Bab 23) Pelanggan VVIP*Aira...!" Suara bernada tinggi itu spontan membuat Aira menoleh."Kiara?!" Mimpi apa tadi malam sehingga ia harus bertemu lagi dengan adik tirinya yang luar biasa ini? Di sisi gadis itu, ada sosok wanita yang juga berdiri dengan angkuhnya.Aira mengambil kruknya, mencoba untuk berdiri. Nana membantunya dengan sigap."Ngapain kamu disini?" Kalina menyelidik. Matanya mengamati penampilan anak tirinya dari atas ke bawah. Bagi Kalina, penampilan Aira yang mengenakan baju terusan panjang dengan jilbab model pashmina sama sekali tidak modis. "Aku....." "Tentu saja mau perawatan, Nyonya. Kami mendatangi tempat ini, emangnya buat apalagi, coba...." Nana menyahut dengan berani."Diam kamu, Pembantu! Mamaku menanyai Aira, bukan kamu!" bentak Kiara. "Pertanyaan Nyonya Kalina lebih bernada menginterogasi, Non. Saya tidak suka itu," sahut Nana."Apa hakmu? Kamu itu cuma pembantu," tukas Kalina kesal."Sekarang saya adalah asisten pribadi Nona Aira. Tugas saya adalah men
Bab 24) Pengikat Batin"Diamlah! Jangan menangis. Kita bisa mencari tempat lain selain ini!" dengus Kalina. "Tapi tempat ini sangat recommended, Ma. Aku ingin melakukan perawatan di salon ini. Ini tempat perawatan kecantikan para artis," bantah Kiara tersedu. Dia sangat kecewa. Apalagi setelah tahu Aira terdaftar sebagai pelanggan VVIP tempat ini. Bagaimana bisa Aira kembali mengalahkannya tanpa melakukan apapun? Kiara tidak rela!"Kiara, kita ini sudah diusir oleh mereka. Pantang bagi Mama untuk mengemis....""Semua ini gara-gara Aira. Kenapa sih kita malah ketemu Aira disini?" kesal gadis itu."Mama juga tidak menyangka, Kiara. Dari dulu kan Aira nggak pernah ke salon. Pasti ini ulah ibu mertuanya, si Rani itu," sahut Kalina kesal. Meskipun ia selalu menindas gadis itu, nyatanya Aira selalu menjadi pusat perhatian dan kasih sayang orang lain yang sedang dekat dengannya."Awas saja, Aira. Aku akan segera membalas penghinaan ini!" sungut Kiara.Tak ingin melanjutkan meladeni omongan
Bab 25) Wanita Penggoda"Mommy...." Lagi-lagi Aira memprotes. "Aira, kalian itu akan bulan madu, bukan pergi ke kantor. Pakaian ini adalah bekal untukmu nanti saat menghadapi putra Mommy," jawab Rani santai sembari menunjuk beberapa gaun yang terpanjang. Aira bergidik. Tak terbayangkan jika ia harus memakai pakaian seperti ini. Berpakaian terbuka dan menerawang, sama saja dengan tak berpakaian. Ah, tiba-tiba saja ia merasa menjadi wanita murahan. Apakah sampai segitunya ia harus menggoda Athar demi untuk mengukuhkan rumah tangganya sesuai permintaan ibu mertuanya?"Jika seorang wanita tengah berada berhadapan dengan suaminya, maka dia harus melepaskan pakaian malunya, Aira. Namun jika seorang wanita berhadapan dengan lelaki lain, maka dia harus kembali mengenakan pakaian malunya. Kamu tentu paham maksud Mommy, kan?" nasehat ibu mertuanya."Tetapi apakah Athar akan menerimaku, Mom?" sahut Aira. Wajar jika ia pesimis. Di awal mereka menikah saja, ia sudah disodori dengan poin-poin p
Bab 26) Belajar Untuk Mencintai Aira langsung panik dan tanpa sadar memaksa melepaskan diri dari sepasang lengan kokoh yang melingkar di perutnya. Gadis itu berlari kencang menuju tempat tidur dan menenggelamkan dirinya di bawah selimut. Athar sengaja tak mengejar. Lelaki itu hanya tersenyum kecil dan menghela nafas panjang. Pemandangan yang dilihatnya barusan sungguh luar biasa. Dia tak menyangka Aira memiliki tubuh seindah itu. Kemana saja dirinya selama ini, sehingga tak melihat sosok bidadari di dalam kamarnya? Apakah cintanya kepada Kiara begitu buta? Athar cepat-cepat menggeleng. Rasa cinta pada Kiara sudah terkikis habis. Lantas, apa? Apakah kekecewaan kepada mantan kekasihnya yang membuat matanya seolah buta? Melihat tingkah polos Aira saat menggunakan baju pemancing syahwat lelaki, membuatnya berpikir pasti akan sangat menyenangkan jika sesekali ia bermain-main dan menggoda gadis itu. Jujur, saat melihat sosok Aira yang hanya berbalut gaun tipis, bahkan tanpa mengenakan
Bab 27) Mengikuti Alur Sebuah kecupan mendarat di bibir Aira. Memang hanya sekilas, tapi sanggup membuat seluruh tubuh gadis itu seperti disengat listrik. Perlakuan Athar yang spontan menghantarkan daya kejut yang luar biasa. Athar beringsut menjauhi tempat tidur dan bergegas masuk ke ruang kerjanya melalui pintu penghubung. Lelaki itu menghela nafas, lantas melemparkan tas kerjanya ke meja, kemudian melepas jas dan dasi. Dia mendaratkan tubuhnya di sofa, duduk berselonjor. Pikirannya menerawang. Begitu banyak hal yang terjadi belakangan ini, tapi yang jelas semua itu bersumber dari satu muara. Kiara. Kaburnya Kiara menjelang hari pernikahan mereka dan dari sana dia lambat laun mulai menyadari bahwa sesungguhnya gadis itu tak tulus. "Apakah aku harus menerima Aira sebagai istriku seutuhnya? Sementara aku tidak tahu bagaimana perasaanku terhadap gadis itu, apalagi perasaan Aira kepadaku. Semua masih serba abu-abu," gumam lelaki itu teringat percakapan mereka barusan. "Namun video
Bab 28) Rencana KalinaKalina berlari kecil menghampiri sang kurir yang dengan segera mengeluarkan sebuah kotak berwarna kecil seperti bungkus rokok. Setelah Kalina membubuhkan tanda tangan, sang kurir pun pergi."Apa itu?" Kiara menaik turunkan kedua alisnya saat Kalina memperlihatkan benda itu."Ada deh. Sebentar lagi kamu akan tahu. Tapi kamu tenang saja. Ini adalah cara termudah untuk menyingkirkan Aira, lalu memuluskan rencanamu. Kamu inginkan Athar kembali kepadamu, kan?" ujar Kalina menjejeri pangkah putrinya masuk ke dalam rumah."Tentu saja!" jawab Kiara cepat."Kalau begitu, menurut lah sama Mama. Dan jangan coba-coba bilang pada papamu, karena ini adalah rencana kita berdua," ucap Kalina penuh dendam.Setelah segala upayanya menindas Aira selama 15 tahun tidak berhasil memaksa Hendra menyerahkan harta kekayaan peninggalan istri pertamanya, mama kandung Aira, sudah saatnya dia menyingkirkan Aira, anak yang menjadi benalu di tengah upayanya untuk menguasai harta kekayaan Hend
Bab 29) Tiket Bulan Madu"Wow ini luar biasa!" Lagi-lagi Aira dibuat takjub saat keduanya memasuki sebuah bilik. Ruangan itu memang tidak luas, tetapi interiornya sangat menakjubkan. Sebuah meja ditempatkan di tengah-tengah ruangan dengan sepasang kursi yang diletakkan menjadi saling berhadapan. Dinding ruangan dicat berwarna hijau muda dengan beberapa tanaman yang memberikan atmosfer yang berbeda. Terasa begitu khas. Namun yang lebih menakjubkan bagi Aira adalah lampu-lampu hias yang sengaja ditata membentuk hati. Athar menarik kursi dan mempersilahkan Aira untuk duduk. Di atas meja sudah tersaji berbagai macam hidangan yang menggugah selera. Mereka makan tanpa kata. Hanya denting sendok dan piring seolah menjadi penghias suasana. Sesekali Aira menatap sang suami. Bibirnya tersenyum. Athar pura-pura tak peduli. Dia asyik dengan suapannya. Waktu sudah berlalu hampir setengah jam. Seorang pelayan datang, membawa dessert berupa chocolate caramel pudding cake. Dia juga membereskan si
Bab 30) Kehilangan Harapan Tak sampai sepuluh menit, mobilnya sudah berbelok ke pelataran sebuah hotel. Athar turun dari mobil, berlari kecil dan membuka pintu untuk Aira. Athar tak membiarkan istrinya berjalan. Dia memilih menggendongnya ala bridal menuju ke lobby. Aira meronta, tetapi Athar semakin erat mendekapnya. Kedua wajah itu menyisakan jarak yang begitu dekat, sampai akhirnya Athar menurunkan Aira setelah sampai di lobby. Seorang resepsionis memberikan kartu akses untuk sebuah ruangan tipe president suite. "Kiara!" Darahnya mendadak tersirap mendapati sosok Kiara yang berjalan, di sampingnya seorang lelaki yang merangkul posesif pinggang gadis itu. Ingatannya seketika melayang mengingat sang papa. Pasti Hendra kembali bersedih andai tahu putri tirinya malam-malam di hotel bersama seorang lelaki. Kiara pun tak kalah terkejut. Wajahnya seperti maling yang sedang ketangkap basah. "Kamu kenapa di sini, Kiara?" tegur gadis itu. Langkah Kiara seketika terhenti. Dia melepaskan
Bab 132) Tak Ada Kesempurnaan Yang Sempurna"Sayang, sudahlah. Mama sudah bahagia di sana. Mama pasti melihat dari atas sana dan tersenyum pada cucunya. Jangan bersedih, Sayang." Athar mengusap-usaha pundak istrinya, kemudian mengajaknya berdiri.Tubuh Aira masih saja gemetar saat Athar membimbingnya menjauhi areal pemakaman. Mereka harus segera melanjutkan perjalanan menuju rumah Hendra. Perjalanan masih memakan waktu sekitar satu jam lagi. Aira kembali duduk di sisi Hendra yang tengah menyetir. Sementara Lina duduk di jok belakang sembari memangku Alia.Sepanjang perjalanan, pikiran Aira melayang tak karuan. Inilah yang membuat ia malas dan jarang mengunjungi makam itu. Bukan karena tak rindu. Setiap kali ia mengunjungi makam ibundanya, setiap kali juga luka itu kembali menganga. Luka masa kecilnya yang menyaksikan ibunya terbujur kaku dan dimasukkan ke liang lahat. Saat itu dia hanya seorang gadis kecil berumur 9 tahun yang tak mengerti kenapa ibunya tiba-tiba meninggal dunia, pad
Bab 131) Lambang Kerinduanku Kepada MamaBeberapa hari di rumah Albana serasa begitu lama bagi Aira. Meskipun Athar selalu meluangkan waktu untuk membersamainya di sela-sela aktivitas kerjanya yang padat, tetapi Aira benar-benar tak nyaman. Kalimat demi kalimat terus berkelanjutan keluar dari mulut Albana soal status Alia, putrinya. Wanita itu benar-benar kesal, karena yang ada di otak kakeknya hanya urusan warisan dan Diamond Group, seolah-olah tidak ada hal yang menjadi prioritas selain itu. Rasa-rasanya putrinya cuma dijadikan alat bagi sang kakek untuk mengekalkan kekuasaan pada kerajaan bisnisnya."Apakah dia menganggap kelahiran anakku hanya sebagai pengisi kursi pewaris Diamond Group kedepannya? Sebegitu murah harganya," gumam Aira dalam hati. Dia benar-benar tak habis pikir. Setelah mendiang ibu dan dirinya, kini giliran putrinya yang baru lahir itu yang di nobatkan Albana sebagai pewaris Diamond Group. Diam-diam ia mengepalkan tangan. Untuk hal yang satu ini, cara pandang A
Bab 130) Bukti Keajaiban Cinta[Ini ada hadiah kecil dari Kakek. Kenapa tidak memberi kabar, cucuku? Padahal bayi itu akan menjadi salah satu pewaris Diamond Group selanjutnya. Kamu masih marah dengan Kakek?!]Aira hanya tersenyum tipis, memandang baris demi baris kalimat yang ditulis oleh kakeknya. Pesan itu terasa menohok, tapi Aira memiliki pengendalian diri yang cukup kuat. Dia berusaha untuk tidak terpancing. Tanpa membalas pesan itu, Aira langsung menutup aplikasi pesan instan, kemudian beralih menuju aplikasi m-banking. Wanita muda itu ternganga saat melihat nominal yang dikirim oleh Albana. Tak main-main. Hadiah kecil yang disebut oleh kakeknya itu adalah dana sebesar satu miliar.Mungkin itu memang hadiah kecil, karena uang satu miliar bukan apa-apa bagi lelaki tua itu. Diamond Group memiliki cabang hingga ke pelosok negeri ini. Diamond Group bukan perusahaan perbankan biasa, tetapi perusahaan perbankan raksasa yang basisnya menyaingi perusahaan perbankan plat merah di negeri
Bab 129) Berdamai Dengan Takdir"Mom tahu apa yang kamu rasakan," ucap Rani dengan lembut. Berhubung Keano tidak kunjung memutar tubuhnya, akhirnya Rani lah yang berjalan memutar dan menghadap lelaki muda itu. Dia menatap Keano seolah ingin menembus di balik kelam hitam sorot mata putra angkatnya ini."Apa yang Mom ketahui tentang diriku?" tanya Keano lirih."Hati dan perasaanmu terhadap Aira."Keano seketika tersentak. "Apa yang Mom katakan? Jangan mengada-ada, Mom. Aira itu adikku dan kebetulan istri Athar, putra kandung Mom!""Tapi kamu mencintainya, bukan? Jujurlah pada Mommy....""Aku...." Suara Keano tertahan di tenggorokannya. Lidahnya terasa kelu untuk berucap.Namun wanita paruh baya itu begitu tenang. Dia malah menggenggam tangan Keano, seolah sedang mentransfer energi untuk menguatkan pemuda ini."Kamu tidak perlu sungkan sama Mommy. Mommy tak akan marah. Takdirlah yang mempertemukan kalian di saat kalian berdua sudah sama-sama dewasa. Tak apa, Nak. Hanya saja, satu hal itu
Bab 128) Kelahiran AliaAira memejamkan matanya sesaat. Dokter anestesi sudah memberikan suntik epidural beberapa saat yang lalu dan rasa nyeri perlahan mulai berkurang. Sekarang dia tinggal menunggu pembukaan lengkap, kemudian mengejan mengikuti instruksi dari dokter. Berhubung tidak ada masalah apapun dengan kandungannya, maka Aira memilih melahirkan secara normal dengan metode epidural.Namun meski sudah diberi suntikan penawar rasa sakit, tetap saja Aira merasa gugup dan takut. Wajar, karena adalah pengalaman pertamanya."Maaf, Sayang. Aku datang terlambat," sesal Athar. Dia mengusap keringat dingin yang membanjiri wajah Aira."Tak apa. Semuanya aman dan terkendali." Senyum Aira mengembang meski agak dipaksakan, sekedar menyamarkan rasa takut di hatinya. "Sebentar lagi kita akan bertemu dengannya. Dokter memperkirakan dia akan lahir beberapa jam lagi. Mana Mommy?""Sebentar lagi Mommy akan datang. Dia pasti akan sangat senang. Momen ini sudah lama dia tunggu." Lelaki itu membungku
Bab 127) ImpasWajah lelaki yang penuh keriput itu seketika berubah memerah. "Kamu pikir Kakek kurang kerjaan, sehingga mesti melakukan permainan anak kecil seperti itu?! Nggak level itu, Aira!""Meskipun aku baru mengenal Kakek, tapi bukan berarti aku tidak tahu bagaimana sifat Kakek. Aku memiliki sumber yang bisa dipercaya....""Kamu memata-matai kakekmu?" dengus Albana.Aira menggeleng. "Tidak," ralatnya."Terus.... Kenapa kamu menuduh Kakek ada bermain di balik semua yang sudah terjadi pada ibu tirimu yang brengsek itu? Masalah dia masuk rumah sakit jiwa, itu urusannya, bukan urusan Kakek. Mungkin itu karmanya karena sudah menyia-nyiakan anak tiri yang baik sepertimu," ujar Albana sinis."Stop, Kek. Berhenti bilang begitu.""Kalau bukan karma, apalagi namanya? Lagi pula kamu itu terlalu baik, Aira. Sudah tahu jika wanita itu pernah hampir saja membunuhmu, tapi kamu masih mau menolongnya!""Itu adalah masa lalu, Kek. Lagi pula, Papa sudah menceraikan Mama Kalina. Kurasa itu sudah i
Bab 126) Menemui AlbanaAira hanya mengangguk sekilas lalu tersenyum tipis kepada Bernard sembari terus melenggang masuk ke dalam. Seorang asisten rumah tangga menyambut dan mengantarkannya ke ruang pribadi sang kakek."Ada apa, Aira? Tumben datang kemari? Mana suamimu?" sapa Albana. Dia heran melihat kedatangan Aira yang tiba-tiba.Aira mendaratkan tubuhnya di kursi dekat pembaringan lelaki tua itu."Athar sedang ada kerjaan, Kek. Aku ke sini hanya ditemani mbak Nana, tapi mbak Nana aku suruh menunggu di mobil....""Kenapa kamu tidak ajak dia masuk, Aira?" sela lelaki tua itu."Ada yang ingin aku bicarakan dengan Kakek dan aku tidak mau Mbak Nana dengar," sahut Aira. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Saat ini mereka hanya berdua. Asisten rumah tangga dan perawat pribadi Albana sudah keluar dari ruangan ini.Albana berdeham. "Baiklah, terserah kamu saja. Apa yang ingin kamu bicarakan sama Kakek. Kelihatannya penting sekali....""Tentu saja, karena ini menyangkut kelangs
Bab 125) Menjenguk Kalina"Kita semua memiliki pengalaman yang buruk saat berhubungan dengan Mama Kalina. Itu memang kenyataan. Kamu, Aira, Athar dan juga aku. Jangan kamu pikir aku tidak sakit hati mendengar ocehan dan hinaan Mama Kalina selama ini, apalagi saat ia membanding-bandingkan aku dengan Athar. Tapi apapun itu, kita nggak boleh dendam sama orang tua....""Benar itu kata Alvino, Kiara," timpal Athar cepat. "Kalau menurutkan sakit hati, ingin rasanya aku membiarkan dia mati di jalanan. Bayangkan, Aira pernah masuk rumah sakit lantaran nyaris keracunan dan itu gara-gara ulahnya.""Aku...." Gadis itu tergagap "Aku tak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Melihat wajah Mama saja rasanya aku tak sudi," keluh Kiara."Jika urusan sakit hati, rasanya akulah yang paling sakit," ucap Aira yang mengambil alih bayi lelaki itu dari pangkuan Alvino. Wanita itu menimang keponakannya penuh kasih sayang. "Mama Kalina pernah berniat membunuhku dan Papa. Kamu masih ingat, kan, insiden di
Bab 124) Putus HubunganWanita itu masih setia mengaduk-aduk bak sampah, entah apa yang dicarinya. Penampilannya sungguh memprihatinkan. Dia mengenakan dress sebatas lutut, tapi kondisinya sudah sobek-sobek dan kotor. Rambutnya acak-acakan, kusut, seperti sudah lama tidak tersentuh sisir. Begitu Aira mendekat, ada bau menyengat yang tercium, membuat wanita itu spontan menutup hidungnya."Mama...!" Aira terpekik dengan mulut membentuk huruf O. Tangannya seketika terulur menarik lengan wanita itu, memaksanya untuk berdiri."Mama.... Kenapa di sini? Apa yang sudah terjadi? Mana Kiara??" Aira mundur selangkah manakala melihat sorot mata mengerikan dari Kalina. "Kamu siapa? Apakah kamu teman perempuan jalang itu, perempuan yang sudah merebut Harold dariku?!" Sepasang tangannya yang kotor malah mencengkeram bahu Aira. Mulutnya menyeringai."Harold?" Aira tergagap. Saking kebingungannya dia tidak sadar bahwa sepasang tangan kokoh itulah yang melepas cengkeraman tangan Kalina di bahunya.Nam