Share

Part 53 Senja

Penulis: Lis Susanawati
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bu Tedjo menyentuh bahu cucunya. Wanita yang memakai kaftan warna putih bercorak bunga-bunga dengan khimar bersulam benang emas memandang penuh tanya pada sang cucu dan putranya. Tanpa disadari kedua laki-laki itu, Bu Tedjo mendengar pembicaraan mereka.

"Siapa perempuan hamil yang kalian bicarakan tadi?"

"Temanku, Nek." Teman tidur, batin Sabda. Di sana bukan tempat yang tepat untuk menceritakan pernikahannya. Sabda akan mengajak Senja bertemu mereka nanti.

"Oh, makanya kamu lekaslah menikah biar segera punya anak. Arga sebentar lagi juga menikah."

Sabda tersenyum kemudian mengangguk. Dibimbingnya sang nenek untuk kembali duduk di tempatnya tadi. Melihat ketenangan seluruh kerabatnya, tampak mereka belum tahu mengenai pernikahan diam-diamnya. Ini berarti Arga, Bela, dan keluarganya tidak menceritakan hal ini pada yang lain. Buktinya mereka masih diam.

Baguslah mereka mau menyimpan sendiri rahasia ini. Meski ini pun demi kepentingan pribadi masing-masing. Arga diam karena tidak ingin
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
Nyesel kan Bela melepas laki² sebaik Sabda...
goodnovel comment avatar
Erni Erniati
Bella nguping loh.. hati2 ntar dia mw jahatin Senja...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 54

    Waktu terus bergulir, hari berganti hari, berganti minggu dan kini genap lagi sebulan. Kehamilan Senja berusia sepuluh minggu. Pagi itu dia mematut diri di depan cermin. Melihat tubuhnya yang telah memakai baju kerja dari beberapa sisi. Baju kerjanya telah sempit. Jika dilihat dengan cermat, perutnya tampak kentara dan pinggangnya terlihat penuh."Kenapa?" tanya Sabda memeluknya dari belakang dan mereka saling pandang di depan cermin."Bajuku kekecilan, Mas. Harusnya aku sudah pakai baju hamil, atau pakaian yang lebih longgar.""Kan kemarin sudah aku tawari beli baju baru. Sayang, bilang nggak usah. Daripada nanti jadi pusat perhatian. Apa yang mesti ditakutkan, kamu hamil ada suaminya. Misalnya pihak perusahaan nggak terima dan kamu harus resign, itu lebih baik kan? Kamu bisa fokus dengan calon anak kita."Senja membalikkan tubuhnya. Tengadah memandang Sabda. "Aku masih ingin bekerja. Hari ini aku akan bilang minta cuti minggu depan, dua hari untuk Senin dan Selasa.""Ya. Kita akan

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 55 Hari Istimewa

    Ketika sudah di dalam angkot, Senja baru menyadari kalau ponselnya berdering. Sabda yang meneleponnya."Ya, Mas. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Kamu di mana sekarang? Apa masih belanja?""Enggak. Aku sudah di perjalanan pulang, sebentar lagi sampai rumah. Maaf tadi nggak sempat jawab teleponnya. Mas, sudah di rumah?""Belum, ini masih di kantor. Ya sudah, kita ketemu di rumah nanti.""Hu um.'"Sampai rumah lekas istirahat."Iya.""Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Jika Sabda sepeduli ini, kenapa dia harus bimbang dengan ucapan gadis tadi. Perkataan seorang mantan yang bisa saja menjadi racun baginya. Memanglah jelas antara Sabda dan Bela pernah saling mencintai, dengan dirinya masih menjadi teka-teki. Bukankah itu hanya kisah lama? Tapi banyak sekali kisah mantan yang menjadi momok dan duri dalam sebuah rumah tangga.Wajarlah jika Sabda belum bisa mencintainya, sebesar pria itu mencintai Bela, mungkin. Karena hubungan mereka diawali oleh hal yang terpaksa. Apa yang harus dit

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 56

    Sabda tersenyum. "Ini bukan masalah berkenan atau tidak, bukan masalah puas atau tidak puas. Aku hanya ingin ada masalah apapun kita harus berkomunikasi. Itu saja. Selain itu aku paham, kita menikah di awali dengan peristiwa yang tak biasa. Tapi apapun itu kita adalah suami istri. Kita bangun rumah tangga kita sebaik mungkin. Mari kita sama-sama melupakan masa lalu.""Ya, terima kasih, Mas."Sabda mengambil posisi miring. Memandang mata yang kini juga menatapnya. "Bahkan untuk urusan ranjang, aku lebih suka kalau kamu terbuka. Tak salah kok istri minta duluan, banyak pahalanya malah."Ketegangan akhibat dari ketegasan Sabda saat berbicara kini tiba-tiba saja mencair, ketika kalimat keramat itu diucapkan. Senja tersenyum malu bersamaan dengan pipinya yang merona merah jambu. Sabda menyunggingkan senyum dan tangannya menahan wajah itu agar tidak berpaling dan menghindarinya karena tersipu.Alhasil Senja hanya memandanginya. Berbicara pakai bahasa mata. Jika tadi ia memikirkan Sabda yang

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 57 Speechless

    Senja berdiri dan meninggalkan buket bunga di bangku halte. Dibiarkannya bunga itu teronggok bisu di sana. Diam terbuai silir angin menjelang senja. Cokelat di tengah buket pun tergeletak sia-sia."Sudah lama nunggu?" tanya Sabda setelah Senja duduk di sebelahnya."Nggak. Baru saja, Mas."Sabda memandang ke arah halte. Menatap rangkaian bunga yang tergeletak di sana. Namun ia tak bertanya apa-apa. Senja yang serba salah karena diperhatikan, sampai memasang seat belt pun kelewat, lantas Sabda membantunya. Tanpa berkata Sabda melajukan mobilnya ke arah jalan pulang. Perjalanan tanpa percakapan. Senja serba salah. Mau mulai bicara, tampak Sabda diam dan dingin. Mungkinkah ia tahu dan sekarang marah. Nanti saja setelah sampai di rumah dia akan mengajak suaminya bicara. Seperti yang dibilang Sabda kemarin, semua harus di komunikasikan."Habis Salat Maghrib kita keluar, ya," ucap Sabda setelah turun dari mobil. "Iya."Mereka masuk rumah dan melakukan aktifitas masing-masing tanpa bicara.

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 58

    "Habis subuh tadi waktu kamu di dapur ibu telepon di ponselmu. Aku yang angkat. Beliau mau mengucapkan selamat ulang tahun padamu, tapi kucegah. Aku mengajak ibu berkompromi karena berniat memberikan kejutan untukmu malam ini, kami bicara juga nggak lama. Soalnya suara ibu terputus-putus."Tetap saja ibunya yang jadi orang pertama mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Arga yang kedua. Dan Nina sepertinya lupa. "Aku langsung menghubungi teman pemilik kafe ini. Untuk bikin surprise buatmu."Senja masih merasa speechless. Dia diam menatap pria tampan dihadapannya. Padahal tadi dia dingin banget, dipikirnya marah karena tahu Arga telah menemuinya. Ternyata dugaannya salah. Mungkin tadi Sabda gusar karena masalah pekerjaan."Ayo, kita makan. Aku sudah lapar ini.""Iya." Mereka sangat menikmati makan malam romantis dengan diiringi musik instrumen dan gerimis di luar sana. Silir angin menambah kesegaran suasana. Rupanya ruangan itu khusus dipesan Sabda untuk memberikan surprise pada ist

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 59 Patah Hati

    "Apapun usahamu, dia tak akan lepas dariku. Aku akan mempertahankannya. Apalagi sekarang Senja mengandung anakku."Wajah Arga seketika berubah pias. "Aku tak bisa setelah menikahinya terus meninggalkan begitu saja dengan alasan bahwa aku hanya kasihan. Aku tidak ingin menambah lukanya terlalu dalam lagi. Aku tak ingin menyakiti keluarganya. Andai saja kamu tahu bahwa mereka semua sangat baik. Aku tak bisa bersandiwara seperti yang tengah kamu rencanakan.""Tapi kenapa kamu harus benar-benar menikahinya, bahkan menyentuhnya!" desis Arga menahan murka."Apa aku juga harus pura-pura sepertimu? Aku sudah menceritakan situasinya saat itu. Tak perlu aku mengulanginya lagi. Andaikan kamu tidak menerima perjodohan dengan Citra, semua ini tak akan terjadi. Aku juga tak akan pernah dekat dengan Senja, bahkan menikahinya. Maaf, kuharap kamu memahami ini." "Aku yakin kamu menyentuhnya karena nafsu, hanya memanfaatkan sebab dia telah halal untukmu. Kamu nggak mencintainya, kan?""Apa yang kurasa

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 60

    Jarak rumah sakit dan kantornya sekitar dua puluh menit. Di koridor ruang bersalin, tampak ada papa dan mamanya yang duduk di bangku panjang. Di sebelah mereka ada orang tua Tata.Bu Airin yang melihat kehadiran putranya hanya memandang sekilas. Meski hatinya senang karena bisa melihat putranya lagi. Lagi-lagi egonya yang dijunjung tinggi. Ketika di salami, wanita itu hanya diam saja tak mau memandang."Sudah lahir bayinya, Pa?" tanya Sabda setelah duduk di sebelah sang papa."Belum. Baru lima menitan masuk ruang operasi. Masmu yang dampingi.""Apa ada masalah, Pa? Sampe harus tindakan SC?""Nggak ada. Tata yang memang mau lahiran secara cesar."Mereka diam. Menunduk dengan harap-harap cemas. Ketegangan juga terasakan di bangku tunggu. Enam bulan lagi, dirinya juga akan mengalami hal begini."Kehamilan istrimu bagaimana?""Alhamdulillah, sehat, Pa. Dia juga masih kerja." Sabda sengaja bicara agak keras biar mamanya mendengar. Tapi ia yakin, papanya pasti sudah memberitahu sang mama me

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 61 Takut Kehilangan

    "Sayang, ayo kita berangkat. Nanti keburu siang!" panggil Sabda dari luar. Membuat Senja terkejut, refleks diletakkannya kembali ponsel Sabda di nakas."Bawakan ponselku di nakas!" lanjut Sabda lagi. Ponsel kembali di ambil oleh Senja lalu mengambil hand bag-nya lantas keluar kamar.Mereka berangkat dan mampir di sebuah rumah makan untuk sarapan. Di hadapan sang suami, Senja tidak menampakkan kegalauannya karena pesan yang sempat terbaca tadi. Meski jujur saja ia kepikiran. Bagaimana tidak, kebersamaannya dengan Arga yang tidak sebentar membuatnya berpikir tentang kondisi laki-laki itu. Semua terjadi karena permasalahan yang mereka hadapi saat ini.Dua porsi nasi kuning dan dua teh hangat di pesan Senja. Sementara Sabda membalas pesan dari adiknya. Sabda menanyakan tentang keadaan Arga. Dia pun tidak tega dengan kondisi sepupunya. Sayangnya Bumi pun belum tahu bagaimana kabar Arga saat ini.Kemudian dia memperhatikan Senja yang menyimak ponselnya. Wanita yang telah membuat Arga nekat

Bab terbaru

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 158

    Two weeks later ....Sepulang kerja, Sabda mengajak istrinya langsung ke tempat praktek dokter Eli. Sabda tidak sabar menunggu hasil dari pemeriksaan dokter mengenai kehamilan istrinya yang ketiga.Dikarenakan mereka datang lebih awal dan telah membuat appointment sehari sebelumnya, makanya seorang perawat yang berjaga segera mempersilakan mereka berdua untuk masuk ruang praktek."Selamat sore, Dok," sapa Senja dengan ramah."Selamat sore juga. Wah, pasti ini mau program hamil atau sudah mau ngasih kejutan ke saya ini." Dokter Eli bicara sambil tersenyum.Setelah duduk, Senja langsung mengeluarkan hasil testpack keduanya tadi pagi. Meski ini pemeriksaan kehamilannya yang ketiga, tetap saja Senja merasakan berdebar-debar. Pengalaman kehamilan kedua yang berujung kuret membuatnya cemas. Sementara Sabda sendiri malah lebih optimis, bahwa semua pasti baik-baik saja. Sampai ia rela berpuasa tidak menyentuh istrinya sejak pertama kali Senja memberikan hasil testpack di kantor waktu itu."Hmm

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 157 Senja yang Indah

    Meeting kali ini di adakan di sebuah kafe yang tidak jauh dari kantornya Sabda. Pria itu ingin menghadirkan suasana baru, yang berbeda supaya rapat tidak terasa kaku dan membosankan.Meskipun ini rapat internal kantor yang hanya dihadiri oleh satu tim kerja Candra dan Sabda, tapi pria itu sengaja mencarikan tempat lain selain di ruangan meeting kantor seperti biasanya. Namun dia juga memperhatikan tempat yang di gunakan untuk meeting tetap kondusif dan nyaman.Itulah kenapa mereka sangat disukai oleh para bawahannya. Meski tegas, mereka berdua terutama Sabda cukup fleksibel menjadi seorang pemimpin. Rapat tidak pernah bertele-tele dan selalu efektif. Apa yang dibahas selalu on point, tapi materi yang disampaikan juga jelas.Sebenarnya dia sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan istrinya. Mengajaknya ke dokter kandungan meski hanya untuk melihat kantung janin yang semoga saja sudah terisi. Ah, berlebihan sekali Sabda. Enggak juga, istri dan anaknya adalah dunia baginya. Dia tidak

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 156

    Sabda tidak peduli jika di katakan sok suci. Satu hal ini yang akan di jaga sampai mati, yaitu kehormatan. Papanya selalu menasehati agar menjauhi zina, karena sang papa tahu dunia dalam lingkup pekerjaan mereka. "Istrimu lebih higienis daripada cewek yang sering di ajak bersenang-senang beberapa rekan kerjamu. Itu dosa besar yang bisa membawa penyakit untukmu dan istrimu. Bagaimanapun kondisi istrimu, dialah yang terbaik dari perempuan yang bisa kamu bayar untuk kamu tiduri semalam. Ingat itu, Sabda." Nasehat sang papa masih teringat jelas dalam benaknya.Sabda membuka mata, dan angannya seketika sirna tatkala sang istri menghentikan pijatannya, kemudian ganti memeluknya dari belakang. Mereka menikmati momen itu sambil diam. Banyak pasangan yang sama-sama sibuk bekerja, akhirnya mengurangi waktu bersama. Mempengaruhi hubungan mereka hingga terkadang menjadi berjarak, terlebih jika pekerjaan mereka menuntut untuk sering lembur. Sementara Sabda selalu mengajak Senja untuk selalu peduli

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 155 Pregnancy Test

    Sabda tersenyum lebar. Apa yang akan dilakukan seorang laki-laki jika melihat istrinya seseksi itu di depan matanya dan di saat yang tepat pula? Tentunya tidak butuh waktu lama untuk segera bertindak.Rasa letih karena perjalanan panjang sudah tak lagi diingatnya. Sabda turun dari ranjang dan berhadapan dengan istrinya. Mereka saling pandang dalam jarak yang sangat dekat. Menikmati momen itu hingga mereka menghabiskan beberapa waktu di ranjang hotel.Radja yang terlelap tidak terganggu oleh suara apapun di kamar. Dia tidur dengan nyenyaknya dan membiarkan kedua orang tuanya menikmati malam milik mereka.Sabda membangunkan istrinya ketika azan subuh berkumandang. Di kecupnya kening Senja yang masih pulas di bawah selimut. "Bangun, Sayang. Sudah pagi," bisiknya pelan.Senja membuka mata, pemandangan yang pertama dilihatnya adalah sang suami yang tersenyum dengan jarak beberapa senti di atasnya. Rambutnya sudah basah. "Sudah subuh, ayo mandi dulu. Bak mandinya sudah Mas isi air hangat."

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 154

    Setelah meletakkan undangan begitu saja di atas meja, Sabda mengambil ponsel yang tadi ia tinggalkan di ruangan. Ada beberapa pesan dari istrinya.[Mas, bisa pulang cepat hari ini?] Isi pesan dari Senja.[Usahakan pulang sore aja ya.] Pesan selanjutnya seperti sebuah permintaan. Apa karena sakitnya bertambah. Tadi dia bilang hanya agak meriang, bisa jadi hanya masuk angin saja. Sabda cemas dan akhirnya melakukan panggilan. Beberapa kali di telepon tidak di angkat. Senja mengirimkan pesan memang sudah satu jam yang lalu. Sabda kemudian menghubungi Mbak Nur. Panggilannya langsung di jawab. "Halo.""Mbak Senja mana, Mbak?" tanya Sabda tidak sabar."O, masih nyuapin Radja di depan, Mas. Mau saya panggilkan?""Tidak perlu, Mbak. Bagaimana kondisi Mbak Senja hari ini?""Mbak Senja baik-baik saja sejak pagi tadi, Mas. Malah Mbak Senja yang jagain Radja sejak pagi.""Oh ya sudah, Mbak." Sabda mengakhiri panggilan. Dia lega karena istrinya baik-baik saja. Mungkin hanya tidak enak badan saja

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 153 Kejutan Buat Sabda

    Rumah itu sepi di jam setengah satu malam. Hanya lampu yang tidak begitu terang masih menyala di teras rumah. Sabda menyuruh pengasuh putranya turun. Meski dalam perjalanan tadi gadis itu sudah meminta maaf, tapi tidak mengurungkan niat Sabda dan Senja untuk memulangkan Hesti ke rumah orang tuanya.Sabda turun, sedangkan Senja bertahan di dalam mobil memangku Radja yang tertidur pulas. Hesti mengetuk pintu rumah ibunya. Jarak dua meter di belakangnya, Sabda berdiri dengan kedua tangan di masukkan dalam saku jaket menunggu pintu di buka.Seorang wanita memakai daster yang panjangnya di atas paha keluar. Dia tidak kaget melihat kedatangan mereka, karena sudah di kirimi pesan oleh anaknya ketika Hesti dalam perjalanan tadi.Sabda menolak di persilakan masuk oleh ibunya Hesti. Di teras itu juga ia minta maaf karena harus memulangkan Hesti tengah malam. Sabda juga memberikan gaji Hesti yang belum genap kerja sebulan. Sabda juga menjelaskan kenapa harus mengantar pengasuh anaknya kembali k

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 152

    Di antara kesibukan mereka bekerja, selalu meluangkan waktunya untuk Radja. Apalagi setelah Mbak Yekti berhenti kerja dua bulan yang lalu karena menikah lagi, Radja tidak begitu menyukai pengasuh barunya. Hesti, gadis yang masih berusia dua puluh tahun. Sebenarnya dia sabar juga mengasuh Radja, tapi entah kenapa bocah kecil itu tidak suka. "Kemarin Mbak Nur bilang, Radja nggak mau makan kalau Hesti yang nyuapi. Terus kalau mau buang air kecil juga nyari Mbak Nur. Tapi kalau mau susu atau tidur sudah mau sama Hesti. Biasanya juga sama Mbak Nur." Senja mengajak suaminya membahas pengasuh baru Radja."Apa perlu kita carikan pengasuh baru?" saran Sabda. Sebenarnya Sabda sendiri tidak menyukai gadis itu. Dia punya alasan tersendiri kenapa tidak menyukai pengasuh anaknya. Apalagi di tambah setelah ia tahu latar belakang gadis itu."Nanti kalau Radja juga nggak mau gimana?""Sayang, yang resign." Sabda menarik lengan istrinya agar lebih mendekat padanya. "Jadi meski ada pengasuh, tapi Radja

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 151 Cobaan Seorang Suami

    Bu Yola duduk di depan di samping suaminya yang mengemudi, sedangkan Arga duduk menemani Citra."Perutmu terasa sakit nggak?" tanya Bu Yola sambil menoleh pada sang menantu."Cuman terasa nggak nyaman aja, Ma. Tapi aku nggak ngerasain sakit ini."Sesampainya di klinik, mereka di sambut oleh dua orang perawat yang jaga malam. Citra di bawa ke ruang pemeriksaan. Mendengar penjelasan dari Citra maupun Bu Yola, akhirnya dokter langsung memutuskan untuk melakukan USG. Benar dugaan Bu Yola tadi, rupanya air ketuban sudah pecah sebelum adanya pembukaan. "Terus gimana, Dok?" tanya Bu Yola."Ada dua pilihan, Bu. Kalau air ketuban pecah sebelum kontraksi, bisa dilakukan induksi untuk merangsang kontraksi atau pulang ke rumah sambil menunggu adanya kontraksi secara alami. Tapi melihat dari pemeriksaan tadi, volume air ketuban nyaris habis. Makanya saya kasih pilihan kedua yaitu Cesar." "Cesar saja, Dok," sahut Arga cepat. "Sekarang juga kami akan mempersiapkan untuk operasi Cesar. Kasian baby

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 150

    Nindy tersenyum getir. "Harus baik dan kami sudah jadi bestie sekarang. Demi anak-anak. Aku juga nggak mau lama-lama nyimpan sakit hati. Lebih baik melanjutkan hidup dengan hati bahagia. Toh sekarang mereka sudah menerima karmanya. Usaha Mas Fatih mulai surut, anak yang di kandung bininya terpaksa harus di operasi karena meninggal di dalam kandungan. Bukan aku bahagia dengan penderitaan mereka, aku juga bukan istri yang baik. Tapi setiap perbuatan pasti ada balasannya. Aku menyadari itu, Ja. Beda istri beda rezeki."Senja mendengar cerita Nindy dengan seksama. Musibah itu membuat Nindy menjadi pribadi yang jauh lebih baik. Melihatnya begitu murka ketika pertama kali ia mengetahui kalau suaminya selingkuh, siapa mengira kalau Nindy akhirnya bisa selegowo itu. Bahkan katanya sekarang menjadi bestie-nya sang mantan demi anak-anak. Tak semua orang bisa melakukan itu.Sikap Tata dan Nindy menyadarkan Senja, bahwa tak boleh menghakimi seseorang karena sikapnya. Sebab bisa saja mereka beruba

DMCA.com Protection Status