Happy Reading*****Pak Samsudin terjingkat kaget mendengar suara gebrakan meja di seberang sana. Dia memahami kemarahan Dirga. Oleh arena itulah, lelaki sahabat Rahmi itu menawarkan opsi pilihan. "Jika kamu yakin bahwa Lingga sudah berubah. Mungkin kita bisa mengupayakan lewat jalur belakang.""Maksudnya, Pak?"Samsudin sedikit tertawa ringan mendengar jawaban Dirga. Sulung Lingga itu memang tidak tahu yang dia maksud atau hanya berpura-pura tidak tahu. Bukankah dalam dunia bisnis dia sering meloloskan dan memudahkan pekerjaan dengan jalan yang disebutkan tadi."Jangan pura-pura kamu, Ga. Di negara kita hal semacam itu bukankah sudah biasa dilakukan. Kenapa masih bertanya maksud perkataanku tadi?"Tak ada jawaban dari Dirga, mungkin dia tengah berpikir saat ini dan Samsudin masih setia menunggu jawaban pria matang itu. Terdengar helaan napas dari di seberang sana sampai suara panggilan pada Samsudin memecah keheningan. "Lakukan saja, Pak. Masalah biaya Bapak sebutkan saja berapa yan
Happy Reading*****Mendengar ancaman sang atasan, Tito mau tak mau bersedia menjenguk. Jelas lelaki paruh baya yang masih doyan daun muda itu ketakutan jika sampai Lingga membongkar pernikahan keduanya pada sang istri."Saya tidak bisa lama-lama berada di rumah sakit, Pak. Masih banyak pekerjaan yang harus saya lakukan," kata asisten Lingga."Aku tahu kamu sudah tidak memiliki pekerjaan. Jangan mengada-ada. Sebentar lagi jika istri mudamu tahu bahwa kamu sudah dipecat, dia pasti membuangmu. Cepat datang kemari," bentak Lingga dan segera menutup panggilannya sebelum sang asisten menjawab.Lelaki yang masih terbaring di ranjang itu memberikan ponsel pada pemiliknya. "Jangan pernah berpikir negatif. Aku tahu isi kepalamu, Sur. Pasti kamu mengira bahwa aku belum berubah. Aku meminta Tito kemari, hanya untuk meminta maaf dan memberinya tugas.""Tugas apa? Melenyapkan nyawa orang lagi?" ucap Surya dengan senyum meremehkan."Jaga ucapanmu. Aku tidak licik seperti yang kamu pikirkan," pering
Happy Reading*****"Ayolah, Pak. Katakan apa yang terjadi pada Papa?" tanya Dirga sekali lagi pada Samsudin.Di samping Dirga, mata Septi mulai memerah dengan genangan air mata yang siap turun kapan pun tanpa diperintah. Membayangkan bahwa suaminya akan mengalami hal seperti yang dikatakan dokter semalam sudah membuatnya begitu takut. Kapan saja, nyawa Lingga dalam bahaya.Samsudin melirik rekan sesama pengacara, Surya juga terlihat panik saat ini. Apa yang mereka berdua sampaikan tadi sungguh di luar dugaan sama sekali. Lingga yang dulunya lelaki kuat dengan mental baja, mendadak ringkih."Kalian berdua ini kenapa sebenarnya? Di tanya tentang Papa malah saling menatap. Bikin jengkel saja," kata Aryan. Emosi mulai menguasai hatinya bahkan jari telunjuknya sangat tidak sopan dengan menunjuk kedua wajah pengacara yang ada di hadapannya."Ar, sabar," peringat Dirga, "mungkin saja cuma pemeriksaan rutin dari tim dokter.""Tidak mungkin pemeriksaan rutin, Mas. Kalau dokter visit tiap jam
Happy Reading*****"Jaga ucapanmu, Ar," ancam Dirga, "aku tidak mempermainkan hati siapa pun. Aku sangat mencintai Hanum melebihi nyawaku sendiri.""Lalu, kenapa Mas menolak permintaan Papa?" Kembali pertanyaan yang dikeluarkan Aryan penuh emosi."Ar, tenang," peringat Septi.Aryan mundur dan duduk di sofa ruang perawatan. Menghela napas dan memejamkan mata untuk menenangkan emosinya. Sungguh, ucapan Dirga tadi membangkitkan rasa sakit sekaligus cemburu. Dia yang sudah rela mengikhlaskan Hanum menikah dengan Dirga. Sekarang, lelaki itu malah menolak ketika sang Papa meminta supaya menikah."Dirga akan lebih bahagia ketika menikah nanti, keadaan Papa jauh lebih sehat. Lagian, Dirga tuh takut kalau ditolak Hanum. Hatinya, tidak bisa dipaksa," jelas si sulung mengemukakan keberatannya tadi. "Kamu belum mencoba, tapi sudah pesimis, Ga," sahut Septi. Lingga menatap putrinya, menganggukkan kepala seolah membenarkan apa yang dikatakan Septi. Dia kembali menatap Dirga dengan mata yang penu
Happy Reading*****"Kok, kaget gitu, sih, Ga?" kata Septi yang berada di belakang kursi roda suaminya.Beberapa orang sudah berkumpul di sana dengan pengacara papa serta keluarga sahabatnya. Dirga masih bingung melihat banyaknya orang yang ada di rumahnya.Dari arah dalam, Aryan menenteng jas warna hitam. "Sana ganti baju dan persiapkan dirimu untuk menjadi raja sehari," ucapnya."Jangan ngawur deh, Ar. Hanum saja baru ngabari kalau mau ke bandara." Dirga rupanya belum sadar jika yang menyapanya tadi Kaisar."Hmm. Coba lihat di sebelahmu dan yang membukakan pintu tadi. Masak tidak ingat siapa dia, Mas." Aryan mengarahkan matanya pada sosok Kaisar.Dirga pun menepuk kening dan mengucap istighfar. Padahal tadi, dia sudah akan bertanya pada sahabatnya itu. Namun, melihat banyaknya orang serta Aryan yang menyodorkan jas, Dirga menjadi sedikit oleng."Bisa dijelaskan, ini gimana maksudnya," tanya Dirga masih bingung."Banyak tanya kamu, Ga. Kami susah payah menyiapkan pernikahan ini untuk
Happy Reading*****Menoleh ke sumber suara, Dirga menatap tidak suka pada perempuan yang berada di ambang pintu tersebut. "Siapa yang mengundangnya ke sini," tanyanya pada Aryan."Sepertinya tidak ada yang mengundang, Mas.""Lalu, kenapa dia bisa ada di sini?"Aryan mengangkat kedua bahunya disertai bibir sedikit mengejek. Dirga menatap istrinya yang menunduk malu akibat ciuman mendadak yang diberikan tadi. Tangan Dirga memegang dagu Hanum, dengan isyarat mata, dia seolah meminta ijin untuk mendekati perempuan yang tak lain adalah Meilia."Walau bagaimanapun, dia adalah tamu di pernikahan kita Mas. Jangan berbuat kasar, ya." Hanum sengaja mendekatkan bibir ke telinga sang suami membuat Dirga merinding."Siap, Sayang." Berjalan mendekat ke arah Meilia. Dirga membuka suara. "Ada apa kamu ke sini dan berteriak seperti tadi?"Sebelum Meilia membuka suaranya, para tamu undangan yang hanya beberapa orang itu dipersilakan menikmati hidangan oleh Septi dan Saras. Sehingga kini, hanya keluarg
Happy Reading*****Dirga berguling ke samping istrinya. Menarik selimut dengan cepat supaya tidak terlihat oleh orang yang masuk tersebut. Namun, beberapa detik menunggu, tidak ada pergerakan. Mengintip dari balik selimut, lelaki itu masih melihat pintu yang tertutup rapat.Hanum terpaksa membuka selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. "Biarkan aku turun, Mas. Sepertinya, tadi suara Papa. Mungkin, Azri terbangun," kata Hanum. Kakinya sudah menapak di lantai. Tangannya juga mencari-cari baju yang dibuang secara acak oleh Dirga."Emangnya tidak ada simpenan? Biasanya ada, kan?" kata Dirga, seperti tidak rela jika kegiatan mengasyikkan tadi tertunda."Sudah, mungkin saja habis. Nggak lama, kok, Mas. Bentar, ya?" Hanum mengenakan seluruh pakaiannya. Dia juga menambahkan jaket. Mungkin, karena baju tidur yang dikenakan terlalu tipis.Dirga tersenyum melihat semua itu. Walau remang-remang, bayangan seksi tubuh istrinya masih terlihat dengan jelas. Ternyata, Hanum, hanya mengenakan baju tid
Happy Reading*****Oleh karena ucapan Aryan, Hanum memeriksa dirinya sendiri. Demikian juga Dirga. Lelaki itu menatap ke arah sang istri yang mengenakan baju dengan kerah Sabrina. Jelas saja, leher dan bagian pundak Hanum terekspos. Bercak kemerahan berbentuk bulat terpampang secara nyata dan dapat dilihat oleh siapa pun."Sayang, kenapa kamu pakai baju ini," bisik Dirga."Aku lupa. Lagian, Mas Dirga kenapa nggak ingetin.""Eits," kata Kaisar menginterupsi. Si Abang berdiri dan memutari sang adik. "Ga, kira-kira dong mainnya. Masak adikku kamu tato begini. Sakit tidak, Dik?" Lelaki bermata hitam itu bahkan sengaja bertanya demikian untuk menggoda pasangan pengantin baru tersebut."Abang," protes Hanum. Bibirnya kini bahkan maju beberapa sentimeter. "Ngomong sama Abang, Dik. Apakah rasanya sakit?" Pertanyaan Kaisar makin menjengkelkan."Mana ada sakit. Kalau sakit tidak mungkin adikmu mendesah keenakan," sahut Dirga yang langsung mendapat pelototan dari sang istri. Lelaki itu dengan
Happy Reading*****"Apakah saya harus keluar," tanya Dirga. Dia sendiri bingung harus berbuat apa jika tetap di dalam. Namun, untuk meninggalkan sang istri yang tengah berjuang melahirkan buah hatinya yang diprediksi perempuan, dia tidak sanggup."Sebaiknya di sini saja, Pak. Bu Hanum lebih membutuhkan kehadiran Pak Dirga," ucap sang dokter.Keluar dan memanggil para perawat serta bidan. Beberapa saat kemudian, mereka semua masuk dan langsung menangani Hanum. Dirga bahkan diminta untuk berada di belakang sang istri dan membantu proses persalinan.Tak terhitung berapa banyak ketegangan yang kini dialami lelaki yang akan segera menjadi ayah yang sebenarnya dari putri kandungnya sendiri. Bulir-bulir keringat mulai turun. Andai bisa menggantikan posisi Hanum saat ini, tentu sudah lelaki itu lakukan. Hanum begitu banyak mengeluarkan tenaga demi menghadirkan buah hati mereka ke dunia ini. Kedua tangannya mencengkeram erat pergelangan Dirga hingga lelaki itu juga merasakan kesakitan. Namun
Happy Reading*****"Ma, Bunda kenapa?" tanya Azri yang ikut-ikutan panik ketika mengetahui Hanum memegangi perutnya. Tak jarang wanita berperut buncit itu mendesis kesakitan."Bunda sakit perut, Sayang. Kayaknya dedek mau minta keluar," jelas Sabrina, "Mbak, bisa minta tolong panggilkan orang rumah.""Manggil siapa, Bu?" tanya si Mbak yang membantu menjaga Azri selama Sabrina dinyatakan hamil."Siapa saja boleh. Papa kan selalu ada di rumah. Katakan pada beliau jika Mbak Hanum mulai merasakan sakit perut. Kalau ada Mas Dirga malah lebih bagus."Si Mbak mengangguk. "Bagaimana sama Mas Azri, Bu?""Azri biarkan sama saya dulu. Cepat, Mbak. Kasihan Mbak Hanum. Kita harus bawa dia ke rumah sakit," suruh wanita bercadar tersebut. Melihat si Mbak yang menjaga Azri berlari menuju rumah mereka, Sabrina membawa kakak iparnya untuk duduk. "Sakit sekali, ya, Mbak? Sabar, ya. Bentar lagi Papa atau mas Dirga pasti datang. ucapkan istighfar setiap kali sakitnya terasa," saran Sabrina.Patuh, Hanum
Happy Reading*****Sang dokter cum tersenyum dengan perkataan si sulung. Keluarga Lingga semuanya masuk ke ruang perawatan Sabrina.Perempuan bercadar itu tengah berbaring. Melihat seluruh keluarganya datang menjenguk, senyumnya tampak. Sewaktu diperiksa tadi, Aryan memang membuka cadar yang dikenakan sang istri. "Bagaimana keadaanmu, Yang?" tanya Aryan. mencium kening perempuan yang sudah memberikan begitu banyak kebahagiaan padanya.Sabrina mengambil tangan kanan sang suami, lalu menciumnya penuh hormat dan bahagia. Menatap satu per satu seluruh keluarganya. "Alhamdullilah keadaanku sangat baik, Mas.""Apa kata dokter, Nak?" tambah Septi."Kamu pasti kelelahan menjaga Azri yang sangat aktif. Padahal aku sudah ngasih saran. Sebaiknya, kita nyari orang untuk menemani Azri. Eh, kamu malah nggak mau. Aku jadi nggak enak kalau kamu sampai sakit gini, Bi," kata Hanum. Terlalu lama duduk menyebabkan wanita hamil itu memegang pinggangnya."Aku tidak sakit, lho. Cuma tadi mencium aroma so
Happy Reading *****Secepat mungkin, Aryan menghubungi Dirga dan meminta saudaranya itu menjemput dengan kendaraan roda empat. Papa kandung Azri itu juga meminta si sulung untuk memanggil dokter ke rumah mereka."Ar, kelamaan kalau kita panggil dokter ke rumah. Minta masmu untuk mengantar ke klinik terdekat saja," sahut Septi.Menganggukkan kepala, Aryan meminta Dirga untuk segera datang dan membawa mereka ke klinik terdekat. "Kenapa kamu, Bi. Padahal tadi baik-baik saja," gumam Aryan.Melihat para orang dewasa kebingungan, Azri menarik-narik ujung kaos yang digunakan oleh kakeknya. Mukanya menatap penuh tanya pada Lingga."Mama lagi sakit, Nak. Azri diam dulu, ya. Sebentar lagi, Ayah datang menjemput." Lingga mencoba memberi pengertian pada bocah kecil itu."He em," ucap si kecil sambil menganggukkan kepala.Tak berselang lama, Dirga sudah datang bersama dengan Hanum. Mereka berdua turun dari mobil dan menghampiri Aryan yang sudah mengangkat istrinya di sebuah bangku taman."Kenapa
Happy Reading*****Waktu berjalan begitu cepat, kandungan Melati dan Hanum kini sudah memasuki bulan ke tujuh. Aryan dan keluarga juga sudah kembali ke Indonesia setelah pengobatan panjang yang harus dia jalani.Perlahan, tetapi pasti. Kesehatan suami Sabrina itu berangsur membaik. Aryan sudah mulai hidup normal selayaknya dulu sebelum kecelakaan walau benih yang dihasilkan masih belum bagus. Semua berkat ketelatenan Sabrina. Setiap sesi pengobatan Aryan, perempuan bercadar itu ikut dan bertanya ini itu. Sama sekali tidak malu sekalipun yang perempuan itu tanyakan sedikit vulgar menurut suaminya.Antara bangga dan juga malu, tentu dirasakan Aryan. Mungkin perbedaan kultur yang membuat perempuan itu menjadi lebih terbuka membicarakan masalah seks. Setiap kali sang suami bertanya mengapa dia berani bertanya pada dokter. Jawaban Sabrina adalah karena apa yang ditanyakan bukanlah menjurus pada mesum, tetapi ilmu yang harus dia pelajari demi kesembuhan Aryan.Pagi ini, Aryan berjanji pada
Happy Reading*****Mendapat kabar gembira dari sang istri, Dirga segera menelepon orang tuanya yang masih berada di luar negeri menemani Aryan. Berkali-kali Hanum mendapat selamat dan juga ciuman baik dari ibu, adik maupun sang suami. Mereka semua sangat bahagia mendapat kabar kehamilan perempuan itu.Panggilan terangkat oleh Septi, wajah perempuan paruh baya itu terlihat. "Ya, Mas. Apa kabar? bagaimana keadaan cucu Mama? Apa dia sehat-sehat saja."Selalu saja, para orang tua tiap kali menelepon atau ditelepon pertama kali yang ditanyakan adalah keadaan Azri. sepenting itu memang bocah gembul yang sudah bisa berjalan itu."Azri baik, Ma. Gimana kabar Mama sama Papa?""Papa baik, Mas," jawab Lingga. Wajahnya sudah muncul di layar ponsel milik Septi. "Mas, kameranya arahin ke Azri, dong. kangen nih," sahut Aryan yang hanya terdengar suaranya saja.Dirga mengarah kamera pada Azri yang tengah berjalan dengan ditemani sang adik ipar. bocah gembul itu tertawa-tawa ketika bisa mencapai ad
Happy Reading*****Lingga menepuk bahu putranya. "Tidak perlu bersedih. Mas Dirga sama Hanum masih muda dan bisa mencoba lagi nanti.""Bener, Ga. Lagian kalian berdua kan baru menikah. Nikmati waktu berduaan dulu, biar Papa sama Mama yang momong Azri. Kalian bertiga pergilah berlibur ke mana gitu," tambah Lathif."Hmm, kalau itu tidak bisa, Pak Lathif. Aryan harus menjalani proses pengobatannya. Mungkin, Mas Dirga sama Kaisar saja yang pergi berlibur," saran Septi.Dirga tersenyum kecut, lalu meraup tubuh sang istri ke pelukannya. "Tidak masalah buat Mas, Yang. Kita masih bisa mencoba lagi seperti kata Papa. Jangan sedih, dong. Hari ini adalah hari bahagia buat kita semua. Jadi, senyum." Si sulung menaikkan garis bibir sang istri menggunakan jempol dan jari telunjuknya."Aku cuma takut Mas kecewa saja." Mengerjakan mata beberapa kali, Hanum pun tersenyum lega ketika melihat kepala Dirga menggeleng."Sudahlah, lupakan kejadian ini. Sebaiknya, kamu istirahat, Nak," kata Saras, "biarka
Happy Reading*****Melati menatap sedih pada sang suami. "Maaf, Bang. Pas mau berangkat tadi, aku dapat tamu bulanan.""Hmm. Ya, sudah." Kaisar melepas pelukannya. "Kita makan saja. Mau di kamar atau ke restoran bawah?""Aku mandi dulu saja, ya." Melati memasang wajah paling imut untuk menarik simpati si Abang yang mukanya manyun. Satu kecupan di bibir. Akan tetapi hal yang dilakukannya malah membuat bibir sang suami maju beberapa senti."Jangan mancing-mancing kalau pada akhirnya tidak bisa menuntaskan.""Nanti, pasti aku bantu menuntaskan, tapi mandi dulu, ya.""Hmm," jawab Kaisar malas, "jadi, mau makan di mana, Honey?""Terserah Abang saja." Setelah itu, Melati memberi kecupan ke udara."Nakal," kata Kaisar.Memegang gagang telepon, dia menghubungi pihak layanan hotel. Sepertinya makan di kamar lebih menyenangkan. Dirinya dan sang istri memerlukan banyak ruang untuk berduaan. Mengingat sudah bertahun-tahun lamanya Kaisar tidak berjumpa dengan Melati.Di kamar berlainan, Sabrina d
Happy Reading*****Mendengar perdebatan anaknya, Lingga kembali merebut ponsel miliknya dari tangan si putra bungsu. "Ma, ada apa sebenarnya? Kenapa lama sekali kalian datang. Sudah telat setengah jam ini," kata Lingga tak sabaran."Pa, ada sedikit masalah dengan gaunnya Sabrina. Tadi kami sudah akan berangkat, tapi mendadak tamu bulanan Bina datang dan menyebabkan gaun putih yang dia kenakan ada bercak darah. Jadi, kami harus membersihkan dulu karena tidak ada gaun pengganti lagi," jelas Septi begitu lancar ketika sang suami yang bertanya.Namun, dia tidak bisa menjelaskan yang sebenarnya kepada sang putra tadi. Tentunya karena alasan tidak ingin mengecewakan Aryan."Mama, kirain ada apa sampai tidak bisa menjelaskan tentang keadaan Sabrina padaku. Ternyata cuma masalah datang bulan," sahut Aryan. Ternyata Lingga mengeraskan suara ponselnya dengan menghidupkan ikon loud speaker. "Hmm, Papa sengaja men-loud speaker suara Mama, ya?""Iya, habisnya Mama terdengar takut dan khawatir p