Bab 56) Senjata BuleMeskipun merasa enggan, tetapi Keano tetap mengekor langkah sepasang suami istri itu. Dia tak punya pilihan, walaupun merasa seperti obat nyamuk yang harus menyaksikan kemesraan Athar dan Aira.Mungkin memang sudah waktunya ia merelakan, tapi rasanya sangat sulit untuk itu. Melihat interaksi keduanya yang jelas terlihat tulus, saling mencintai. Apalah dayanya yang hanya bisa mencintai dalam diam.Athar memberikan jas, dasi dan tas kerjanya kepada Aira yang segera membawanya masuk ke dalam, menapaki anak-anak tangga menuju lantai atas, setelah sebelumnya ia mampir di dapur meminta asisten rumah tangganya membuatkan minum untuk tamu dan suaminya.Athar merentangkan tangan, berusaha meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku."Bagaimana kabar Kakek sekarang, Keano? Aku dengar kamu sekarang sudah bisa menghandle Diamond Group." Athar menatap lelaki itu serius, berusaha mengalihkan pembicaraan, tak ingin perhatian Keano terus terfokus kepada istrinya."Kakek masih sama
Bab 57) Open BOGadis itu berdiri di depan pintu. Matanya nyalang menatap seisi kamar yang telah berubah total. Pandangannya yang langsung terpusat kepada ranjang yang terlihat berantakan. Kalina seketika berdiri sembari membekap mulutnya. Ups, ia lupa menyingkirkan sprei kotor lantaran terkena cairan putih itu ke keranjang cucian."Kiara....""Mama, kenapa berada di kamarku? Jelaskan, Ma." Kiara mendekat dan terbelalak saat memindai penampilan Kalina malam ini. Gaun tipis yang di kenakan oleh ibunya mengekspos seluruh tubuh ibunya tanpa kecuali."Buat apa Mama berpakaian seperti ini? Ini kamarku dan aku tahu Papa sedang tak ada di rumah," cetus gadis itu."Siapa bilang Mama berpakaian seperti ini untuk papamu yang pelit itu?" Kalina tertawa renyah. Dia langsung menarik sprei dan melemparkannya ke keranjang cucian.Setelah itu ia melangkah menuju lemari, mengambil sprei yang bersih, kemudian membentangkannya."Selesai!" racau Kalina mengacungkan jempol, tanpa merasa bersalah sama
Bab 58) Memilih Jalan Masing-masing"Goblok! Kenapa sampai kebobolan, hah?!" Kalina mengguncang tubuh Kiara tanpa belas kasihan. Alih-alih sedih dengan nasib yang menimpa putrinya, justru Kalina marah besar.Seandainya Kiara hamil anak Athar, tentu saja ia akan bersorak dan buru-buru menghubungi lelaki muda itu untuk meminta tanggung jawab. Namun pelakunya ini adalah Alvino, lelaki yang sangat ia ragukan kekayaannya."Kamu yakin hanya berhubungan dengan lelaki itu?" selidik Kalina."Yakin, Ma. Aku hanya berhubungan dengan Alvino," ujar Kiara seraya menunduk. "Sebenarnya aku sempat menggunakan pil, tetapi kebobolan."Tak mungkin dia bilang kepada ibunya jika sebenarnya Alvino lah yang membuang pil kontrasepsi miliknya yang ia sembunyikan di laci lemari kamar mandi. Seandainya tahu, ibunya pasti akan semakin marah."Gugurkan, Kiara! Anak itu nantinya hanya akan membuatmu susah," ultimatum Kalina. Dia tidak sudi memiliki cucu yang berasal dari benih seorang lelaki yang tidak jelas kemam
Bab 59) Kehamilan Membawa Berkah"Maaf, Pa. Aku ada perlu dengan Papa. Di mana posisi Papa sekarang?""Papa sedang berada di suatu tempat. Kamu tidak perlu tahu. Sekarang katakan saja apa keperluanmu, Kiara," pinta Hendra."Pa, aku dan Alvino ingin bertemu dengan Papa. Ada yang ingin kami bicarakan. Apakah Papa bersedia?""Jikalau itu penting, tentu Papa bersedia." Suara helaan nafas terdengar di seberang sana. "Kamu tidak sedang bikin ulah, kan, Kiara?""Tidak, Pa. Papa tenang saja. Papa hanya cukup datang ke tempat yang sudah kami tentukan."Hendra berdehem. "Baiklah kalau begitu."Bertepatan saat sambungan telepon terputus, taksi yang dipesan oleh Kiara datang. Ya, Kiara memang menggunakan taksi kembali, karena mobilnya sudah disita oleh Hendra. Dia pun tak mungkin menggunakan jasa sopir pribadi, karena baginya itu tidak praktis sama sekali. Dia butuh privasi dan tak ingin orang lain selalu tahu ke mana ia pergi.Sang driver membantu memasukkan kopernya ke bagasi. Kiara pun masuk k
Bab 60) Penawaran Main BertigaBukannya terkejut dengan kedatangan Hendra, sepasang insan itu terus melanjutkan kegiatan panasnya tanpa peduli tengah ditonton oleh orang lain. Bermenit-menit waktu berlalu, hingga akhirnya Harold Wycliff memekik keras ketika ia rasakan sudah sampai di puncak. Lelaki blasteran Inggris-Indonesia berumur 35 tahunan itu memuntahkan lahar putih kental yang sangat banyak dari kejantanannya, membanjiri liang surga milik Kalina.Seraya menata nafasnya Harold mencabut senjatanya. Lelaki itu tersenyum puas melihat cairan yang menetes hingga merembes sampai ke sprei berwarna hijau muda yang menjadi alas pertarungan panas mereka.Harold melambaikan tangan kepada Hendra yang berdiri di depan pintu, tegak terpaku seperti patung."Hi Bro.... Tampaknya kamu datang terlalu cepat. Sorry, aku belum selesai," ujarnya sembari bangkit dan mendekati Hendra, tak perduli dengan kondisi tubuhnya yang masih telanjang dan batang kejantanannya yang masih berlumuran cairan putih."
Bab 61) Tuhan Itu Nggak TidurAira berlari-lari kecil menyusuri lorong rumah sakit, lalu berhenti di sebuah ruang VVIP. Wanita muda itu menyeruak masuk. Di dalam ruangan, seorang lelaki tengah tua terbaring dengan selang infus terhubung di tangannya. Matanya terpejam."Papa...!" serunya spontan."Jangan berisik. Papamu masih belum sadar." Aira menoleh. Tanpa sadar kakinya melangkah menghampiri Kalina. Sepasang alisnya mendadak terangkat, heran melihat penampilan Kalina yang menurutnya tak pantas untuk berada di ruangan rumah sakit. Bayangkan, wanita itu hanya mengenakan gaun tipis yang memperlihatkan jelas lekuk tubuhnya."Apa yang terjadi dengan Papa, Ma?" selidik Aira."Papamu tiba-tiba jatuh saat berada di kamar dan tak sadarkan diri sampai sekarang," jawab Kalina sekenanya. Tak mungkin juga ia menceritakan yang sesungguhnya terjadi, ketika barusan Hendra melihat pergumulan panasnya dengan Harold dan berujung dengan pertengkaran mereka.Tanpa curiga sedikitpun, Aira mengangguk me
Bab 62) Rencana Menceraikan Kalina"Papa tidak perlu khawatir. Nanti akan ada pengacara yang mengurus semuanya. Kita sudah mendapatkan bukti-bukti yang menyudutkan Mama Kalina. Tinggal eksekusi. Papa juga bisa ngobrol banyak dengan Mbak Nana soal proses perceraian, karena ia punya pengalaman soal perceraian," papar Aira."Nana? Siapa dia, Nak?" tanya Hendra."Sebenarnya dia asisten rumah tangga di rumah ini, tapi Mommy Rani mempercayainya menjadi asisten pribadiku. Kebetulan aku mulai mempersiapkan diri untuk masuk ke bangku perkuliahan....""Kamu akan kuliah?" Mata lelaki itu seketika berkabut. Perkataan Aira bak godam yang menghantam ulu hatinya. Gara-gara ia terlalu ingin memuaskan Kalina, sampai ia biarkan Aira tidak kuliah. Entah kenapa waktu itu ia sangat mudah terhasut oleh Kalina, padahal pendidikan itu penting untuk masa depan putrinya sendiri. Setumpuk penyesalan menggayuti benak Hendra sehingga tak terasa tetes-tetes bening itu kembali meluncur dari sudut matanya."Betul,
Bab 63) Bermain-main SebentarSetelah Hendra tak lagi di rumah ini, Kalina benar-benar merasa bebas. Ada untungnya juga lelaki itu sakit, sehingga Hendra lebih memilih tinggal bersama Aira. Masa bodoh dengan kondisi lelaki yang masih berstatus sebagai suaminya itu. Emangnya dia pikirin?!Sementara itu, Kiara dan Alvino sudah datang kepadanya untuk meminta restu atas pernikahan mereka. Dia pun masa bodoh. Mau Kiara menikah atau tidak, mau Kiara membesarkan anaknya seorang diri atau nanti menaruhnya di panti asuhan, itu juga bukan urusannya. Jika Kiara sudah tak mau lagi mendengar pendapatnya, otomatis dia akan mencoret anak itu dari daftar prioritasnya.Prioritasnya kini adalah para lelaki yang menjadi tambang emasnya. Harold, Kevin, Adnan dan masih ada beberapa lagi kliennya yang royal. Dia akan berusaha sedapat mungkin untuk memuaskan kebutuhan ranjang mereka dan tentu kebutuhan ranjangnya sendiri.Kalina kini lebih mengutamakan kesenangannya sendiri. Hidupnya lebih berwarna berkat p