Kemampuan bertahan milik Yuki. Teknik pukulan milik Aewon. Dan teknik tendangan milik Keenan. Martin melihat itu semua pada diri Yoshiro saat ini. Membuat Martin merasa sedikit tertarik dengan bakat yang dimiliki oleh anak muda itu.
Meniru kemampuan beladiri orang lain dan menyempurnakan semua teknik dari berbagai orang dalam satu tubuh. Itu bukanlah sesuatu yang mudah. Dan Martin tidak pernah melihat itu sebelumnya.Sedangkan di satu sisi lain, Keenan merasa ada yang aneh. Yoshiro terlihat seperti bergerak di luar kendali. Seakan-akan ada yang mendorongnya untuk segera menyelesaikan pertarungan itu dengan cepat. Tidak seperti Yoshiro biasanya yang selalu menikmati segala pertarungan dan suka mengulur waktu."Hujan, 'ya? Apakah karena ini?" tanya Keenan menatap ke arah luar kaca. Atau lebih tepatnya ke arah air hujan yang turun sangat deras.Semua orang yang mafia, Yakuza, ataupun kelompok pembunuh bayaran tau bahwa Aewon sangat berbahaya saat hujYoshiro bersantai di dalam bathtub yang berisikan dengan air hangat. Menatap ke arah televisi berukuran 43 inci yang terpasang di dinding. Menyimak berita siaran ulang tentang Ivona yang mengadakan konferensi pers terkait pemecatan Nova Wesl. Yoshiro belum bertemu dengan Ivona sehingga Yoshiro belum tau alasan pasti mengapa perempuan itu mengambil tindakan itu. Yoshiro menatap ke arah pintu masuk yang jaraknya cukup jauh dari bathtub saat mendengar suara gagang pintu. Dan secara kebetulan perempuan yang muncul di siaran ulang, kini muncul di hadapannya. Mengunci pintu kamar mandi dari dalam. Melepaskan sepatu hak tinggi dan segala pakaian kerjanya. "Di mana ibumu?" tanya Ivona menyalakan shower dan membasahi seluruh tubuhnya. "Saya tidak tau. Tapi kemungkinan ibu saya sedang keluar untuk membeli bahan makanan makan malam," jawab Yoshiro menyalakan suara televisi sekeras mungkin supaya suara mereka tidak keluar dari luar. "A
Yuri memutuskan untuk istirahat sejenak setelah mengajari Yoshiro cara untuk merentas data milik orang lain. Yoshiro masih terbilang masih pemula dalam hal seperti itu. Tapi Yoshiro bisa mengingat semua hal yang diajarkan oleh Yuri dengan cepat. Membuat Yuri tidak harus mengulangi apa yang sudah ia ajarkan untuk yang ketiga kalinya.Ditambah lagi kondisi mereka saat ini berada di kantor utama. Dan sudah tengah malam. Upah lembur adalah alasan mengapa Yuri tetap menjalankan tugas mendadak itu.Yuri duduk di meja depan Yoshiro. Yang juga memiliki komputer. Menikmati sebuah kopi hangat yang sudah ia pesan sebelumnya. Sembari menunggu jam istirahat mereka selesai."Apakah kamu sudah mulai latihan dengan Keenan?" tanya Yuri menyalakan komputer yang ada di hadapannya."Sudah. Dia benar-benar tidak memiliki kasihan saat melatih seseorang," keluh Yoshiro terhadap pola latihan Keenan."Dilihat dari mana pun juga dia bukan orang baik. Apa yang kamu harapkan dari orang sepertinya?""Benarkah? Me
Sepulang dari latihan bersama Keenan, Yoshiro diminta untuk menemui Yuri di salah satu mall besar yang letaknya tidak terlalu jauh dari kantor pusat.Yoshiro dibawa oleh Yuri ke salah satu toko pakaian formal dari brand terkenal baik itu di dalam negeri ataupun di luar negeri.Yoshiro menatap ke arah salah satu setelan kemeja berwarna cream yang sudah diamati oleh Yuri sejak awal. Tidak lama ada salah satu pelayan menggunakan setelan jas blazer berwarna hitam dan sarung tangan berwarna hitam juga datang mendekat ke arah mereka."Selamat datang Tuan dan Nyonya. Saya Bona. Saya pelayan di sini. Apakah mungkin ada yang bisa saya bantu?" tanya Sang Pelayan menarik perhatian Yoshiro dan Yuri."Ini berapa harganya?" tanya Yuri menunjuk jas berwarna cream itu."Harganya tiga ratus dollar," jawab Bona.Yoshiro menatap Yuri dan setelan jas cream itu secara bergantian dengan pikiran kosong. Harga yang tidak masuk akal untuk sebuah jas. Bukan barang yang seharusnya dibeli untuk seorang anak rema
Yoshiro dan Yuri terkejut saat memasuki unit apartemen Yoshiro. Ada Ivona dan Sheila duduk di sofa ruang tamu. Saling tatap menatap terjadi di sana.Yuri kebingungan dengan kehadiran Ivona. Sedangkan Sheila kebingungan melihat anaknya datang membawa banyak sekali paper bag."Ah, Yuri. Sudah lama sekali tidak bertemu," ujar Sheila berdiri."Selamat malam. Maaf menganggu. Saya hanya ingin mengantarkannya," ujar Yuri menunjuk ke arah Yoshiro yang masih berdiri di sampingnya."Dari mana?" tanya Ivona menatap Yuri."Saya berpikir dia kekurangan jas dan sepatu formal. Jadi kami pergi ke mall untuk membeli kedua barang itu," balas Yuri."Apakah kamu ingin langsung pergi? Tetaplah di sini sementara waktu. Aku sudah memasak. Makan malam di sini saja bersama kami," ujar Sheila mencoba merayu Yuri."Ah, tidak perlu. Saya kebetulan sudah memesan makanan. Saya akan kembali ke apartemen saya dan makan di sana saja," tolak Yuri."Makan di sini saja. Temani aku," sahut Ivona membuat Yuri tidak bisa m
Serena menatap sejenak kotak es krim kecil yang disodorkan oleh Yoshiro. Ia sudah lelah memberitahu laki-laki itu. Bahwa ia tidak berani mengkonsumsi makanan ataupun minuman murahan. Karena bisa saja akan membuat perutnya sakit. Namun sepertinya Yoshiro juga tidak memiliki rasa lelah untuk menawarkan makanan dan minuman murahan pada Serena."Apa ini?" tanya Serena menyandarkan punggungnya pada kursi roda."Anggap saja sebagai hadiah. Karena kemarin kamu sudah berani berdiri dari kursi roda dan berjalan seperti biasanya. Ya, walau hari ini pakai kursi roda lagi," balas Yoshiro."Aku tidak suka es krim murahan. Bukankah aku sudah mengatakan itu sejak lama?""Ini enak. Coba dulu baru kamu membuangnya.""Bagaimana jika perutku sakit?""Aku akan menggendongmu sampai ke rumah sakit. Lariku lebih cepat dari rusa. Jadi jangan khawatir."Serena memutar bola mata malas. Menerima kotak kecil berisikan es krim itu menggunakan kedua
Keenan berada di sekolah yang sudah lama sekali tidak kosong. Di tempat itulah ia melatih Yoshiro. Ia dibantu oleh anak buahnya untuk membuat fisik Yoshiro lebih kuat lagi.Target dari latihan ini hanya satu. Yaitu memaksimalkan segala kemampuan yang telah berhasil ditiru oleh Yoshiro.Keenan melirik ke arah samping saat melihat Yoshiro berjalan keluar dari area sekolah. Matahari sudah mulai terbenam. Menandakan bahwa jam latihan mereka sudah selesai. Dan mereka harus melanjutkan tugas mereka masing-masing. Keenan dengan urusan kelompok mafianya. Dan Yoshiro dengan latihannya bersama Yuri."Aku berpikir anak manja sepertimu akan berhenti setelah sehari latihan," ujar Keenan membuka bungkus rokoknya."Aku ingin melakukan itu. Tapi sepertinya aku sudah mulai terbiasa. Jadi, ya, aku tidak memiliki alasan lagi untuk berhenti," balas Yoshiro.Pada hari pertama, Yoshiro harus menahan seribu pukulan tanpa boleh jatuh sekalipun. Dengan tujuan unt
Ivona membuka matanya. Pandangan pertamanya tertuju pada wajah seorang laki-laki yang nampak masih tertidur pulas. Ivona diam di posisinya memperhatikan kondisi yang ada. Ia tertidur di kamar Yoshiro setelah makan malam dengan Sheila. Kondisi pakaiannya masih sama. Menandakan bahwa tidak ada yang terjadi semalam, walau sekarang posisinya ia menggunakan tangan kiri Yoshiro sebagai bantal kepala. Lalu tubuhnya dan tubuh Yoshiro sangat dekat. Ia sudah berkali-kali menghabiskan malam panas dengan Yoshiro. Mereka selalu melakukannya saat memiliki kesempatan. Hanya saja mereka tidak pernah benar-benar tidur bersama. Setelah selesai, Ivona akan kembali ke rumahnya dan Yoshiro akan melanjutkan kehidupannya seperti biasa. Ini adalah pertama kalinya mereka tidur bersama. Mereka terlihat seperti sepasang suami istri. Mata Yoshiro mulai terbuka saat merasakan keram pada tangannya. Yoshiro sedikit terkejut saat melihat Ivona yang me
Untuk yang kesekian kalinya Ivona dan Sheila berdua di apartemen. Yoshiro belum pulang karena memang ada tugas tambahan yang diberikan oleh Ivona.Ivona sendiri sejak awal kedatangannya memang berencana untuk makan malam saja. Bukan untuk menghabiskan malam bersama Yoshiro. Ivona tidak pernah bosan dengan segala hidangan sarapan ataupun makan malam yang dimasak oleh Sheila. Perempuan tua itu benar-benar hebat sekali memasak."Aku sudah penasaran dari lama. Apakah memang sejak kecil kulitmu seputih itu?" tanya Sheila memperhatikan lengan Ivona."Ah, ini. Sejak lahir aku memang putih. Lalu aku juga sering melakukan perawatan setiap minggunya. Aku rasa itu yang membuatku terlihat lebih putih," balas Ivona sedikit memutar lengannya."Terlihat berbeda. Aku juga putih. Tapi kulitmu terlihat lebih terang."Posisi duduk Sheila dan Ivona di meja makan bersebelahan. Sehingga Sheila bisa mendekatkan tangannya ke tangan Ivona dan membanding
Sheila menggaruk keningnya saat melihat ada banyak sekali laporan perusahaan yang menumpuk di meja kerjanya. Sheila sudah bergabung dengan perusahaan milik Keluarga Olivia semenjak keberangkatan Yoshiro ke Jepang sebelas tahun lalu.Selama sebelas tahun itu, Yoshiro dan Ivona selalu menyempatkan waktu untuk kembali dan menemui Sheila. Namun satu tahun ke belakangan ini kedua orang itu sama sekali tidak memberikan tanda-tanda bahwa akan kembali. Membuat Sheila sedikit takut jika seandainya ada sesuatu yang buruk terjadi pada mereka.Perhatian Sheila teralihkan saat mendengar ada suara ketukan pintu. Ia merasa malas karena ia yakin itu adalah salah satu bawahannya yang membawa dokumen untuk diperiksa."Masuk," ujar Sheila dengan suara lemas.Pintu terbuka. Namun tidak terlalu lebar. Sheila memandangi pintu itu, bertanya-tanya siapakah orang yang sedang mengerjainya. Serena? Tidak, Sheila yakin itu bukan Serena. Karena pada jam seperti sekarang, Serena masih berada di universitas dan bar
Yoshiro dan Ivona sudah berada di Jepang selama beberapa minggu. Dan mereka lebih sibuk dari biasanya. Bahkan Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di kantor daripada di rumah. Namun semuanya mulai membaik setelah dua minggu berlalu.Ivona sudah mulai bisa bernafas lega dan pulang ke rumah lebih awal. Sedangkan Yoshiro juga sudah mulai berhasil mengikuti lebih banyak kelas di universitas tempatnya berkuliah.Seperti saat ini, Yoshiro dan Ivona sedang berada di cafe kecil. Ivona menikmati kopi hitam. Dan Yoshiro menikmati minuman cokelat hangat."Aku akan mulai menyerahkan tanggung jawab beberapa perusahaan pada CEO yang aku tunjuk mulai minggu depan. Jadi kemungkinan aku akan memimpin satu perusahaan utama dan hotel yang kamu pegang sekarang," ujar Ivona memegang gelas kopinya dengan kedua tangan untuk memastikan seberapa panas kopi itu."Aku rasa tidak masalah jika aku yang masih memimpin hotel itu. Lagipula membiarkanmu bekerja sendiri, itu tidak masuk di akalku. Lebih baik kamu me
Yoshiro menghela nafas sambil memandang ke arah pantai. Ia melepaskan segala penatnya setelah selama seminggu dirinya harus fokus pada ujian akhir sekolahnya. Dan kini ia sudah berhasil melewati itu semua. Hanya sisa pengambilan berkas nilai. Lalu acara kelulusan siswa.Pandangan Yoshiro teralihkan dari ombak pantai saat melihat sebuah mobil putih menuju ke arahnya dan berhenti tepat di hadapan mobilnya. Pemilik mobil itu keluar. Kening Yoshiro mengkerut. Ia mengenal siapa perempuan itu. Yang menjadi pertanyaannya sekarang adalah kenapa perempuan itu ada di sini? Bukankah seharusnya perempuan itu berada di kantor untuk menyelesaikan tugasnya?Ivona Olivia. Pemimpin Keluarga Olivia yang sebentar lagi akan berpindah ke Jepang untuk membangun beberapa perusahaan baru bersama Yoshiro."Apakah ada masalah?" tanya Yoshiro menghadap Ivona."Tidak ada. Aku sempat melacak mobilmu dan melihatnya menuju ke arah pantai. Aku berpikir bahwa kamu sedang bersama seseorang di sini. Jadi aku ke mari,"
Yoshiro terkejut saat Ivona datang ke kantornya dan masuk ke dalam ruang kerjanya. Perempuan itu masih menggunakan setelan jas berwarna hitam. Menandakan bahwa perempuan itu langsung menemuinya setelah melakukan rapat penting di kantor utama. "Kenapa?" tanya Yoshiro bangkit dari kursi kerjanya."Tidak ada. Aku hanya ingin mengajakmu makan siang. Kita sudah lama tidak makan bersama bukan?" jawab Ivona menutup pintu."Bukankah akan menjadi masalah jika ada orang yang melihat kita bersama?""Kita makan di sini. Aku sudah memesan makanan. Dan akan diantar oleh Yuri.""Kenapa tidak makan nanti setelah pulang dari kantor saja?""Aku ingin makan sekarang. Kenapa? Apakah tidak boleh?""Boleh."Ivona duduk di sofa. Lalu Yoshiro pun duduk di samping Ivona. Ivona merangkul tangan Yoshiro. Dan menyandarkan kepalanya pada bahu Yoshiro."Aku belum membelikanmu hadiah ulang tahun. Kemarin pun tidak sempat merayakannya karena kamu pulang tengah malam," ujar Ivona."Tidak masalah. Kita sudah sama-sam
Yoshiro berjalan mengendap-endap saat memasuki kamar. Karena ia melihat ada tubuh Ivona terbaring di atas kasurnya. Ia tidak mengerti mengapa perempuan itu akhir-akhir ini lebih sering tidur di kamarnya. Namun itu jelas-jelas membuatnya tidak memiliki banyak ruang.Secara hati-hati, Yoshiro melepas jas dan sepatunya. Lalu duduk di kasur secara perlahan supaya tidak membuat kasur bergoyang. Namun tiba-tiba saja tubuh Ivona bangkit dan membuat Yoshiro terkejut."Kenapa kamu baru pulang?!" tanya Ivona dengan nada keras."Aku bertemu dengan teman lamaku. Bukankah aku sudah mengirim pesan tadi?" balas Yoshiro dengan nada lemah karena takut."Kamu hari ini ulang tahun! Kenapa kamu tidak bertemu dengan temanmu besok atau lusa saja?! Seharusnya kamu menghabiskan hari ini bersamaku!""Aku tidak pernah merayakan hari ulang tahunku. Aku pikir tidak ada perayaan spesial hari ini. Dan aku pikir kamu tidak tau. Jadi aku minum bersama temanku sepulang kerja.""Kamu minum?""Sedikit.""Berapa orang?"
Keenan mendatangi club malam yang selalu menjadi tempat berkumpulnya dengan anggota kelompok White Owl. Ia datang bukan untuk bertemu dengan client yang ingin menyewa jasa kelompoknya. Melainkan karena ia mendapatkan kabar bahwa ada seorang laki-laki mengamuk di bar dan menghantam seluruh orang termasuk seluruh anggota White Owl yang sedang asik berdansa di sana.Saat memasuki club, sama sekali tidak ada suara musik terdengar. Bahkan tidak ada suara-suara orang. Benar-benar senyap. Saat Keenan mulai masuk lebih dalam, Keenan bisa melihat ada banyak sekali orang terkapar di lantai dengan luka memar dan beberapa bagian wajah mengeluarkan darah. Di antara semua orang yang jatuh pingsan itu, ada seorang laki-laki menggunakan jas sedang duduk di kursi meja bar. Dengan gelas kecil dan sebotol minuman beralkohol."Apa kamu ke sini untuk membunuhku?" tanya Keenan pada laki-laki itu.Remaja itu memutar badannya. Dan saat itu Keenan bisa melihat jelas sosok laki-laki yang telah mengacaukan mar
Jika biasanya, Sheila akan membuat roti atau berbelanja kebutuhan sehari-hari setelah Serena berangkat sekolah, kali ini tidak. Itu harus ia tunda lebih dulu. Karena anak laki-lakinya datang ke apartemen tanpa memberikan kabar lebih dulu.Yoshiro dan Sheila duduk di meja makan. Dengan segelas teh hangat dan cemilan ringan yang Sheila ambil dari rak dapur."Apa kamu tidak sekolah? Bukankah sebentar lagi ujian akhir?" tanya Sheila khawatir."Jam sekolahku lebih lambat dari Serena. Aku masuk sekolah lebih siang," balas Yoshiro.Sheila mengangguk. Anak laki-lakinya itu datang menggunakan seragam almamater sekolah dan tas sekolah. Menandakan bahwa memang sejak awal, Yoshiro sudah memiliki niatan untuk pergi ke sekolah."Tentang Ibu yang ingin bekerja di perusahaan Keluarga Olivia. Apa Ibu yakin dengan itu?" tanya Yoshiro memegang gelasnya dengan kedua tangan."Ibu rasa itu tidak ada salahnya. Bekerja membantu Ivona yang selama ini sudah membantu kita. Dan terlebih lagi, terkadang Ibu berpi
Yoshiro masuk ke dalam kamarnya membawa sebuah goodie bag berwarna cokelat. Ia terkejut saat melihat Ivona sudah berdiri di depan meja kerjanya dengan kondisi laptopnya menyela. Namun keterjutan itu menghilang beberapa detik setelah itu.Yoshiro masuk ke dalam kamar. Menutupi pintu kamar. Dan menaruh goodie bagnya ke atas meja kerjanya."Kamu pergi ke mall?" tanya Ivona mematikan layar laptop Yoshiro."Benar. Aku pergi ke mall saat jam istirahat," jawab Yoshiro melepaskan jasnya menyisakan kemeja putihnya saja."Apa yang kamu lakukan di sana?""Aku membeli tas, sepatu, dan buku untuk ibuku. Lalu aku juga sempat menonton film sebentar. Kenapa tiba-tiba saja kamu berbicara dengan nada lembut seperti sekarang?""Tidak ada."Ivona duduk di sisi tepi kasur. Mengamati Yoshiro yang sedang melepas sepatu dan kaos kakinya. Yoshiro bukanlah seorang pembohong. Ivona yakin sekali dengan itu. Namun entah mengapa, saat ini Yoshiro menutupinya. Seorang perempuan yang ada di sisinya di foto."Baumu s
Yuri menaruh kopi kaleng di atas meja kerja Ivona. Perempuan itu melewatkan jam makan siang dengan alasan karena sudah makan makanan yang dimasak oleh Yoshiro tadi pagi. Yuri tidak tau apakah itu hal yang baik atau buruk. Namun yang jelas, semua kebiasaan Ivona sudah mulai berubah semenjak Yoshiro berada di sisinya. Ivona yang selalu tidak memiliki kesempatan untuk makan pagi, kini selalu bangun lebih pagi lalu makan di rumah dan berangkat ke kantor dalam posisi kenyang."Bagaimana ibu Yoshiro? Saya akan kesusahan jika harus mengurus seluruh perusahaan yang ada di negeri ini seorang diri," tanya Yuri."Aku belum membicarakannya. Namun aku rasa, masih ada kesempatan untuk membujuknya. Dia bukan orang yang keras kepala," balas Ivona mengambil kopi kaleng."Sebenarnya beberapa hari lalu, Serena mendatangi Yoshiro dan meminta untuk bekerja paruh waktu di salah satu anak perusahaan milikku," lanjut Ivona."Lalu dia menerimanya?" tanya Yuri dengan cemas."Tidak. Dia menolaknya," jawab Ivon