Happy Reading*****Dirga sampai di rumah sakit di mana bundanya di rawat. Perempuan berjilbab itu tampak pucat. Matanya masih terpejam ketika sang putra membuka pintu."Gimana keadaannya Bunda, Pak?" tanya Dirga pada lelaki yang duduk di sofa."Mendingan, Mas. Kata dokter sudah lewat masa kritis. Mas Dirga kapan sampai?" Lelaki itu adalah Pak Samsudin salah satu pengacara keluarga Dirga yang sudah dianggap saudara oleh bundanya."Kenapa sampai kumat lagi, Pak. Bukankah seminggu lalu keadaan Bunda sudah jauh lebih baik. Makanya, saya bisa meninggalkan beliau." Dirga duduk tepat di samping brankas bundanya. Memegang tangan yang terbebas dari selang infus dan menciumnya lembut."Bunda harus kuat demi aku. Katanya pengen lihat aku menikah dengan perempuan yang paling aku cintai. Sekarang, aku sedang berjuang untuk mendapatkannya walau jelas tidak akan mudah. Bunda harus cepat sehat, ya. Nanti, aku kenalkan. Dia itu cantik banget, hatinya juga baik dan pastinya bunda akan langsung dapat c
Happy Reading*****Hanum terbangun ketika rasa panas menyerang tubuhnya. Keringat mulai membasahi seluruh tubuh apalagi mimpi buruk yang dialami tadi, semakin menambah ketakutannya saja."Sudah bangun, Nak?" tanya Saraswati yang duduk di sofa tak jauh dari ranjang Hanum. Dia sedang memangku Azri sambil memberikan ASI yang berada di botol."Ma, kenapa dia jahat. Aku nggak salah apa-apa. Aku nggak tahu kalau dia sudah punya istri. Dia yang merayuku, dia yang menjebakku. Aku bukan perusak rumah tangga mereka," racau Hanum. Dia mulai menarik-narik rambutnya. Saraswati tidak bisa mencegah perbuatan Hanum selain berteriak memanggil suami dan juga putranya."Berhenti, Nak. Berhenti!" teriak perempuan paruh baya itu. "Papa, Abang!" panggilnya sambil membuka pintu kamar."Astagfirullah," ucap Lathif. Lelaki itu segera memegang tangan Hanum dengan kuat. Mencari sesuatu yang bisa dia gunakan untuk menghentikan tangan anak angkatnya untuk menyakiti dirinya sendiri."Ma, ambilkan obatnya.""Iya.
Happy Reading*****Semalaman, Dirga menjaga sang Bunda yang tertidur bahkan kesehatannya sendiri tak lagi dipedulikan. Setelah keluar menemui perempuan yang telah membuat bundanya seperti ini, lelaki itu kembali ke rumah sakit. Pagi ini, sang bunda yang bernama Rahmi membuka mata terlebih dahulu. Melihat sosok Dirga tertidur sambil duduk, perempuan itu meneteskan air mata. Ada banyak luka yang telah dia berikan bahkan Dirga dipaksa dewasa sebelum waktunya karena semua masalah rumah tangganya.Sekuat tenaga mencoba menahan isakan, nyatanya Rahmi tak mampu. Dirga terbangun dan melihat dirinya yang sedang menangis."Bunda kenapa?" tanya Dirga. Mendekat ke arah perempuan yang telah melahirkannya dan mengambil air putih di atas nakas. "Aku sudah di sini, jangan menangis lagi, Bun."Menyodorkan gelas berisi air putih, Dirga menunggu Rahmi meneguknya. "Bunda tidak apa-apa, Mas. Bunda sedih saja melihatmu tertidur sambil duduk seperti tadi. Sedari kecil, Bunda selalu memberikan luka. Tidak
Happy Reading *****"Ga, Hanum kenapa?" Sekuat tenaga, Kaisar merengkuh adik angkatnya dalam pelukan."Tidak tahu, Kai," jawab Dirga yang juga berusaha menenangkan Hanum.Kedua tangan perempuan itu masih aktif bergerak untuk menyakiti tubuhnya sendiri. Dirga sungguh tak tega melihat keadaan Hanum. Namun, untuk mencegah dan berbuat lebih seperti yang dilakukan Kaisar pun, lelaki itu tidak mampu."Tenang, Dik. Tenang," kata Kaisar. Dia terpaksa membopong perempuan berambut panjang itu kembali ke kamarnya sementara si Bibi, disuruh mengambilkan minum.Sekalipun pergelangan tangan Hanum sudah berdarah karena cakarannya sendiri. Namun, perempuan itu tidak sedikitpun mengeluh. Dia, hanya menangis dan terus menangis. Meracau dengan kata-kata yang tidak dimengerti oleh Dirga.Mantan atasan Hanum, hanya mengekor sahabatnya saja menuju lantai dua kediaman keluarga Lathif. Sesampainya di kamar, Kaisar segera memasukkan obat secara paksa pada Hanum. Kedua tangannya sudah diikat dengan sapu tanga
Happy Reading*****"Tenang, Ma. Kenapa Mama malah marah pada sahabat Abang? Dia itu Dirga, sahabat yang sering Abang ceritakan dan selalu gagal ketika akan diperkenalkan." Kaisar berdiri dan mengusap lengan mamanya lembut. Dia juga berusaha memindahkan Azri ke dalam gendongannya. Tangis balita itu begitu keras. Mungkin merasa tidurnya terganggu dengan suara Saraswati."Mama tidak peduli sedekat apa kalian dulu. Yang Mama tahu, dia ada kaitan dengan masa lalu adikmu yang pahit. Jangan sampai Hanum mengalami depresi seperti kemarin. Waktu Dirga ke sini pertama kali saja, tubuh adiknya bereaksi hebat," jelas Saraswati. Dia menatap tajam tidak suka pada sahabat putranya. Lelaki yang ditatap malah mengingat-ingat setiap pertemuan dengan Hanum. "Pantas saja, Hanum selalu bicara ketus dan meninggalkan aku sendirian. Jadi, ini sebabnya?" kata hati Dirga."Sebaiknya kamu pergi dari rumah kami. Jangan sampai Hanum melihatmu dan kembali mengalami hal yang tidak mengenakkan," usir Saraswati."
Happy Reading*****"Kapan kamu akan hamil lagi, Mei? Sudah lebih setahun dari sejak bayi kalian meninggal. Mengapa tidak melakukan program hamil lagi?" tanya Septi di saat mereka makan malam bersama.Sangat lama, perempuan paruh baya itu menunggu kehadiran cucunya. Tidak tahu saja jika Meilia sudah mengangkat sebelah rahimnya dan dipastikan perempuan itu makin sulit untuk hamil."Ma, jangan memojokkan Meilia. Kami juga sedang berusa," bela Aryan yang duduk di samping sang istri."Jangan buat suasana makan menjadi adu debat. Papa tidak suka," sahut Lingga.Septi mencebik dan menatap suaminya. "Kalau seperti ini terus, kita tidak akan memiliki pewaris, Pa. Generasi selanjutnya akan putus di tangan Aryan. Tahu gitu, aku minta saja Hanum untuk tinggal di sini. Saat itu, dia pasti hamil anaknya Aryan. Mukanya aja pucet banget kayak orang hamil muda."Septi, hanya mengetahui perempuan yang menjadi selingkuhan anaknya adalah Hanum. Tidak pernah tahu jika putra semata wayangnya seorang playe
Happy Reading*****Menikmati wajah teduh Hanum ketika sedang terlelap sungguh suatu ketenangan tersendiri bagi Dirga. Tak pernah terbayangkan kejadian seperti tadi akan dilakukan oleh Hanum. Sosok wanita yang dulu begitu ceria, penuh harapan untuk memperbaiki masa depan terutama perekonomian keluarganya.Kini, berubah menjadi sosok yang begitu putus asa. Depresi akan keadaannya dengan menyakiti diri sendiri."Mas tidak tahu begitu banyak luka yang sudah dibuat Aryan untukmu, Num. Andai sedikit saja, kamu mau membaginya saat itu denganku. Mas tidak akan merasa bersalah begini. Kenapa harus kamu simpan sendirian. Sebegitu tidak percayanya kamu denganku, Num." Dirga terus bergumam sendirian dalam kamar Hanum. Walau tangannya sangat ingin menyentuh sang pujaan, tetapi tidak dilakukan karena terlalu takut Hanum marah.Perempuan itu tidak pernah menyukai interaksi fisik dengan lawan jenis kecuali, dia yang mengijinkannya. Cukup sekali Dirga melakukan kesalahan dan itu sudah membuatnya meng
Happy Reading*****Tak ingin membuat pujaannya marah, Dirga kembali melakukan panggilan video. Namun, sekali lagi Hanum langsung mematikan panggilan. Memilih mengirimkan chat supaya tahu alasan Hanum mematikan sambungan tadi. Dirga mendapat balasan."Pakai baju dulu kalau mau telpon lagi. Ada Papa sama Mama mau ngomong. Nggak sopan kalau Mas Dirga begitu," tulus Hanum.Si lelaki tersenyum malu dan berkata sendiri, "Oh, jadi dia malu melihat aku bertelanjang dada dengan memakai handuk tadi. Kamu aneh, Num. Bukankah ini bukan pertama kali kamu melihat lelaki berbuat seperti aku. Sebelumnya, kamu pasti pernah melihat Aryan seutuhnya."Mengetahui kenyataan itu, Dirga merasa cemburu karena bukan dia yang pertama bagi Hanum. Namun, lelaki itu segera menghentikan lamunan yang tidak jelas dengan segera karena Hanum memintanya membalas chat."Kenapa memangnya Om Lathif ingin berbincang dengan Mas?""Karena Mas Dirga terlalu lebay. Pake ngirim buket mawar dengan catatan yang sungguh menggelika
Happy Reading*****"Apakah saya harus keluar," tanya Dirga. Dia sendiri bingung harus berbuat apa jika tetap di dalam. Namun, untuk meninggalkan sang istri yang tengah berjuang melahirkan buah hatinya yang diprediksi perempuan, dia tidak sanggup."Sebaiknya di sini saja, Pak. Bu Hanum lebih membutuhkan kehadiran Pak Dirga," ucap sang dokter.Keluar dan memanggil para perawat serta bidan. Beberapa saat kemudian, mereka semua masuk dan langsung menangani Hanum. Dirga bahkan diminta untuk berada di belakang sang istri dan membantu proses persalinan.Tak terhitung berapa banyak ketegangan yang kini dialami lelaki yang akan segera menjadi ayah yang sebenarnya dari putri kandungnya sendiri. Bulir-bulir keringat mulai turun. Andai bisa menggantikan posisi Hanum saat ini, tentu sudah lelaki itu lakukan. Hanum begitu banyak mengeluarkan tenaga demi menghadirkan buah hati mereka ke dunia ini. Kedua tangannya mencengkeram erat pergelangan Dirga hingga lelaki itu juga merasakan kesakitan. Namun
Happy Reading*****"Ma, Bunda kenapa?" tanya Azri yang ikut-ikutan panik ketika mengetahui Hanum memegangi perutnya. Tak jarang wanita berperut buncit itu mendesis kesakitan."Bunda sakit perut, Sayang. Kayaknya dedek mau minta keluar," jelas Sabrina, "Mbak, bisa minta tolong panggilkan orang rumah.""Manggil siapa, Bu?" tanya si Mbak yang membantu menjaga Azri selama Sabrina dinyatakan hamil."Siapa saja boleh. Papa kan selalu ada di rumah. Katakan pada beliau jika Mbak Hanum mulai merasakan sakit perut. Kalau ada Mas Dirga malah lebih bagus."Si Mbak mengangguk. "Bagaimana sama Mas Azri, Bu?""Azri biarkan sama saya dulu. Cepat, Mbak. Kasihan Mbak Hanum. Kita harus bawa dia ke rumah sakit," suruh wanita bercadar tersebut. Melihat si Mbak yang menjaga Azri berlari menuju rumah mereka, Sabrina membawa kakak iparnya untuk duduk. "Sakit sekali, ya, Mbak? Sabar, ya. Bentar lagi Papa atau mas Dirga pasti datang. ucapkan istighfar setiap kali sakitnya terasa," saran Sabrina.Patuh, Hanum
Happy Reading*****Sang dokter cum tersenyum dengan perkataan si sulung. Keluarga Lingga semuanya masuk ke ruang perawatan Sabrina.Perempuan bercadar itu tengah berbaring. Melihat seluruh keluarganya datang menjenguk, senyumnya tampak. Sewaktu diperiksa tadi, Aryan memang membuka cadar yang dikenakan sang istri. "Bagaimana keadaanmu, Yang?" tanya Aryan. mencium kening perempuan yang sudah memberikan begitu banyak kebahagiaan padanya.Sabrina mengambil tangan kanan sang suami, lalu menciumnya penuh hormat dan bahagia. Menatap satu per satu seluruh keluarganya. "Alhamdullilah keadaanku sangat baik, Mas.""Apa kata dokter, Nak?" tambah Septi."Kamu pasti kelelahan menjaga Azri yang sangat aktif. Padahal aku sudah ngasih saran. Sebaiknya, kita nyari orang untuk menemani Azri. Eh, kamu malah nggak mau. Aku jadi nggak enak kalau kamu sampai sakit gini, Bi," kata Hanum. Terlalu lama duduk menyebabkan wanita hamil itu memegang pinggangnya."Aku tidak sakit, lho. Cuma tadi mencium aroma so
Happy Reading *****Secepat mungkin, Aryan menghubungi Dirga dan meminta saudaranya itu menjemput dengan kendaraan roda empat. Papa kandung Azri itu juga meminta si sulung untuk memanggil dokter ke rumah mereka."Ar, kelamaan kalau kita panggil dokter ke rumah. Minta masmu untuk mengantar ke klinik terdekat saja," sahut Septi.Menganggukkan kepala, Aryan meminta Dirga untuk segera datang dan membawa mereka ke klinik terdekat. "Kenapa kamu, Bi. Padahal tadi baik-baik saja," gumam Aryan.Melihat para orang dewasa kebingungan, Azri menarik-narik ujung kaos yang digunakan oleh kakeknya. Mukanya menatap penuh tanya pada Lingga."Mama lagi sakit, Nak. Azri diam dulu, ya. Sebentar lagi, Ayah datang menjemput." Lingga mencoba memberi pengertian pada bocah kecil itu."He em," ucap si kecil sambil menganggukkan kepala.Tak berselang lama, Dirga sudah datang bersama dengan Hanum. Mereka berdua turun dari mobil dan menghampiri Aryan yang sudah mengangkat istrinya di sebuah bangku taman."Kenapa
Happy Reading*****Waktu berjalan begitu cepat, kandungan Melati dan Hanum kini sudah memasuki bulan ke tujuh. Aryan dan keluarga juga sudah kembali ke Indonesia setelah pengobatan panjang yang harus dia jalani.Perlahan, tetapi pasti. Kesehatan suami Sabrina itu berangsur membaik. Aryan sudah mulai hidup normal selayaknya dulu sebelum kecelakaan walau benih yang dihasilkan masih belum bagus. Semua berkat ketelatenan Sabrina. Setiap sesi pengobatan Aryan, perempuan bercadar itu ikut dan bertanya ini itu. Sama sekali tidak malu sekalipun yang perempuan itu tanyakan sedikit vulgar menurut suaminya.Antara bangga dan juga malu, tentu dirasakan Aryan. Mungkin perbedaan kultur yang membuat perempuan itu menjadi lebih terbuka membicarakan masalah seks. Setiap kali sang suami bertanya mengapa dia berani bertanya pada dokter. Jawaban Sabrina adalah karena apa yang ditanyakan bukanlah menjurus pada mesum, tetapi ilmu yang harus dia pelajari demi kesembuhan Aryan.Pagi ini, Aryan berjanji pada
Happy Reading*****Mendapat kabar gembira dari sang istri, Dirga segera menelepon orang tuanya yang masih berada di luar negeri menemani Aryan. Berkali-kali Hanum mendapat selamat dan juga ciuman baik dari ibu, adik maupun sang suami. Mereka semua sangat bahagia mendapat kabar kehamilan perempuan itu.Panggilan terangkat oleh Septi, wajah perempuan paruh baya itu terlihat. "Ya, Mas. Apa kabar? bagaimana keadaan cucu Mama? Apa dia sehat-sehat saja."Selalu saja, para orang tua tiap kali menelepon atau ditelepon pertama kali yang ditanyakan adalah keadaan Azri. sepenting itu memang bocah gembul yang sudah bisa berjalan itu."Azri baik, Ma. Gimana kabar Mama sama Papa?""Papa baik, Mas," jawab Lingga. Wajahnya sudah muncul di layar ponsel milik Septi. "Mas, kameranya arahin ke Azri, dong. kangen nih," sahut Aryan yang hanya terdengar suaranya saja.Dirga mengarah kamera pada Azri yang tengah berjalan dengan ditemani sang adik ipar. bocah gembul itu tertawa-tawa ketika bisa mencapai ad
Happy Reading*****Lingga menepuk bahu putranya. "Tidak perlu bersedih. Mas Dirga sama Hanum masih muda dan bisa mencoba lagi nanti.""Bener, Ga. Lagian kalian berdua kan baru menikah. Nikmati waktu berduaan dulu, biar Papa sama Mama yang momong Azri. Kalian bertiga pergilah berlibur ke mana gitu," tambah Lathif."Hmm, kalau itu tidak bisa, Pak Lathif. Aryan harus menjalani proses pengobatannya. Mungkin, Mas Dirga sama Kaisar saja yang pergi berlibur," saran Septi.Dirga tersenyum kecut, lalu meraup tubuh sang istri ke pelukannya. "Tidak masalah buat Mas, Yang. Kita masih bisa mencoba lagi seperti kata Papa. Jangan sedih, dong. Hari ini adalah hari bahagia buat kita semua. Jadi, senyum." Si sulung menaikkan garis bibir sang istri menggunakan jempol dan jari telunjuknya."Aku cuma takut Mas kecewa saja." Mengerjakan mata beberapa kali, Hanum pun tersenyum lega ketika melihat kepala Dirga menggeleng."Sudahlah, lupakan kejadian ini. Sebaiknya, kamu istirahat, Nak," kata Saras, "biarka
Happy Reading*****Melati menatap sedih pada sang suami. "Maaf, Bang. Pas mau berangkat tadi, aku dapat tamu bulanan.""Hmm. Ya, sudah." Kaisar melepas pelukannya. "Kita makan saja. Mau di kamar atau ke restoran bawah?""Aku mandi dulu saja, ya." Melati memasang wajah paling imut untuk menarik simpati si Abang yang mukanya manyun. Satu kecupan di bibir. Akan tetapi hal yang dilakukannya malah membuat bibir sang suami maju beberapa senti."Jangan mancing-mancing kalau pada akhirnya tidak bisa menuntaskan.""Nanti, pasti aku bantu menuntaskan, tapi mandi dulu, ya.""Hmm," jawab Kaisar malas, "jadi, mau makan di mana, Honey?""Terserah Abang saja." Setelah itu, Melati memberi kecupan ke udara."Nakal," kata Kaisar.Memegang gagang telepon, dia menghubungi pihak layanan hotel. Sepertinya makan di kamar lebih menyenangkan. Dirinya dan sang istri memerlukan banyak ruang untuk berduaan. Mengingat sudah bertahun-tahun lamanya Kaisar tidak berjumpa dengan Melati.Di kamar berlainan, Sabrina d
Happy Reading*****Mendengar perdebatan anaknya, Lingga kembali merebut ponsel miliknya dari tangan si putra bungsu. "Ma, ada apa sebenarnya? Kenapa lama sekali kalian datang. Sudah telat setengah jam ini," kata Lingga tak sabaran."Pa, ada sedikit masalah dengan gaunnya Sabrina. Tadi kami sudah akan berangkat, tapi mendadak tamu bulanan Bina datang dan menyebabkan gaun putih yang dia kenakan ada bercak darah. Jadi, kami harus membersihkan dulu karena tidak ada gaun pengganti lagi," jelas Septi begitu lancar ketika sang suami yang bertanya.Namun, dia tidak bisa menjelaskan yang sebenarnya kepada sang putra tadi. Tentunya karena alasan tidak ingin mengecewakan Aryan."Mama, kirain ada apa sampai tidak bisa menjelaskan tentang keadaan Sabrina padaku. Ternyata cuma masalah datang bulan," sahut Aryan. Ternyata Lingga mengeraskan suara ponselnya dengan menghidupkan ikon loud speaker. "Hmm, Papa sengaja men-loud speaker suara Mama, ya?""Iya, habisnya Mama terdengar takut dan khawatir p