Ivona melirik ke arah laki-laki yang berdiri di sisi kanannya. Yoshiro berada di kantornya. Menggantikan posisi Yuri yang sedang fokus menjalankan tugas untuk memberatkan hukuman yang akan diberikan oleh hakim mahkamah pada Tae Rim. Ivona memang tidak melihat secara langsung wajah Yoshiro. Namun ia menyadari bahwa beberapa kali Yoshiro memandang ke arah dinding kaca. Menandakan bahwa Yoshiro tidak nyaman berada di sana dan ingin cepat-cepat keluar.Tugas Yoshiro hari ini tidak berat. Hanya berada di sisi Ivona. Dan hanya bergerak jika Ivona meminta bantuan. Selebihnya ia hanya perlu berdiri di sisi Ivona."Bagaimana tanggapanmu dengan Aewon?" tanya Ivona memecah keheningan yang ada di ruangan itu. Yoshiro diam sejenak. Nama yang terasa tidak asing. Sampai di titik di mana Yoshiro mengingat kejadian di mana ia menyerang seorang laki-laki menggunakan jas dan membawa payung saat sedang menunggu lift sekolah."Ah, dia. Saya pernah bertemu dan beradu pukul dengannya sekali," ujar Yoshiro
Yoshiro kembali mengatur nafasnya. Benar-benar pertarungan yang sengit. Yoshiro harus melawan para mafia untuk bisa mengincar kepala pemilik club malam tempat beradanya sekarang.Benar kata Ivona, tugas kali ini lebih berat dari tugas sebelumnya. Karena tugas kali ini, tidak bisa ditentukan seberapa kuat dan berapa jumlah musuh.Yoshiro berdiri tegak dengan keadaan masih menggunakan jubah dan topeng saat mendengar ada suara langkah kaki dari arah pintu masuk. Dan, ya, tidak lama muncul seorang laki-laki. Menggunakan jas hitam. Dengan rokok dihampit di mulutnya. Tidak lupa dengan payung hitam yang selalu dibawa ke mana pun laki-laki itu berada.Aewon So."Sepertinya ada yang menarik di sini," ujar Aewon menatap ke segala tubuh mafia yang terkapar pingsan di segala penjuru ruangan club.Yoshiro tidak bisa langsung angkat bicara saat itu. Karena Yoshiro dan Aewon sudah pernah bertemu. Jika Yoshiro mengeluarkan suara, maka Aewon pasti menyadari indentitas aslinya."Untuk apa kamu ada di s
Yoshiro menghela nafas sebelum masuk ke ruang rawat inap milik ibunya. Setelah mengumpulkan banyak sekali keberanian, ia akhirnya membuka pintu ruangan dan masuk ke dalam sana.Tatapan pertamanya tentu saja tertuju pada Sheila. Yang sedang duduk sembari tersenyum menatap ke arah dirinya. "Bagaimana sekolahmu?" tanya Sheila."Tidak ada yang istimewa. Semua berjalan semestinya," balas Yoshiro menaruh sebungkus plastik di atas nakas."Apa itu?""Bubur, buah, dan air mineral.""Sepertinya kamu memiliki banyak uang akhir-akhir ini. Dari mana kamu mendapatkannya?""Aku bekerja paruh waktu. Sudah sepantasnya aku memiliki uang. Akan terasa aneh jika aku bekerja namun tidak memiliki uang."Sheila sudah mencurigai Yoshiro sejak lama. Tidak bisa dipungkiri bahwa biaya perawatannya sangatlah mahal. Apalagi Sheila sudah bertahan di rumah sakit itu sangat lama. Sehingga jika dihitung-hitung, uang yang harus dikeluarkan untuk membayar tagihan rumah sakit sangatlah banyak. Tidak mungkin seorang mur
Ivona berada di kantor. Namun tidak duduk di meja kerjanya. Ia duduk di sofa yang ada di ruang kerjanya. Sedangkan Yoshiro berdiri di sisi pintu. Untuk memastikan tidak ada seorang pun bisa masuk."Kenapa baru saja datang? Kamu telat tiga puluh menit. Yuri pasti akan memarahimu setelah ini. Gara-gara kamu, dia harus mengulur waktu untuk bertemu client yang sangat penting," balas Ivona menatap ke arah Yoshiro."Maaf. Hujan sangat deras. Saya hanya memiliki sepeda kayuh. Hembusan angin yang sangat kuat beberapa kali memaksa saya untuk mendorong sepeda saya. Itu yang membuat saya telat," jelas Yoshiro."Kalau begitu, kenapa bajumu tidak basah? Bukankah kamu naik sepeda ke sini?""Saya selalu menyimpan plastik berisikan pakaian ganti di tas sekolah saya. Saya memasukkan tas saya ke dalam plastik sehingga tas dan pakaian yang saya kenakan sekarang tidak basah. Saya tadi sempat ke kamar mandi perusahaan untuk berganti dan mengeringkan tubuh.""
Yoshiro terkejut saat tiba-tiba saja ada yang menyodorkan sebuah kopi kaleng di dekat wajahnya. Saat ia melihat siapakah orang yang memberikan itu, ia lebih terkejut.Brain. Ia kebingungan, untuk apa laki-laki itu menemuinya di jam pulang sekolah seperti sekarang. Seharusnya laki-laki itu sudah pulang seperti murid lainnya."Terima kasih," ujar Yoshiro mengambil kopi kaleng itu."Aku lihat Serena sudah pulang daritadi, kenapa kamu tidak pulang juga?" tanya Brain berdiri di samping Yoshiro."Apakah kamu buta? Lihatlah hujan deras. Aku tidak mungkin pulang dalam kondisi seperti ini?""Kenapa? Apakah mobilmu mengalami kerusakan di parkiran?""Apa ini? Kamu sedang mencoba menghinaku atau bagaimana? Aku datang ke sekolah pakai sepeda kayuh. Jika aku memiliki mobil aku pasti sudah pulang dari tadi. Tidak perlu repot-repot menunggu hujan reda."Brain menatap ke arah Yoshiro sebentar. Dan ia baru mengingat bahwa Yoshiro adalah m
"Hoosh...."Yoshiro mencoba mengatur nafasnya yang sudah memburu hebat akibat pertarungan sengitnya melawan sekelompok geng motor yang menjadi targetnya kali ini. Ya, Yoshiro memang merencanakan untuk mengalahkan mereka dan mengambil barang berharga yang dimiliki oleh anggota geng motor itu. Sayangnya, Yoshiro salah perhitungan.Meski sudah berhasil mengalahkan sepuluh orang itu, namun kini Yoshiro benar-benar kehabisan tenaga. Ditambah lagi dengan segala luka yang ada, membuat Yoshiro tidak bisa bergerak.Untung saja para musuhnya itu sudah terpakai di tanah dalam kondisi pingsan. "Kenapa kamu tidak membunuh mereka sekalian?" tanya seorang laki-laki asing dari arah belakang. "Siapa kamu?" tanya Yoshiro menatap ke arah laki-laki itu. "Komisaris polisi," balas laki-laki itu melemparkan kartu tanda anggota kepolisiannya ke hadapan Yoshiro. Honpil Mith. Laki-laki dengan pangkat perwira itu cukup direpotkan dengan ulah Yoshiro yang selalu saja menyerang secara membabi buta seg
Kini, Yoshiro berdiri diam di samping ranjang rumah sakit. Menatap ke arah wajah ibunya yang sedang tertidur pulas dengan bagian tangan terpasang infus. Wajah keriput, tubuh yang kurus kering, dan rambut yang sudah penuh dengan uban. Benar-benar tidak enak untuk dipandang. Setiap Yoshiro menatap wajah Sheila, Yoshiro merasa bahwa ia harus pergi. Menuju ke tempat di mana ia bisa menghasilkan banyak uang dan membayar segala pengobatan ibunya. "Apa kamu tidak berangkat ke sekolah lagi? Bukankah saat ini seharusnya kamu berada di sekolah?" tanya Sheila membuka mata dan menatap Yoshiro. "Aku ke sekolah. Hanya saja pulang lebih awal. Guru mengatakan bahwa mereka akan rapat dan para murid bisa pulang lebih dulu," bohong Yoshiro. "Jangan seperti itu. Sekolah itu penting. Ibu tidak masalah jika harus berada di rumah sakit sendiri. Masa depanmu lebih penting. Ibu tidak mau anak Ibu dikeluarkan dari sekolah hanya karena sering tidak masuk kelas." "Aku tidak berbohong." "Lucu sekali. Ibu s
Di sisi lain, Honpil berada di ruangannya sembari menatap segala berkas kasus yang terjadi pada beberapa hari minggu belakangan ini. Kasus pencopetan, kasus penyerangan, dan kasus penganiayaan. Dari hampir seluruh kasus itu Honpil bisa menebak siapa dalangnya. Namun Honpil tidak bisa melakukan apa pun sekarang. Melainkan menghapus berkas kasus-kasus itu dan bersikap tidak pernah menerima laporan itu sebelumnya. "Apakah kamu sedang sibuk?" tanya seorang laki-laki berjalan masuk ke ruangan Honpil membawa dua kopi kaleng. "Bagaimana kelihatannya?" tanya Honpil menatap malas laki-laki itu. Kazue Vorc. Seorang inspektur polisi. Sekaligus sahabat dekat Honpil. Mereka sering kali terlibat karena harus memecahkan kasus yang sama. Dan dari situlah mereka semakin dekat sampai sekarang. "Bagaimana dengan kaki anakmu?" tanya Kazue menyerahkan satu kaleng kopi panas pada Honpil. "Sudah mulai membaik. Hanya saja dia harus menggunakan kursi roda saat berada di sekolah," balas Kazue membuka tu
Yoshiro terkejut saat tiba-tiba saja ada yang menyodorkan sebuah kopi kaleng di dekat wajahnya. Saat ia melihat siapakah orang yang memberikan itu, ia lebih terkejut.Brain. Ia kebingungan, untuk apa laki-laki itu menemuinya di jam pulang sekolah seperti sekarang. Seharusnya laki-laki itu sudah pulang seperti murid lainnya."Terima kasih," ujar Yoshiro mengambil kopi kaleng itu."Aku lihat Serena sudah pulang daritadi, kenapa kamu tidak pulang juga?" tanya Brain berdiri di samping Yoshiro."Apakah kamu buta? Lihatlah hujan deras. Aku tidak mungkin pulang dalam kondisi seperti ini?""Kenapa? Apakah mobilmu mengalami kerusakan di parkiran?""Apa ini? Kamu sedang mencoba menghinaku atau bagaimana? Aku datang ke sekolah pakai sepeda kayuh. Jika aku memiliki mobil aku pasti sudah pulang dari tadi. Tidak perlu repot-repot menunggu hujan reda."Brain menatap ke arah Yoshiro sebentar. Dan ia baru mengingat bahwa Yoshiro adalah m
Ivona berada di kantor. Namun tidak duduk di meja kerjanya. Ia duduk di sofa yang ada di ruang kerjanya. Sedangkan Yoshiro berdiri di sisi pintu. Untuk memastikan tidak ada seorang pun bisa masuk."Kenapa baru saja datang? Kamu telat tiga puluh menit. Yuri pasti akan memarahimu setelah ini. Gara-gara kamu, dia harus mengulur waktu untuk bertemu client yang sangat penting," balas Ivona menatap ke arah Yoshiro."Maaf. Hujan sangat deras. Saya hanya memiliki sepeda kayuh. Hembusan angin yang sangat kuat beberapa kali memaksa saya untuk mendorong sepeda saya. Itu yang membuat saya telat," jelas Yoshiro."Kalau begitu, kenapa bajumu tidak basah? Bukankah kamu naik sepeda ke sini?""Saya selalu menyimpan plastik berisikan pakaian ganti di tas sekolah saya. Saya memasukkan tas saya ke dalam plastik sehingga tas dan pakaian yang saya kenakan sekarang tidak basah. Saya tadi sempat ke kamar mandi perusahaan untuk berganti dan mengeringkan tubuh.""
Yoshiro menghela nafas sebelum masuk ke ruang rawat inap milik ibunya. Setelah mengumpulkan banyak sekali keberanian, ia akhirnya membuka pintu ruangan dan masuk ke dalam sana.Tatapan pertamanya tentu saja tertuju pada Sheila. Yang sedang duduk sembari tersenyum menatap ke arah dirinya. "Bagaimana sekolahmu?" tanya Sheila."Tidak ada yang istimewa. Semua berjalan semestinya," balas Yoshiro menaruh sebungkus plastik di atas nakas."Apa itu?""Bubur, buah, dan air mineral.""Sepertinya kamu memiliki banyak uang akhir-akhir ini. Dari mana kamu mendapatkannya?""Aku bekerja paruh waktu. Sudah sepantasnya aku memiliki uang. Akan terasa aneh jika aku bekerja namun tidak memiliki uang."Sheila sudah mencurigai Yoshiro sejak lama. Tidak bisa dipungkiri bahwa biaya perawatannya sangatlah mahal. Apalagi Sheila sudah bertahan di rumah sakit itu sangat lama. Sehingga jika dihitung-hitung, uang yang harus dikeluarkan untuk membayar tagihan rumah sakit sangatlah banyak. Tidak mungkin seorang mur
Yoshiro kembali mengatur nafasnya. Benar-benar pertarungan yang sengit. Yoshiro harus melawan para mafia untuk bisa mengincar kepala pemilik club malam tempat beradanya sekarang.Benar kata Ivona, tugas kali ini lebih berat dari tugas sebelumnya. Karena tugas kali ini, tidak bisa ditentukan seberapa kuat dan berapa jumlah musuh.Yoshiro berdiri tegak dengan keadaan masih menggunakan jubah dan topeng saat mendengar ada suara langkah kaki dari arah pintu masuk. Dan, ya, tidak lama muncul seorang laki-laki. Menggunakan jas hitam. Dengan rokok dihampit di mulutnya. Tidak lupa dengan payung hitam yang selalu dibawa ke mana pun laki-laki itu berada.Aewon So."Sepertinya ada yang menarik di sini," ujar Aewon menatap ke segala tubuh mafia yang terkapar pingsan di segala penjuru ruangan club.Yoshiro tidak bisa langsung angkat bicara saat itu. Karena Yoshiro dan Aewon sudah pernah bertemu. Jika Yoshiro mengeluarkan suara, maka Aewon pasti menyadari indentitas aslinya."Untuk apa kamu ada di s
Ivona melirik ke arah laki-laki yang berdiri di sisi kanannya. Yoshiro berada di kantornya. Menggantikan posisi Yuri yang sedang fokus menjalankan tugas untuk memberatkan hukuman yang akan diberikan oleh hakim mahkamah pada Tae Rim. Ivona memang tidak melihat secara langsung wajah Yoshiro. Namun ia menyadari bahwa beberapa kali Yoshiro memandang ke arah dinding kaca. Menandakan bahwa Yoshiro tidak nyaman berada di sana dan ingin cepat-cepat keluar.Tugas Yoshiro hari ini tidak berat. Hanya berada di sisi Ivona. Dan hanya bergerak jika Ivona meminta bantuan. Selebihnya ia hanya perlu berdiri di sisi Ivona."Bagaimana tanggapanmu dengan Aewon?" tanya Ivona memecah keheningan yang ada di ruangan itu. Yoshiro diam sejenak. Nama yang terasa tidak asing. Sampai di titik di mana Yoshiro mengingat kejadian di mana ia menyerang seorang laki-laki menggunakan jas dan membawa payung saat sedang menunggu lift sekolah."Ah, dia. Saya pernah bertemu dan beradu pukul dengannya sekali," ujar Yoshiro
Serena memandang secara saksama siaran berita yang muncul di ponsel miliknya. Kejadian kebakaran yang menewaskan total ada tujuh orang. Yang di mana empat dari tiga orang itu adalah keluarga Tae Rim. Sedangkan sisanya adalah penjaga atau pengawal.Sedangkan Tae Rim sendiri ditemukan dalam kondisi penuh luka di jalan penyeberangan orang dengan kondisi tanpa busana. Tae Rim yang sedari awal menjadi buronan pun langsung diamankan oleh pihak kepolisian. Serta keluarganya yang menjadi korban dari kebakaran itu pun sedang dikuburkan oleh kerabat terdekat dari Tae Rim.Serena menatap ke seorang laki-laki membungkuk di sampingnya. Juga menatap dan memperhatikan berita yang sedang ia lihat."Di mana kamu kemarin malam?" tanya Serena mencurigai laki-laki itu."Kenapa aku harus memberitahumu? Bukankah katamu pekerjaanku hanya sampai pulang sekolah? Bukankah itu artinya aku bebas melakukan apa pun setelah pulang sekolah dan tidak harus melaporkannya padamu?" tanya Yoshiro masih dalam keadaan mem
Yuri mengetik keyboard dengan cepat. Memindahkan data-data penting dari komputer yang ada di dalam kediaman Tae Rim ke dalam flashdisk miliknya.Yuri tidak menyangka akan secepat ini Yoshiro akan berhasil menyingkirkan semua penjaga yang ada di dalam rumah Tae Rim. Ia baru saja ingin menjauhkan mobilnya dari rumah target ke arah minimarket untuk mencari makanan dan minuman, namun tidak lama setelah ia menyalakan mobilnya, ia mendapatkan panggilan masuk dari Yoshiro menandakan bahwa keadaan rumah sudah bersih. Penjaga sudah dihabiskan. Dan Tae Rim berserta keluarganya sudah disekap."Bagaimana dengan ini?" tanya Yoshiro mengumpulkan seluruh ponsel milik keluarga Tae Rim ke dalam satu kantong plastik bening."Simpan saja. Kita butuh data yang ada di dalam sana untuk mencari lebih banyak bukti tentang kejahatan mereka," balas Yuri masih fokus pada layar komputer di depannya."Rekaman CCTV bagaimana?" "Sudah kuhapus seluruh rekaman yang ada. Dari hari ini sampai minggu lalu. Aku juga sud
Yoshiro pergi ke sebuah rumah besar yang letaknya jauh dari pusat kota. Benar apa yang dituliskan pada kertas informasi yang diberikan. Rumah itu dijaga sangat ketat. Memberikan isyarat bahwa orang yang ia cari memang sedang berada di sekitar itu. Ia masih berada di dalam mobil. Tentu saja bukan mobilnya. Bukan ia juga yang mengendarai mobil itu. Melainkan Yuri. Asisten kepercayaan Ivona. Yuri ada karena Yoshiro tidak pandai dalam hal mencuri data. Maka dari itu, Ivona mengirim Yuri supaya bisa menyadap dan mengambil seluruh data yang berkaitan dengan kasus Tae Rim. "Kita tidak bisa membuang banyak waktu di sini. Aku akan menunggumu sampai kamu selesai di dalam. Setelah itu baru aku yang menjalankan tugasku," ujar Yuri. "Atau memang kamu ingin menyerah dan meminta bantuan ku untuk menyelesaikan itu semua?" tanya Yuri melirik ke arah Yoshiro. "Aku ingin seperti itu. Tapi, ya, meminta bantuan pada seorang wanita, itu akan merusak harga diriku. Jadi, aku akan menghadapinya sendi
Brain terkejut tidak lama setelah salah satu pelayannya membukakan pintu mobil untuknya. Ia sudah berada di sekolah sekarang. Biasanya pengawal yang bertugas mengawalnya adalah pengawal-pengawal tingkat dua.Namun kali ini tidak. Aewon berada di sampingnya saat Brain menginjakkan kakinya di parkiran sekolah.Berdiri di sana menggunakan jas hitam dan payung hitam yang diarahkan untuk menutupi bagian kepala Brain dari sinar matahari pagi."Apakah ada situasi darurat?" tanya Brain kebingungan dengan kehadiran Aewon."Tidak ada situasi darurat. Saya datang untuk memastikan keamanan Anda. Khusus untuk hari ini, saya yang akan mengawal Anda. Setelah hari ini, pengawal lain yang akan berada di sisi Anda," jelas Aewon.Itu bukanlah hal yang wajar. Aewon adalah pemimpin kelompok pengawal Keluarga Mcknight. Aewon tidak seharusnya berada di sisi Brian selama memang tidak ada kondisi berbahaya yang mengancam nyawa Brian.Brain mencoba untuk tidak terlalu memikirkan itu. Ia berjalan masuk ke gedun