Bukan pahlawan 1
Malam Kelam
Aku baru saja turun dari sepeda motor keluarga pasien yang mengantarku pulang dari puskesmas tempatku bekerja setelah merujuk seorang ibu yang mengalami perdarahan setelah melahirkan tadi pagi. Suasana di sekitarku gelap gulita karena listrik mati. Tidak ada penerangan apapun setelah keluarga pasien tadi pergi dari hadapanku.
Aku merasa sedikit merinding karena aku hanya sendirian di rumah ini. Rumah yang juga berfungsi sebagai PKD atau Poliklinik Kesehatan Desa ini memang agak terpisah dari rumah-rumah penduduk yang lain. Rumah ini berada di perbatasan dusun di pinggir jalan desa. Rumah terdekat berjarak kurang lebih lima ratus meter dari rumah kutempati.
Aku mengira ini sudah jam dua belas lebih, sebuah rasa takut tiba-tiba saja menyergapku saat hembusan angin dingin menerpa tubuhku. Biasanya aku tak pernah punya rasa takut walau selarut apapun aku pulang dari rumah pasien tapi malam ini aku merasa aneh, mungkin karena suasana begitu gelap atau karena aku hanya sendirian di rumah ini karena mbok Semi yang biasanya menemaniku tadi sering mendadak pamit karena anaknya sakit.
Aku berjalan sambil berapa menuju pintu, dengan naluriku aku memasukkan anak kunci ke dalam lubang kunci dan membuka pintunya. Tadi aku emang pergi dengan tergesa-gesa ketika mendapat kabar kalau ibu yang melahirkan tadi pagi mengalami perdarahan hebat hingga aku sampai lupa membawa ponselku.
Aku bisa merasa sedikit lega ketika perdarahan berkurang setelah aku memberikan pertolongan pertama dengan membersihkan sisa plasenta yang ada di dalam rahim dan memasang infus untuk mengganti cairan tubuh yang hilang karena perdarahan, setelah itu aku mendampingi mereka membawa ibu ke puskesmas tempatku berkerja untuk dilakukan rujukan ke rumah sakit terdekat.
Aku baru tahu kalau listrik mati setelah menyadari jalanan terlihat lebih gelap karena sepanjang jalan menuju rumah yang aku tempati tak ada lampu jalanan yang menyala.
Aku baru saja hendak memasuki rumah saat merasa sesuatu yang dingin menyentuh mulut dan hidungku dan setelah itu aku merasa di sekitarku makin gelap.
Aku masih bisa merasakan sepasang tangan meraihku dan membopong tubuhku setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi.
Keesokan harinya aku terbangun karena sinar matahari yang mengintip dari sela-sela gorden terasa menyilaukan ku. Aku merasa aneh karena biasanya aku tak pernah bangun sesiang ini. Aku mencoba mengingat kembali apa yang terjadi semalam tapi nihil, aku tak ingat apa-apa yang kulakukan semalam selain merujuk pasien perdarahan ke puskesmas.
“Aaah,” aku tak sengaja berteriak saat merasakan nyeri di bagian bawah tubuhku saat aku berusaha menggerakkan tubuhku. Aku semakin merasa nyeri saat melihat tubuh telanjang ku di bawah selimut dan ada darah yang mengering di paha dan di sprei yang kutiduri.
Aku langsung menangis saat sebuah bayangan melintas begitu saja di benakku. Bayangan seorang laki-laki dengan wajah tertutup tengah berada di atas tubuhku dan menindihku dengan keras. Tenaganya yang luar biasa membuatku sama sekali tak bisa melawan.
Dengan perasaan hancur, aku mengenakan bajuku yang sudah berserakan di lantai.
Tiga bulan lagi aku akan menikah, selama ini aku selalu menjaga kesucianku hanya untuk Rizwan, calon suami tercintaku. Kami sudah bertuangan dua bulan yang lalu dan kami juga sudah mulai mempersiapkan pernikahan bahkan tanggal pernikahan kami pun sudah ditentukan. Tapi seorang durjana merenggut kesucianku tadi malam dan membuatku menjadi seorang yang sang sangat kotor.
Masih layakkah aku untuk menjadi istri Rizwan? Laki-laki tercintaku yang selama ini menjadi pusat hidupku?
Aku kembali menangis sesenggukan sambil terduduk bersandar di dinding kamarku, kedua kakiku terasa lunglai. Aku tak tahu kenapa aku harus mengalami hal ini. Apa salahku? Aku mengutuk laki-laki bajingan yang telah melakukan hal ini kepadaku dalam hati.
“Kenapa, Non?” seorang perempuan setengah baya segera muncul di hadapanku, mbok Seni.
Tangisku makin keras melihat keberadaan mbok Seni di kamarku. Aku juga tak tahu bagaimana mengatakan hal ini kepada Mbok Seni yang menatapku bingung.
Dalam kebingungannya karena aku hanya menangis dan tak menjawab pertanyaannya, perempuan paruh baya itu segera menghubungi seseorang, sepertinya dia menghubungi Bu Teguh, orang yang sudah aku anak sebagai ibuku sendiri semenjak aku berada di desa ini.
Bu Teguh dan suaminya sangat baik kepadaku. Sebelum tinggal di rumah yang dibangun oleh pemerintah desa untukku sebagai tempat tinggal dan tempatku melayani masyarakat, aku tinggal bersama Bu Teguh dan keluarganya. Keluarga bu Teguh sangat menyayangiku, bahkan anak-anak mereka sudah seperti kakak dan adik bagiku.
Mereka mempunyai dua anak laki-laki yang juga sangat baik padaku. Si sulung Zayn, mengelola Café Rendezvous miliknya, dia lebih banyak tinggal di kota kecamatan mengurusi café dan jual beli kopi yang diperayakan sang ayah kepadanya semenjak dia lulus kuliah tiga tahun yang lalu. Sedang si bungsu Zyan masih kelas lima SD. Si bungsu sangat akrab denganku sedang dengan Zayn aku tak seakrab seperti dengan Zyan karena dia hanya sesekali pulang, meski begitu kami cukup akrab meski kadang aku merasa Zayn seperti menjaga jarak denganku.
Tak lama kemudian bu Teguh sudah sampai ke rumah yang ku tempati. Bu Teguh segera memelukku begitu melihatku tengah menangis. Dia segera membimbingku untuk duduk di atas ranjang tanpa melepas pelukannya. Bu Teguh mengusap punggungku dengan lembut membiarkan aku menangis di sana.
“Saya salah apa, Bu? Kenapa ini mesti terjadi pada saya,” tangisku dalam pelukan Bu Teguh.
Pelukan Bu Teguh membuatku merasa nyaman, dengan terbata-bata aku bercerita apa yang aku alami tadi malam di antara tangisku. Bu Teguh tampak murka setelah mendengar ceritaku, dia segera menelpon putranya untuk segera datang ke rumah yang kutempati.
“Kamu tidak salah, Ay. Sudah jangan menyalahkan diri sendiri. Kamu harus tabah, ya. Kamu tenangkan dirimu dulu,” Bu teguh menepuk- nepuk punggungku dengan pelan untuk memberi kekuatan kepadaku.
Tak sampai setengan jam Zayn sudah berada di kamarku, sama seperti ibunya, wajah Zayn tampak sangat marah saat mendengar bu Teguh menceritakan hal ini kepadanya. Sebenarnya aku sudah melarang Bu Teguh bercerita pada Zayn karena aku malu tapi Bu Teguh tetap menceritakan hal itu pada anaknya.
“Kita harus melaporkan kejadian ini pada Polisi,” kata Zayn lembut sambil mengusap kepalaku.
Aku terhenyak saat mendengar kata polisi, aku memang merasa kotor dan terhina karena kejadian ini tapi mendengar kata Polisi pikiranku menjadi kacau. Melaporkan kasus ini sama saja aku membuka aibku sendiri dan belum tentu mereka akan bersimpati kepadaku apalagi aku sama sekali tak mengetahui kejadian yang sebenarnya karena aku dalam kondisi di bius dan suasana malam juga begitu gulita dan tak ada saksi yang melihat kejadian itu.
Aku menggelengkan kepalaku kuat-kuat, aku tak mau kejadian ini diketahui banyak orang.
Aku masih berada dalam pelukan Bu Teguh saat mbok Seni masuk ke dalam kamarku dan memberiku segelas teh hangat.
“Minumlah,” perintah Bu Teguh lembut setelah menerima gelas berisi teh manis dari mbok Seni, “Mbok, siapkan air panas buat mandi Ayana.”
“Baik, Bu,” jawab mbok Asih.
Aku segera meneguk teh yang disodorkan Bu Teguh dengan perlahan kemudian setelah selesai Bu Teguh segera mengulurkan tangannya meminta gelas kosong dariku.
“Mandi dulu, Ay,” perintah Bu Teguh lembut.
Aku mengangguk, aku hanya menurut ketika Bu Teguh membimbingku keluar dari kamarku. Di luar kamar, aku bertemu dengan Zayn yang menatapku dengan tatapan lembut, aku tahu dia pasti merasa kasihan dengan apa yang menimpaku. Aku yakin dia pasti mendengar apa yang aku bicarakan dengan dengan ibunya.
***
Bukan Pahlawan 2 Aku memasuki kamar mandi dibimbing oleh Bu Teguh karena kakiku masih terasa lemas dan juga rasa nyeri yang menyengat di selangkanganku membuatku sangat sulit melangkah. “Terima kasih, bu,” kataku setelah sampai di dalam kamar mandi, aku segera duduk di atas di atas closet dengan lemah setelah bu Teguh meninggalkanku sendiri di tempat ini. Aku menatap ember yang telah terisi air hangat yang sudah disiapkan mbok Seni untuk aku pakai mandi. Uapnya yang panas menerpa wajahku. Dengan perlahan aku membuka bajuku dan aku langsung berteriak saat melihat begitu banyak tanda merah di tubuhku. Aku tak ingat kejadian tadi malam tapi melihat banyaknya kiss mark di sana, aku menjadi ngeri membayangkan apa yang dilakukan bajingan itu padaku tadi malam. “Ay, kenapa?” Bu Teguh mengetuk pintu kamar mandi dengan cemas. Aku segera menutup mulutku dengan tangan dan menangis tertahan, aku tidak mau Bu Teguh makin cemas dengan keadaannku. Aku segera
Bukan Pahlawan 3 Entah berapa lama aku tertidur, aku terbangun karena mendengar suara-suara di sekelilingku. Aku membuka mataku perlahan dan menyadari kalau saat ini aku aku tengah berada di kamarku di rumah milik Teguh Adisatya dan suara-suara yang kudengar adalah milik Zayn dan Risya. Aku tak tahu kapan mereka kapan mereka memgbawaku ke tempat ini, mungkin saat aku pingsan setelah Bu Teguh membantuku memakai pakaian. Aku menjerit dan pingsan saat aku merasa melihat darah di spreiku padahal mbok Seni sudah menggatinya. Bu Teguh telah pamit untuk keluar sebentar tadi karena itu di kamar ini hanya ada kami bertiga. “Kita harus membawanya ke Puskesmas, Zayn. Kasihan Nana, biar dia mendapatkan pemeriksaan untuk visum,” suara Risya menyerbu gendang telingaku. Risya adalah kekasih Zayn yang juga anak kepala Desa di tempat kerjaku. Mereka sudah lama berpacaran dan rencananya akan menikah satu atau dua tahun lagi menungg
Bukan Pahlawan 4 Ayana Maheswari Namaku Ayana Maheswari, sudah tiga tahun ini aku bertugas di desa , sebuah desa yang terletak di lereng gunung. Desa ini terdiri dari lima dusun dengan jumlah penduduk terbanyak sekecamatan. Desa ini adalah desa yang paling tinggi di banding desa lain yang ada di kecamatan. Sudah tidak ada lagi desa lain di atas desa yang kutemui. Selama ini aku tinggal bersama dengan keluarga Bu Teguh di rumah mereka yang terhitung mewah untuk ukuran warga desa sini sebelum aku menempati rumah yang juga berfungsi sebagai PKD sejak enam bulan yang lalu. Sebenarnya Bu Teguh dan keluarganya agak keberatan aku menempati PKD meski ada mbok Seni yang menemaniku. Mereka berharap aku tetap tinggal di rumah mereka meski aku melakukan pelayanan di PKD. Dulu sebelum PKD selesai di bangun dan diresmikan, aku melakukan melakukan pelayanan di kantor PKK desa tapi setelah PKD diresmikan pihak pemerintah desa berharap aku mau menemp
Bukan Pahlawan 5 Zayn Raynar Abisatya Siapa yang tak mengenal Zayn Raynar Abisatya, aku yakin semua orang di desa kami tahu siapa Zayn Raynar Abisatya bahkan mungkin di desa-desa lainnya. Zayn adalah sosok anak muda yang sukses dengan usaha yang dirintisnya. Ya, dia adalah pemilik Rendezvous Café yang sangat terkenal dan sudah memiliki banyak cabang di berbagai kota. Rendezvous Café didirikan Zayn saat dia masih kuliah lima tahun yang lalu, awalnya Zayn membuka café itu di kita tempat dia kuliah bersama dengan beberapa teman kuliahnya. Dalam beberapa tahun café itu berkembang dengan cepat dan menjadi tempat nongkrong anak muda nomor satu di kota itu. Zayn kemudian mulai membukanya di beberapa kota lain yang ada di sekitarnya dan mendulang sukses yang sama. Orang-orang mungkin mengenal Zayn sebagai anak tertua dari Teguh Abisatya, orang terkaya di desaku tinggal dan bekerja, Selain itu dia juga sangat tampan sehingga menja
Bukan Pahlawan 6 Rizwan Daniswara Laki-laki itu berdiri menjulang di depanku, wajah tampannya tampak muram saat menatapku membuatku merasa makin tak menentu. Laki-laki itu Rizwan Daniswara, laki-laki yang selama ini kucintai dan aku harapkan di masa depan untuk menjadi pendamping hidup di mana aku dan dia tumbuh dan menua bersama. Laki-laki itu duduk di sisi tempat tidur dan menyuarakan namaku, aku berusaha menegakkan tubuhku dengan susah payah dan masuk ke dalam pelukannya dan menangis di situ. Rizwan memelukku erat, ada kesedihan yang menggantung di matanya yang membuatku makin merasa sedih. Aku dan Rizwan sudah menjalani hubungan semenjak masih kuliah, kamu bahkan sudah sepakat untuk menikah tiga bulan lagi. Aku sudah membayangkan hari-hari bahagiaku bersamanya sebelum kejadian malam jahanam itu tapi kini aku merasa tak berharga di matanya. Harusnya aku persembahkan kesucianku pada laki-laki tampan di depanku tapi nyatanya seorang pencuri lak
Bukan Pahlawan 7 Tunangan Hari masih pagi saat aku sampai di puskesmas, baru ada beberapa karyawan yang datang. Setelah melakukan fingerprint, aku menyapa beberapa karyawan yang berpapasan denganku dan berjalan menuju ruang bersalin karena hari ini aku piket di sana. Setelah melakukan tukar jaga dengan Vania yang melakukan jaga malam, aku menuju ke ruang nifas untuk memeriksa kondisi ibu yang melahirkan tadi malam. Si ibu yang masih sangat muda, terbaring di atas tempat tidur. Usianya masih Sembilan belas tahun tapi dia tampak sangat bahagia dengan kelahiran putranya. Di sebelah tempat tidur tampak seorang laki-laki berusia sekitar dua puluh lima tahunan menggenggam tangannya dan menatap ibu nifas tadi dengan mesra. Tak jauh dari mereka, seorang perempuan berusia empat puluh tahunan tampak sangat senang menggendong seorang bayi mungil. “Mbak, saya periksa dulu, ya,” kataku pada ibu nifas bernama Weni itu. Perempuan mu
Bukan Pahlawan 8. Hamil Meski Rizwan melarangku untuk berdekatan dengan Zayn tapi sayangnya tidak mudah bagiku untuk menghindar dari Zayn. Hampir setiap hari sekarang ini Zayn selalu mengantar dan menjemputku di puskesmas maupun saat aku melakukan posyandu di dusun-dusun yang ada di wilayah desaku. Sejak kejadian yang menimpaku, Zayn memang menjadi lebih banyak di rumah, sebenarnya dia sering berada di rumah karena permintaan Bu Teguh, karena dia tak ingin sesuatu terjadi lagi padaku. Hal itu tentu saja membuat Rizwan kesal padaku dan tak mau mendengarkan apapun alasan yang kuberikan. “Swear, Yang. Aku gak ada hubungan apapun dengan Mas Zayn, dia mengantarku karena permintaan Bu Teguh, aku merasa tak enak untuk menolakmya,” kataku saat kamI berbincang di warung bakso dekat Puskesmas setelah aku pulang kerja. “Aku percaya sama kamu, tapi tidak sama dia,” kata Rizwan acuh. Sesungguhnya aku merasa bosan mendengar Rizwan selalu meng
Bukan Pahlawan 9 Anak Perempuan Aku hanya bisa menangis saat mengetahui kalau aku hamil, tanganku gemetar memegang stik yang aku gunakan untuk memeriksa air kencingku karena ada dua garis merah di sana. Tubuhku terasa lemas dan kepalaku terasa pusing seketika. Aku segera membuang stik itu ke tempat sampah yang ada di kamar mandi. Aku segera keluar dari kamar mandi dengan tergesa menuju ke kamarku untuk menumpahkan kesedihaku di sana. Tubuhku limbung saat tanpa sengaja menabrak tubuh Zayn yang sedang berada di dapur, aku mungkin saja terjatuh di lantai kalau saja tidak ada Zayn yang menangkap tubuhku dan membawanya ke dalam pelukannya. “Ada apa, Ay?” tanya Zayn cemas tanpa melepas pelukannya. Aku tak tahu harus mengatakan apa, tubuhku begitu lemas, berbagai perasaaan terasa campur aduk di hatiku. Sedih, kecewa, takut dan entah perasaan apalagi yang bersemanyam di hatiku. Tubuhku gemetar dalam pelukan Zayn membuat wajah laki-laki itu semakin gel
Aku sedang merias wajahku saat Zayn keluar dari pintu kamar mandi dengan handuk yang melilit sebagian tubuhnya. Rambutnya yang basah tempat masih mengalirkan beberapa tetes air ke tubuhnya membuatnya terlihat sangat seksi. Sejenak aku terpaku dan terpesona pada tubuh indahnya begitu pas untuknya. Dada bidang yang terlihat kekar serta otot perut yang terlihat roti sobek di atas handuk yang dikenakannya.Aku berusaha menahan nafasku untuk meredakan debaran dadaku yang tiba-tiba saja bergetar dengan cepat. Aku segera mengalihkan tatapanku sebelum Zayn menyadarinya. Aku tidak boleh terpesona padanya karena dia milik orang lain, meski saat ini kami terlibat hubungan sebagai suami istri.Aku menggigit bibir sambil merapikan jilbabku dan memasang Bros di dada. Setelah itu aku menghembuskan nafas secara kasar saat melihat bayangan Zayn di cermin di depanku. Aku mengeluh dalam hati, kenapa dia begitu tampan dan mempesona seperti tokoh utama pria dalam cerita-cerita novel terjemahan.Sulit seka
Bukan Pahlawan 20 Selama Zayn mengadakan perjalanan bisnid keluar negeri, aku menjalankan aktivitasku sebagai bidan desa seperti biasanya. Zayn kerap menelponku untuk menayakan keadaanku dan janin yang ada dalam perutku meski ada perebedaan waktu belasan jam di antara kami. Aku tahu dia sengaja menelpon di siang hari agar tak mengganggu waktu tidurku. Zayn juga akan bercerita apa saja yang dia lakkukan di sana atau apa yang dilihatnya dia juga bertanya apa yang kuinginkan dan aku menceritakan banyak hal yang aku lakukan di sini. Kadang aku tak percaya laki-laki yang selama ini aku kenal dingin dan irit bicara itu terdengar begitu hangat dan cerewet. Sebulan kemudian Zayn Kembali dari perjalanan bisnisnya, dia membawakanku dan keluarga Abisatya banyak barang mewah dan makanan. Baju, tas, sepatu, aksesoris merek terkenal dan mahal, serta berbagai makanan khas negara-negara Eropa terutama coklat. Aku tentu saja senang dengan semua pemberiannya begitu juga kedua orang tua Zayn dan adik
BP 20. Rindukan AkuTiga hari menjadi istri Zayn membuatku bisa melihat sisi lain Zayn yang biasanya dingin dan selalu membuat jarak denganku. Setelah menikah aku melihat Zayn menjadi laki-laki yang hangat dan penuh perhatian. Tadinya kupikir karena dia terpaksa menikahiku karena Bu Teguh yang memintanya, dia akan terus bersikap dingin atau bicara ketus padaku. Atau dia akan menyiksaku karena telah membuatnya berpisah dengan kekasihnya seperti yang kubaca dalam novel-novel. Untungnya dia memperlakukanku dengan baik seakan aku adalah orang yang sangat berharga baginya. Hal itu membuatku terharu dan makin berterima kasih padanya.Hal itu juga membuat rasa kagumku padanya semakin meningkat.Hari keempat setelah kami menikah, Zayn bersiap untuk bertolak ke Eropa. Dia akan melakukan perjalanan dinas selama satu bulan. Itu juga salah satu alasan Zayn menyegerakan pernikahan kami, agar dia lebih tenang meninggalkan aku sebagai istrinya. Ini memang bukan kali pertama Zayn pergi
Bukan Pahlawan 18 Zayn luar biasa kan, Na? Setelah pesta usai dan para undangan serta kerabat telah meninggalkan tempat ini, aku dan Zayn masih bertahan di tempat ini di temani ayah dan ibu Zayn. Hal itu karena masih ada beberapa tamu yang datang walau terlambat untuk memberi selamat kepada kami. Sebenarnya aku berharap ibuku datang ke acara pernikahanku dengan Zayn tapi hingga acara usai, ibu kandungku sama sekali tak menampakkan batang hidungnya. Aku merasa sedih, satu-satunya keluarga yang kumiliki sama sekali tak perduli padaku, untungnya ada Bu Teguh yang selalu menganggapku sebagai putri kandungnya. Saat melihat kesedihan di mataku, perempuan separuh baya itu segera memeluk dan menghiburku dan Zayn juga mengatakan beberapa hal untuk tidak membiarkan aku bersedih tanpa banyak kata. Zayn juga memintaku untuk percaya padanya kalau dia tidak akan membuat ku kecewa. Setelah sholat Maghrib, kedua orang tua Zayn pulang ke rumah mereka di de
Bukan Pahlawan 17 Tak Pernah mencintai Risya POV Suasana di Kafe Rendezvous masih ramai saat aku tiba di tempat itu. Ada ribuan orang yang masuk dan keluar dari Kafe terbesar di kota kecil ini. Mereka adalah para tamu undangan resepsi pernikahan Zayn dan Ayana yang terdiri dari berbagai kalangan. Pernikahan ini memang digelar dengan meriah mengingat Zayn adalah putra sulung keluarga Abisatya yang sangat dibanggakan dan pewaris kerajaan bisnis Abisatya yang menguasai sebagian besar perdagangan di kota ini. Pesta ini adalah resepsi pernikahan terbesar yang pernah kulihat di daerah ini. Maklum saja keluarga Abisatya adalah keluarga kaya dengan relasi yang sangat banyak, relasi mereka tidak hanya sesame pengusaha tapi juga para pejabat yang berasal dari berbagai kota. Tentu saja bagi kebanyakan orang menjadi suatu kehormatan diundang di resepsi pernikahan ini. Aku hanya bisa merasa iri pada Ayana, gadis itu
Bukan Pahlawan 16 Resepsi Setelah sarapan, kami berangkat menuju Kafe Rendezvous. Butuh waktu setengah jam dari kediaman Abisatya sampai ke kafe. Sepanjang perjalanan, aku hanya diam hanya sesekali aku bicara untuk menjawab pertanyaan Bu Teguh yang duduk di kursi belakang bersamaku. Sesekali tatapanku bertemu dengan tatapan Zayn yang mengemudikan mobil membawa kami melalui kaca spion di atasnya. Setelah sampai di sana, aku dan Zayn dibawa ke ruangan terpisah untuk dirias dan berganti pakaian. Aku terpana saat bertemu Zayn di pelaminan. Dia terlihat sangat gagah dan tampan dengan pakaian yang dikenakannya. Dia terlihat bak pangeran dari negeri dongeng dalam balutan setelan putih yang di desain model seorang pangeran. Aku melihat wajah Zayn yang tampak sumringah dengan senyuman hangat di bibirnya. Aku tak pernah melihat senyuman Zayn sehangat ini sebelumnya. Tampaknya dia benar-benar ingin menunjukkan kepada setiap orang yang hadir di tempat
Bukan Pahlawan 15 Kegalauan Ayana Malam itu setelah menemui kerabatku dan kerabat Zayn juga tetangga dekat dan tokoh masyarakat yang hadir dalam acara akad nikah kami, akhirnya aku pamit untuk kembali ke kamar sedang Zayn masih berada di ruang tamu menemani para tamu yang masih berbincang di sana. Aku hendak memasuki kamarku saat salah satu asisten rumah tangga memberi tahu kalau kamarku digunakan oleh nenek dan bibiku atas perintah Bu Teguh dan dia memintaku untuk tidur di kamar Zayn yang memang bersebelahan dengan kamarku. Untuk beberapa saat aku hanya berdiri terpaku di depan kamar Zayn, aku merasa jantungku berdetak dengan kencang saat asisten rumah tangga membukakan pintu kamar Zayn dan memintaku masuk ke dalamnya. Ini adalah kali pertama aku memasuki kamar Zayn, kalau bukan karena aku menikah dengannya tentu aku tak pernah memasuki kamar ini. Bagaimanapun aku merasa tabu untuk memasuki kamar seorang laki-laki, apalagi Zayn sendiri jarang m
Bukan Pahlawan 14 Aku Tidak Akan Menuntut Hakku Sebagai Suami Berita tentang pernikahanku dengan Zayn menyebar dengan cepat di tempat kerjaku menimbulkan kehebohan. Mereka merasa tak percaya aku yang bertunangan dengan Rizwan justru menikah dengan Zayn yang tengah menjalin hubungan dengan Risya. Berita miringpun segera berhembus kencang mengiringi rencana pernikahanku dan Zayn. Mereka menganggap aku berselingkuh dari Rizwan dan meninggalkannya karena Zayn lebih segalanya disbanding Rizwan. Aku berusaha untuk tidak memperdulikan semua berita miring tentangku dan Zayn karena apapun usahaku untuk menyangkal berita itu justru akan membuat mereka semakin mempercayai beritanya. Aku hanya bercerita pada salah satu seniorku, Anggi apa yang terjadi padaku dan kenapa Zayn menikah denganku. Hal itu kukatakan padanya saat Anggi bertanya tentang kebenaran berita itu padaku. Jawabanku juga menjawab rasa penasarannya kenapa akhir-akhir ini Rizwan tak pernah lagi muncu
Bukan Pahlawan 13 Pemeriksaan Kesehatan Zayn mengemudikan mobilnya memasuki gerbang Puskesmas tempatku bekerja kemudian memarkirnya di depan salah salah satu bangunan di sana. Aku segera turun setelah melepas safety belt yang kukenakan dan menunggu Zayn keluar dari mobilnya. Kami melangkah bersisian dengan canggung memasuki bangunan puskesmas tempatku bekerja. Hari ini aku dan Zayn berencana melakukan pemeriksaan Kesehatan di puskesmas untuk persyaratan kami menikah. Sebenarnya aku ingin melakukan pemeriksaan di tempat lain agar teman-temanku tak ada yang kalau aku akan menikah dengan Zayn tapi Zayn berkeras untuk berkeras periksa di tempat kerjaku. Kebetulan hari ini aku juga dapat giliran jaga di ruang pemeriksaan kehamilan hingga kami sengaja berangkat pagi. Saat aku dan Zayn memasuki pintu masuk puskesmas, aku menyadari puluhan pasang mata rekan-rekanku yang sedang antri untuk melakukan finger print maupun yang masih ada di sekitar tempat it