Bab 16) Apakah Aku Sedang Cemburu?Rani menerobos masuk ke dalam. Sebelah tangannya spontan menangkap putranya. Lelaki itu memutar tubuh dan tanpa sengaja sikunya malah menyenggol ulu hati sang ibunda."Aduh...!" jerit Rani. Tubuhnya seketika terhuyung."Maaf, Mom. Maaf!" Buru-buru Athar menangkap tubuh ibunya, kemudian membimbingnya duduk di sofa."Ada apa kalian ini? Kenapa gerak gerik kalian seperti orang yang mau tanding tinju saja?" Rani menatap kedua lelaki itu bergantian.Athar tidak menjawab, malah mengulurkan ponselnya."Oh, foto ini." Rani menatap layar sekilas. Dia sama sekali tidak kelihatan terkejut."Kenapa Mommy tidak terlihat terkejut?" usik Athar."Kiara juga mengirimi Mama dengan foto yang sama. Athar, apakah kamu percaya dengan foto ini?" Rani balik bertanya."Aku tidak percaya dengan Kiara, tetapi aku percaya dengan foto ini. Foto ini sudah menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi," jawab Athar."Tapi tidak seperti yang kau lihat, Athar. Aku sudah menjelaskannya p
Bab 17) Menggendong Aira"Aku siap untuk menerimamu kembali. Kamu harus tahu, Aira itu tidak sebaik yang kamu kira. Dia mungkin terlihat polos di hadapan semua orang, tetapi tidak bisa mengelabuiku. Kamu lihat sendiri, kan, dia dan lelaki itu berpelukan? Kamu juga kenal siapa lelakinya? Dia sahabatmu sendiri!" Senyum Kiara terkembang di ujung telepon."Daripada kamu dapat istri model gitu, mending kamu balik sama aku. Aira itu penampilannya doang yang terlihat baik, tapi aslinya liar. Buktinya dia mau saja di peluk lelaki lain. Jangan tertipu sama penampilannya, Athar!" Seringainya penuh kemenangan."Cuih! Kau pikir aku mau kembali kepadamu? Jangan mimpi, Kiara!" bentak lelaki itu."Ya, siapa tahu saja kamu jadi berubah pikiran." Tawa Kiara kembali terdengar."Berubah pikiran?! Yang ada kamulah yang seharusnya berubah pikiran. Aku ingatkan, berhentilah mendekati dan memintaku kembali kepadamu. Karena itu hanya ada dalam mimpimu!" maki Athar. Athar mematikan panggilannya secara sepiha
Bab 18) Mengharapkanmu Bisa MencintaikuSembari terus berbicara dengan Nana, Rani memberi isyarat agar Devanka segera membereskan laptop dan menyudahi pekerjaan mereka. Devanka mengangguk. Dia memasukkan laptop ke dalam tas kerja dan akhirnya keduanya berjalan beriringan keluar dari ruang kerja itu.Rani dan Devanka berpisah ketika sampai di basement. Rani memang lebih suka mengendarai mobilnya sendirian, jadi Devanka setiap hari pulang dan pergi ke kantor ini dengan mobilnya sendiri. Wanita cantik berusia setengah baya itu mendaratkan tubuhnya di balik kemudi.Setelah melempar ponsel ke jok di sampingnya, dia mulai menghidupkan mesin. Selang beberapa menit kemudian, mobil berharga 10 miliar itu keluar dari halaman perkantoran PT Central Mega Kencana."Sepertinya sudah mulai ada kemajuan. Siapa tahu pada akhirnya Athar dan Aira bisa menjadi suami istri beneran," harap wanita itu sembari mengibaskan rambutnya. Tatapnya fokus ke depan. Mobilnya melaju di sela-sela kendaraan yang lain,
Bab 19) Papa Harap Kamu Tahu Diri, Kiara Aira memalingkan wajah, tak kuat rasanya melihat tubuh setengah telanjang itu, walaupun Athar sudah sah menjadi suaminya. Dia benar-benar tidak terbiasa. Ini baru pertama kali Athar memperlihatkan lekuk tubuhnya. Tubuh lelaki itu benar-benar bagus. Jangan sampai otak perawannya ternodai saat membayangkan tubuh kekar itu memeluknya saat tidur. Aira menepuk pipinya kasar berusaha membuang segala macam pikiran. Namun sepertinya keinginan dan pikirannya sedang tidak singkron. Wanita muda itu memejamkan mata, tak menyadari senyum tipis yang tersungging dari bibir sang suami yang kini sudah selesai berpakaian. "Aira terlihat tidak nyaman saat melihat tubuhku. Gadis ini pasti masih perawan. Sekarang aku sangat yakin. Ah, dari awal aku memang tidak mempercayai Kiara dan ternyata aku sudah membuktikan sendiri. Kiara, Kiara, setelah ini trik apalagi yang akan kamu mainkan?" Athar bermonolog. Tingkah laku Aira yang memejamkan mata sungguh menggemaskan
Bab 20) Mommy Juga Pernah Muda "Ide?!" Kalina malah beranjak dari tempat duduk dan mengayunkan langkah menuju pintu. Dia menutup pintu kamar itu rapat-rapat. "Ini Mama sedang berpikir. Sebaiknya kamu membersihkan tubuhmu lebih dulu. Penampilanmu kusut begitu. Dari mana saja kamu? Bahkan Mama mencium bau parfum yang berbeda dari yang pernah kamu pakai. Itu bau parfum siapa, Kiara?" tanya Kalina menyelidik. "Mama tidak perlu ikut campur urusanku. Yang aku butuhkan dari Mama adalah sumbangsih pikiran, agar aku bisa segera meraih Athar kembali sebelum semakin terlambat," elak gadis itu. "Tapi bau parfum itu...." "Ya, itu memang bau parfum seorang lelaki dan lelaki itu tidak masuk ke dalam kriteriaku, meskipun dia juga lelaki kaya. Aku hanya menginginkan Athar dan aku tidak rela Aira mendapat apa yang seharusnya aku miliki." Gadis itu beranjak dari pembaringan dan bergegas menuju kamar mandi. "Dasar keras kepala!" maki Kalina menatap horor pintu kamar mandi yang sudah tertutup. "Kalau
Bab 21) Buah Cinta, Bukan Buah NafsuRani mulai menjelaskan rencananya dengan mimik wajah serius. Kalimat demi kalimat meluncur dari mulutnya sungguh membuat Athar dan Aira melongo."Tapi Aira masih belum pulih, Mom. Jangan mikir macam-macam deh, apalagi sampai mikir bayi segala. Kejauhan, Mom," protes Athar. Dia tidak bisa membayangkan jika harus mengikuti tuntutan ibunya, memberikan ibunya seorang cucu. Bagaimana mungkin? Sedangkan dia saat ini belum sekalipun menyentuh Aira, dalam artian melakukan hubungan suami istri. Dia masih ragu dengan hubungannya dengan Aira. Bagaimanapun, Aira hanyalah pengantin pengganti. Mereka menikah terpaksa, tanpa didasari cinta, bahkan mereka terikat sebuah perjanjian.Tak ada kamus di dalam diri Athar untuk melakukan sex tanpa cinta. Bukankah seorang anak itu adalah buah cinta, bukan buah nafsu?"Tentunya tidak sekarang, Athar. Itu rencana jangka panjang. Namun harusnya Aira tahu, bahwa Mommy memang berniat menyerahkan Maharani Jewellery kepada Ai
Bab 22) Ini Salon Atau Klinik Kecantikan?Rani tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi sang putra setelah mendapat kiriman video darinya. Namun dia berharap video itu bisa sedikit membuka mata hati Athar tentang kebusukan mantan kekasihnya. Rani ingin supaya Athar segera move on dan membuka hati kepada perempuan lain, seorang gadis baik-baik yang sudah dinikahinya.Rani meletakkan ponselnya di atas meja nakas, lalu beranjak keluar dari kamar, membawa sepasang kaki jenjangnya menuruni anak-anak tangga."Nyonya," sapa Nana begitu Rani muncul di ruang makan."Bagaimana kabarnya hari ini, Na?" usik Rani. Wanita berusia setengah abad itu mengedipkan mata."Sangat menyenangkan, Nyonya. Semoga kedepannya akan lebih baik. Saya senang sekali melihat Tuan Athar dan Non Aira akur. Saya menyukai Non Aira yang lemah lembut dan tidak sombong, tidak seperti saudaranya yang mantan kekasih Tuan Athar itu.....""Bukan cuma kamu, tapi aku juga. Kehadiran Aira di rumah ini membuat suasana bertambah meny
Bab 23) Pelanggan VVIP*Aira...!" Suara bernada tinggi itu spontan membuat Aira menoleh."Kiara?!" Mimpi apa tadi malam sehingga ia harus bertemu lagi dengan adik tirinya yang luar biasa ini? Di sisi gadis itu, ada sosok wanita yang juga berdiri dengan angkuhnya.Aira mengambil kruknya, mencoba untuk berdiri. Nana membantunya dengan sigap."Ngapain kamu disini?" Kalina menyelidik. Matanya mengamati penampilan anak tirinya dari atas ke bawah. Bagi Kalina, penampilan Aira yang mengenakan baju terusan panjang dengan jilbab model pashmina sama sekali tidak modis. "Aku....." "Tentu saja mau perawatan, Nyonya. Kami mendatangi tempat ini, emangnya buat apalagi, coba...." Nana menyahut dengan berani."Diam kamu, Pembantu! Mamaku menanyai Aira, bukan kamu!" bentak Kiara. "Pertanyaan Nyonya Kalina lebih bernada menginterogasi, Non. Saya tidak suka itu," sahut Nana."Apa hakmu? Kamu itu cuma pembantu," tukas Kalina kesal."Sekarang saya adalah asisten pribadi Nona Aira. Tugas saya adalah men
Bab 132) Tak Ada Kesempurnaan Yang Sempurna"Sayang, sudahlah. Mama sudah bahagia di sana. Mama pasti melihat dari atas sana dan tersenyum pada cucunya. Jangan bersedih, Sayang." Athar mengusap-usaha pundak istrinya, kemudian mengajaknya berdiri.Tubuh Aira masih saja gemetar saat Athar membimbingnya menjauhi areal pemakaman. Mereka harus segera melanjutkan perjalanan menuju rumah Hendra. Perjalanan masih memakan waktu sekitar satu jam lagi. Aira kembali duduk di sisi Hendra yang tengah menyetir. Sementara Lina duduk di jok belakang sembari memangku Alia.Sepanjang perjalanan, pikiran Aira melayang tak karuan. Inilah yang membuat ia malas dan jarang mengunjungi makam itu. Bukan karena tak rindu. Setiap kali ia mengunjungi makam ibundanya, setiap kali juga luka itu kembali menganga. Luka masa kecilnya yang menyaksikan ibunya terbujur kaku dan dimasukkan ke liang lahat. Saat itu dia hanya seorang gadis kecil berumur 9 tahun yang tak mengerti kenapa ibunya tiba-tiba meninggal dunia, pad
Bab 131) Lambang Kerinduanku Kepada MamaBeberapa hari di rumah Albana serasa begitu lama bagi Aira. Meskipun Athar selalu meluangkan waktu untuk membersamainya di sela-sela aktivitas kerjanya yang padat, tetapi Aira benar-benar tak nyaman. Kalimat demi kalimat terus berkelanjutan keluar dari mulut Albana soal status Alia, putrinya. Wanita itu benar-benar kesal, karena yang ada di otak kakeknya hanya urusan warisan dan Diamond Group, seolah-olah tidak ada hal yang menjadi prioritas selain itu. Rasa-rasanya putrinya cuma dijadikan alat bagi sang kakek untuk mengekalkan kekuasaan pada kerajaan bisnisnya."Apakah dia menganggap kelahiran anakku hanya sebagai pengisi kursi pewaris Diamond Group kedepannya? Sebegitu murah harganya," gumam Aira dalam hati. Dia benar-benar tak habis pikir. Setelah mendiang ibu dan dirinya, kini giliran putrinya yang baru lahir itu yang di nobatkan Albana sebagai pewaris Diamond Group. Diam-diam ia mengepalkan tangan. Untuk hal yang satu ini, cara pandang A
Bab 130) Bukti Keajaiban Cinta[Ini ada hadiah kecil dari Kakek. Kenapa tidak memberi kabar, cucuku? Padahal bayi itu akan menjadi salah satu pewaris Diamond Group selanjutnya. Kamu masih marah dengan Kakek?!]Aira hanya tersenyum tipis, memandang baris demi baris kalimat yang ditulis oleh kakeknya. Pesan itu terasa menohok, tapi Aira memiliki pengendalian diri yang cukup kuat. Dia berusaha untuk tidak terpancing. Tanpa membalas pesan itu, Aira langsung menutup aplikasi pesan instan, kemudian beralih menuju aplikasi m-banking. Wanita muda itu ternganga saat melihat nominal yang dikirim oleh Albana. Tak main-main. Hadiah kecil yang disebut oleh kakeknya itu adalah dana sebesar satu miliar.Mungkin itu memang hadiah kecil, karena uang satu miliar bukan apa-apa bagi lelaki tua itu. Diamond Group memiliki cabang hingga ke pelosok negeri ini. Diamond Group bukan perusahaan perbankan biasa, tetapi perusahaan perbankan raksasa yang basisnya menyaingi perusahaan perbankan plat merah di negeri
Bab 129) Berdamai Dengan Takdir"Mom tahu apa yang kamu rasakan," ucap Rani dengan lembut. Berhubung Keano tidak kunjung memutar tubuhnya, akhirnya Rani lah yang berjalan memutar dan menghadap lelaki muda itu. Dia menatap Keano seolah ingin menembus di balik kelam hitam sorot mata putra angkatnya ini."Apa yang Mom ketahui tentang diriku?" tanya Keano lirih."Hati dan perasaanmu terhadap Aira."Keano seketika tersentak. "Apa yang Mom katakan? Jangan mengada-ada, Mom. Aira itu adikku dan kebetulan istri Athar, putra kandung Mom!""Tapi kamu mencintainya, bukan? Jujurlah pada Mommy....""Aku...." Suara Keano tertahan di tenggorokannya. Lidahnya terasa kelu untuk berucap.Namun wanita paruh baya itu begitu tenang. Dia malah menggenggam tangan Keano, seolah sedang mentransfer energi untuk menguatkan pemuda ini."Kamu tidak perlu sungkan sama Mommy. Mommy tak akan marah. Takdirlah yang mempertemukan kalian di saat kalian berdua sudah sama-sama dewasa. Tak apa, Nak. Hanya saja, satu hal itu
Bab 128) Kelahiran AliaAira memejamkan matanya sesaat. Dokter anestesi sudah memberikan suntik epidural beberapa saat yang lalu dan rasa nyeri perlahan mulai berkurang. Sekarang dia tinggal menunggu pembukaan lengkap, kemudian mengejan mengikuti instruksi dari dokter. Berhubung tidak ada masalah apapun dengan kandungannya, maka Aira memilih melahirkan secara normal dengan metode epidural.Namun meski sudah diberi suntikan penawar rasa sakit, tetap saja Aira merasa gugup dan takut. Wajar, karena adalah pengalaman pertamanya."Maaf, Sayang. Aku datang terlambat," sesal Athar. Dia mengusap keringat dingin yang membanjiri wajah Aira."Tak apa. Semuanya aman dan terkendali." Senyum Aira mengembang meski agak dipaksakan, sekedar menyamarkan rasa takut di hatinya. "Sebentar lagi kita akan bertemu dengannya. Dokter memperkirakan dia akan lahir beberapa jam lagi. Mana Mommy?""Sebentar lagi Mommy akan datang. Dia pasti akan sangat senang. Momen ini sudah lama dia tunggu." Lelaki itu membungku
Bab 127) ImpasWajah lelaki yang penuh keriput itu seketika berubah memerah. "Kamu pikir Kakek kurang kerjaan, sehingga mesti melakukan permainan anak kecil seperti itu?! Nggak level itu, Aira!""Meskipun aku baru mengenal Kakek, tapi bukan berarti aku tidak tahu bagaimana sifat Kakek. Aku memiliki sumber yang bisa dipercaya....""Kamu memata-matai kakekmu?" dengus Albana.Aira menggeleng. "Tidak," ralatnya."Terus.... Kenapa kamu menuduh Kakek ada bermain di balik semua yang sudah terjadi pada ibu tirimu yang brengsek itu? Masalah dia masuk rumah sakit jiwa, itu urusannya, bukan urusan Kakek. Mungkin itu karmanya karena sudah menyia-nyiakan anak tiri yang baik sepertimu," ujar Albana sinis."Stop, Kek. Berhenti bilang begitu.""Kalau bukan karma, apalagi namanya? Lagi pula kamu itu terlalu baik, Aira. Sudah tahu jika wanita itu pernah hampir saja membunuhmu, tapi kamu masih mau menolongnya!""Itu adalah masa lalu, Kek. Lagi pula, Papa sudah menceraikan Mama Kalina. Kurasa itu sudah i
Bab 126) Menemui AlbanaAira hanya mengangguk sekilas lalu tersenyum tipis kepada Bernard sembari terus melenggang masuk ke dalam. Seorang asisten rumah tangga menyambut dan mengantarkannya ke ruang pribadi sang kakek."Ada apa, Aira? Tumben datang kemari? Mana suamimu?" sapa Albana. Dia heran melihat kedatangan Aira yang tiba-tiba.Aira mendaratkan tubuhnya di kursi dekat pembaringan lelaki tua itu."Athar sedang ada kerjaan, Kek. Aku ke sini hanya ditemani mbak Nana, tapi mbak Nana aku suruh menunggu di mobil....""Kenapa kamu tidak ajak dia masuk, Aira?" sela lelaki tua itu."Ada yang ingin aku bicarakan dengan Kakek dan aku tidak mau Mbak Nana dengar," sahut Aira. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Saat ini mereka hanya berdua. Asisten rumah tangga dan perawat pribadi Albana sudah keluar dari ruangan ini.Albana berdeham. "Baiklah, terserah kamu saja. Apa yang ingin kamu bicarakan sama Kakek. Kelihatannya penting sekali....""Tentu saja, karena ini menyangkut kelangs
Bab 125) Menjenguk Kalina"Kita semua memiliki pengalaman yang buruk saat berhubungan dengan Mama Kalina. Itu memang kenyataan. Kamu, Aira, Athar dan juga aku. Jangan kamu pikir aku tidak sakit hati mendengar ocehan dan hinaan Mama Kalina selama ini, apalagi saat ia membanding-bandingkan aku dengan Athar. Tapi apapun itu, kita nggak boleh dendam sama orang tua....""Benar itu kata Alvino, Kiara," timpal Athar cepat. "Kalau menurutkan sakit hati, ingin rasanya aku membiarkan dia mati di jalanan. Bayangkan, Aira pernah masuk rumah sakit lantaran nyaris keracunan dan itu gara-gara ulahnya.""Aku...." Gadis itu tergagap "Aku tak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Melihat wajah Mama saja rasanya aku tak sudi," keluh Kiara."Jika urusan sakit hati, rasanya akulah yang paling sakit," ucap Aira yang mengambil alih bayi lelaki itu dari pangkuan Alvino. Wanita itu menimang keponakannya penuh kasih sayang. "Mama Kalina pernah berniat membunuhku dan Papa. Kamu masih ingat, kan, insiden di
Bab 124) Putus HubunganWanita itu masih setia mengaduk-aduk bak sampah, entah apa yang dicarinya. Penampilannya sungguh memprihatinkan. Dia mengenakan dress sebatas lutut, tapi kondisinya sudah sobek-sobek dan kotor. Rambutnya acak-acakan, kusut, seperti sudah lama tidak tersentuh sisir. Begitu Aira mendekat, ada bau menyengat yang tercium, membuat wanita itu spontan menutup hidungnya."Mama...!" Aira terpekik dengan mulut membentuk huruf O. Tangannya seketika terulur menarik lengan wanita itu, memaksanya untuk berdiri."Mama.... Kenapa di sini? Apa yang sudah terjadi? Mana Kiara??" Aira mundur selangkah manakala melihat sorot mata mengerikan dari Kalina. "Kamu siapa? Apakah kamu teman perempuan jalang itu, perempuan yang sudah merebut Harold dariku?!" Sepasang tangannya yang kotor malah mencengkeram bahu Aira. Mulutnya menyeringai."Harold?" Aira tergagap. Saking kebingungannya dia tidak sadar bahwa sepasang tangan kokoh itulah yang melepas cengkeraman tangan Kalina di bahunya.Nam