Bab 11) Permintaan Mommy Rani Wanita cantik berumur setengah baya itu keluar dari mobil setelah sang sopir membukakan pintu untuknya. Rani melangkah tergesa menuju pelataran rumah sakit. Sembari terus melangkah, ia memainkan ponsel, mencoba menghubungi sang putra. Rani mendesah kesal. Sudah beberapa kali ia melakukan, tapi hasilnya nihil. Demikian juga saat ia mencoba menghubungi Nicko, asisten pribadi Athar. Akhirnya ia menghubungi Anggita, sekretaris Athar yang juga merupakan keponakannya. "Ya, Tante." Suara merdu Anggita terdengar. "Gita, kamu sedang bersama Athar?" Rani balik bertanya. "Kami sedang meeting, Tante. Ponsel Athar dan Nicko memang sengaja dimatikan," beritahu Anggita. "Baiklah. Tante titip pesan ya. Kamu bilang sama Athar, istrinya mengalami kecelakaan dan sedang berada di rumah sakit Citra Medika," ujar wanita itu. "Mbak Aira?!" Terdengar pekik tertahan Anggita. "Iya, siapa lagi? Ya, sudah, Gita. Tante tutup dulu ya." Rani langsung memutus panggilan, lalu mem
Bab 12) Kedatangan Hendra dan Kalina"Kamu tidak perlu merasa tidak enak dengan Athar. Anggap saja kamu mewakili Athar untuk mengurus istrinya," ujar Rani santai, tak peduli dengan kebingungan lelaki muda di hadapannya."Ya beda dong, Mom. Athar kan suaminya Aira," protes Keano.Ingin rasanya Rani tertawa sekeras-kerasnya. Mulutnya pun hampir saja keceplosan. Namun wanita itu tetap menahan diri."Mommy tidak menerima penolakan, Keano. Kamu sudah Mommy anggap seperti anak sendiri. Tak ada yang bisa Mommy percaya untuk merawat Aira selain kamu. Sedangkan Athar malah sibuk dengan pekerjaannya," keluh wanita itu.Rani menarik tangan lelaki itu, membawanya melangkah menuju sofa. Mereka duduk berdampingan. Rani mulai menceritakan apa yang terjadi dengan rencana pernikahan Athar dengan Kiara yang berakhir dengan menikahnya Athar dengan Aira."Jadi Aira itu pengantin pengganti?" Keano memijat kepalanya."Buat Mommy, tak ada istilah pengantin pengganti, yang ada Aira memang sudah di takdirkan m
Bab 13) Diusir Mantan Calon Mertua Setiap ada kesempatan, Athar selalu menyalip kendaraan lain, hingga membuat Kiara histeris. Belum pernah ia melihat Athar sekacau ini sepanjang mereka menjalin hubungan. Athar hanya tersenyum tipis menanggapi jeritan ketakutan Kiara. Saat ini yang dipikirkannya hanyalah bagaimana caranya ia bisa segera sampai di rumah sakit. Dia tidak ingin menanggung omelan sang mommy yang dianggap lalai menjaga istrinya. "Apa gerangan yang sudah terjadi padamu, Aira?" Batinnya bertanya-tanya. Meskipun Aira boleh dikatakan hanya sekedar istri di atas kertas, tetapi Athar tahu jika Aira adalah gadis baik-baik. Dia patut mendapatkan perhatian dan simpati dari siapapun, termasuk dirinya. Dia memang tidak mencintai Aira sebagaimana cinta seorang suami kepada istrinya, tetapi dia pun tak ingin menyakiti gadis itu. Bahkan dia sengaja membuat perjanjian untuk membebaskan gadis itu seandainya ia nantinya menemukan seorang lelaki yang dianggap mampu menjadi imam yang ba
Bab 14) Tahu Diri"Athar, Athar.... Perempuan model begini mau kau jadikan istri? Di mana otakmu?!" Matanya tak berkedip memperhatikan tingkah gadis itu hingga sosok Kiara lenyap dari pandangannya.Selama ini Keano mengenal Kiara dari postingan Athar di sosial media. Kiara yang muda, cantik dan terlihat sangat fashionable. Dia tidak menyangka Kiara berkepribadian seburuk itu. Hari ini ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri sisi lain dari Kiara."Casingnya doang yang bagus. Untung saja mereka tidak jadi menikah. Kalau sampai jadi nikah, entah apa yang terjadi. Athar, Athar.... Diperusahaan doang kamu jago, tapi tidak becus memilih calon istri!" cibir lelaki muda itu.Keano terus bermonolog sepanjang perjalanannya menuju ruang perawatan Aira."Keano, kamu sudah pulang, Nak?" sapa wanita setengah baya itu. Dia melambaikan tangan. "Kemarilah.""Iya, Mom. Maaf, aku lama ya?" Lelaki itu melangkah ke sofa yang ditempati oleh Rani.Keano mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Tam
Bab 15) Pesan Dari KiaraMatanya membelalak menatap sesosok lelaki yang terlihat begitu telaten menyuapi istrinya makan. Sosok itu adalah Keano. Untuk sejenak langkahnya terhenti. Athar memegang dadanya. Entah kenapa dadanya terasa sesak. Seperti ada nyeri, tapi tak berdarah. Tuhan, perasaan macam apa ini?"Aira..." Athar berjalan mendekat. "Kamu sudah bisa duduk?""Seperti yang kamu lihat, Athar," balas Aira. Dia menutup mulut, memberi isyarat pada Keano untuk berhenti menyuapinya.Keano menoleh. "Kamu sudah kembali, Athar?""Ya," jawab lelaki itu pendek."Ngapain kamu ada di sini? Dan dari mana kamu tahu jika Aira masuk rumah sakit? Memangnya kamu kenal dengan Aira sebelumnya?" Tatap matanya mengintimidasi lelaki di hadapannya."Kamu jangan salah paham, Athar. Keano yang mengantarku ke rumah sakit ini saat kecelakaan itu terjadi. Apakah mommy Rani belum bercerita kepadamu?" jelas Aira.Lelaki itu spontan menyugar kasar rambutnya. "Aku tidak ingat. Aku tidak terlalu fokus. Gita hany
Bab 16) Apakah Aku Sedang Cemburu?Rani menerobos masuk ke dalam. Sebelah tangannya spontan menangkap putranya. Lelaki itu memutar tubuh dan tanpa sengaja sikunya malah menyenggol ulu hati sang ibunda."Aduh...!" jerit Rani. Tubuhnya seketika terhuyung."Maaf, Mom. Maaf!" Buru-buru Athar menangkap tubuh ibunya, kemudian membimbingnya duduk di sofa."Ada apa kalian ini? Kenapa gerak gerik kalian seperti orang yang mau tanding tinju saja?" Rani menatap kedua lelaki itu bergantian.Athar tidak menjawab, malah mengulurkan ponselnya."Oh, foto ini." Rani menatap layar sekilas. Dia sama sekali tidak kelihatan terkejut."Kenapa Mommy tidak terlihat terkejut?" usik Athar."Kiara juga mengirimi Mama dengan foto yang sama. Athar, apakah kamu percaya dengan foto ini?" Rani balik bertanya."Aku tidak percaya dengan Kiara, tetapi aku percaya dengan foto ini. Foto ini sudah menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi," jawab Athar."Tapi tidak seperti yang kau lihat, Athar. Aku sudah menjelaskannya p
Bab 17) Menggendong Aira"Aku siap untuk menerimamu kembali. Kamu harus tahu, Aira itu tidak sebaik yang kamu kira. Dia mungkin terlihat polos di hadapan semua orang, tetapi tidak bisa mengelabuiku. Kamu lihat sendiri, kan, dia dan lelaki itu berpelukan? Kamu juga kenal siapa lelakinya? Dia sahabatmu sendiri!" Senyum Kiara terkembang di ujung telepon."Daripada kamu dapat istri model gitu, mending kamu balik sama aku. Aira itu penampilannya doang yang terlihat baik, tapi aslinya liar. Buktinya dia mau saja di peluk lelaki lain. Jangan tertipu sama penampilannya, Athar!" Seringainya penuh kemenangan."Cuih! Kau pikir aku mau kembali kepadamu? Jangan mimpi, Kiara!" bentak lelaki itu."Ya, siapa tahu saja kamu jadi berubah pikiran." Tawa Kiara kembali terdengar."Berubah pikiran?! Yang ada kamulah yang seharusnya berubah pikiran. Aku ingatkan, berhentilah mendekati dan memintaku kembali kepadamu. Karena itu hanya ada dalam mimpimu!" maki Athar. Athar mematikan panggilannya secara sepiha
Bab 18) Mengharapkanmu Bisa MencintaikuSembari terus berbicara dengan Nana, Rani memberi isyarat agar Devanka segera membereskan laptop dan menyudahi pekerjaan mereka. Devanka mengangguk. Dia memasukkan laptop ke dalam tas kerja dan akhirnya keduanya berjalan beriringan keluar dari ruang kerja itu.Rani dan Devanka berpisah ketika sampai di basement. Rani memang lebih suka mengendarai mobilnya sendirian, jadi Devanka setiap hari pulang dan pergi ke kantor ini dengan mobilnya sendiri. Wanita cantik berusia setengah baya itu mendaratkan tubuhnya di balik kemudi.Setelah melempar ponsel ke jok di sampingnya, dia mulai menghidupkan mesin. Selang beberapa menit kemudian, mobil berharga 10 miliar itu keluar dari halaman perkantoran PT Central Mega Kencana."Sepertinya sudah mulai ada kemajuan. Siapa tahu pada akhirnya Athar dan Aira bisa menjadi suami istri beneran," harap wanita itu sembari mengibaskan rambutnya. Tatapnya fokus ke depan. Mobilnya melaju di sela-sela kendaraan yang lain,
Bab 132) Tak Ada Kesempurnaan Yang Sempurna"Sayang, sudahlah. Mama sudah bahagia di sana. Mama pasti melihat dari atas sana dan tersenyum pada cucunya. Jangan bersedih, Sayang." Athar mengusap-usaha pundak istrinya, kemudian mengajaknya berdiri.Tubuh Aira masih saja gemetar saat Athar membimbingnya menjauhi areal pemakaman. Mereka harus segera melanjutkan perjalanan menuju rumah Hendra. Perjalanan masih memakan waktu sekitar satu jam lagi. Aira kembali duduk di sisi Hendra yang tengah menyetir. Sementara Lina duduk di jok belakang sembari memangku Alia.Sepanjang perjalanan, pikiran Aira melayang tak karuan. Inilah yang membuat ia malas dan jarang mengunjungi makam itu. Bukan karena tak rindu. Setiap kali ia mengunjungi makam ibundanya, setiap kali juga luka itu kembali menganga. Luka masa kecilnya yang menyaksikan ibunya terbujur kaku dan dimasukkan ke liang lahat. Saat itu dia hanya seorang gadis kecil berumur 9 tahun yang tak mengerti kenapa ibunya tiba-tiba meninggal dunia, pad
Bab 131) Lambang Kerinduanku Kepada MamaBeberapa hari di rumah Albana serasa begitu lama bagi Aira. Meskipun Athar selalu meluangkan waktu untuk membersamainya di sela-sela aktivitas kerjanya yang padat, tetapi Aira benar-benar tak nyaman. Kalimat demi kalimat terus berkelanjutan keluar dari mulut Albana soal status Alia, putrinya. Wanita itu benar-benar kesal, karena yang ada di otak kakeknya hanya urusan warisan dan Diamond Group, seolah-olah tidak ada hal yang menjadi prioritas selain itu. Rasa-rasanya putrinya cuma dijadikan alat bagi sang kakek untuk mengekalkan kekuasaan pada kerajaan bisnisnya."Apakah dia menganggap kelahiran anakku hanya sebagai pengisi kursi pewaris Diamond Group kedepannya? Sebegitu murah harganya," gumam Aira dalam hati. Dia benar-benar tak habis pikir. Setelah mendiang ibu dan dirinya, kini giliran putrinya yang baru lahir itu yang di nobatkan Albana sebagai pewaris Diamond Group. Diam-diam ia mengepalkan tangan. Untuk hal yang satu ini, cara pandang A
Bab 130) Bukti Keajaiban Cinta[Ini ada hadiah kecil dari Kakek. Kenapa tidak memberi kabar, cucuku? Padahal bayi itu akan menjadi salah satu pewaris Diamond Group selanjutnya. Kamu masih marah dengan Kakek?!]Aira hanya tersenyum tipis, memandang baris demi baris kalimat yang ditulis oleh kakeknya. Pesan itu terasa menohok, tapi Aira memiliki pengendalian diri yang cukup kuat. Dia berusaha untuk tidak terpancing. Tanpa membalas pesan itu, Aira langsung menutup aplikasi pesan instan, kemudian beralih menuju aplikasi m-banking. Wanita muda itu ternganga saat melihat nominal yang dikirim oleh Albana. Tak main-main. Hadiah kecil yang disebut oleh kakeknya itu adalah dana sebesar satu miliar.Mungkin itu memang hadiah kecil, karena uang satu miliar bukan apa-apa bagi lelaki tua itu. Diamond Group memiliki cabang hingga ke pelosok negeri ini. Diamond Group bukan perusahaan perbankan biasa, tetapi perusahaan perbankan raksasa yang basisnya menyaingi perusahaan perbankan plat merah di negeri
Bab 129) Berdamai Dengan Takdir"Mom tahu apa yang kamu rasakan," ucap Rani dengan lembut. Berhubung Keano tidak kunjung memutar tubuhnya, akhirnya Rani lah yang berjalan memutar dan menghadap lelaki muda itu. Dia menatap Keano seolah ingin menembus di balik kelam hitam sorot mata putra angkatnya ini."Apa yang Mom ketahui tentang diriku?" tanya Keano lirih."Hati dan perasaanmu terhadap Aira."Keano seketika tersentak. "Apa yang Mom katakan? Jangan mengada-ada, Mom. Aira itu adikku dan kebetulan istri Athar, putra kandung Mom!""Tapi kamu mencintainya, bukan? Jujurlah pada Mommy....""Aku...." Suara Keano tertahan di tenggorokannya. Lidahnya terasa kelu untuk berucap.Namun wanita paruh baya itu begitu tenang. Dia malah menggenggam tangan Keano, seolah sedang mentransfer energi untuk menguatkan pemuda ini."Kamu tidak perlu sungkan sama Mommy. Mommy tak akan marah. Takdirlah yang mempertemukan kalian di saat kalian berdua sudah sama-sama dewasa. Tak apa, Nak. Hanya saja, satu hal itu
Bab 128) Kelahiran AliaAira memejamkan matanya sesaat. Dokter anestesi sudah memberikan suntik epidural beberapa saat yang lalu dan rasa nyeri perlahan mulai berkurang. Sekarang dia tinggal menunggu pembukaan lengkap, kemudian mengejan mengikuti instruksi dari dokter. Berhubung tidak ada masalah apapun dengan kandungannya, maka Aira memilih melahirkan secara normal dengan metode epidural.Namun meski sudah diberi suntikan penawar rasa sakit, tetap saja Aira merasa gugup dan takut. Wajar, karena adalah pengalaman pertamanya."Maaf, Sayang. Aku datang terlambat," sesal Athar. Dia mengusap keringat dingin yang membanjiri wajah Aira."Tak apa. Semuanya aman dan terkendali." Senyum Aira mengembang meski agak dipaksakan, sekedar menyamarkan rasa takut di hatinya. "Sebentar lagi kita akan bertemu dengannya. Dokter memperkirakan dia akan lahir beberapa jam lagi. Mana Mommy?""Sebentar lagi Mommy akan datang. Dia pasti akan sangat senang. Momen ini sudah lama dia tunggu." Lelaki itu membungku
Bab 127) ImpasWajah lelaki yang penuh keriput itu seketika berubah memerah. "Kamu pikir Kakek kurang kerjaan, sehingga mesti melakukan permainan anak kecil seperti itu?! Nggak level itu, Aira!""Meskipun aku baru mengenal Kakek, tapi bukan berarti aku tidak tahu bagaimana sifat Kakek. Aku memiliki sumber yang bisa dipercaya....""Kamu memata-matai kakekmu?" dengus Albana.Aira menggeleng. "Tidak," ralatnya."Terus.... Kenapa kamu menuduh Kakek ada bermain di balik semua yang sudah terjadi pada ibu tirimu yang brengsek itu? Masalah dia masuk rumah sakit jiwa, itu urusannya, bukan urusan Kakek. Mungkin itu karmanya karena sudah menyia-nyiakan anak tiri yang baik sepertimu," ujar Albana sinis."Stop, Kek. Berhenti bilang begitu.""Kalau bukan karma, apalagi namanya? Lagi pula kamu itu terlalu baik, Aira. Sudah tahu jika wanita itu pernah hampir saja membunuhmu, tapi kamu masih mau menolongnya!""Itu adalah masa lalu, Kek. Lagi pula, Papa sudah menceraikan Mama Kalina. Kurasa itu sudah i
Bab 126) Menemui AlbanaAira hanya mengangguk sekilas lalu tersenyum tipis kepada Bernard sembari terus melenggang masuk ke dalam. Seorang asisten rumah tangga menyambut dan mengantarkannya ke ruang pribadi sang kakek."Ada apa, Aira? Tumben datang kemari? Mana suamimu?" sapa Albana. Dia heran melihat kedatangan Aira yang tiba-tiba.Aira mendaratkan tubuhnya di kursi dekat pembaringan lelaki tua itu."Athar sedang ada kerjaan, Kek. Aku ke sini hanya ditemani mbak Nana, tapi mbak Nana aku suruh menunggu di mobil....""Kenapa kamu tidak ajak dia masuk, Aira?" sela lelaki tua itu."Ada yang ingin aku bicarakan dengan Kakek dan aku tidak mau Mbak Nana dengar," sahut Aira. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Saat ini mereka hanya berdua. Asisten rumah tangga dan perawat pribadi Albana sudah keluar dari ruangan ini.Albana berdeham. "Baiklah, terserah kamu saja. Apa yang ingin kamu bicarakan sama Kakek. Kelihatannya penting sekali....""Tentu saja, karena ini menyangkut kelangs
Bab 125) Menjenguk Kalina"Kita semua memiliki pengalaman yang buruk saat berhubungan dengan Mama Kalina. Itu memang kenyataan. Kamu, Aira, Athar dan juga aku. Jangan kamu pikir aku tidak sakit hati mendengar ocehan dan hinaan Mama Kalina selama ini, apalagi saat ia membanding-bandingkan aku dengan Athar. Tapi apapun itu, kita nggak boleh dendam sama orang tua....""Benar itu kata Alvino, Kiara," timpal Athar cepat. "Kalau menurutkan sakit hati, ingin rasanya aku membiarkan dia mati di jalanan. Bayangkan, Aira pernah masuk rumah sakit lantaran nyaris keracunan dan itu gara-gara ulahnya.""Aku...." Gadis itu tergagap "Aku tak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Melihat wajah Mama saja rasanya aku tak sudi," keluh Kiara."Jika urusan sakit hati, rasanya akulah yang paling sakit," ucap Aira yang mengambil alih bayi lelaki itu dari pangkuan Alvino. Wanita itu menimang keponakannya penuh kasih sayang. "Mama Kalina pernah berniat membunuhku dan Papa. Kamu masih ingat, kan, insiden di
Bab 124) Putus HubunganWanita itu masih setia mengaduk-aduk bak sampah, entah apa yang dicarinya. Penampilannya sungguh memprihatinkan. Dia mengenakan dress sebatas lutut, tapi kondisinya sudah sobek-sobek dan kotor. Rambutnya acak-acakan, kusut, seperti sudah lama tidak tersentuh sisir. Begitu Aira mendekat, ada bau menyengat yang tercium, membuat wanita itu spontan menutup hidungnya."Mama...!" Aira terpekik dengan mulut membentuk huruf O. Tangannya seketika terulur menarik lengan wanita itu, memaksanya untuk berdiri."Mama.... Kenapa di sini? Apa yang sudah terjadi? Mana Kiara??" Aira mundur selangkah manakala melihat sorot mata mengerikan dari Kalina. "Kamu siapa? Apakah kamu teman perempuan jalang itu, perempuan yang sudah merebut Harold dariku?!" Sepasang tangannya yang kotor malah mencengkeram bahu Aira. Mulutnya menyeringai."Harold?" Aira tergagap. Saking kebingungannya dia tidak sadar bahwa sepasang tangan kokoh itulah yang melepas cengkeraman tangan Kalina di bahunya.Nam