Share

Part 18

Author: Lis Susanawati
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Kamar yang minim perabotan. Selain ranjang besar di tengah ruangan. Ada juga meja kaca minimalis dan cermin besar seukuran tubuh manusia yang menempel di dinding. Satu lemari besar berwarna monokrom berada di sebelah kiri.

Saking asyiknya memperhatikan, dia tidak sadar saat pemilik kamar muncul dari balik pintu dan menarik lengannya untuk masuk. Senja terpekik kaget. "Ngapain ngintip, ayo masuk!"

Pipi Senja merona merah karena malu. Harusnya dia tadi tak perlu mengintip seperti itu. Hingga tak menyadari shower di kamar mandi berhenti dan pemiliknya yang hanya memakai handuk terbelit di pinggang memergoki.

Sabda mengecilkan suhu pendingin ruangan dan mengembalikan remot kecil itu di meja. Dari pantulan cermin besar, Senja bisa melihat tubuhnya dan tubuh Arga yang bertelanjang dada. Gadis itu hendak melangkah keluar, tapi dengan sigap tangan Sabda menggapai lengannya. "Mau ke mana?"

"Aku mau kembali ke kamar."

"Aku sudah menghindarimu tadi. Kamu malah keluar kamar lagi." Sabda menarik
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (10)
goodnovel comment avatar
Yanti
koreksi kata ya. kalau ponsel berdering kalau ranjang berderit
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
akhirnya manten baru sudah saling memiliki seutuhnya...
goodnovel comment avatar
Nuniee
Akhirnya terjadilah yg seharusnya terjadi antara Sabda Senja ......... nangis babang Arga...kasihan sih tapi gimana dong..kmu juga yg mulai
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 19 Demi Senja

    [Maaf, aku baru sempat balas, Mas. Banyak pekerjaan hari ini. Maklumlah akhir bulan.] Balasan dari Senja dan Sabda langsung meneleponnya."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Aku jemput di kantor sekarang, ya? Kamu sudah mau pulang kan?""Aku lembur hari ini.""Lembur? Pulang jam berapa?""Belum tahu, Mas. Ini masih nyelesain laporan. Biasanya pulang jam tujuh.""Baiklah, nanti kujemput. Kalau sudah mau pulang kabari ya!""Nanti aku bisa pulang sendiri.""Nanti kujemput." Sabda tetap memaksa."Baiklah. Sudah dulu ya, Mas. Aku lagi ada di mushola untuk Salat Asar ini.""Oke, nanti kabari. Tapi kamu tak apa-apa, kan?""Oh, nggak. Aku nggak apa-apa," jawab Senja lirih. "Serius?""Iya, serius.""Oke, Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam." Sabda meletakkan ponsel di dashboard. Tadi bersemangat sekali pulang sekalian jemput Senja. Rupanya dia sedang over time. Sabda sangat khawatir jika Senja marah atau takut menganggap dirinya mengambil kesempatan malam tadi. Setelah termenung lumayan la

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 20

    "Mas, kita jalani saja apa yang ada saat ini. Mas, juga belum putus kan dari Citra. Jangan rusak hubungan yang sudah direstui keluarga. Jangan mengharapkan ku lagi. Aku bukan lagi seperti Senja yang kamu kenal dulu."Mata Arga menyipit. Penasaran dengan maksud ucapan Senja baru saja. Namun dia tidak bisa menduga-duga apa yang telah terjadi. Senja yang cemas berulangkali memandang ke seberang jalan. Dia khawatir kalau Sabda turun dan menghampiri mereka. "Ayo, kuantar pulang!"Senja menggeleng. "Nggak, Mas. Terima kasih, ya!" Setelah berkata demikian, Senja berlari menuju angkot yang kebetulan berhenti di halte untuk menaikkan penumpang. Keputusan itu spontan saja datang ketika melihat kendaraan umum itu berhenti. Lebih baik dia menghindari keduanya.Di seberang jalan, Sabda yang hampir turun akhirnya mengurungkan niatnya setelah melihat Senja masuk ke angkot. Pria itu juga tidak ingin ribut lagi dengan sepupunya yang akan menimbulkan lagi perkelahian. Ada cara yang lebih dingin untuk

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 21 Luka yang Sama

    Lagi-lagi Sabda telat datang. Keluarganya tengah makan ketika ia sampai. Acara kali ini hanya di hadiri keluarga inti Pak Prabu saja. Mereka berkumpul di ruang keluarga yang berukuran luas. Ada sofa, coffee table, dan juga kursi ottoman cantik memberikan kesan menarik yang sedang diduduki oleh Bumi. Mereka sangat ceria terutama ketika membahas akan hadirnya cucu pertama di keluarga Pak Prabu. Apalagi dia cucu perempuan yang di dambakan oleh Bu Airin.Sabda langsung menyalami dan mengucapkan selamat ulang tahun pada kakak iparnya setelah terlebih dulu mencium tangan papa dan mamanya."Yeay, makasih ya," ucap Tata saat di salami Sabda. Tidak ada kado di setiap acara ulang tahun mereka, kecuali untuk anak-anak yang masih kecil, tapi Bumi sekarang sudah delapan belas tahun. Biasanya akan diberikan uang atau di tanya apa yang diinginkannya. Untuk orang dewasa, cukup datang dan makan malam bersama. Kesempatan seperti ini dimanfaatkan untuk momen berkumpul keluarga yang tiap harinya sama-sa

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 22

    "Aku serius, Pa." Sabda kembali menceritakan semuanya secara runtut dan detail. Pak Prabu terdiam mendengarkan. Beliau sangat menyayangkan tindakan yang diambil putranya. Namun tak dapat semarah istrinya karena bagaimanapun juga semua telah terjadi. Beliau paham atas kepanikan orang tua Senja. Andai itu terjadi pada putrinya, dipastikan dirinya pun akan marah. Tapi tak dipungkiri kalau beliau juga kecewa pada mereka."Kamu bisa ya, memutuskan sendiri perkara sebesar ini. Kamu kira pernikahan itu main-main. Ada tanggung jawab besar di hadapan Allah dan dua keluarga. Menikah itu bukan hanya untuk kalian berdua, tapi untuk bisa menyatukan dua keluarga." Kini papanya yang emosi. "Aku akan bertanggung jawab atas tindakanku, Pa. Aku akan bertanggung jawab pada Senja."Pak Prabu mendengkus pelan seraya kembali bersandar di punggung sofa. "Di mana perempuan itu sekarang?""Dia tinggal di kosan. Dia juga bekerja, Pa." Sabda tidak menceritakan kalau malam ini Senja ada di apartemennya."Jika m

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 23 Pertemuan Bu Airin dan Senja

    Senja membawa mukenanya sendiri yang dibawa dari rumah. Mukena dengan bahan katun paris berwarna army yang bisa dilipat kecil dan mudah dibawa ke mana-mana. Di kamarnya, Sabda sudah membentang dua sajadah di sebelah tempat tidur. Senja jadi berdebar-debar ketika berdiri jadi makmumnya sang suami.Apalagi mendengar suara merdu dan bacaan yang fasih dengan tajwid yang tepat, timbul rasa haru dan kekaguman yang dalam. Apakah dia jatuh cinta ketika sedang menjalankan ibadah? Dua rakaat dijalani dengan khusuk. Meski tadi malam pikiran Senja sedang kacau, tapi pagi ini hatinya merasakan damai. Sejuk, sesejuk embun di pagi ini. Senyuman Sabda saat berbalik dan memandangnya terasa mendamaikan. "Aku sudah menyuruh orang untuk mencari tempat tinggal buat kita. Walaupun keluargaku belum bisa menerima, nggak apa-apa kita tinggal serumah. Tapi bukan di apartemen ini. Kita cari tempat lain. Setelah itu kita ajukan permohonan pengesahan pernikahan siri kita ke pengadilan agar pernikahan kita memi

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 24

    Hari ini Senja kembali sibuk di kantor. Rekan-rekan heran melihat penampilannya yang berbeda. Mulai Senin ini Senja telah berhijab. Mbak Yuni senang dengan perubahan stafnya. Ada juga yang mencandainya. Segala perubahan pasti akan menimbulkan berbagai respon orang-orang di sekeliling. "Kamu cantik berpenampilan begini," puji Sabda tadi pagi ketika mereka sarapan bersama. Pujian yang membuat Senja sangat ceria sepanjang hari menjalani aktivitasnya di kantor. Menyelesaikan banyak pekerjaan yang menumpuk di meja kerjanya."Kamu langsung pulang ke apartemen," tanya Nina sore itu ketika mereka melangkah keluar dari kantor."Ya.""Okelah, aku tinggal nunggu kabar kehamilanmu bulan depan."Senja tersenyum. Setelah malam pertamanya, kemudian percintaan di pagi itu dan setelahnya, Senja sempat kepikiran bagaimana kalau dirinya hamil? Sementara keadaan masih seperti ini. Sabda memang bilang akan melakukan isbat nikah ke KUA, tapi mustahil dilakukan secepatnya. Mengingat dia sangat sibuk akhir

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 25 Jangan Menyerah, Senja

    Jam delapan malam Sabda baru keluar dari kantor. Pesannya yang dikirim pada Senja belum di balas, bahkan belum juga di buka sejak tadi. Mungkin ponselnya ada di kamar atau sedang di-charge.Sabda tergesa masuk ke dalam lift. Tidak sabar untuk segera sampai di rumah dan makan malam bareng Senja. Rasa laparnya sudah di tahan sejak tadi. Dia hanya makan roti abon dan teh hangat yang diberikan asistennya habis Salat Maghrib.Pria itu mengambil kunci pintu apartemen dari saku celananya. Saat masuk lampu-lampu sudah menyala. "Senja," panggilnya ketika sadar kalau rumah terasa sunyi. Dibukanya pintu kamar Senja dan memeriksa kamar-kamar yang lain. Namun senja tidak ada. Di balkon juga kosong. Di meja makan sudah tersedia nasi, tempe goreng, dan opor ayam. Masih hangat, berarti baru saja di siapkan.Pria itu heran, lalu mengambil ponselnya di saku celana, menelepon Senja sekali lagi tapi panggilannya tidak diangkat.Sabda tidak bisa menunggu. Di sambarnya kunci mobil di atas meja, lantas menu

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 26

    Malam kian hening. Dia memandang langit-langit kamar yang gelap karena semua lampu di matikannya. Biasanya lampu malam yang temaram akan tetap menyala. Hanya ada cahaya dari lampu teras yang menyorot masuk lewat angin-angin atas jendela kaca.Baginya yang biasa hidup sederhana sejak kecil, kabar uang delapan ratus juta yang di bilang ibunya tadi nyatanya tak bisa menggantikan kesedihan dengan apa yang dialaminya saat ini. Mungkin begitu juga yang ada dalam pikiran mamanya Sabda. Kehormatan keluarga lebih dari segalanya di banding kebahagiaan putranya. Dua wanita high class yang memiliki dua pandangan sama. Mamanya Arga menilai segala sesuatu dengan harta, sementara mamanya Sabda lebih memikirkan tentang penilaian orang lain terhadap keluarga mereka. Mungkin saja begitu. Senja hanya menerka-nerka.Begitu cepatnya wanita itu menemukan tempat kerjanya. Bahkan bisa tahu jam pulangnya dari kantor. Ah, mereka punya uang, apapun bisa dilakukan. Apa susahnya mencari tahu tentang seorang gadis

Latest chapter

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 158

    Two weeks later ....Sepulang kerja, Sabda mengajak istrinya langsung ke tempat praktek dokter Eli. Sabda tidak sabar menunggu hasil dari pemeriksaan dokter mengenai kehamilan istrinya yang ketiga.Dikarenakan mereka datang lebih awal dan telah membuat appointment sehari sebelumnya, makanya seorang perawat yang berjaga segera mempersilakan mereka berdua untuk masuk ruang praktek."Selamat sore, Dok," sapa Senja dengan ramah."Selamat sore juga. Wah, pasti ini mau program hamil atau sudah mau ngasih kejutan ke saya ini." Dokter Eli bicara sambil tersenyum.Setelah duduk, Senja langsung mengeluarkan hasil testpack keduanya tadi pagi. Meski ini pemeriksaan kehamilannya yang ketiga, tetap saja Senja merasakan berdebar-debar. Pengalaman kehamilan kedua yang berujung kuret membuatnya cemas. Sementara Sabda sendiri malah lebih optimis, bahwa semua pasti baik-baik saja. Sampai ia rela berpuasa tidak menyentuh istrinya sejak pertama kali Senja memberikan hasil testpack di kantor waktu itu."Hmm

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 157 Senja yang Indah

    Meeting kali ini di adakan di sebuah kafe yang tidak jauh dari kantornya Sabda. Pria itu ingin menghadirkan suasana baru, yang berbeda supaya rapat tidak terasa kaku dan membosankan.Meskipun ini rapat internal kantor yang hanya dihadiri oleh satu tim kerja Candra dan Sabda, tapi pria itu sengaja mencarikan tempat lain selain di ruangan meeting kantor seperti biasanya. Namun dia juga memperhatikan tempat yang di gunakan untuk meeting tetap kondusif dan nyaman.Itulah kenapa mereka sangat disukai oleh para bawahannya. Meski tegas, mereka berdua terutama Sabda cukup fleksibel menjadi seorang pemimpin. Rapat tidak pernah bertele-tele dan selalu efektif. Apa yang dibahas selalu on point, tapi materi yang disampaikan juga jelas.Sebenarnya dia sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan istrinya. Mengajaknya ke dokter kandungan meski hanya untuk melihat kantung janin yang semoga saja sudah terisi. Ah, berlebihan sekali Sabda. Enggak juga, istri dan anaknya adalah dunia baginya. Dia tidak

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 156

    Sabda tidak peduli jika di katakan sok suci. Satu hal ini yang akan di jaga sampai mati, yaitu kehormatan. Papanya selalu menasehati agar menjauhi zina, karena sang papa tahu dunia dalam lingkup pekerjaan mereka. "Istrimu lebih higienis daripada cewek yang sering di ajak bersenang-senang beberapa rekan kerjamu. Itu dosa besar yang bisa membawa penyakit untukmu dan istrimu. Bagaimanapun kondisi istrimu, dialah yang terbaik dari perempuan yang bisa kamu bayar untuk kamu tiduri semalam. Ingat itu, Sabda." Nasehat sang papa masih teringat jelas dalam benaknya.Sabda membuka mata, dan angannya seketika sirna tatkala sang istri menghentikan pijatannya, kemudian ganti memeluknya dari belakang. Mereka menikmati momen itu sambil diam. Banyak pasangan yang sama-sama sibuk bekerja, akhirnya mengurangi waktu bersama. Mempengaruhi hubungan mereka hingga terkadang menjadi berjarak, terlebih jika pekerjaan mereka menuntut untuk sering lembur. Sementara Sabda selalu mengajak Senja untuk selalu peduli

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 155 Pregnancy Test

    Sabda tersenyum lebar. Apa yang akan dilakukan seorang laki-laki jika melihat istrinya seseksi itu di depan matanya dan di saat yang tepat pula? Tentunya tidak butuh waktu lama untuk segera bertindak.Rasa letih karena perjalanan panjang sudah tak lagi diingatnya. Sabda turun dari ranjang dan berhadapan dengan istrinya. Mereka saling pandang dalam jarak yang sangat dekat. Menikmati momen itu hingga mereka menghabiskan beberapa waktu di ranjang hotel.Radja yang terlelap tidak terganggu oleh suara apapun di kamar. Dia tidur dengan nyenyaknya dan membiarkan kedua orang tuanya menikmati malam milik mereka.Sabda membangunkan istrinya ketika azan subuh berkumandang. Di kecupnya kening Senja yang masih pulas di bawah selimut. "Bangun, Sayang. Sudah pagi," bisiknya pelan.Senja membuka mata, pemandangan yang pertama dilihatnya adalah sang suami yang tersenyum dengan jarak beberapa senti di atasnya. Rambutnya sudah basah. "Sudah subuh, ayo mandi dulu. Bak mandinya sudah Mas isi air hangat."

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 154

    Setelah meletakkan undangan begitu saja di atas meja, Sabda mengambil ponsel yang tadi ia tinggalkan di ruangan. Ada beberapa pesan dari istrinya.[Mas, bisa pulang cepat hari ini?] Isi pesan dari Senja.[Usahakan pulang sore aja ya.] Pesan selanjutnya seperti sebuah permintaan. Apa karena sakitnya bertambah. Tadi dia bilang hanya agak meriang, bisa jadi hanya masuk angin saja. Sabda cemas dan akhirnya melakukan panggilan. Beberapa kali di telepon tidak di angkat. Senja mengirimkan pesan memang sudah satu jam yang lalu. Sabda kemudian menghubungi Mbak Nur. Panggilannya langsung di jawab. "Halo.""Mbak Senja mana, Mbak?" tanya Sabda tidak sabar."O, masih nyuapin Radja di depan, Mas. Mau saya panggilkan?""Tidak perlu, Mbak. Bagaimana kondisi Mbak Senja hari ini?""Mbak Senja baik-baik saja sejak pagi tadi, Mas. Malah Mbak Senja yang jagain Radja sejak pagi.""Oh ya sudah, Mbak." Sabda mengakhiri panggilan. Dia lega karena istrinya baik-baik saja. Mungkin hanya tidak enak badan saja

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 153 Kejutan Buat Sabda

    Rumah itu sepi di jam setengah satu malam. Hanya lampu yang tidak begitu terang masih menyala di teras rumah. Sabda menyuruh pengasuh putranya turun. Meski dalam perjalanan tadi gadis itu sudah meminta maaf, tapi tidak mengurungkan niat Sabda dan Senja untuk memulangkan Hesti ke rumah orang tuanya.Sabda turun, sedangkan Senja bertahan di dalam mobil memangku Radja yang tertidur pulas. Hesti mengetuk pintu rumah ibunya. Jarak dua meter di belakangnya, Sabda berdiri dengan kedua tangan di masukkan dalam saku jaket menunggu pintu di buka.Seorang wanita memakai daster yang panjangnya di atas paha keluar. Dia tidak kaget melihat kedatangan mereka, karena sudah di kirimi pesan oleh anaknya ketika Hesti dalam perjalanan tadi.Sabda menolak di persilakan masuk oleh ibunya Hesti. Di teras itu juga ia minta maaf karena harus memulangkan Hesti tengah malam. Sabda juga memberikan gaji Hesti yang belum genap kerja sebulan. Sabda juga menjelaskan kenapa harus mengantar pengasuh anaknya kembali k

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 152

    Di antara kesibukan mereka bekerja, selalu meluangkan waktunya untuk Radja. Apalagi setelah Mbak Yekti berhenti kerja dua bulan yang lalu karena menikah lagi, Radja tidak begitu menyukai pengasuh barunya. Hesti, gadis yang masih berusia dua puluh tahun. Sebenarnya dia sabar juga mengasuh Radja, tapi entah kenapa bocah kecil itu tidak suka. "Kemarin Mbak Nur bilang, Radja nggak mau makan kalau Hesti yang nyuapi. Terus kalau mau buang air kecil juga nyari Mbak Nur. Tapi kalau mau susu atau tidur sudah mau sama Hesti. Biasanya juga sama Mbak Nur." Senja mengajak suaminya membahas pengasuh baru Radja."Apa perlu kita carikan pengasuh baru?" saran Sabda. Sebenarnya Sabda sendiri tidak menyukai gadis itu. Dia punya alasan tersendiri kenapa tidak menyukai pengasuh anaknya. Apalagi di tambah setelah ia tahu latar belakang gadis itu."Nanti kalau Radja juga nggak mau gimana?""Sayang, yang resign." Sabda menarik lengan istrinya agar lebih mendekat padanya. "Jadi meski ada pengasuh, tapi Radja

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 151 Cobaan Seorang Suami

    Bu Yola duduk di depan di samping suaminya yang mengemudi, sedangkan Arga duduk menemani Citra."Perutmu terasa sakit nggak?" tanya Bu Yola sambil menoleh pada sang menantu."Cuman terasa nggak nyaman aja, Ma. Tapi aku nggak ngerasain sakit ini."Sesampainya di klinik, mereka di sambut oleh dua orang perawat yang jaga malam. Citra di bawa ke ruang pemeriksaan. Mendengar penjelasan dari Citra maupun Bu Yola, akhirnya dokter langsung memutuskan untuk melakukan USG. Benar dugaan Bu Yola tadi, rupanya air ketuban sudah pecah sebelum adanya pembukaan. "Terus gimana, Dok?" tanya Bu Yola."Ada dua pilihan, Bu. Kalau air ketuban pecah sebelum kontraksi, bisa dilakukan induksi untuk merangsang kontraksi atau pulang ke rumah sambil menunggu adanya kontraksi secara alami. Tapi melihat dari pemeriksaan tadi, volume air ketuban nyaris habis. Makanya saya kasih pilihan kedua yaitu Cesar." "Cesar saja, Dok," sahut Arga cepat. "Sekarang juga kami akan mempersiapkan untuk operasi Cesar. Kasian baby

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 150

    Nindy tersenyum getir. "Harus baik dan kami sudah jadi bestie sekarang. Demi anak-anak. Aku juga nggak mau lama-lama nyimpan sakit hati. Lebih baik melanjutkan hidup dengan hati bahagia. Toh sekarang mereka sudah menerima karmanya. Usaha Mas Fatih mulai surut, anak yang di kandung bininya terpaksa harus di operasi karena meninggal di dalam kandungan. Bukan aku bahagia dengan penderitaan mereka, aku juga bukan istri yang baik. Tapi setiap perbuatan pasti ada balasannya. Aku menyadari itu, Ja. Beda istri beda rezeki."Senja mendengar cerita Nindy dengan seksama. Musibah itu membuat Nindy menjadi pribadi yang jauh lebih baik. Melihatnya begitu murka ketika pertama kali ia mengetahui kalau suaminya selingkuh, siapa mengira kalau Nindy akhirnya bisa selegowo itu. Bahkan katanya sekarang menjadi bestie-nya sang mantan demi anak-anak. Tak semua orang bisa melakukan itu.Sikap Tata dan Nindy menyadarkan Senja, bahwa tak boleh menghakimi seseorang karena sikapnya. Sebab bisa saja mereka beruba

DMCA.com Protection Status