Happy Reading*****Menatap sang adik ipar, Hanum tersenyum di tengah tangisannya. "Maafkan kakak, ya, Mela. Kakak nggak tahu kalau kamu banyak mengalami kesedihan. Harusnya, kakak nggak marah-marah apalagi cemburu kayak tadi." Makin lama, isakan bundanya Azri itu makin keras.Melati bingung bagaimana cara menenangkan sang kakak ipar. "Sudah, dong, Kak. Aku makin merasa bersalah kalau Kak Hanum nangis. Si Mas pasti nyalahin aku nanti."Ajaib, ketika Melati menyebut nama si Mas, Hanum langsung tersenyum. Meskipun isakannya belum mereda."Emangnya kamu sering kena marah Mas Dirga, Dik?""Sering banget bahkan kadang kena cubit sama jewer juga." Melati kembali ke sofa dan menyandarkan punggungnya. Teringat masa kecil ketika masih tinggal bersama lelaki itu.Dirga adalah sosok saudara yang akan selalu melindungi dirinya. Sangat berbeda dengan Aryan yang terkesan cuek. Entahlah, dia dulu belum mengerti permasalahan keluarga Lingga hingga kehadiran Dirga menghilang ditelan bumi dan Melati di
Happy Reading*****"Apaan, sih, Dik," ucap Kaisar setelah beberapa saat."Pertanyaanmu aneh, deh, Kak," sahut Melati. Hanum menatap keduanya. Entah mengapa, melihat kedua reaksi mereka. Bundanya Azri itu merasa ada yang disembunyikan. "Dih, nggak mau ngaku kalian. Awas saja kalau sampai yang aku katakan benar. Getok kepala kalian biar tahu rasa. Ngapain juga nggak ngaku. Malu atau bagaimana?""Udah dulu, ya, Dik. Abang harus keluar sekarang," alibi Kaisar demi menghindari pertanyaan Hanum selanjutnya."Hmm," gumam Hanum. Dia sendiri melihat Melati menjauh dari tempat duduknya. "Kalau nggak ada hubungan apa-apa, kenapa kalian saling menghindar, sih?"Pertanyaan Hanum, hanya mampu didengar oleh dirinya sendiri. Kaisar sudah memutus panggilan dan Melati keluar dari ruangan Dirga. Ibu satu anak itu menghela napas panjang. Lalu, berkata sendirian, "Awas saja. Aku bakalan tanya sama Mas Dirga ada hubungan apa antara keduanya."Jam sudah menunjukkan pukul enam sore saat Hanum, Dirga serta
Happy Reading*****Berbalik arah karena tak ada jawaban dari sang adik ipar, Hanum bertanya, "Siapa yang telpon, Dik?""Anu ... itu, Kak," kata Melati gugup. Entah mengapa untuk menyebut nama Kaisar saja lidahnya terasa kelu."Aduh, adik ini. Anu ... anu apa coba. Kalau nggak mau angkat biarkan saja." Kembali melanjutkan langkah, Hanum tidak mempedulikan Melati lagi. Lagian, dia harus cepat-cepat mengganti popok Azri.Suara ponsel Hanum mulai mengusik ketenangan Melati. Nama yang tertera di layar sungguh membuatnya gugup setengah mati. Sudah dua kali tak terjawab, tetapi lelaki itu masih saja menelepon.Membalik ponsel hingga layarnya tertutup kaca meja, Melati berdiri dan meninggalkan ruang keluarga Lingga menuju meja makan. Dia siap bergabung dengan keluarga yang lain untuk makan malam."Kakak iparku mana, Mel?" tanya Dirga. Setengah isi piring sudah dia masukkan ke dalam perut."Ganti popoknya si embul, Mas." Melati mulai menaruh nasi dan juga lauk pauk pada piringnya."Kenapa sam
Happy Reading*****Hanum menelan ludah dan berusaha menetralkan keterkejutannya tentang kondisi Aryan. Berusaha secepat mungkin mencari alasan supaya papa mertuanya tidak memikirkan si bungsu."Mas Aryan baik-baik saja. Saat ini, dia sedang berada di ruang dokter untuk scan kesehatan seluruh tubuh," jelas Hanum, "Kakak terkejut bukan karena apa, Dik. Cuma sedikit sedih saja. Mas Aryan harus menjalani perawatan kesehatan jauh dari keluarga.""Benar yang kamu katakan, Num. Aryan dan mamanya pasti membutuhkan kita sebagai keluarga. Bagaimana jika kita menyusul mereka ke sana?" "Nggak usah, Pa," jawab Hanum dengan cepat membuat Melati dan Lingga keheranan."Kenapa, Kak? Bukankah lebih baik jika kita mengunjungi Mas Aryan. Jika ada keluarga pasti semangat untuk sembuh itu akan naik," kata Melati. "Masalahnya, Papa belum pulih seratus persen, Dik. Bagaimana bisa kita terbang menyusul Mas Aryan dan Mama jika kondisi Papa seperti sekarang."Melati terdiam, apa yang diucapkan Hanum benar a
Happy Reading*****Suara Hanum terhenti oleh suara sang suami yang menginterupsinya. Dirga rupanya sudah berada di ambang pintu yang memisahkan ruang keluarga dan ruang tamu."Dirga dan Mama yang meminta Hanum untuk tidak menceritakan hal sebenarnya tentang Aryan. Demi kesehatan Papa sendiri adalah alasannya. Dirga tidak akan membuat salah satu keluarga yang sangat aku sayangi jatuh sakit lagi. Jangan salahkan Hanum, Pa," pinta Dirga. Tasnya dijatuhkan ke lantai, kedua tangannya menangkup di depan dada. Si sulung bahkan berjongkok di depan papanya. Mendung menyelimuti kedua kelopak matanya. Setelah menangkupkan kedua tangannya, Dirga memegang lutut sang Papa."Jangan sampai Papa jatuh sakit lagi. Dirga tidak sanggup melihatnya. Cukup Aryan yang kini berjuang dengan penyakitnya. Tidak dengan Papa. Dirga janji, setelah kesehatan Papa jauh lebih baik. Kita susul mereka." Mendongakkan kepala, air mata lelaki yang baru menikah itu jatuh.Lingga menatap pada putra sulungnya yang lahir be
Happy Reading*****Tatapan Lingga mengarah pada putra sulungnya. Padahal Dirga sendiri yang memintanya untuk tidak memberikan kabar bahwa mereka sekeluarga akan menyusul Aryan ke luar negeri. Sekarang, malah lelaki itu keceplosan.Hanum dan Melati bahkan mendelik saat Dirga tanpa sengaja mengucapkan kalimatnya tadi. Sang pembuat onar, kini menaikkan jari telunjuk menunjuk huruf V yang berarti maaf."Mas Dirga memang gitu, Ma. Suka ngomong yang aneh-aneh. Jangan dengerin, deh," kata Hanum memecah ketegangan antara mereka semua."Mas Aryan harus segera sehat biar bisa main sama si embul. Dia sangat menggemaskan, lho," sahut Melati."Ma, udahan ya telponnya. Kita mau sarapan dulu. Mama sama Aryan jangan lupa sarapan. Jaga kesehatan karena Papa tidak bisa setiap saat mendampingi kalian," tambah Lingga. Air matanya bahkan hampir terjatuh ketika berkata."Tentu, Papa juga jaga kesehatan di sana. Jangan membantah apa yang dikatakan dokter atau yang lain biar Papa cepat pulih." Septi menye
Happy Reading***** "Sayang, sebaiknya kamu, Papa dan Melati tetap di sini. Biarkan Mas yang menemani Mama," kata Dirga. Memberikan Azri dalam gendongan pada sang istri.Septi segera menyerahkan kunci mobil yang disewa selama berada di negara tersebut pada Dirga. "Cepat, Ga. Mama takut terjadi apa-apa pada Aryan. Badannya tiba-tiba panas dan dia sampai menggigil dan sekarang malah pingsan," jelas Septi ketika mobil sudah melaju ke rumah sakit."Selemah itu keadaan Aryan sekarang, Ma?"Septi menggerakkan kepalanya ke bawah. Keadaan Aryan memang sangat lemah setelah mengetahui bahwa kesehatan reproduksinya sulit untuk sembuh. "Kenapa dokter harus memberitahukan yang sebenarnya. Apakah tidak memikirkan efek mental pada pasiennya seperti yang terjadi pada Aryan." Dirga mengeram. Tangannya memukul stir kemudi."Aryan yang memintanya, Ga. Semula, dokter cuma menjelaskan pada Mama, tapi adikmu terus memaksa ingin mengetahui keadaan yang sebenarnya. Luka yang belum sepenuhnya pulih saat kec
Happy Reading*****Lingga menyentil kening sang istri karena bertanya sedemikian rupa. "Mama kira, siapa yang nyariin rumah sakit buat Aryan. Lalu, apakah terlalu sulit untuk mengetahui keberadaan putraku sendiri? Mama konyol banget deh tanyanya." Lelaki paruh baya itu melirik sang putra yang tersenyum ketika melihat kedatangannya. Tak dapat menyembunyikan rasa haru, Lingga memeluk putranya yang masih terbaring dengan selang infus."Kenapa jadi seperti ini, Ar? Papa tidak bisa melihatmu menderita dan kesakitan begini. Jangan putus asa, kamu pasti bisa melewati semuanya. Kami ada untukmu," ucap Lingga. Beberapa saat kemudian, lelaki paruh baya itu melepaskan pelukannya. Menatap pada Melati yang berdiri di samping Hanum. "Lihat, adik kecil yang sering kamu buat menangis, sekarang juga ikut ke sini. Kami semua menyayangimu, bagaimanapun keadaanmu nantinya."Kedua kelopak mata Aryan dipenuhi kabut tebal. Dia baru menyadari betapa seluruh keluarga sangat menyayanginya. Melati yang dulu
Happy Reading*****"Apakah saya harus keluar," tanya Dirga. Dia sendiri bingung harus berbuat apa jika tetap di dalam. Namun, untuk meninggalkan sang istri yang tengah berjuang melahirkan buah hatinya yang diprediksi perempuan, dia tidak sanggup."Sebaiknya di sini saja, Pak. Bu Hanum lebih membutuhkan kehadiran Pak Dirga," ucap sang dokter.Keluar dan memanggil para perawat serta bidan. Beberapa saat kemudian, mereka semua masuk dan langsung menangani Hanum. Dirga bahkan diminta untuk berada di belakang sang istri dan membantu proses persalinan.Tak terhitung berapa banyak ketegangan yang kini dialami lelaki yang akan segera menjadi ayah yang sebenarnya dari putri kandungnya sendiri. Bulir-bulir keringat mulai turun. Andai bisa menggantikan posisi Hanum saat ini, tentu sudah lelaki itu lakukan. Hanum begitu banyak mengeluarkan tenaga demi menghadirkan buah hati mereka ke dunia ini. Kedua tangannya mencengkeram erat pergelangan Dirga hingga lelaki itu juga merasakan kesakitan. Namun
Happy Reading*****"Ma, Bunda kenapa?" tanya Azri yang ikut-ikutan panik ketika mengetahui Hanum memegangi perutnya. Tak jarang wanita berperut buncit itu mendesis kesakitan."Bunda sakit perut, Sayang. Kayaknya dedek mau minta keluar," jelas Sabrina, "Mbak, bisa minta tolong panggilkan orang rumah.""Manggil siapa, Bu?" tanya si Mbak yang membantu menjaga Azri selama Sabrina dinyatakan hamil."Siapa saja boleh. Papa kan selalu ada di rumah. Katakan pada beliau jika Mbak Hanum mulai merasakan sakit perut. Kalau ada Mas Dirga malah lebih bagus."Si Mbak mengangguk. "Bagaimana sama Mas Azri, Bu?""Azri biarkan sama saya dulu. Cepat, Mbak. Kasihan Mbak Hanum. Kita harus bawa dia ke rumah sakit," suruh wanita bercadar tersebut. Melihat si Mbak yang menjaga Azri berlari menuju rumah mereka, Sabrina membawa kakak iparnya untuk duduk. "Sakit sekali, ya, Mbak? Sabar, ya. Bentar lagi Papa atau mas Dirga pasti datang. ucapkan istighfar setiap kali sakitnya terasa," saran Sabrina.Patuh, Hanum
Happy Reading*****Sang dokter cum tersenyum dengan perkataan si sulung. Keluarga Lingga semuanya masuk ke ruang perawatan Sabrina.Perempuan bercadar itu tengah berbaring. Melihat seluruh keluarganya datang menjenguk, senyumnya tampak. Sewaktu diperiksa tadi, Aryan memang membuka cadar yang dikenakan sang istri. "Bagaimana keadaanmu, Yang?" tanya Aryan. mencium kening perempuan yang sudah memberikan begitu banyak kebahagiaan padanya.Sabrina mengambil tangan kanan sang suami, lalu menciumnya penuh hormat dan bahagia. Menatap satu per satu seluruh keluarganya. "Alhamdullilah keadaanku sangat baik, Mas.""Apa kata dokter, Nak?" tambah Septi."Kamu pasti kelelahan menjaga Azri yang sangat aktif. Padahal aku sudah ngasih saran. Sebaiknya, kita nyari orang untuk menemani Azri. Eh, kamu malah nggak mau. Aku jadi nggak enak kalau kamu sampai sakit gini, Bi," kata Hanum. Terlalu lama duduk menyebabkan wanita hamil itu memegang pinggangnya."Aku tidak sakit, lho. Cuma tadi mencium aroma so
Happy Reading *****Secepat mungkin, Aryan menghubungi Dirga dan meminta saudaranya itu menjemput dengan kendaraan roda empat. Papa kandung Azri itu juga meminta si sulung untuk memanggil dokter ke rumah mereka."Ar, kelamaan kalau kita panggil dokter ke rumah. Minta masmu untuk mengantar ke klinik terdekat saja," sahut Septi.Menganggukkan kepala, Aryan meminta Dirga untuk segera datang dan membawa mereka ke klinik terdekat. "Kenapa kamu, Bi. Padahal tadi baik-baik saja," gumam Aryan.Melihat para orang dewasa kebingungan, Azri menarik-narik ujung kaos yang digunakan oleh kakeknya. Mukanya menatap penuh tanya pada Lingga."Mama lagi sakit, Nak. Azri diam dulu, ya. Sebentar lagi, Ayah datang menjemput." Lingga mencoba memberi pengertian pada bocah kecil itu."He em," ucap si kecil sambil menganggukkan kepala.Tak berselang lama, Dirga sudah datang bersama dengan Hanum. Mereka berdua turun dari mobil dan menghampiri Aryan yang sudah mengangkat istrinya di sebuah bangku taman."Kenapa
Happy Reading*****Waktu berjalan begitu cepat, kandungan Melati dan Hanum kini sudah memasuki bulan ke tujuh. Aryan dan keluarga juga sudah kembali ke Indonesia setelah pengobatan panjang yang harus dia jalani.Perlahan, tetapi pasti. Kesehatan suami Sabrina itu berangsur membaik. Aryan sudah mulai hidup normal selayaknya dulu sebelum kecelakaan walau benih yang dihasilkan masih belum bagus. Semua berkat ketelatenan Sabrina. Setiap sesi pengobatan Aryan, perempuan bercadar itu ikut dan bertanya ini itu. Sama sekali tidak malu sekalipun yang perempuan itu tanyakan sedikit vulgar menurut suaminya.Antara bangga dan juga malu, tentu dirasakan Aryan. Mungkin perbedaan kultur yang membuat perempuan itu menjadi lebih terbuka membicarakan masalah seks. Setiap kali sang suami bertanya mengapa dia berani bertanya pada dokter. Jawaban Sabrina adalah karena apa yang ditanyakan bukanlah menjurus pada mesum, tetapi ilmu yang harus dia pelajari demi kesembuhan Aryan.Pagi ini, Aryan berjanji pada
Happy Reading*****Mendapat kabar gembira dari sang istri, Dirga segera menelepon orang tuanya yang masih berada di luar negeri menemani Aryan. Berkali-kali Hanum mendapat selamat dan juga ciuman baik dari ibu, adik maupun sang suami. Mereka semua sangat bahagia mendapat kabar kehamilan perempuan itu.Panggilan terangkat oleh Septi, wajah perempuan paruh baya itu terlihat. "Ya, Mas. Apa kabar? bagaimana keadaan cucu Mama? Apa dia sehat-sehat saja."Selalu saja, para orang tua tiap kali menelepon atau ditelepon pertama kali yang ditanyakan adalah keadaan Azri. sepenting itu memang bocah gembul yang sudah bisa berjalan itu."Azri baik, Ma. Gimana kabar Mama sama Papa?""Papa baik, Mas," jawab Lingga. Wajahnya sudah muncul di layar ponsel milik Septi. "Mas, kameranya arahin ke Azri, dong. kangen nih," sahut Aryan yang hanya terdengar suaranya saja.Dirga mengarah kamera pada Azri yang tengah berjalan dengan ditemani sang adik ipar. bocah gembul itu tertawa-tawa ketika bisa mencapai ad
Happy Reading*****Lingga menepuk bahu putranya. "Tidak perlu bersedih. Mas Dirga sama Hanum masih muda dan bisa mencoba lagi nanti.""Bener, Ga. Lagian kalian berdua kan baru menikah. Nikmati waktu berduaan dulu, biar Papa sama Mama yang momong Azri. Kalian bertiga pergilah berlibur ke mana gitu," tambah Lathif."Hmm, kalau itu tidak bisa, Pak Lathif. Aryan harus menjalani proses pengobatannya. Mungkin, Mas Dirga sama Kaisar saja yang pergi berlibur," saran Septi.Dirga tersenyum kecut, lalu meraup tubuh sang istri ke pelukannya. "Tidak masalah buat Mas, Yang. Kita masih bisa mencoba lagi seperti kata Papa. Jangan sedih, dong. Hari ini adalah hari bahagia buat kita semua. Jadi, senyum." Si sulung menaikkan garis bibir sang istri menggunakan jempol dan jari telunjuknya."Aku cuma takut Mas kecewa saja." Mengerjakan mata beberapa kali, Hanum pun tersenyum lega ketika melihat kepala Dirga menggeleng."Sudahlah, lupakan kejadian ini. Sebaiknya, kamu istirahat, Nak," kata Saras, "biarka
Happy Reading*****Melati menatap sedih pada sang suami. "Maaf, Bang. Pas mau berangkat tadi, aku dapat tamu bulanan.""Hmm. Ya, sudah." Kaisar melepas pelukannya. "Kita makan saja. Mau di kamar atau ke restoran bawah?""Aku mandi dulu saja, ya." Melati memasang wajah paling imut untuk menarik simpati si Abang yang mukanya manyun. Satu kecupan di bibir. Akan tetapi hal yang dilakukannya malah membuat bibir sang suami maju beberapa senti."Jangan mancing-mancing kalau pada akhirnya tidak bisa menuntaskan.""Nanti, pasti aku bantu menuntaskan, tapi mandi dulu, ya.""Hmm," jawab Kaisar malas, "jadi, mau makan di mana, Honey?""Terserah Abang saja." Setelah itu, Melati memberi kecupan ke udara."Nakal," kata Kaisar.Memegang gagang telepon, dia menghubungi pihak layanan hotel. Sepertinya makan di kamar lebih menyenangkan. Dirinya dan sang istri memerlukan banyak ruang untuk berduaan. Mengingat sudah bertahun-tahun lamanya Kaisar tidak berjumpa dengan Melati.Di kamar berlainan, Sabrina d
Happy Reading*****Mendengar perdebatan anaknya, Lingga kembali merebut ponsel miliknya dari tangan si putra bungsu. "Ma, ada apa sebenarnya? Kenapa lama sekali kalian datang. Sudah telat setengah jam ini," kata Lingga tak sabaran."Pa, ada sedikit masalah dengan gaunnya Sabrina. Tadi kami sudah akan berangkat, tapi mendadak tamu bulanan Bina datang dan menyebabkan gaun putih yang dia kenakan ada bercak darah. Jadi, kami harus membersihkan dulu karena tidak ada gaun pengganti lagi," jelas Septi begitu lancar ketika sang suami yang bertanya.Namun, dia tidak bisa menjelaskan yang sebenarnya kepada sang putra tadi. Tentunya karena alasan tidak ingin mengecewakan Aryan."Mama, kirain ada apa sampai tidak bisa menjelaskan tentang keadaan Sabrina padaku. Ternyata cuma masalah datang bulan," sahut Aryan. Ternyata Lingga mengeraskan suara ponselnya dengan menghidupkan ikon loud speaker. "Hmm, Papa sengaja men-loud speaker suara Mama, ya?""Iya, habisnya Mama terdengar takut dan khawatir p