Keenan berada di sekolah yang sudah lama sekali tidak kosong. Di tempat itulah ia melatih Yoshiro. Ia dibantu oleh anak buahnya untuk membuat fisik Yoshiro lebih kuat lagi.
Target dari latihan ini hanya satu. Yaitu memaksimalkan segala kemampuan yang telah berhasil ditiru oleh Yoshiro.Keenan melirik ke arah samping saat melihat Yoshiro berjalan keluar dari area sekolah. Matahari sudah mulai terbenam. Menandakan bahwa jam latihan mereka sudah selesai. Dan mereka harus melanjutkan tugas mereka masing-masing. Keenan dengan urusan kelompok mafianya. Dan Yoshiro dengan latihannya bersama Yuri."Aku berpikir anak manja sepertimu akan berhenti setelah sehari latihan," ujar Keenan membuka bungkus rokoknya."Aku ingin melakukan itu. Tapi sepertinya aku sudah mulai terbiasa. Jadi, ya, aku tidak memiliki alasan lagi untuk berhenti," balas Yoshiro.Pada hari pertama, Yoshiro harus menahan seribu pukulan tanpa boleh jatuh sekalipun. Dengan tujuan untIvona membuka matanya. Pandangan pertamanya tertuju pada wajah seorang laki-laki yang nampak masih tertidur pulas. Ivona diam di posisinya memperhatikan kondisi yang ada. Ia tertidur di kamar Yoshiro setelah makan malam dengan Sheila. Kondisi pakaiannya masih sama. Menandakan bahwa tidak ada yang terjadi semalam, walau sekarang posisinya ia menggunakan tangan kiri Yoshiro sebagai bantal kepala. Lalu tubuhnya dan tubuh Yoshiro sangat dekat. Ia sudah berkali-kali menghabiskan malam panas dengan Yoshiro. Mereka selalu melakukannya saat memiliki kesempatan. Hanya saja mereka tidak pernah benar-benar tidur bersama. Setelah selesai, Ivona akan kembali ke rumahnya dan Yoshiro akan melanjutkan kehidupannya seperti biasa. Ini adalah pertama kalinya mereka tidur bersama. Mereka terlihat seperti sepasang suami istri. Mata Yoshiro mulai terbuka saat merasakan keram pada tangannya. Yoshiro sedikit terkejut saat melihat Ivona yang me
Untuk yang kesekian kalinya Ivona dan Sheila berdua di apartemen. Yoshiro belum pulang karena memang ada tugas tambahan yang diberikan oleh Ivona.Ivona sendiri sejak awal kedatangannya memang berencana untuk makan malam saja. Bukan untuk menghabiskan malam bersama Yoshiro. Ivona tidak pernah bosan dengan segala hidangan sarapan ataupun makan malam yang dimasak oleh Sheila. Perempuan tua itu benar-benar hebat sekali memasak."Aku sudah penasaran dari lama. Apakah memang sejak kecil kulitmu seputih itu?" tanya Sheila memperhatikan lengan Ivona."Ah, ini. Sejak lahir aku memang putih. Lalu aku juga sering melakukan perawatan setiap minggunya. Aku rasa itu yang membuatku terlihat lebih putih," balas Ivona sedikit memutar lengannya."Terlihat berbeda. Aku juga putih. Tapi kulitmu terlihat lebih terang."Posisi duduk Sheila dan Ivona di meja makan bersebelahan. Sehingga Sheila bisa mendekatkan tangannya ke tangan Ivona dan membanding
Yuri mengamati Ivona yang nampak sedang muram semenjak datang ke kantor. Sepengetahuannya, Ivona berada di apartemen Yoshiro tadi malam untuk makan malam. Membuatnya curiga bahwa suasana hati yang buruk itu diakibatkan karena Yoshiro.Ini benar-benar bencana bagi Yuri jika tidak cepat diselesaikan. Karena jika suasana hati Ivona tak kunjung membaik, maka semua tugas Ivona akan diserahkan semua pada Yuri. Membuat Yuri akan harus lembur sampai tengah malam dan tak bisa beristirahat dengan tenang."Apakah terjadi sesuatu di apartemen Yoshiro?" tanya Yuri memberanikan diri untuk bertanya.Ivona diam sejenak. Melirik ke arah Yuri yang memang sedari awal berdiri di sisi kanannya."Apakah kamu ingin mendengarkannya?" tanya Ivona sedikit ragu.Yuri memutar bola malas. Mengetahui keraguan Ivona, membuat Yuri mengerti bahwa permasalahannya bukanlah masalah perdebatan karena perbedaan pendapat. Melainkan karena aktivitas malam yang dilakukan oleh Iv
"Hoosh...."Yoshiro mencoba mengatur nafasnya yang sudah memburu hebat akibat pertarungan sengitnya melawan sekelompok geng motor yang menjadi targetnya kali ini. Ya, Yoshiro memang merencanakan untuk mengalahkan mereka dan mengambil barang berharga yang dimiliki oleh anggota geng motor itu. Sayangnya, Yoshiro salah perhitungan.Meski sudah berhasil mengalahkan sepuluh orang itu, namun kini Yoshiro benar-benar kehabisan tenaga. Ditambah lagi dengan segala luka yang ada, membuat Yoshiro tidak bisa bergerak.Untung saja para musuhnya itu sudah terpakai di tanah dalam kondisi pingsan. "Kenapa kamu tidak membunuh mereka sekalian?" tanya seorang laki-laki asing dari arah belakang. "Siapa kamu?" tanya Yoshiro menatap ke arah laki-laki itu. "Komisaris polisi," balas laki-laki itu melemparkan kartu tanda anggota kepolisiannya ke hadapan Yoshiro. Honpil Mith. Laki-laki dengan pangkat perwira itu cukup direpotkan dengan ulah Yoshiro yang selalu saja menyerang secara membabi buta seg
Kini, Yoshiro berdiri diam di samping ranjang rumah sakit. Menatap ke arah wajah ibunya yang sedang tertidur pulas dengan bagian tangan terpasang infus. Wajah keriput, tubuh yang kurus kering, dan rambut yang sudah penuh dengan uban. Benar-benar tidak enak untuk dipandang. Setiap Yoshiro menatap wajah Sheila, Yoshiro merasa bahwa ia harus pergi. Menuju ke tempat di mana ia bisa menghasilkan banyak uang dan membayar segala pengobatan ibunya. "Apa kamu tidak berangkat ke sekolah lagi? Bukankah saat ini seharusnya kamu berada di sekolah?" tanya Sheila membuka mata dan menatap Yoshiro. "Aku ke sekolah. Hanya saja pulang lebih awal. Guru mengatakan bahwa mereka akan rapat dan para murid bisa pulang lebih dulu," bohong Yoshiro. "Jangan seperti itu. Sekolah itu penting. Ibu tidak masalah jika harus berada di rumah sakit sendiri. Masa depanmu lebih penting. Ibu tidak mau anak Ibu dikeluarkan dari sekolah hanya karena sering tidak masuk kelas." "Aku tidak berbohong." "Lucu sekali. Ibu s
Di sisi lain, Honpil berada di ruangannya sembari menatap segala berkas kasus yang terjadi pada beberapa hari minggu belakangan ini. Kasus pencopetan, kasus penyerangan, dan kasus penganiayaan. Dari hampir seluruh kasus itu Honpil bisa menebak siapa dalangnya. Namun Honpil tidak bisa melakukan apa pun sekarang. Melainkan menghapus berkas kasus-kasus itu dan bersikap tidak pernah menerima laporan itu sebelumnya. "Apakah kamu sedang sibuk?" tanya seorang laki-laki berjalan masuk ke ruangan Honpil membawa dua kopi kaleng. "Bagaimana kelihatannya?" tanya Honpil menatap malas laki-laki itu. Kazue Vorc. Seorang inspektur polisi. Sekaligus sahabat dekat Honpil. Mereka sering kali terlibat karena harus memecahkan kasus yang sama. Dan dari situlah mereka semakin dekat sampai sekarang. "Bagaimana dengan kaki anakmu?" tanya Kazue menyerahkan satu kaleng kopi panas pada Honpil. "Sudah mulai membaik. Hanya saja dia harus menggunakan kursi roda saat berada di sekolah," balas Kazue membuka tu
Tanpa mengetahui hal yang direncanakan sang ayah, Serena menggerakkan kursi rodanya seorang diri menuju ke arah kantin. Tidak ada yang menemaninya. Ia memang sudah terbiasa sendiri. Semenjak ia menggunakan kursi roda. Pergerakan Serena terhenti saat sudah berada di kantin. Serena tidak bisa bergerak ke arah tempat pengambilan makanan. Bukan karena kursi rodanya rusak. Melainkan karena ada beberapa orang yang berhenti di depannya dan menghalangi jalannya. Seorang perempuan dengan rambut pirang. Terlihat sepertinya berandalan. Mingzu. Seorang anak dari salah satu penjabat di pemerintahan. Dengan teman-teman menghalangi jalan Serena. "Ada apa?" tanya Serena dengan tatapan kosong. "Pergilah. Di sini bukanlah tempat untuk orang cacat sepertimu. Sekolah ini kehilangan wibawanya saat ada orang tanpa kaki sepertimu," jawab Mingzu dengan keras sehingga menjadi pusat perhatian. Serena melirik ke sudut kantin. Di sana ada Brian Mcknight. Mantan pacar Serena. Sekaligus orang yang paling dita
Serena menatap bunga-bunga yang tumbuh di taman sekolahnya. Menghela nafas sejenak. Lalu memilih untuk menatap ke arah seorang laki-laki yang sedang duduk di kursi taman.Serena tidak mengenal laki-laki itu. Laki-laki itulah yang tiba-tiba saja menariknya dari kantin ke taman sekolah. Serena ingin marah. Namun Serena sadar bahwa tanpa laki-laki itu, pasti kondisi badannya saat ini sudah kotor karena terkena tumpahan jus jambu."Mau?" tanya Yoshiro menyodorkan roti yang sudah ia gigit sedikit."Aku tidak bisa memakan makanan sisa," balas Serena."Makanan sisa? Aku hanya mengingat sedikit di bagian ujungnya. Lagipula ini juga belum dibuang ke tempat sampah. Lalu kenapa kamu menyebutnya sebagai makanan sisa?""Karena sudah kamu gigit.""Aku tidak akan membagi apa pun lagi padamu setelah ini."Yoshiro mengingat rotinya dengan perasaan kesal. Menguyahnya tanpa kembali memandang ke arah Serena."Siapa yang menabrakmu?" tanya Yoshiro melirik ke arah kaki Serena."Entahlah. Tapi yang pasti,
Yuri mengamati Ivona yang nampak sedang muram semenjak datang ke kantor. Sepengetahuannya, Ivona berada di apartemen Yoshiro tadi malam untuk makan malam. Membuatnya curiga bahwa suasana hati yang buruk itu diakibatkan karena Yoshiro.Ini benar-benar bencana bagi Yuri jika tidak cepat diselesaikan. Karena jika suasana hati Ivona tak kunjung membaik, maka semua tugas Ivona akan diserahkan semua pada Yuri. Membuat Yuri akan harus lembur sampai tengah malam dan tak bisa beristirahat dengan tenang."Apakah terjadi sesuatu di apartemen Yoshiro?" tanya Yuri memberanikan diri untuk bertanya.Ivona diam sejenak. Melirik ke arah Yuri yang memang sedari awal berdiri di sisi kanannya."Apakah kamu ingin mendengarkannya?" tanya Ivona sedikit ragu.Yuri memutar bola malas. Mengetahui keraguan Ivona, membuat Yuri mengerti bahwa permasalahannya bukanlah masalah perdebatan karena perbedaan pendapat. Melainkan karena aktivitas malam yang dilakukan oleh Iv
Untuk yang kesekian kalinya Ivona dan Sheila berdua di apartemen. Yoshiro belum pulang karena memang ada tugas tambahan yang diberikan oleh Ivona.Ivona sendiri sejak awal kedatangannya memang berencana untuk makan malam saja. Bukan untuk menghabiskan malam bersama Yoshiro. Ivona tidak pernah bosan dengan segala hidangan sarapan ataupun makan malam yang dimasak oleh Sheila. Perempuan tua itu benar-benar hebat sekali memasak."Aku sudah penasaran dari lama. Apakah memang sejak kecil kulitmu seputih itu?" tanya Sheila memperhatikan lengan Ivona."Ah, ini. Sejak lahir aku memang putih. Lalu aku juga sering melakukan perawatan setiap minggunya. Aku rasa itu yang membuatku terlihat lebih putih," balas Ivona sedikit memutar lengannya."Terlihat berbeda. Aku juga putih. Tapi kulitmu terlihat lebih terang."Posisi duduk Sheila dan Ivona di meja makan bersebelahan. Sehingga Sheila bisa mendekatkan tangannya ke tangan Ivona dan membanding
Ivona membuka matanya. Pandangan pertamanya tertuju pada wajah seorang laki-laki yang nampak masih tertidur pulas. Ivona diam di posisinya memperhatikan kondisi yang ada. Ia tertidur di kamar Yoshiro setelah makan malam dengan Sheila. Kondisi pakaiannya masih sama. Menandakan bahwa tidak ada yang terjadi semalam, walau sekarang posisinya ia menggunakan tangan kiri Yoshiro sebagai bantal kepala. Lalu tubuhnya dan tubuh Yoshiro sangat dekat. Ia sudah berkali-kali menghabiskan malam panas dengan Yoshiro. Mereka selalu melakukannya saat memiliki kesempatan. Hanya saja mereka tidak pernah benar-benar tidur bersama. Setelah selesai, Ivona akan kembali ke rumahnya dan Yoshiro akan melanjutkan kehidupannya seperti biasa. Ini adalah pertama kalinya mereka tidur bersama. Mereka terlihat seperti sepasang suami istri. Mata Yoshiro mulai terbuka saat merasakan keram pada tangannya. Yoshiro sedikit terkejut saat melihat Ivona yang me
Keenan berada di sekolah yang sudah lama sekali tidak kosong. Di tempat itulah ia melatih Yoshiro. Ia dibantu oleh anak buahnya untuk membuat fisik Yoshiro lebih kuat lagi.Target dari latihan ini hanya satu. Yaitu memaksimalkan segala kemampuan yang telah berhasil ditiru oleh Yoshiro.Keenan melirik ke arah samping saat melihat Yoshiro berjalan keluar dari area sekolah. Matahari sudah mulai terbenam. Menandakan bahwa jam latihan mereka sudah selesai. Dan mereka harus melanjutkan tugas mereka masing-masing. Keenan dengan urusan kelompok mafianya. Dan Yoshiro dengan latihannya bersama Yuri."Aku berpikir anak manja sepertimu akan berhenti setelah sehari latihan," ujar Keenan membuka bungkus rokoknya."Aku ingin melakukan itu. Tapi sepertinya aku sudah mulai terbiasa. Jadi, ya, aku tidak memiliki alasan lagi untuk berhenti," balas Yoshiro.Pada hari pertama, Yoshiro harus menahan seribu pukulan tanpa boleh jatuh sekalipun. Dengan tujuan unt
Serena menatap sejenak kotak es krim kecil yang disodorkan oleh Yoshiro. Ia sudah lelah memberitahu laki-laki itu. Bahwa ia tidak berani mengkonsumsi makanan ataupun minuman murahan. Karena bisa saja akan membuat perutnya sakit. Namun sepertinya Yoshiro juga tidak memiliki rasa lelah untuk menawarkan makanan dan minuman murahan pada Serena."Apa ini?" tanya Serena menyandarkan punggungnya pada kursi roda."Anggap saja sebagai hadiah. Karena kemarin kamu sudah berani berdiri dari kursi roda dan berjalan seperti biasanya. Ya, walau hari ini pakai kursi roda lagi," balas Yoshiro."Aku tidak suka es krim murahan. Bukankah aku sudah mengatakan itu sejak lama?""Ini enak. Coba dulu baru kamu membuangnya.""Bagaimana jika perutku sakit?""Aku akan menggendongmu sampai ke rumah sakit. Lariku lebih cepat dari rusa. Jadi jangan khawatir."Serena memutar bola mata malas. Menerima kotak kecil berisikan es krim itu menggunakan kedua
Yoshiro dan Yuri terkejut saat memasuki unit apartemen Yoshiro. Ada Ivona dan Sheila duduk di sofa ruang tamu. Saling tatap menatap terjadi di sana.Yuri kebingungan dengan kehadiran Ivona. Sedangkan Sheila kebingungan melihat anaknya datang membawa banyak sekali paper bag."Ah, Yuri. Sudah lama sekali tidak bertemu," ujar Sheila berdiri."Selamat malam. Maaf menganggu. Saya hanya ingin mengantarkannya," ujar Yuri menunjuk ke arah Yoshiro yang masih berdiri di sampingnya."Dari mana?" tanya Ivona menatap Yuri."Saya berpikir dia kekurangan jas dan sepatu formal. Jadi kami pergi ke mall untuk membeli kedua barang itu," balas Yuri."Apakah kamu ingin langsung pergi? Tetaplah di sini sementara waktu. Aku sudah memasak. Makan malam di sini saja bersama kami," ujar Sheila mencoba merayu Yuri."Ah, tidak perlu. Saya kebetulan sudah memesan makanan. Saya akan kembali ke apartemen saya dan makan di sana saja," tolak Yuri."Makan di sini saja. Temani aku," sahut Ivona membuat Yuri tidak bisa m
Sepulang dari latihan bersama Keenan, Yoshiro diminta untuk menemui Yuri di salah satu mall besar yang letaknya tidak terlalu jauh dari kantor pusat.Yoshiro dibawa oleh Yuri ke salah satu toko pakaian formal dari brand terkenal baik itu di dalam negeri ataupun di luar negeri.Yoshiro menatap ke arah salah satu setelan kemeja berwarna cream yang sudah diamati oleh Yuri sejak awal. Tidak lama ada salah satu pelayan menggunakan setelan jas blazer berwarna hitam dan sarung tangan berwarna hitam juga datang mendekat ke arah mereka."Selamat datang Tuan dan Nyonya. Saya Bona. Saya pelayan di sini. Apakah mungkin ada yang bisa saya bantu?" tanya Sang Pelayan menarik perhatian Yoshiro dan Yuri."Ini berapa harganya?" tanya Yuri menunjuk jas berwarna cream itu."Harganya tiga ratus dollar," jawab Bona.Yoshiro menatap Yuri dan setelan jas cream itu secara bergantian dengan pikiran kosong. Harga yang tidak masuk akal untuk sebuah jas. Bukan barang yang seharusnya dibeli untuk seorang anak rema
Yuri memutuskan untuk istirahat sejenak setelah mengajari Yoshiro cara untuk merentas data milik orang lain. Yoshiro masih terbilang masih pemula dalam hal seperti itu. Tapi Yoshiro bisa mengingat semua hal yang diajarkan oleh Yuri dengan cepat. Membuat Yuri tidak harus mengulangi apa yang sudah ia ajarkan untuk yang ketiga kalinya.Ditambah lagi kondisi mereka saat ini berada di kantor utama. Dan sudah tengah malam. Upah lembur adalah alasan mengapa Yuri tetap menjalankan tugas mendadak itu.Yuri duduk di meja depan Yoshiro. Yang juga memiliki komputer. Menikmati sebuah kopi hangat yang sudah ia pesan sebelumnya. Sembari menunggu jam istirahat mereka selesai."Apakah kamu sudah mulai latihan dengan Keenan?" tanya Yuri menyalakan komputer yang ada di hadapannya."Sudah. Dia benar-benar tidak memiliki kasihan saat melatih seseorang," keluh Yoshiro terhadap pola latihan Keenan."Dilihat dari mana pun juga dia bukan orang baik. Apa yang kamu harapkan dari orang sepertinya?""Benarkah? Me
Yoshiro bersantai di dalam bathtub yang berisikan dengan air hangat. Menatap ke arah televisi berukuran 43 inci yang terpasang di dinding. Menyimak berita siaran ulang tentang Ivona yang mengadakan konferensi pers terkait pemecatan Nova Wesl. Yoshiro belum bertemu dengan Ivona sehingga Yoshiro belum tau alasan pasti mengapa perempuan itu mengambil tindakan itu. Yoshiro menatap ke arah pintu masuk yang jaraknya cukup jauh dari bathtub saat mendengar suara gagang pintu. Dan secara kebetulan perempuan yang muncul di siaran ulang, kini muncul di hadapannya. Mengunci pintu kamar mandi dari dalam. Melepaskan sepatu hak tinggi dan segala pakaian kerjanya. "Di mana ibumu?" tanya Ivona menyalakan shower dan membasahi seluruh tubuhnya. "Saya tidak tau. Tapi kemungkinan ibu saya sedang keluar untuk membeli bahan makanan makan malam," jawab Yoshiro menyalakan suara televisi sekeras mungkin supaya suara mereka tidak keluar dari luar. "A