat yang berjaga segera mempersilakan mereka berdua untuk masuk ruang praktek."Selamat sore, Dok," sapa Senja dengan ramah."Selamat sore juga. Wah, pasti ini mau program hamil atau sudah mau ngasih kejutan ke saya ini." Dokter Eli bicara sambil tersenyum.Setelah duduk, Senja langsung mengeluarkan hasil testpack keduanya tadi pagi. Meski ini pemeriksaan kehamilannya yang ketiga, tetap saja Senja merasakan berdebar-debar. Pengalaman kehamilan kedua yang berujung kuret membuatnya cemas. Sementara Sabda sendiri malah lebih optimis, bahwa semua pasti baik-baik saja. Sampai ia rela berpuasa tidak menyentuh istrinya sejak pertama kali Senja memberikan hasil testpack di kantor waktu itu."Hmm

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 157 Senja yang Indah

    Meeting kali ini di adakan di sebuah kafe yang tidak jauh dari kantornya Sabda. Pria itu ingin menghadirkan suasana baru, yang berbeda supaya rapat tidak terasa kaku dan membosankan.Meskipun ini rapat internal kantor yang hanya dihadiri oleh satu tim kerja Candra dan Sabda, tapi pria itu sengaja mencarikan tempat lain selain di ruangan meeting kantor seperti biasanya. Namun dia juga memperhatikan tempat yang di gunakan untuk meeting tetap kondusif dan nyaman.Itulah kenapa mereka sangat disukai oleh para bawahannya. Meski tegas, mereka berdua terutama Sabda cukup fleksibel menjadi seorang pemimpin. Rapat tidak pernah bertele-tele dan selalu efektif. Apa yang dibahas selalu on point, tapi materi yang disampaikan juga jelas.Sebenarnya dia sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan istrinya. Mengajaknya ke dokter kandungan meski hanya untuk melihat kantung janin yang semoga saja sudah terisi. Ah, berlebihan sekali Sabda. Enggak juga, istri dan anaknya adalah dunia baginya. Dia tidak

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 156

    Sabda tidak peduli jika di katakan sok suci. Satu hal ini yang akan di jaga sampai mati, yaitu kehormatan. Papanya selalu menasehati agar menjauhi zina, karena sang papa tahu dunia dalam lingkup pekerjaan mereka. "Istrimu lebih higienis daripada cewek yang sering di ajak bersenang-senang beberapa rekan kerjamu. Itu dosa besar yang bisa membawa penyakit untukmu dan istrimu. Bagaimanapun kondisi istrimu, dialah yang terbaik dari perempuan yang bisa kamu bayar untuk kamu tiduri semalam. Ingat itu, Sabda." Nasehat sang papa masih teringat jelas dalam benaknya.Sabda membuka mata, dan angannya seketika sirna tatkala sang istri menghentikan pijatannya, kemudian ganti memeluknya dari belakang. Mereka menikmati momen itu sambil diam. Banyak pasangan yang sama-sama sibuk bekerja, akhirnya mengurangi waktu bersama. Mempengaruhi hubungan mereka hingga terkadang menjadi berjarak, terlebih jika pekerjaan mereka menuntut untuk sering lembur. Sementara Sabda selalu mengajak Senja untuk selalu peduli

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 155 Pregnancy Test

    Sabda tersenyum lebar. Apa yang akan dilakukan seorang laki-laki jika melihat istrinya seseksi itu di depan matanya dan di saat yang tepat pula? Tentunya tidak butuh waktu lama untuk segera bertindak.Rasa letih karena perjalanan panjang sudah tak lagi diingatnya. Sabda turun dari ranjang dan berhadapan dengan istrinya. Mereka saling pandang dalam jarak yang sangat dekat. Menikmati momen itu hingga mereka menghabiskan beberapa waktu di ranjang hotel.Radja yang terlelap tidak terganggu oleh suara apapun di kamar. Dia tidur dengan nyenyaknya dan membiarkan kedua orang tuanya menikmati malam milik mereka.Sabda membangunkan istrinya ketika azan subuh berkumandang. Di kecupnya kening Senja yang masih pulas di bawah selimut. "Bangun, Sayang. Sudah pagi," bisiknya pelan.Senja membuka mata, pemandangan yang pertama dilihatnya adalah sang suami yang tersenyum dengan jarak beberapa senti di atasnya. Rambutnya sudah basah. "Sudah subuh, ayo mandi dulu. Bak mandinya sudah Mas isi air hangat."

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 154

    Setelah meletakkan undangan begitu saja di atas meja, Sabda mengambil ponsel yang tadi ia tinggalkan di ruangan. Ada beberapa pesan dari istrinya.[Mas, bisa pulang cepat hari ini?] Isi pesan dari Senja.[Usahakan pulang sore aja ya.] Pesan selanjutnya seperti sebuah permintaan. Apa karena sakitnya bertambah. Tadi dia bilang hanya agak meriang, bisa jadi hanya masuk angin saja. Sabda cemas dan akhirnya melakukan panggilan. Beberapa kali di telepon tidak di angkat. Senja mengirimkan pesan memang sudah satu jam yang lalu. Sabda kemudian menghubungi Mbak Nur. Panggilannya langsung di jawab. "Halo.""Mbak Senja mana, Mbak?" tanya Sabda tidak sabar."O, masih nyuapin Radja di depan, Mas. Mau saya panggilkan?""Tidak perlu, Mbak. Bagaimana kondisi Mbak Senja hari ini?""Mbak Senja baik-baik saja sejak pagi tadi, Mas. Malah Mbak Senja yang jagain Radja sejak pagi.""Oh ya sudah, Mbak." Sabda mengakhiri panggilan. Dia lega karena istrinya baik-baik saja. Mungkin hanya tidak enak badan saja

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 153 Kejutan Buat Sabda

    Rumah itu sepi di jam setengah satu malam. Hanya lampu yang tidak begitu terang masih menyala di teras rumah. Sabda menyuruh pengasuh putranya turun. Meski dalam perjalanan tadi gadis itu sudah meminta maaf, tapi tidak mengurungkan niat Sabda dan Senja untuk memulangkan Hesti ke rumah orang tuanya.Sabda turun, sedangkan Senja bertahan di dalam mobil memangku Radja yang tertidur pulas. Hesti mengetuk pintu rumah ibunya. Jarak dua meter di belakangnya, Sabda berdiri dengan kedua tangan di masukkan dalam saku jaket menunggu pintu di buka.Seorang wanita memakai daster yang panjangnya di atas paha keluar. Dia tidak kaget melihat kedatangan mereka, karena sudah di kirimi pesan oleh anaknya ketika Hesti dalam perjalanan tadi.Sabda menolak di persilakan masuk oleh ibunya Hesti. Di teras itu juga ia minta maaf karena harus memulangkan Hesti tengah malam. Sabda juga memberikan gaji Hesti yang belum genap kerja sebulan. Sabda juga menjelaskan kenapa harus mengantar pengasuh anaknya kembali k

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 152

    Di antara kesibukan mereka bekerja, selalu meluangkan waktunya untuk Radja. Apalagi setelah Mbak Yekti berhenti kerja dua bulan yang lalu karena menikah lagi, Radja tidak begitu menyukai pengasuh barunya. Hesti, gadis yang masih berusia dua puluh tahun. Sebenarnya dia sabar juga mengasuh Radja, tapi entah kenapa bocah kecil itu tidak suka. "Kemarin Mbak Nur bilang, Radja nggak mau makan kalau Hesti yang nyuapi. Terus kalau mau buang air kecil juga nyari Mbak Nur. Tapi kalau mau susu atau tidur sudah mau sama Hesti. Biasanya juga sama Mbak Nur." Senja mengajak suaminya membahas pengasuh baru Radja."Apa perlu kita carikan pengasuh baru?" saran Sabda. Sebenarnya Sabda sendiri tidak menyukai gadis itu. Dia punya alasan tersendiri kenapa tidak menyukai pengasuh anaknya. Apalagi di tambah setelah ia tahu latar belakang gadis itu."Nanti kalau Radja juga nggak mau gimana?""Sayang, yang resign." Sabda menarik lengan istrinya agar lebih mendekat padanya. "Jadi meski ada pengasuh, tapi Radja

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 151 Cobaan Seorang Suami

    Bu Yola duduk di depan di samping suaminya yang mengemudi, sedangkan Arga duduk menemani Citra."Perutmu terasa sakit nggak?" tanya Bu Yola sambil menoleh pada sang menantu."Cuman terasa nggak nyaman aja, Ma. Tapi aku nggak ngerasain sakit ini."Sesampainya di klinik, mereka di sambut oleh dua orang perawat yang jaga malam. Citra di bawa ke ruang pemeriksaan. Mendengar penjelasan dari Citra maupun Bu Yola, akhirnya dokter langsung memutuskan untuk melakukan USG. Benar dugaan Bu Yola tadi, rupanya air ketuban sudah pecah sebelum adanya pembukaan. "Terus gimana, Dok?" tanya Bu Yola."Ada dua pilihan, Bu. Kalau air ketuban pecah sebelum kontraksi, bisa dilakukan induksi untuk merangsang kontraksi atau pulang ke rumah sambil menunggu adanya kontraksi secara alami. Tapi melihat dari pemeriksaan tadi, volume air ketuban nyaris habis. Makanya saya kasih pilihan kedua yaitu Cesar." "Cesar saja, Dok," sahut Arga cepat. "Sekarang juga kami akan mempersiapkan untuk operasi Cesar. Kasian baby

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 150

    Nindy tersenyum getir. "Harus baik dan kami sudah jadi bestie sekarang. Demi anak-anak. Aku juga nggak mau lama-lama nyimpan sakit hati. Lebih baik melanjutkan hidup dengan hati bahagia. Toh sekarang mereka sudah menerima karmanya. Usaha Mas Fatih mulai surut, anak yang di kandung bininya terpaksa harus di operasi karena meninggal di dalam kandungan. Bukan aku bahagia dengan penderitaan mereka, aku juga bukan istri yang baik. Tapi setiap perbuatan pasti ada balasannya. Aku menyadari itu, Ja. Beda istri beda rezeki."Senja mendengar cerita Nindy dengan seksama. Musibah itu membuat Nindy menjadi pribadi yang jauh lebih baik. Melihatnya begitu murka ketika pertama kali ia mengetahui kalau suaminya selingkuh, siapa mengira kalau Nindy akhirnya bisa selegowo itu. Bahkan katanya sekarang menjadi bestie-nya sang mantan demi anak-anak. Tak semua orang bisa melakukan itu.Sikap Tata dan Nindy menyadarkan Senja, bahwa tak boleh menghakimi seseorang karena sikapnya. Sebab bisa saja mereka beruba

DMCA.com Protection Status