Bab 52) Mimpi Menjadi KenyataanAthar tak menjawab. Dia melenggang masuk, melemparkan tas kerjanya ke pembaringan, kemudian menyandarkan tubuhnya ke kepala ranjang. Aira lah yang berinisiatif melepas sepatu lelaki itu, kemudian kaos kakinya."Sayang," tegur Aira mengamati perubahan di wajah sang suami."Maaf, Sayang. Sepertinya aku kelelahan hari ini....""Istirahatlah sebentar. Aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi." Aira bergegas ke kamar mandi setelah sebelumnya mengambil handuk bersih dari dalam lemari pakaian.Sementara itu, Athar melepas jas dan dasi yang masih melekat di tubuhnya, kemudian melemparkannya ke sembarang arah. Lelaki itu memijat pelipisnya. Kepalanya benar-benar pening, entah kenapa. Untung saja dia kuat menyetir dari kantor sampai rumah, mengingat ia, Nicko dan Gita selalu pulang sendiri-sendiri. Apalagi Gita. Mana pernah gadis itu ikut semobil dengannya. Hubungan Athar dan Gita lebih dominan sebagai teman kerja ketimbang saudara sepupu.Merasa tak tahan de
Bab 53) Berkacalah Yang JelasKalina melenggang begitu saja masuk ke dalam ruangan kerja dengan senyum menyeringai penuh kemenangan. Kali ini misinya pasti akan berhasil.Map yang berada di dalam pelukan Aira itu menjadi pusat perhatiannya. Tidak sia-sia ia membuntuti Hendra yang memang pergi tanpa pamit dari rumah. Ternyata ini yang dia lakukan. Tega sekali Hendra bermain di belakangnya. Kini sudah terbukti Hendra lebih menyayangi putri kandungnya sendiri ketimbang mereka, Kalina dan Kiara. Posisinya memang hanya sebagai ibu tiri dan saudara tiri, tapi bukan berarti mereka bisa diperlakukan semena-mena. Apalagi Kalina sudah punya rencana bagus, yaitu menjual 3 unit restoran Alia Resto and Cafe kepada Brian. Brian, seorang lelaki yang baru saja kembali dihubunginya setelah 15 tahun berlalu. Kalina tidak menyangka, ternyata lelaki itu semakin sukses. Brian Indrawan Sutejo, pemilik Agung Mulia Resto Group yang sangat terkenal itu."Apakah kedatanganku mengejutkan kalian?" Seringainya ta
Bab 54) Lelucon Macam Apa Ini?Hendra mendengus, lantas mendorong kasar tubuh Kalina, membawanya keluar dari ruang kerjanya, kemudian mengunci ruangan itu."Ini bukan soal dengan siapa Aira menikah, tapi soal amanat mendiang ibunya. kamu tahu, dulu aku bukanlah siapa-siapa. Semua harta yang aku miliki berasal dari ibunya Aira dan sekarang putrinya lah yang harus menjadi pewaris semua ini. Sudah berkali-kali aku menjelaskan ini kepadamu, bukan? Aku rasa aku sudah berlaku adil kepadamu dan Kiara," ujar Hendra sembari terus melangkah hingga akhirnya dia keluar dari bangunan restoran itu."Tapi aku sudah berjanji kepada Brian...."Hendra menatap dingin wanita yang sudah membersamainya selama lebih 15 tahun itu. "Itu urusanmu, bukan urusanku. Kamu tinggal cancel saja. Apa susahnya?!""Kamu pikir akan semudah itu?!" Kalina yang belum menyerah terus mengiringi Hendra meskipun lelaki itu kini sudah berada di samping mobilnya."Ya, tentu saja akan sangat mudah. Kamu yang membuat janji. Kenapa
Bab 55) Kedatangan KeanoWanita itu mendesah, kemudian menggiring lelaki yang berprofesi sebagai pengacara itu ke atas ranjang. Dia mulai melakukan tugasnya, memberikan rangsangan-rangsangan untuk lelaki setengah baya itu. Adnan mengerang frustasi. Hal seperti ini yang tak pernah ia dapatkan dari wanita yang sudah menemani hidupnya selama 20 tahun terakhir. Dari dulu ia selalu menyukai permainan Kalina. Adnan adalah pelanggan yang cukup loyal. Hanya sayangnya, hubungan mereka terputus lantaran Karina memutuskan menikah dan tak mau lagi menjalani profesinya sebagai wanita pemuas birahi pria.Bagaikan mimpi saja. Hari ini ia bisa kembali menikmati tubuh seksi dan liang surga yang selalu ia rindukan. Walaupun Kalina sudah berusia 40 tahun lebih, tetapi wajah dan tubuhnya tidak terlalu banyak berubah, masih tetap cantik dan seksi. Demikian pula permainan ranjangnya, tetap saja sama seperti saat ia masih muda dulu.Keduanya kini bergulat di ranjang, tanpa sehelai benang pun. Peluh bercamp
Bab 56) Senjata BuleMeskipun merasa enggan, tetapi Keano tetap mengekor langkah sepasang suami istri itu. Dia tak punya pilihan, walaupun merasa seperti obat nyamuk yang harus menyaksikan kemesraan Athar dan Aira.Mungkin memang sudah waktunya ia merelakan, tapi rasanya sangat sulit untuk itu. Melihat interaksi keduanya yang jelas terlihat tulus, saling mencintai. Apalah dayanya yang hanya bisa mencintai dalam diam.Athar memberikan jas, dasi dan tas kerjanya kepada Aira yang segera membawanya masuk ke dalam, menapaki anak-anak tangga menuju lantai atas, setelah sebelumnya ia mampir di dapur meminta asisten rumah tangganya membuatkan minum untuk tamu dan suaminya.Athar merentangkan tangan, berusaha meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku."Bagaimana kabar Kakek sekarang, Keano? Aku dengar kamu sekarang sudah bisa menghandle Diamond Group." Athar menatap lelaki itu serius, berusaha mengalihkan pembicaraan, tak ingin perhatian Keano terus terfokus kepada istrinya."Kakek masih sama
Bab 57) Open BOGadis itu berdiri di depan pintu. Matanya nyalang menatap seisi kamar yang telah berubah total. Pandangannya yang langsung terpusat kepada ranjang yang terlihat berantakan. Kalina seketika berdiri sembari membekap mulutnya. Ups, ia lupa menyingkirkan sprei kotor lantaran terkena cairan putih itu ke keranjang cucian."Kiara....""Mama, kenapa berada di kamarku? Jelaskan, Ma." Kiara mendekat dan terbelalak saat memindai penampilan Kalina malam ini. Gaun tipis yang di kenakan oleh ibunya mengekspos seluruh tubuh ibunya tanpa kecuali."Buat apa Mama berpakaian seperti ini? Ini kamarku dan aku tahu Papa sedang tak ada di rumah," cetus gadis itu."Siapa bilang Mama berpakaian seperti ini untuk papamu yang pelit itu?" Kalina tertawa renyah. Dia langsung menarik sprei dan melemparkannya ke keranjang cucian.Setelah itu ia melangkah menuju lemari, mengambil sprei yang bersih, kemudian membentangkannya."Selesai!" racau Kalina mengacungkan jempol, tanpa merasa bersalah sama
Bab 58) Memilih Jalan Masing-masing"Goblok! Kenapa sampai kebobolan, hah?!" Kalina mengguncang tubuh Kiara tanpa belas kasihan. Alih-alih sedih dengan nasib yang menimpa putrinya, justru Kalina marah besar.Seandainya Kiara hamil anak Athar, tentu saja ia akan bersorak dan buru-buru menghubungi lelaki muda itu untuk meminta tanggung jawab. Namun pelakunya ini adalah Alvino, lelaki yang sangat ia ragukan kekayaannya."Kamu yakin hanya berhubungan dengan lelaki itu?" selidik Kalina."Yakin, Ma. Aku hanya berhubungan dengan Alvino," ujar Kiara seraya menunduk. "Sebenarnya aku sempat menggunakan pil, tetapi kebobolan."Tak mungkin dia bilang kepada ibunya jika sebenarnya Alvino lah yang membuang pil kontrasepsi miliknya yang ia sembunyikan di laci lemari kamar mandi. Seandainya tahu, ibunya pasti akan semakin marah."Gugurkan, Kiara! Anak itu nantinya hanya akan membuatmu susah," ultimatum Kalina. Dia tidak sudi memiliki cucu yang berasal dari benih seorang lelaki yang tidak jelas kemam
Bab 59) Kehamilan Membawa Berkah"Maaf, Pa. Aku ada perlu dengan Papa. Di mana posisi Papa sekarang?""Papa sedang berada di suatu tempat. Kamu tidak perlu tahu. Sekarang katakan saja apa keperluanmu, Kiara," pinta Hendra."Pa, aku dan Alvino ingin bertemu dengan Papa. Ada yang ingin kami bicarakan. Apakah Papa bersedia?""Jikalau itu penting, tentu Papa bersedia." Suara helaan nafas terdengar di seberang sana. "Kamu tidak sedang bikin ulah, kan, Kiara?""Tidak, Pa. Papa tenang saja. Papa hanya cukup datang ke tempat yang sudah kami tentukan."Hendra berdehem. "Baiklah kalau begitu."Bertepatan saat sambungan telepon terputus, taksi yang dipesan oleh Kiara datang. Ya, Kiara memang menggunakan taksi kembali, karena mobilnya sudah disita oleh Hendra. Dia pun tak mungkin menggunakan jasa sopir pribadi, karena baginya itu tidak praktis sama sekali. Dia butuh privasi dan tak ingin orang lain selalu tahu ke mana ia pergi.Sang driver membantu memasukkan kopernya ke bagasi. Kiara pun masuk k
Bab 132) Tak Ada Kesempurnaan Yang Sempurna"Sayang, sudahlah. Mama sudah bahagia di sana. Mama pasti melihat dari atas sana dan tersenyum pada cucunya. Jangan bersedih, Sayang." Athar mengusap-usaha pundak istrinya, kemudian mengajaknya berdiri.Tubuh Aira masih saja gemetar saat Athar membimbingnya menjauhi areal pemakaman. Mereka harus segera melanjutkan perjalanan menuju rumah Hendra. Perjalanan masih memakan waktu sekitar satu jam lagi. Aira kembali duduk di sisi Hendra yang tengah menyetir. Sementara Lina duduk di jok belakang sembari memangku Alia.Sepanjang perjalanan, pikiran Aira melayang tak karuan. Inilah yang membuat ia malas dan jarang mengunjungi makam itu. Bukan karena tak rindu. Setiap kali ia mengunjungi makam ibundanya, setiap kali juga luka itu kembali menganga. Luka masa kecilnya yang menyaksikan ibunya terbujur kaku dan dimasukkan ke liang lahat. Saat itu dia hanya seorang gadis kecil berumur 9 tahun yang tak mengerti kenapa ibunya tiba-tiba meninggal dunia, pad
Bab 131) Lambang Kerinduanku Kepada MamaBeberapa hari di rumah Albana serasa begitu lama bagi Aira. Meskipun Athar selalu meluangkan waktu untuk membersamainya di sela-sela aktivitas kerjanya yang padat, tetapi Aira benar-benar tak nyaman. Kalimat demi kalimat terus berkelanjutan keluar dari mulut Albana soal status Alia, putrinya. Wanita itu benar-benar kesal, karena yang ada di otak kakeknya hanya urusan warisan dan Diamond Group, seolah-olah tidak ada hal yang menjadi prioritas selain itu. Rasa-rasanya putrinya cuma dijadikan alat bagi sang kakek untuk mengekalkan kekuasaan pada kerajaan bisnisnya."Apakah dia menganggap kelahiran anakku hanya sebagai pengisi kursi pewaris Diamond Group kedepannya? Sebegitu murah harganya," gumam Aira dalam hati. Dia benar-benar tak habis pikir. Setelah mendiang ibu dan dirinya, kini giliran putrinya yang baru lahir itu yang di nobatkan Albana sebagai pewaris Diamond Group. Diam-diam ia mengepalkan tangan. Untuk hal yang satu ini, cara pandang A
Bab 130) Bukti Keajaiban Cinta[Ini ada hadiah kecil dari Kakek. Kenapa tidak memberi kabar, cucuku? Padahal bayi itu akan menjadi salah satu pewaris Diamond Group selanjutnya. Kamu masih marah dengan Kakek?!]Aira hanya tersenyum tipis, memandang baris demi baris kalimat yang ditulis oleh kakeknya. Pesan itu terasa menohok, tapi Aira memiliki pengendalian diri yang cukup kuat. Dia berusaha untuk tidak terpancing. Tanpa membalas pesan itu, Aira langsung menutup aplikasi pesan instan, kemudian beralih menuju aplikasi m-banking. Wanita muda itu ternganga saat melihat nominal yang dikirim oleh Albana. Tak main-main. Hadiah kecil yang disebut oleh kakeknya itu adalah dana sebesar satu miliar.Mungkin itu memang hadiah kecil, karena uang satu miliar bukan apa-apa bagi lelaki tua itu. Diamond Group memiliki cabang hingga ke pelosok negeri ini. Diamond Group bukan perusahaan perbankan biasa, tetapi perusahaan perbankan raksasa yang basisnya menyaingi perusahaan perbankan plat merah di negeri
Bab 129) Berdamai Dengan Takdir"Mom tahu apa yang kamu rasakan," ucap Rani dengan lembut. Berhubung Keano tidak kunjung memutar tubuhnya, akhirnya Rani lah yang berjalan memutar dan menghadap lelaki muda itu. Dia menatap Keano seolah ingin menembus di balik kelam hitam sorot mata putra angkatnya ini."Apa yang Mom ketahui tentang diriku?" tanya Keano lirih."Hati dan perasaanmu terhadap Aira."Keano seketika tersentak. "Apa yang Mom katakan? Jangan mengada-ada, Mom. Aira itu adikku dan kebetulan istri Athar, putra kandung Mom!""Tapi kamu mencintainya, bukan? Jujurlah pada Mommy....""Aku...." Suara Keano tertahan di tenggorokannya. Lidahnya terasa kelu untuk berucap.Namun wanita paruh baya itu begitu tenang. Dia malah menggenggam tangan Keano, seolah sedang mentransfer energi untuk menguatkan pemuda ini."Kamu tidak perlu sungkan sama Mommy. Mommy tak akan marah. Takdirlah yang mempertemukan kalian di saat kalian berdua sudah sama-sama dewasa. Tak apa, Nak. Hanya saja, satu hal itu
Bab 128) Kelahiran AliaAira memejamkan matanya sesaat. Dokter anestesi sudah memberikan suntik epidural beberapa saat yang lalu dan rasa nyeri perlahan mulai berkurang. Sekarang dia tinggal menunggu pembukaan lengkap, kemudian mengejan mengikuti instruksi dari dokter. Berhubung tidak ada masalah apapun dengan kandungannya, maka Aira memilih melahirkan secara normal dengan metode epidural.Namun meski sudah diberi suntikan penawar rasa sakit, tetap saja Aira merasa gugup dan takut. Wajar, karena adalah pengalaman pertamanya."Maaf, Sayang. Aku datang terlambat," sesal Athar. Dia mengusap keringat dingin yang membanjiri wajah Aira."Tak apa. Semuanya aman dan terkendali." Senyum Aira mengembang meski agak dipaksakan, sekedar menyamarkan rasa takut di hatinya. "Sebentar lagi kita akan bertemu dengannya. Dokter memperkirakan dia akan lahir beberapa jam lagi. Mana Mommy?""Sebentar lagi Mommy akan datang. Dia pasti akan sangat senang. Momen ini sudah lama dia tunggu." Lelaki itu membungku
Bab 127) ImpasWajah lelaki yang penuh keriput itu seketika berubah memerah. "Kamu pikir Kakek kurang kerjaan, sehingga mesti melakukan permainan anak kecil seperti itu?! Nggak level itu, Aira!""Meskipun aku baru mengenal Kakek, tapi bukan berarti aku tidak tahu bagaimana sifat Kakek. Aku memiliki sumber yang bisa dipercaya....""Kamu memata-matai kakekmu?" dengus Albana.Aira menggeleng. "Tidak," ralatnya."Terus.... Kenapa kamu menuduh Kakek ada bermain di balik semua yang sudah terjadi pada ibu tirimu yang brengsek itu? Masalah dia masuk rumah sakit jiwa, itu urusannya, bukan urusan Kakek. Mungkin itu karmanya karena sudah menyia-nyiakan anak tiri yang baik sepertimu," ujar Albana sinis."Stop, Kek. Berhenti bilang begitu.""Kalau bukan karma, apalagi namanya? Lagi pula kamu itu terlalu baik, Aira. Sudah tahu jika wanita itu pernah hampir saja membunuhmu, tapi kamu masih mau menolongnya!""Itu adalah masa lalu, Kek. Lagi pula, Papa sudah menceraikan Mama Kalina. Kurasa itu sudah i
Bab 126) Menemui AlbanaAira hanya mengangguk sekilas lalu tersenyum tipis kepada Bernard sembari terus melenggang masuk ke dalam. Seorang asisten rumah tangga menyambut dan mengantarkannya ke ruang pribadi sang kakek."Ada apa, Aira? Tumben datang kemari? Mana suamimu?" sapa Albana. Dia heran melihat kedatangan Aira yang tiba-tiba.Aira mendaratkan tubuhnya di kursi dekat pembaringan lelaki tua itu."Athar sedang ada kerjaan, Kek. Aku ke sini hanya ditemani mbak Nana, tapi mbak Nana aku suruh menunggu di mobil....""Kenapa kamu tidak ajak dia masuk, Aira?" sela lelaki tua itu."Ada yang ingin aku bicarakan dengan Kakek dan aku tidak mau Mbak Nana dengar," sahut Aira. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Saat ini mereka hanya berdua. Asisten rumah tangga dan perawat pribadi Albana sudah keluar dari ruangan ini.Albana berdeham. "Baiklah, terserah kamu saja. Apa yang ingin kamu bicarakan sama Kakek. Kelihatannya penting sekali....""Tentu saja, karena ini menyangkut kelangs
Bab 125) Menjenguk Kalina"Kita semua memiliki pengalaman yang buruk saat berhubungan dengan Mama Kalina. Itu memang kenyataan. Kamu, Aira, Athar dan juga aku. Jangan kamu pikir aku tidak sakit hati mendengar ocehan dan hinaan Mama Kalina selama ini, apalagi saat ia membanding-bandingkan aku dengan Athar. Tapi apapun itu, kita nggak boleh dendam sama orang tua....""Benar itu kata Alvino, Kiara," timpal Athar cepat. "Kalau menurutkan sakit hati, ingin rasanya aku membiarkan dia mati di jalanan. Bayangkan, Aira pernah masuk rumah sakit lantaran nyaris keracunan dan itu gara-gara ulahnya.""Aku...." Gadis itu tergagap "Aku tak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Melihat wajah Mama saja rasanya aku tak sudi," keluh Kiara."Jika urusan sakit hati, rasanya akulah yang paling sakit," ucap Aira yang mengambil alih bayi lelaki itu dari pangkuan Alvino. Wanita itu menimang keponakannya penuh kasih sayang. "Mama Kalina pernah berniat membunuhku dan Papa. Kamu masih ingat, kan, insiden di
Bab 124) Putus HubunganWanita itu masih setia mengaduk-aduk bak sampah, entah apa yang dicarinya. Penampilannya sungguh memprihatinkan. Dia mengenakan dress sebatas lutut, tapi kondisinya sudah sobek-sobek dan kotor. Rambutnya acak-acakan, kusut, seperti sudah lama tidak tersentuh sisir. Begitu Aira mendekat, ada bau menyengat yang tercium, membuat wanita itu spontan menutup hidungnya."Mama...!" Aira terpekik dengan mulut membentuk huruf O. Tangannya seketika terulur menarik lengan wanita itu, memaksanya untuk berdiri."Mama.... Kenapa di sini? Apa yang sudah terjadi? Mana Kiara??" Aira mundur selangkah manakala melihat sorot mata mengerikan dari Kalina. "Kamu siapa? Apakah kamu teman perempuan jalang itu, perempuan yang sudah merebut Harold dariku?!" Sepasang tangannya yang kotor malah mencengkeram bahu Aira. Mulutnya menyeringai."Harold?" Aira tergagap. Saking kebingungannya dia tidak sadar bahwa sepasang tangan kokoh itulah yang melepas cengkeraman tangan Kalina di bahunya.Nam