Happy Reading*****Si gadis bercadar yang tak lain adalah Sabrina itu, menatap semua orang yang ada di ruang perawatan Aryan. Sisa isakannya masih terdengar dengan jelas ketika dia berkata minta tolong tadi. "Tolong saya, Pak," katanya menatap ke arah Aryan."Kamu sendiri yang tidak ingin kami tolong. Sekarang, kenapa kamu malah memohon?" sahut Melati."Dik," peringat Hanum karena merasa kata-kata sang dik ipar dan intonasinya terlalu keras. Dia memang tidak tahu hal yang terjadi sebelumnya."Ish. Kak Hanum tidak tahu bagaimana dia tadi menolak bantuan Mas Aryan. Padahal, kita sudah berniat untuk membantunya walau baru kenal kemarin dan tanpa sengaja," jelas Melati. Dia yang semula duduk di sofa kini mendekat pada Sabrina."Iya, tapi tidak harus kasar juga pas ngomong, Dik," tambah Dirga yang sedang memangku Azri. "Coba katakan, kamu mau minta bantuan apa pada keluargaku?"Sabrina menatap ke arah Dirga walau tak memandang suami Hanum secara langsung. Bahkan dibalik cadarnya, dia ters
Happy Reading*****"Pa, tenang," ucap Aryan menginterupsi. Lalu, dia menatap ke arah Sabrina. "Katakan. Apa syarat yang kamu ajukan untukku?"Sabrina menegakkan kepala dan mulai berani menatap Aryan. Kedua mata mereka bertemu dan detik berikutnya, perempuan bercadar itu mengalihkan pandangan. Sadar jika mereka berdua belum boleh melakukan kontak fisik apa pun, sekalipun hanya saling menatap. "Saya mau, Pak Aryan berjanji. Jika nanti kita benar-benar menikah. Tolong bawa saya ke mana pun Pak Aryan pergi dan satu lagi, saya tidak mau ada pernikahan ini seperti nikah kontrak. Saya tidak ingin hal seperti itu walau niat Pak Aryan belum saya ketahui. Murni ingin membantu atau yang lain. Tapi, saat kita menikah nanti, maka semua niat tidak baik itu harus berubah, berganti, hanya ingin mendapat rida Allah semata.""Alhamdulillah. Aku berjanji padamu, tidak akan pernah ada istilah nikah kontrak atau apalah itu. Setelah kita menikah nanti, kamu adalah istri sahku. Tapi, kamu juga harus mene
Happy Reading*****"Kamu mengancam?" ucap ayah tiri Sabrina marah. Matanya bahkan melotot, seperti tak terima ada orang lain yang menekannya. Selama ini, dia selalu menekan putri sambungnya dan sama sekali tidak ada perlawanan. Sekarang, perempuan bercadar itu memiliki seseorang yang melindungi."Jangan berteriak pada putraku. Jika kamu tidak takut dengan ancaman kami. Silakan tidak menandatangani perjanjian itu. Maka, sepeser pun kamu tidak akan mendapatkan apa-apa. Setuju atau tidak kamu harus tetap menandatangani jika ingin selamat dari dinginnya penjara." Lingga menatap tajam ke arah lelaki berbadan dempak tersebut. Walau postur tubuhnya kalah besar, tetapi Lingga tidak takut sama sekali."Jika aku tidak mau. Kalian mau apa?" bentak si ayah tiri."Baiklah. Kamu yang memaksa kami melakukannya," ucap Aryan. Mengambil ponsel di atas nakas. Lelaki itu menelepon seseorang. "Mike, bawa polisi yang bersamamu saat ini ke kamar perewatanku." Aryan menyebutkan nomor kamar perawatannya. "H
Happy Reading*****Semakin dekat langkah Aryan dan anggota keluarga lainnya, mereka semakin jelas mendengar perdebatan antara Dirga, Lingga dan seorang perempuan. Aryan sendiri menghentikan langkahnya ketika suara perempuan tersebut sangat dikenalinya.Tiga hari yang lalu, perempuan inilah yang menyebabkan mental Aryan down. Lalu, dari mana perempuan itu tahu Aryan berada di negara ini, sedangkan yang mengetahui keberadaan putra bungsu Lingga itu, hanyalah keluarga saja."Pergi dari sini, Mei," pinta Dirga dengan suara yang lebih rendah dari suaranya tadi."Ga, tolonglah. Biarkan aku bertemu dengan Aryan," pinta Meilia begitu nelangsa."Kamu itu tuli atau bagaimana, Mei. Aku tidak ingin bertemu denganmu lagi. Lupakan semua tentang kita, aku tetap tidak akan pernah kembali padamu," kata Aryan. Lelaki itu mendekat ke arah sang mantan istri diiringi dengan Sabrina."Kamu tidak takut jika aku akan menceritakan kelemahanmu itu pada semua orang?" tanya Meilia. Perempuan itu masih saja teta
Happy Reading*****"Mas Aryan?" kata kedua gadis berbeda penampilan tersebut. Mata keduanya bahkan terbuka dengan sempurna."Dih, kayak ngelihat hantu saja. Padahal Mas cum mau ngomong, sekalian bikinkan kopi buat Mas Dirga dan Papa," kata Aryan memasang muka semanis mungkin supaya Sabrina tidak takut kepadanya."Mas sendiri mau minum apa," tanya Sabrina. Setelah bertanya, dia menunduk berusaha menyembunyikan rasa takutnya. Padahal, Aryan tidak dapat melihat keseluruhan wajahnya itu."Samain kayak kalian saja, teh. Tapi, jangan dikasih gula, ya," kata Aryan menatap ke arah sang calon istri. Kemudian, dia berbalik arah hendak meninggalkan keduanya. Namun, baru selangkah, lelaki berkulit kuning langsat itu berbalik. "Setelah ini, Mas pasti akan menceritakan bagaimana masa lalu buruk itu dan proses Mas mendapatkan Azri. Kamu harus siap dengan segala masa lalu buruk itu. Mas, harap Bina tidak akan mundur dari rencana pernikahan ini setelah mendengar semuanya."Sabrina mendongakkan kepala
Happy Reading*****"Ada apa, Dik?" tanya Dirga."Itu," tunjuk Melati pada seorang lelaki tampan dengan kemeja warna navy. Kulitnya yang putih tampak kontras sekali dengan kemejanya. Namun, hal tersebut malah menambah kadar ketampanannya.Hanum yang berada di belakang Dirga, mencolek sang suami supaya dia bisa melihat siapa yang datang. Saat tahu bahwa si Abang yang berada di luar pintu. Perempuan itu berhambur ke pelukannya."Papa sama Mama mana, Bang?" tanya Hanum setelah mengurai pelukan rindu dari saudara angkatnya. Dia melihat ke kanan dan kiri, tetapi Lathif dan juga Saras tidak terlihat. Istri Dirga mulai bingung. "Abang, Papa sama Mama nggak ikut?""Sabar, dong, Dik. Bentar lagi pasti mereka datang," kata Kaisar. Dia terus menatap ke arah Melati sekalipun Dirga dan yang lain menyalaminya saat ini."Kirain kamu tidak bisa datang, Kai," kata Aryan, "ayo masuk. Kenapa malah bengong di depan pintu."Rupanya, Aryan dan yang lain belum menyadari perubahan Melati dan Kaisar. Keduanya
Happy Reading*****"Kenapa tidak mau? Tidak cinta lagi sama aku?" tantang Melati. Dia mendelik ke arah Kaisar bahkan kedua tangannya berkacak pinggang.Semua orang, kini menatap si gadis dengan aneh. Bukankah sejak tadi, dia yang menyindir dan mengolok Kaisar. Beberapa bahkan menggelengkan kepala seperti Aryan dan Dirga. Keduanya sangat mengenal karakter Melati yang seperti ini."Dasar cewek labil. Kalau cinta bilang saja cinta. Tidak perlu ada drama nolak, ngatain play boy dan lain-lainnya. Kamu membuat masmu ini malu, Dik," sahut Dirga. Dia menyunggingkan senyum, setelahnya meminum kopi yang mulai dingin."Hadeh, kayak tidak tahu adik kita satu ini, Mas," tambah Aryan. Kemudian, dia melirik Kaisar. "Gas, Kai. Kalau dia sudah ngomong gitu artinya lampu hijau untukmu." Merogoh saku dan mengeluarkan ponselnya. Aryan tampak sibuk memainkan jempol pada layar benda pinter tersebut."Lampu hijau apaan, Ar," tanya Kaisar sok polos."Lihat sahabatmu itu, Mas," kata Melati pada Dirga, "dia b
Happy Reading*****Mendengar perdebatan anaknya, Lingga kembali merebut ponsel miliknya dari tangan si putra bungsu. "Ma, ada apa sebenarnya? Kenapa lama sekali kalian datang. Sudah telat setengah jam ini," kata Lingga tak sabaran."Pa, ada sedikit masalah dengan gaunnya Sabrina. Tadi kami sudah akan berangkat, tapi mendadak tamu bulanan Bina datang dan menyebabkan gaun putih yang dia kenakan ada bercak darah. Jadi, kami harus membersihkan dulu karena tidak ada gaun pengganti lagi," jelas Septi begitu lancar ketika sang suami yang bertanya.Namun, dia tidak bisa menjelaskan yang sebenarnya kepada sang putra tadi. Tentunya karena alasan tidak ingin mengecewakan Aryan."Mama, kirain ada apa sampai tidak bisa menjelaskan tentang keadaan Sabrina padaku. Ternyata cuma masalah datang bulan," sahut Aryan. Ternyata Lingga mengeraskan suara ponselnya dengan menghidupkan ikon loud speaker. "Hmm, Papa sengaja men-loud speaker suara Mama, ya?""Iya, habisnya Mama terdengar takut dan khawatir p
Happy Reading*****"Apakah saya harus keluar," tanya Dirga. Dia sendiri bingung harus berbuat apa jika tetap di dalam. Namun, untuk meninggalkan sang istri yang tengah berjuang melahirkan buah hatinya yang diprediksi perempuan, dia tidak sanggup."Sebaiknya di sini saja, Pak. Bu Hanum lebih membutuhkan kehadiran Pak Dirga," ucap sang dokter.Keluar dan memanggil para perawat serta bidan. Beberapa saat kemudian, mereka semua masuk dan langsung menangani Hanum. Dirga bahkan diminta untuk berada di belakang sang istri dan membantu proses persalinan.Tak terhitung berapa banyak ketegangan yang kini dialami lelaki yang akan segera menjadi ayah yang sebenarnya dari putri kandungnya sendiri. Bulir-bulir keringat mulai turun. Andai bisa menggantikan posisi Hanum saat ini, tentu sudah lelaki itu lakukan. Hanum begitu banyak mengeluarkan tenaga demi menghadirkan buah hati mereka ke dunia ini. Kedua tangannya mencengkeram erat pergelangan Dirga hingga lelaki itu juga merasakan kesakitan. Namun
Happy Reading*****"Ma, Bunda kenapa?" tanya Azri yang ikut-ikutan panik ketika mengetahui Hanum memegangi perutnya. Tak jarang wanita berperut buncit itu mendesis kesakitan."Bunda sakit perut, Sayang. Kayaknya dedek mau minta keluar," jelas Sabrina, "Mbak, bisa minta tolong panggilkan orang rumah.""Manggil siapa, Bu?" tanya si Mbak yang membantu menjaga Azri selama Sabrina dinyatakan hamil."Siapa saja boleh. Papa kan selalu ada di rumah. Katakan pada beliau jika Mbak Hanum mulai merasakan sakit perut. Kalau ada Mas Dirga malah lebih bagus."Si Mbak mengangguk. "Bagaimana sama Mas Azri, Bu?""Azri biarkan sama saya dulu. Cepat, Mbak. Kasihan Mbak Hanum. Kita harus bawa dia ke rumah sakit," suruh wanita bercadar tersebut. Melihat si Mbak yang menjaga Azri berlari menuju rumah mereka, Sabrina membawa kakak iparnya untuk duduk. "Sakit sekali, ya, Mbak? Sabar, ya. Bentar lagi Papa atau mas Dirga pasti datang. ucapkan istighfar setiap kali sakitnya terasa," saran Sabrina.Patuh, Hanum
Happy Reading*****Sang dokter cum tersenyum dengan perkataan si sulung. Keluarga Lingga semuanya masuk ke ruang perawatan Sabrina.Perempuan bercadar itu tengah berbaring. Melihat seluruh keluarganya datang menjenguk, senyumnya tampak. Sewaktu diperiksa tadi, Aryan memang membuka cadar yang dikenakan sang istri. "Bagaimana keadaanmu, Yang?" tanya Aryan. mencium kening perempuan yang sudah memberikan begitu banyak kebahagiaan padanya.Sabrina mengambil tangan kanan sang suami, lalu menciumnya penuh hormat dan bahagia. Menatap satu per satu seluruh keluarganya. "Alhamdullilah keadaanku sangat baik, Mas.""Apa kata dokter, Nak?" tambah Septi."Kamu pasti kelelahan menjaga Azri yang sangat aktif. Padahal aku sudah ngasih saran. Sebaiknya, kita nyari orang untuk menemani Azri. Eh, kamu malah nggak mau. Aku jadi nggak enak kalau kamu sampai sakit gini, Bi," kata Hanum. Terlalu lama duduk menyebabkan wanita hamil itu memegang pinggangnya."Aku tidak sakit, lho. Cuma tadi mencium aroma so
Happy Reading *****Secepat mungkin, Aryan menghubungi Dirga dan meminta saudaranya itu menjemput dengan kendaraan roda empat. Papa kandung Azri itu juga meminta si sulung untuk memanggil dokter ke rumah mereka."Ar, kelamaan kalau kita panggil dokter ke rumah. Minta masmu untuk mengantar ke klinik terdekat saja," sahut Septi.Menganggukkan kepala, Aryan meminta Dirga untuk segera datang dan membawa mereka ke klinik terdekat. "Kenapa kamu, Bi. Padahal tadi baik-baik saja," gumam Aryan.Melihat para orang dewasa kebingungan, Azri menarik-narik ujung kaos yang digunakan oleh kakeknya. Mukanya menatap penuh tanya pada Lingga."Mama lagi sakit, Nak. Azri diam dulu, ya. Sebentar lagi, Ayah datang menjemput." Lingga mencoba memberi pengertian pada bocah kecil itu."He em," ucap si kecil sambil menganggukkan kepala.Tak berselang lama, Dirga sudah datang bersama dengan Hanum. Mereka berdua turun dari mobil dan menghampiri Aryan yang sudah mengangkat istrinya di sebuah bangku taman."Kenapa
Happy Reading*****Waktu berjalan begitu cepat, kandungan Melati dan Hanum kini sudah memasuki bulan ke tujuh. Aryan dan keluarga juga sudah kembali ke Indonesia setelah pengobatan panjang yang harus dia jalani.Perlahan, tetapi pasti. Kesehatan suami Sabrina itu berangsur membaik. Aryan sudah mulai hidup normal selayaknya dulu sebelum kecelakaan walau benih yang dihasilkan masih belum bagus. Semua berkat ketelatenan Sabrina. Setiap sesi pengobatan Aryan, perempuan bercadar itu ikut dan bertanya ini itu. Sama sekali tidak malu sekalipun yang perempuan itu tanyakan sedikit vulgar menurut suaminya.Antara bangga dan juga malu, tentu dirasakan Aryan. Mungkin perbedaan kultur yang membuat perempuan itu menjadi lebih terbuka membicarakan masalah seks. Setiap kali sang suami bertanya mengapa dia berani bertanya pada dokter. Jawaban Sabrina adalah karena apa yang ditanyakan bukanlah menjurus pada mesum, tetapi ilmu yang harus dia pelajari demi kesembuhan Aryan.Pagi ini, Aryan berjanji pada
Happy Reading*****Mendapat kabar gembira dari sang istri, Dirga segera menelepon orang tuanya yang masih berada di luar negeri menemani Aryan. Berkali-kali Hanum mendapat selamat dan juga ciuman baik dari ibu, adik maupun sang suami. Mereka semua sangat bahagia mendapat kabar kehamilan perempuan itu.Panggilan terangkat oleh Septi, wajah perempuan paruh baya itu terlihat. "Ya, Mas. Apa kabar? bagaimana keadaan cucu Mama? Apa dia sehat-sehat saja."Selalu saja, para orang tua tiap kali menelepon atau ditelepon pertama kali yang ditanyakan adalah keadaan Azri. sepenting itu memang bocah gembul yang sudah bisa berjalan itu."Azri baik, Ma. Gimana kabar Mama sama Papa?""Papa baik, Mas," jawab Lingga. Wajahnya sudah muncul di layar ponsel milik Septi. "Mas, kameranya arahin ke Azri, dong. kangen nih," sahut Aryan yang hanya terdengar suaranya saja.Dirga mengarah kamera pada Azri yang tengah berjalan dengan ditemani sang adik ipar. bocah gembul itu tertawa-tawa ketika bisa mencapai ad
Happy Reading*****Lingga menepuk bahu putranya. "Tidak perlu bersedih. Mas Dirga sama Hanum masih muda dan bisa mencoba lagi nanti.""Bener, Ga. Lagian kalian berdua kan baru menikah. Nikmati waktu berduaan dulu, biar Papa sama Mama yang momong Azri. Kalian bertiga pergilah berlibur ke mana gitu," tambah Lathif."Hmm, kalau itu tidak bisa, Pak Lathif. Aryan harus menjalani proses pengobatannya. Mungkin, Mas Dirga sama Kaisar saja yang pergi berlibur," saran Septi.Dirga tersenyum kecut, lalu meraup tubuh sang istri ke pelukannya. "Tidak masalah buat Mas, Yang. Kita masih bisa mencoba lagi seperti kata Papa. Jangan sedih, dong. Hari ini adalah hari bahagia buat kita semua. Jadi, senyum." Si sulung menaikkan garis bibir sang istri menggunakan jempol dan jari telunjuknya."Aku cuma takut Mas kecewa saja." Mengerjakan mata beberapa kali, Hanum pun tersenyum lega ketika melihat kepala Dirga menggeleng."Sudahlah, lupakan kejadian ini. Sebaiknya, kamu istirahat, Nak," kata Saras, "biarka
Happy Reading*****Melati menatap sedih pada sang suami. "Maaf, Bang. Pas mau berangkat tadi, aku dapat tamu bulanan.""Hmm. Ya, sudah." Kaisar melepas pelukannya. "Kita makan saja. Mau di kamar atau ke restoran bawah?""Aku mandi dulu saja, ya." Melati memasang wajah paling imut untuk menarik simpati si Abang yang mukanya manyun. Satu kecupan di bibir. Akan tetapi hal yang dilakukannya malah membuat bibir sang suami maju beberapa senti."Jangan mancing-mancing kalau pada akhirnya tidak bisa menuntaskan.""Nanti, pasti aku bantu menuntaskan, tapi mandi dulu, ya.""Hmm," jawab Kaisar malas, "jadi, mau makan di mana, Honey?""Terserah Abang saja." Setelah itu, Melati memberi kecupan ke udara."Nakal," kata Kaisar.Memegang gagang telepon, dia menghubungi pihak layanan hotel. Sepertinya makan di kamar lebih menyenangkan. Dirinya dan sang istri memerlukan banyak ruang untuk berduaan. Mengingat sudah bertahun-tahun lamanya Kaisar tidak berjumpa dengan Melati.Di kamar berlainan, Sabrina d
Happy Reading*****Mendengar perdebatan anaknya, Lingga kembali merebut ponsel miliknya dari tangan si putra bungsu. "Ma, ada apa sebenarnya? Kenapa lama sekali kalian datang. Sudah telat setengah jam ini," kata Lingga tak sabaran."Pa, ada sedikit masalah dengan gaunnya Sabrina. Tadi kami sudah akan berangkat, tapi mendadak tamu bulanan Bina datang dan menyebabkan gaun putih yang dia kenakan ada bercak darah. Jadi, kami harus membersihkan dulu karena tidak ada gaun pengganti lagi," jelas Septi begitu lancar ketika sang suami yang bertanya.Namun, dia tidak bisa menjelaskan yang sebenarnya kepada sang putra tadi. Tentunya karena alasan tidak ingin mengecewakan Aryan."Mama, kirain ada apa sampai tidak bisa menjelaskan tentang keadaan Sabrina padaku. Ternyata cuma masalah datang bulan," sahut Aryan. Ternyata Lingga mengeraskan suara ponselnya dengan menghidupkan ikon loud speaker. "Hmm, Papa sengaja men-loud speaker suara Mama, ya?""Iya, habisnya Mama terdengar takut dan khawatir p