Happy Reading*****"Apa yang kalian tuduhkan pada mamaku?" tanya Aryan yang baru saja bergabung dengan mereka semua."Bagus, si paling licik juga ada di sini," kata Kaisar, "apa kamu juga ikut merencanakan meracuni Hanum supaya hak asuh Azri jatuh ke tanganmu? Masih saja licik, ya?"Terang saja, wajah Aryan memerah marah. Sungguh, tidak ada unsur seperti yang disebutkan Kaisar tadi dalam dirinya. Bola mata Arya bergerak-gerak. Menatap Septi, lalu Hanum dan kemudian semua orang yang ada di sana."Aku memang licik, tapi tidak sekalipun berniat untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan meracuninya. Kalian salah menuduh kami," jawab Aryan tenang. "Biarlah pihak berwajib yang menyelesaikan masalah ini," kata Dirga, "maaf, Bu. Jika Dirga terpaksa melibatkan pihak berwajib untuk menyelesaikan masalah ini. Dirga tidak ingin nyawa Hanum melayang seperti bunda.""Apa maksudmu, Ga?" Aryan makin tidak mengerti dengan perkataan saudaranya."Tanya pada Ibu, Ar. Dia juga sempat memberikan kue kes
Happy Reading*****"Kematian istri tersayangmu," kata Septi dengan apa kecemburuan di matanya."Kok bisa? Bukannya dia meninggal karena sakit?" Lingga masih mengejar jawaban dari istrinya yang akan melangkah pergi dari ruangan tersebut."Ada yang meracuninya lewat kue kering. Kue yang sama Papa makan itu," tunjuk Septi dengan matanya. "Sekarang katakan Papa beli di mana kue itu?""Ya, beli di langganan Rahmi," sahut Lingga, acuh. Bahkan masih sempat mengunyah kue."Maksudnya di jalan apa tokonya itu. Jangan ngajak ribut, deh, Pa. Mama lagi pusing."Lingga memfokuskan kata pada sang istri. "Pusing kenapa lagi? Tentang kematian Rahmi? Tidak ada bukti kalau dia keracunan, kan?""Memang tidak ada bukti kalau dia keracunan, tapi Dirga memiliki bukti. Penyakit Rahmi makin bertambah parah setelah makan kue itu dan sekarang aku malah dituduh hendak menghabisi Hanum," kata Septi panjang lebar. Kini, kedua bola mata Lingga terbuka dengan sempurna. "Bagaimana bisa kamu dituduh seperti itu?""A
Happy Reading*****"Dirga!" teriak Septi tak terima suaminya diperlakukan seperti itu oleh putra sendiri. Matanya merah menahan amarah. Tak peduli mereka masih berada di dalam ruang persidangan, tangan kanan perempuan paruh baya itu melayang ke pipi Dirga.Nyeri menjalar ke seluruh tubuh kekasih Hanum tersebut, tetapi hatinya lebih merasakan sakit ketika sebuah fakta terungkap. "Sebaiknya, Ibu menjauhi lelaki seperti Bapak. Dia tidak pantas untuk dicintai apalagi dibela.""Mas, jaga batasanmu," kata Aryan. Protesan itu terpaksa dikeluarkan karena Dirga sudah keterlaluan. Lingga adalah sosok yang sangat membanggakan sang kakak bahkan perhatian lelaki paruh baya itu menyebabkan kebenciannya pada sang kakak makin besar."Kamu boleh menuduh Ibu sesuka hatimu, tapi tidak dengan bapakmu, Ga. Dia begitu menyayangi dan sangat mencintaimu juga bundamu. Bahkan cintanya jauh lebih besar dibanding pada kami," tambah Septi.Dirga yang masih diliputi amarah ingin sekali menjawab semua perkataan ke
Happy Reading*****"Papa pantas mendapatkannya. Selama ini, aku sudah berusaha sabar dan menerima kenyataan bahwa aku adalah orang kedua dalam hidupmu. Aku memaklumi bahwa Rahmi adalah cinta pertama yang tidak bisa kamu lupakan." Mata Septi membulat sempurna, memerah menahan setiap amarahnya. Lalu, wanita paruh baya itu beralih menatap Dirga."Kamu harus tahu ini, Ga. Bukan Ibu yang memaksa bapakmu untuk menyetujui perjodohan kami, tapi dia yang memaksa keluarga supaya menikahkan kami. Aku sudah tahu bahwa dia sudah menikahi bundamu," beber Septi, "bahkan cerita tentang kebangkrutan kelurganya, hanyalah kebohongan semata supaya Rahmi menaruh bels kasihan.""Berhenti berkata atau aku akan berbuat buruk padamu, Ma," bentak Lingga, "bukan aku yang meminta Rahmi, tapi dia yang menyerahkan dengan kerelaan.""Jangan lagi berbohong, Pa. Sudah sampai titi mangsanya semua terungkap. Kamu sangat serakah bahkan sampai tega mengorbankan perempuan yang kamu cintai."Aryan menatap papanya nyalang.
Happy Reading*****"Yakin kamu bisa memenuhinya?" tanya Saras memastikan jawaban Aryan."Insya Allah, Tan. Saya akan berusaha memenuhi persyaratan yang Tante ajukan. Silakan katakan apa yang Tante minta supaya permintaan maaf saya diterima?" Walau hatinya gundah dan sedikit gugup, tetapi Aryan tetap berkata demikian.Mungkin inilah caranya menebus sebuah kesalahan yang dilakukan di masa lalu. Aryan berharap akan datang keajaiban setelah pintu maaf dari semua orang diberikan padanya.Saras diam dan menatap satu per satu orang yang ada di sana. "Ma, katakan dengan cepat. Apa yang Mama inginkan dari Aryan?" kata Kaisar. Dia sendiri juga penasaran dengan syarat yang akan diajukan Saraswati."Iya, Ma. Kasihan Aryan," tambah Lathif. Entah mengapa, lelaki paruh baya itu merasa kasihan pada Aryan yang telah menghancurkan putrinya. Apalagi ketika mendengar kisah cinta memilukan yang membuat dirinya berbuat demikian. Walau sikap bajingan Aryan juga tidak dibenarkan. Saraswati menghela napas
Happy Reading*****Sang pengacara mencoba melepaskan kedua tangan Lingga dari leher asistennya. Sedikit kesulitan hingga dengan kuat sang pembela hukum itu menarik."Pak, tindakan Anda ini akan menyebabkan bertambahnya hukuman. Jika sampai ada yang melihat, bahaya," peringat sang pengacara. "Saya tidak peduli. Dia yang menyebabkan semua ini. Bagaimana bisa saya di penjara sementara dia tidak," kata Lingga keras nyaris putus asa."Tenang, Pak. Kita akan berusaha untuk membebaskan Anda dengan jaminan. Tapi, tolong jaga sikap Anda baik itu perkataan maupun tingkah laku.""Jangan sok memperingatkan. Saya tahu apa yang saya lakukan. Semua ini terjadi karena keteledorannya," tunjuk Lingga pada sang asisten.Demi menghindari kejadian seperti sebelumnya, sang pengacara cepat-cepat mengajak pergi asisten paruh baya itu. Sama seperti keadaan Lingga yang kacau, Dirga pun demikian. Dilema kini menyelimuti hatinya. Di dunia ini, tinggal bapaknya yang dimiliki. Sungguh, lelaki dengan kulit sawo
Happy Reading*****Berusaha mengejar sang kekasih yang melarikan diri, Dirga tidak melihat bahwa ada Kaisar dan Lathif yang kini berada di ambang dinding penyekat antara ruang tamu dan tengah. "Jangan curang, dong, Yang. Bukan ciuman begitu yang Mas mau," kata Dirga."Lantas kamu maunya ciuman seperti apa?" kata Kaisar. Tangannya bersedekap dengan wajah terlihat marah."Ingat, Nak. Jangan sampai membuat Hanum sengsara untuk kedua kalinya," tambah Lathif.Menggaruk kepala yang tak gatal, sungguh Dirga sangat malu. Kenapa dia tidak melihat Kaisar masuk tadi? Apa karena dia terlalu fokus pada Hanum sehingga tidak melihatnya. Apalagi Lathif, kapan pria paruh baya itu berada di sana."Iya, Om. Dirga cuma bercanda. Mana berani melakukannya jika bodyguard-nya saja seperti Kaisar." Melirik pada sang sahabat."Kenapa dengan aku?" Kaisar berkacak pinggang, memasang wajah marah."Tuh, kan. Belum apa-apa si bodyguard sudah bertampang sangar."Lathif pun tertawa keras mendengarnya. Wajah Kaisar
Happy Reading*****Menit selanjutnya setelah Dirga berteriak, sang penjaga dan atasannya mendekat pada sel tahanan Lingga. Teriakan minta tolong dari para tahanan lain juga membantu agar sang penjaga segera datang melihat keadaan Lingga."Dia kenapa, Pak?" tanya seorang lelaki yang Dirga duga adalah atasan dari polisi penjaga tadi."Bapak saya pingsan. Badannya juga panas sekali. Bisa tidak jika kita membawanya ke rumah sakit atau klinik untuk diperiksa supaya kita tahu beliau kenapa?" Dirga menatap melas pada polisi yang bertanya tadi. Bahkan, dia masih duduk bersimpuh memegangi kepala Lingga."Baik. Kita bawa dia, tapi harus dengan pengawasan salah satu anak buah saya," ucap lelaki berkumis tipis dengan perut buncit. Dia menoleh pada bawahannya dan memerintahkan ke untuk menyiapkan mobil supaya bisa membawa Lingga ke rumah sakit terdekat."Bisa Anda mengangkatnya sendiri, Pak?" tanya sang penjaga pada Dirga. "Saya akan memanggil salah satu teman untuk mengikuti kalian sekalian men
Happy Reading*****"Apakah saya harus keluar," tanya Dirga. Dia sendiri bingung harus berbuat apa jika tetap di dalam. Namun, untuk meninggalkan sang istri yang tengah berjuang melahirkan buah hatinya yang diprediksi perempuan, dia tidak sanggup."Sebaiknya di sini saja, Pak. Bu Hanum lebih membutuhkan kehadiran Pak Dirga," ucap sang dokter.Keluar dan memanggil para perawat serta bidan. Beberapa saat kemudian, mereka semua masuk dan langsung menangani Hanum. Dirga bahkan diminta untuk berada di belakang sang istri dan membantu proses persalinan.Tak terhitung berapa banyak ketegangan yang kini dialami lelaki yang akan segera menjadi ayah yang sebenarnya dari putri kandungnya sendiri. Bulir-bulir keringat mulai turun. Andai bisa menggantikan posisi Hanum saat ini, tentu sudah lelaki itu lakukan. Hanum begitu banyak mengeluarkan tenaga demi menghadirkan buah hati mereka ke dunia ini. Kedua tangannya mencengkeram erat pergelangan Dirga hingga lelaki itu juga merasakan kesakitan. Namun
Happy Reading*****"Ma, Bunda kenapa?" tanya Azri yang ikut-ikutan panik ketika mengetahui Hanum memegangi perutnya. Tak jarang wanita berperut buncit itu mendesis kesakitan."Bunda sakit perut, Sayang. Kayaknya dedek mau minta keluar," jelas Sabrina, "Mbak, bisa minta tolong panggilkan orang rumah.""Manggil siapa, Bu?" tanya si Mbak yang membantu menjaga Azri selama Sabrina dinyatakan hamil."Siapa saja boleh. Papa kan selalu ada di rumah. Katakan pada beliau jika Mbak Hanum mulai merasakan sakit perut. Kalau ada Mas Dirga malah lebih bagus."Si Mbak mengangguk. "Bagaimana sama Mas Azri, Bu?""Azri biarkan sama saya dulu. Cepat, Mbak. Kasihan Mbak Hanum. Kita harus bawa dia ke rumah sakit," suruh wanita bercadar tersebut. Melihat si Mbak yang menjaga Azri berlari menuju rumah mereka, Sabrina membawa kakak iparnya untuk duduk. "Sakit sekali, ya, Mbak? Sabar, ya. Bentar lagi Papa atau mas Dirga pasti datang. ucapkan istighfar setiap kali sakitnya terasa," saran Sabrina.Patuh, Hanum
Happy Reading*****Sang dokter cum tersenyum dengan perkataan si sulung. Keluarga Lingga semuanya masuk ke ruang perawatan Sabrina.Perempuan bercadar itu tengah berbaring. Melihat seluruh keluarganya datang menjenguk, senyumnya tampak. Sewaktu diperiksa tadi, Aryan memang membuka cadar yang dikenakan sang istri. "Bagaimana keadaanmu, Yang?" tanya Aryan. mencium kening perempuan yang sudah memberikan begitu banyak kebahagiaan padanya.Sabrina mengambil tangan kanan sang suami, lalu menciumnya penuh hormat dan bahagia. Menatap satu per satu seluruh keluarganya. "Alhamdullilah keadaanku sangat baik, Mas.""Apa kata dokter, Nak?" tambah Septi."Kamu pasti kelelahan menjaga Azri yang sangat aktif. Padahal aku sudah ngasih saran. Sebaiknya, kita nyari orang untuk menemani Azri. Eh, kamu malah nggak mau. Aku jadi nggak enak kalau kamu sampai sakit gini, Bi," kata Hanum. Terlalu lama duduk menyebabkan wanita hamil itu memegang pinggangnya."Aku tidak sakit, lho. Cuma tadi mencium aroma so
Happy Reading *****Secepat mungkin, Aryan menghubungi Dirga dan meminta saudaranya itu menjemput dengan kendaraan roda empat. Papa kandung Azri itu juga meminta si sulung untuk memanggil dokter ke rumah mereka."Ar, kelamaan kalau kita panggil dokter ke rumah. Minta masmu untuk mengantar ke klinik terdekat saja," sahut Septi.Menganggukkan kepala, Aryan meminta Dirga untuk segera datang dan membawa mereka ke klinik terdekat. "Kenapa kamu, Bi. Padahal tadi baik-baik saja," gumam Aryan.Melihat para orang dewasa kebingungan, Azri menarik-narik ujung kaos yang digunakan oleh kakeknya. Mukanya menatap penuh tanya pada Lingga."Mama lagi sakit, Nak. Azri diam dulu, ya. Sebentar lagi, Ayah datang menjemput." Lingga mencoba memberi pengertian pada bocah kecil itu."He em," ucap si kecil sambil menganggukkan kepala.Tak berselang lama, Dirga sudah datang bersama dengan Hanum. Mereka berdua turun dari mobil dan menghampiri Aryan yang sudah mengangkat istrinya di sebuah bangku taman."Kenapa
Happy Reading*****Waktu berjalan begitu cepat, kandungan Melati dan Hanum kini sudah memasuki bulan ke tujuh. Aryan dan keluarga juga sudah kembali ke Indonesia setelah pengobatan panjang yang harus dia jalani.Perlahan, tetapi pasti. Kesehatan suami Sabrina itu berangsur membaik. Aryan sudah mulai hidup normal selayaknya dulu sebelum kecelakaan walau benih yang dihasilkan masih belum bagus. Semua berkat ketelatenan Sabrina. Setiap sesi pengobatan Aryan, perempuan bercadar itu ikut dan bertanya ini itu. Sama sekali tidak malu sekalipun yang perempuan itu tanyakan sedikit vulgar menurut suaminya.Antara bangga dan juga malu, tentu dirasakan Aryan. Mungkin perbedaan kultur yang membuat perempuan itu menjadi lebih terbuka membicarakan masalah seks. Setiap kali sang suami bertanya mengapa dia berani bertanya pada dokter. Jawaban Sabrina adalah karena apa yang ditanyakan bukanlah menjurus pada mesum, tetapi ilmu yang harus dia pelajari demi kesembuhan Aryan.Pagi ini, Aryan berjanji pada
Happy Reading*****Mendapat kabar gembira dari sang istri, Dirga segera menelepon orang tuanya yang masih berada di luar negeri menemani Aryan. Berkali-kali Hanum mendapat selamat dan juga ciuman baik dari ibu, adik maupun sang suami. Mereka semua sangat bahagia mendapat kabar kehamilan perempuan itu.Panggilan terangkat oleh Septi, wajah perempuan paruh baya itu terlihat. "Ya, Mas. Apa kabar? bagaimana keadaan cucu Mama? Apa dia sehat-sehat saja."Selalu saja, para orang tua tiap kali menelepon atau ditelepon pertama kali yang ditanyakan adalah keadaan Azri. sepenting itu memang bocah gembul yang sudah bisa berjalan itu."Azri baik, Ma. Gimana kabar Mama sama Papa?""Papa baik, Mas," jawab Lingga. Wajahnya sudah muncul di layar ponsel milik Septi. "Mas, kameranya arahin ke Azri, dong. kangen nih," sahut Aryan yang hanya terdengar suaranya saja.Dirga mengarah kamera pada Azri yang tengah berjalan dengan ditemani sang adik ipar. bocah gembul itu tertawa-tawa ketika bisa mencapai ad
Happy Reading*****Lingga menepuk bahu putranya. "Tidak perlu bersedih. Mas Dirga sama Hanum masih muda dan bisa mencoba lagi nanti.""Bener, Ga. Lagian kalian berdua kan baru menikah. Nikmati waktu berduaan dulu, biar Papa sama Mama yang momong Azri. Kalian bertiga pergilah berlibur ke mana gitu," tambah Lathif."Hmm, kalau itu tidak bisa, Pak Lathif. Aryan harus menjalani proses pengobatannya. Mungkin, Mas Dirga sama Kaisar saja yang pergi berlibur," saran Septi.Dirga tersenyum kecut, lalu meraup tubuh sang istri ke pelukannya. "Tidak masalah buat Mas, Yang. Kita masih bisa mencoba lagi seperti kata Papa. Jangan sedih, dong. Hari ini adalah hari bahagia buat kita semua. Jadi, senyum." Si sulung menaikkan garis bibir sang istri menggunakan jempol dan jari telunjuknya."Aku cuma takut Mas kecewa saja." Mengerjakan mata beberapa kali, Hanum pun tersenyum lega ketika melihat kepala Dirga menggeleng."Sudahlah, lupakan kejadian ini. Sebaiknya, kamu istirahat, Nak," kata Saras, "biarka
Happy Reading*****Melati menatap sedih pada sang suami. "Maaf, Bang. Pas mau berangkat tadi, aku dapat tamu bulanan.""Hmm. Ya, sudah." Kaisar melepas pelukannya. "Kita makan saja. Mau di kamar atau ke restoran bawah?""Aku mandi dulu saja, ya." Melati memasang wajah paling imut untuk menarik simpati si Abang yang mukanya manyun. Satu kecupan di bibir. Akan tetapi hal yang dilakukannya malah membuat bibir sang suami maju beberapa senti."Jangan mancing-mancing kalau pada akhirnya tidak bisa menuntaskan.""Nanti, pasti aku bantu menuntaskan, tapi mandi dulu, ya.""Hmm," jawab Kaisar malas, "jadi, mau makan di mana, Honey?""Terserah Abang saja." Setelah itu, Melati memberi kecupan ke udara."Nakal," kata Kaisar.Memegang gagang telepon, dia menghubungi pihak layanan hotel. Sepertinya makan di kamar lebih menyenangkan. Dirinya dan sang istri memerlukan banyak ruang untuk berduaan. Mengingat sudah bertahun-tahun lamanya Kaisar tidak berjumpa dengan Melati.Di kamar berlainan, Sabrina d
Happy Reading*****Mendengar perdebatan anaknya, Lingga kembali merebut ponsel miliknya dari tangan si putra bungsu. "Ma, ada apa sebenarnya? Kenapa lama sekali kalian datang. Sudah telat setengah jam ini," kata Lingga tak sabaran."Pa, ada sedikit masalah dengan gaunnya Sabrina. Tadi kami sudah akan berangkat, tapi mendadak tamu bulanan Bina datang dan menyebabkan gaun putih yang dia kenakan ada bercak darah. Jadi, kami harus membersihkan dulu karena tidak ada gaun pengganti lagi," jelas Septi begitu lancar ketika sang suami yang bertanya.Namun, dia tidak bisa menjelaskan yang sebenarnya kepada sang putra tadi. Tentunya karena alasan tidak ingin mengecewakan Aryan."Mama, kirain ada apa sampai tidak bisa menjelaskan tentang keadaan Sabrina padaku. Ternyata cuma masalah datang bulan," sahut Aryan. Ternyata Lingga mengeraskan suara ponselnya dengan menghidupkan ikon loud speaker. "Hmm, Papa sengaja men-loud speaker suara Mama, ya?""Iya, habisnya Mama terdengar takut dan khawatir p