Bukan Pahlawan 5
Zayn Raynar Abisatya
Siapa yang tak mengenal Zayn Raynar Abisatya, aku yakin semua orang di desa kami tahu siapa Zayn Raynar Abisatya bahkan mungkin di desa-desa lainnya. Zayn adalah sosok anak muda yang sukses dengan usaha yang dirintisnya. Ya, dia adalah pemilik Rendezvous Café yang sangat terkenal dan sudah memiliki banyak cabang di berbagai kota.
Rendezvous Café didirikan Zayn saat dia masih kuliah lima tahun yang lalu, awalnya Zayn membuka café itu di kita tempat dia kuliah bersama dengan beberapa teman kuliahnya. Dalam beberapa tahun café itu berkembang dengan cepat dan menjadi tempat nongkrong anak muda nomor satu di kota itu. Zayn kemudian mulai membukanya di beberapa kota lain yang ada di sekitarnya dan mendulang sukses yang sama.
Orang-orang mungkin mengenal Zayn sebagai anak tertua dari Teguh Abisatya, orang terkaya di desaku tinggal dan bekerja, Selain itu dia juga sangat tampan sehingga menjadi incaran banyak gadis yang ingin menjadi istrinya dan banyak orang tua yang ingin menjadikan Zayn sebagai menantunya. Sayangnya mereka harus kecewa karena Zayn sudah memilih Risya putri kedua kepala Desa.
Selain tampan dan sukses Zayn juga berjiwa social tinggi dan sikap ini sepertinya diturunkan dari kedua orang tuanya yang sangat murah hati. Ketika pertama kali aku di tempatkan di desa P, mereka langsung menampungku di rumahnya yang terbilang mewah untuk warga desa P dan menyayangiku layaknya anak mereka sendiri.
Ketika Zayn mendirikan café itu di kota kami dua tahun yang lalu, awalnya dia agak skeptis karena tempat itu tak begitu ramai. Kami tinggal di sebuah kecamatan yang cukup jauh dari ibu kota kabupaten meski masih berada di jalur utama menuju kota kabupaten. Zayn sengaja mendirikan Rendezvous Café di kota ini agar dia bisa mengurusi langsung
Lokasi café Rendezvous milik Zayn hanya sekitar satu kilometer dari puskesmas tempatku bekerja. Café ini berada di lokasi yang sama dengan Gudang kopi milik ayahnya. Tak perlu waktu lama bagi Zayn untuk membuat cafenya dikunjungi banyak pelanggan karena dia memang jago dalam hal itu.
Aku dan beberapa temanku akan datang ketempat ini sepulang kerja untuk sekedar minum-minum dan menikmati hidangan di sana. Harus akui hidangan di Rendezvous Cafe memang lezat dan sangat menggoda lidah mereka yang berselera muda. Karyawan puskesmas juga sering mengadakan rapat-rapat di sana karena tempatnya yang representative.
Hubunganku dengan Zayn tak sedekat seperti hubunganku dengan keluarga Abisatya yang lain terutama bu Teguh. Sejak awal bertemu, Zayn seperti selalu menjaga jarak dariku, aku merasa tak masalah dengan hal itu karena selama ini Zayn juga jarang di rumah. Selama ini Zayn berada di ibu kota propinsi dan hanya pulang dua tiga bulan sekali sampai dua tahun yang lalu dia pulang ke desa karena kuliah paska sarjananya sudah selesai.
Meski Zayn selalu menjaga jarak dariku dia tak pernah keberatan kalau Bu Teguh memintanya mengantarku entah ke puskesmas atau tempat lainnya. Kadang-kadang dia juga akan mejemputku di Puskesmas kalau kebetulan aku sedang piket. Kehadiran Zayn di tempat kerjaku jelas membuat rekan-rekanku menggodaku meski mereka tahu Zayn sudah seperti seorang kakak bagiku. Aku juga tahu beberapa temanku naksir pada Zayn tapi mereka menyerah saat tahu Zayn sudah memiliki kekasih.
Zayn memang memiliki pesona yang luar biasa tapi dia bukanlah orang yang suka tebar pesona. Yang aku tahu dia sangat mencintai Risya dan tak pernah ada gadis lain di hidupnya. Aku tak pernah melihat Zayn melihat gadis lain ke rumah selain Risya.
“Kamu ma uke café kan, Zayn? Sekalian antar Nana ke puskesmas, ibu gak mau dia kenapa-kenapa,” kata Bu Teguh saat kami sarapan.
“Baik, Bu,” jawab Zayn sambil tersenyum .
“Gak usah, Mas. Aku naik motor saja,” jawabku tak enak hati, aku sudah terlalu merepotkan keluarga ini.
“Gak, kamu diantar Zayn saja!” jawab bu Teguh.
Di seberang mejaku Zyan, adik Zayn langsung meleletkan lidahnya. Semua tahu kalau bu Teguh sudah membuat keputusan tidak ada yang bisa mengganggu gugat makanya Zayn langsung mengiyakan perintah ibunya. Di tempatnya duduk, Pak Teguh juga mendukung keputusan sang istri membuatku akhirnya hanya bisa pasrah.
Setelah selesai sarapan, Zayn sudah menungguku di halaman depan dengan mobil Honda CRV nya. Aku membuka pintu depan dan duduk di sana, Zayn menoleh saat aku memasuki mobilnya.
“Sudah siap?” tanyanya.
Aku hanya mengangguk.
“Bagaimana perasaanmu?” tanyanya setelah mobil kami meninggalkan halaman rumah Adisatya dan meluncur di jalan beraspal yang melintasi desa kami.
Aku menggigit bibir bawahku, kehadiran Rizwan kemarin menjadi mood booster bagiku membuat ketakutan dan kecemasanku sedikit terkikis. Aku tak tahu apa yang akan kulakukan seandainya Rizwan tidak bisa menerima keadaanku. Meski keluarga Abisatya sangat membantuku tapi bagiku bagimana sikap Rizwan terhadapa kasus ini sangat penting bagiku karena dia adalah masa depanku.
“Lumayan,” jawabku pada Zayn tanpa menoleh, tatapanku mengarah keluar jendela pada pohon-pohon kopi dan sawah.
“Semangat, Ay,” aku terkejut saat merasakan tepukan di bahuku.
“Terima kasih,” jawabku sambil menatapnya.
Setelah itu tak ada lagi hingga kami sampai di kota, Zayn terus menjalankan mobilnya meski kami telah berada di depan Café Rendezvous untuk mengantarku sampai di kantor. Ya, kalau dari rumah memang tempat kerjaku lebih jauh karena itu kalau mengantarku Zayn mesti balik lagi untuk kembali ke Café karena itu aku sering merasa rikuh kalau Zayn mengantarku.
“Aku turun di sini saja, Mas,” kataku.
“Kenapa?” Zayn menatapku.
“Aku naik bis saja, kan sudah dekat,” aku tersenyum.
“Tidak, aku antar kamu ke Puskesmas, kamu gak mau aku dimarahi ibu karena putri kecilnya aku telantarkan di jalan?” Zayn terkekeh, suaranya sangat merdu. Aku yakin banyak gadis yang terpikat padanya hanya karena mendengar suaranya.
Satu yang lagi yangmembuatku kagum pada laki-laki di sampingku adalah, dia sangat menghormati ibunya. Dia akan berusaha untuk melaksanakan perintah ibunya sepanjang perintah itu masuk akal dan tidak bertentangan dengan perintah agama dan setahuku memang semua perintah Bu Teguh tidak pernah neko-neko.
“Ibu gak akan tahu, Mas,” kataku dengan memohon.
“Jangan dikira ibu gak akan tahu, Ay,” Zayn terkekeh kembali, “Sudah gak usah protes, lagian Cuma sebentar kok.”
Aku hanya mengucutkan bibir, Zayn malah tertawa melihatku manyun.
“Jarang jarang kan kamu di antar cowok cakep kaya Mas?” Zayn tersenyum miring.
“Uh, ge-er!” entah mengapa aku merasa sangat senang melihat Zayn tertawa dan tersenyum hari ini karena biasanya dia selalu terlihat serius dan jarang tertawa. Apalagi tiga hari terakhir setelah kejadian pemerkosaan yang menimpaku, aku melihat dia sama terpukulnya denganku.
***
Bukan Pahlawan 6 Rizwan Daniswara Laki-laki itu berdiri menjulang di depanku, wajah tampannya tampak muram saat menatapku membuatku merasa makin tak menentu. Laki-laki itu Rizwan Daniswara, laki-laki yang selama ini kucintai dan aku harapkan di masa depan untuk menjadi pendamping hidup di mana aku dan dia tumbuh dan menua bersama. Laki-laki itu duduk di sisi tempat tidur dan menyuarakan namaku, aku berusaha menegakkan tubuhku dengan susah payah dan masuk ke dalam pelukannya dan menangis di situ. Rizwan memelukku erat, ada kesedihan yang menggantung di matanya yang membuatku makin merasa sedih. Aku dan Rizwan sudah menjalani hubungan semenjak masih kuliah, kamu bahkan sudah sepakat untuk menikah tiga bulan lagi. Aku sudah membayangkan hari-hari bahagiaku bersamanya sebelum kejadian malam jahanam itu tapi kini aku merasa tak berharga di matanya. Harusnya aku persembahkan kesucianku pada laki-laki tampan di depanku tapi nyatanya seorang pencuri lak
Bukan Pahlawan 7 Tunangan Hari masih pagi saat aku sampai di puskesmas, baru ada beberapa karyawan yang datang. Setelah melakukan fingerprint, aku menyapa beberapa karyawan yang berpapasan denganku dan berjalan menuju ruang bersalin karena hari ini aku piket di sana. Setelah melakukan tukar jaga dengan Vania yang melakukan jaga malam, aku menuju ke ruang nifas untuk memeriksa kondisi ibu yang melahirkan tadi malam. Si ibu yang masih sangat muda, terbaring di atas tempat tidur. Usianya masih Sembilan belas tahun tapi dia tampak sangat bahagia dengan kelahiran putranya. Di sebelah tempat tidur tampak seorang laki-laki berusia sekitar dua puluh lima tahunan menggenggam tangannya dan menatap ibu nifas tadi dengan mesra. Tak jauh dari mereka, seorang perempuan berusia empat puluh tahunan tampak sangat senang menggendong seorang bayi mungil. “Mbak, saya periksa dulu, ya,” kataku pada ibu nifas bernama Weni itu. Perempuan mu
Bukan Pahlawan 8. Hamil Meski Rizwan melarangku untuk berdekatan dengan Zayn tapi sayangnya tidak mudah bagiku untuk menghindar dari Zayn. Hampir setiap hari sekarang ini Zayn selalu mengantar dan menjemputku di puskesmas maupun saat aku melakukan posyandu di dusun-dusun yang ada di wilayah desaku. Sejak kejadian yang menimpaku, Zayn memang menjadi lebih banyak di rumah, sebenarnya dia sering berada di rumah karena permintaan Bu Teguh, karena dia tak ingin sesuatu terjadi lagi padaku. Hal itu tentu saja membuat Rizwan kesal padaku dan tak mau mendengarkan apapun alasan yang kuberikan. “Swear, Yang. Aku gak ada hubungan apapun dengan Mas Zayn, dia mengantarku karena permintaan Bu Teguh, aku merasa tak enak untuk menolakmya,” kataku saat kamI berbincang di warung bakso dekat Puskesmas setelah aku pulang kerja. “Aku percaya sama kamu, tapi tidak sama dia,” kata Rizwan acuh. Sesungguhnya aku merasa bosan mendengar Rizwan selalu meng
Bukan Pahlawan 9 Anak Perempuan Aku hanya bisa menangis saat mengetahui kalau aku hamil, tanganku gemetar memegang stik yang aku gunakan untuk memeriksa air kencingku karena ada dua garis merah di sana. Tubuhku terasa lemas dan kepalaku terasa pusing seketika. Aku segera membuang stik itu ke tempat sampah yang ada di kamar mandi. Aku segera keluar dari kamar mandi dengan tergesa menuju ke kamarku untuk menumpahkan kesedihaku di sana. Tubuhku limbung saat tanpa sengaja menabrak tubuh Zayn yang sedang berada di dapur, aku mungkin saja terjatuh di lantai kalau saja tidak ada Zayn yang menangkap tubuhku dan membawanya ke dalam pelukannya. “Ada apa, Ay?” tanya Zayn cemas tanpa melepas pelukannya. Aku tak tahu harus mengatakan apa, tubuhku begitu lemas, berbagai perasaaan terasa campur aduk di hatiku. Sedih, kecewa, takut dan entah perasaan apalagi yang bersemanyam di hatiku. Tubuhku gemetar dalam pelukan Zayn membuat wajah laki-laki itu semakin gel
Bukan Pahlawan 10 Bertemu Rizwan Suasana di dalam mobil terasa sunyi saat mobil yang dikemudikan Zayn membelah jalanan menuju kota M hanya terdengar lagu-lagu yang saat ini sedang popular dari pemutar music yang ada di dashboard. Aku tenggelam dalam pelukan bu Teguh yang membuatku merasa nyaman meski hatiku merasa sangat sedih. Bu Teguh membelai punggungku tanpa mengatakan satu katapun tapi aku tahu dia bisa merasakan kegundahan hatiku. Di kursi kemudi, Zayn juga tak mengatakan apapun, dia tampak tenggelam dalam pemikirannya. Aku tak tahu apa yang dipikirkannya karena Zayn bukanlah orang yang mudah ditebak. Aku bisa melihat kecemasan di wajah Zayn dari kaca spion dan aku tak tahu apa yang membuatnya cemas. Akhirnya kami sampai di kota M, dari alun-alun kota, Zayn mengarahkan kendaraan menuju jalan ke sebuah kecamatan sesuai petunjukku. Zayn menghentikan kendaraannya di sebuah rumah besar dengan halamannya yang luas, tak sebesar rumah keluarga Ab
Bukan Pahlawan 11 Keputusan “Aku mencintaimu, Na. Aku sudah berusaha berbesar hati untuk menerimamu yang sudah tidak suci lagi, jangan paksa aku untuk menerima benih jahanam di perutmu. Gugurkan dia dan aku akan melupakan apa yang pernah terjadi padamu,” katanya sendu. Ucapan Rizwan itu terus saja bergema di hatiku membuat aku hanya terdiam sepanjang perjalanan pulang dari rumah Rizwan. Bu Teguh memelukku erat dan membiarkan aku menangis dalam pelukannya. Sesekali bu Teguh akan menghiburku meskipun dia tahu hal itu tak akan mempan karena aku sama sekali tidak akan mendengarnya tapi setidakknya dia tidak membiarkanku sendirian. Di kursi depan, Zayn tampak murung, entah apa yang dipikirkannya. Sepertinya Zayn merasa kesal dengan apa yang terjadi padaku. Tadi dia bahkan hampir memukul Rizwan ketika mendengar ketika laki-laki itu mengatakan hal yang menyakitkan itu kalau saja ibu tidak segera menenangkannya. Setengah jam perjalanan, ak
Bukan Pahlawan 12 Ini Salah Malam terasa begitu sunyi padahal jamdi dinding menunjukkan angka Sembilan. Pak dan Bu Teguh telah masuk ke kamar mereka sejak seperempat jam lalu sedang Zyan sudah tidur sejak setengah jam yang lalu. Hanya ada Zayn dan aku di ruang keluarga dan kami masih sama-sama diam semenjak orang tua Zayn meninggalkan kami berdua di ruangan ini. Suasana di antara kami terasa begitu canggung karena kami sama-sama diam dalam pikiran masing-masing untuk waktu yang lama. Beberapa kali aku mencuri padang pada laki-laki tampan yang duduk di depanku, aku bingung untuk menyuarakan perasaanku pada Zayn. “Ini salah,” gumamku setelah beberapa kali menatap pemilik wajah dingin di depanku yang tampak sibuk dengan ponselnya. “Ada apa, Ay?” mata kami bertemu dalam satu garis lurus, tatapannya yang tajam terasa menghujam jantungku membuatku membeku. “Ini salah, Mas. Tak seharusnya kamu mengorbankan cinta
Bukan Pahlawan 13 Pemeriksaan Kesehatan Zayn mengemudikan mobilnya memasuki gerbang Puskesmas tempatku bekerja kemudian memarkirnya di depan salah salah satu bangunan di sana. Aku segera turun setelah melepas safety belt yang kukenakan dan menunggu Zayn keluar dari mobilnya. Kami melangkah bersisian dengan canggung memasuki bangunan puskesmas tempatku bekerja. Hari ini aku dan Zayn berencana melakukan pemeriksaan Kesehatan di puskesmas untuk persyaratan kami menikah. Sebenarnya aku ingin melakukan pemeriksaan di tempat lain agar teman-temanku tak ada yang kalau aku akan menikah dengan Zayn tapi Zayn berkeras untuk berkeras periksa di tempat kerjaku. Kebetulan hari ini aku juga dapat giliran jaga di ruang pemeriksaan kehamilan hingga kami sengaja berangkat pagi. Saat aku dan Zayn memasuki pintu masuk puskesmas, aku menyadari puluhan pasang mata rekan-rekanku yang sedang antri untuk melakukan finger print maupun yang masih ada di sekitar tempat it
Aku sedang merias wajahku saat Zayn keluar dari pintu kamar mandi dengan handuk yang melilit sebagian tubuhnya. Rambutnya yang basah tempat masih mengalirkan beberapa tetes air ke tubuhnya membuatnya terlihat sangat seksi. Sejenak aku terpaku dan terpesona pada tubuh indahnya begitu pas untuknya. Dada bidang yang terlihat kekar serta otot perut yang terlihat roti sobek di atas handuk yang dikenakannya.Aku berusaha menahan nafasku untuk meredakan debaran dadaku yang tiba-tiba saja bergetar dengan cepat. Aku segera mengalihkan tatapanku sebelum Zayn menyadarinya. Aku tidak boleh terpesona padanya karena dia milik orang lain, meski saat ini kami terlibat hubungan sebagai suami istri.Aku menggigit bibir sambil merapikan jilbabku dan memasang Bros di dada. Setelah itu aku menghembuskan nafas secara kasar saat melihat bayangan Zayn di cermin di depanku. Aku mengeluh dalam hati, kenapa dia begitu tampan dan mempesona seperti tokoh utama pria dalam cerita-cerita novel terjemahan.Sulit seka
Bukan Pahlawan 20 Selama Zayn mengadakan perjalanan bisnid keluar negeri, aku menjalankan aktivitasku sebagai bidan desa seperti biasanya. Zayn kerap menelponku untuk menayakan keadaanku dan janin yang ada dalam perutku meski ada perebedaan waktu belasan jam di antara kami. Aku tahu dia sengaja menelpon di siang hari agar tak mengganggu waktu tidurku. Zayn juga akan bercerita apa saja yang dia lakkukan di sana atau apa yang dilihatnya dia juga bertanya apa yang kuinginkan dan aku menceritakan banyak hal yang aku lakukan di sini. Kadang aku tak percaya laki-laki yang selama ini aku kenal dingin dan irit bicara itu terdengar begitu hangat dan cerewet. Sebulan kemudian Zayn Kembali dari perjalanan bisnisnya, dia membawakanku dan keluarga Abisatya banyak barang mewah dan makanan. Baju, tas, sepatu, aksesoris merek terkenal dan mahal, serta berbagai makanan khas negara-negara Eropa terutama coklat. Aku tentu saja senang dengan semua pemberiannya begitu juga kedua orang tua Zayn dan adik
BP 20. Rindukan AkuTiga hari menjadi istri Zayn membuatku bisa melihat sisi lain Zayn yang biasanya dingin dan selalu membuat jarak denganku. Setelah menikah aku melihat Zayn menjadi laki-laki yang hangat dan penuh perhatian. Tadinya kupikir karena dia terpaksa menikahiku karena Bu Teguh yang memintanya, dia akan terus bersikap dingin atau bicara ketus padaku. Atau dia akan menyiksaku karena telah membuatnya berpisah dengan kekasihnya seperti yang kubaca dalam novel-novel. Untungnya dia memperlakukanku dengan baik seakan aku adalah orang yang sangat berharga baginya. Hal itu membuatku terharu dan makin berterima kasih padanya.Hal itu juga membuat rasa kagumku padanya semakin meningkat.Hari keempat setelah kami menikah, Zayn bersiap untuk bertolak ke Eropa. Dia akan melakukan perjalanan dinas selama satu bulan. Itu juga salah satu alasan Zayn menyegerakan pernikahan kami, agar dia lebih tenang meninggalkan aku sebagai istrinya. Ini memang bukan kali pertama Zayn pergi
Bukan Pahlawan 18 Zayn luar biasa kan, Na? Setelah pesta usai dan para undangan serta kerabat telah meninggalkan tempat ini, aku dan Zayn masih bertahan di tempat ini di temani ayah dan ibu Zayn. Hal itu karena masih ada beberapa tamu yang datang walau terlambat untuk memberi selamat kepada kami. Sebenarnya aku berharap ibuku datang ke acara pernikahanku dengan Zayn tapi hingga acara usai, ibu kandungku sama sekali tak menampakkan batang hidungnya. Aku merasa sedih, satu-satunya keluarga yang kumiliki sama sekali tak perduli padaku, untungnya ada Bu Teguh yang selalu menganggapku sebagai putri kandungnya. Saat melihat kesedihan di mataku, perempuan separuh baya itu segera memeluk dan menghiburku dan Zayn juga mengatakan beberapa hal untuk tidak membiarkan aku bersedih tanpa banyak kata. Zayn juga memintaku untuk percaya padanya kalau dia tidak akan membuat ku kecewa. Setelah sholat Maghrib, kedua orang tua Zayn pulang ke rumah mereka di de
Bukan Pahlawan 17 Tak Pernah mencintai Risya POV Suasana di Kafe Rendezvous masih ramai saat aku tiba di tempat itu. Ada ribuan orang yang masuk dan keluar dari Kafe terbesar di kota kecil ini. Mereka adalah para tamu undangan resepsi pernikahan Zayn dan Ayana yang terdiri dari berbagai kalangan. Pernikahan ini memang digelar dengan meriah mengingat Zayn adalah putra sulung keluarga Abisatya yang sangat dibanggakan dan pewaris kerajaan bisnis Abisatya yang menguasai sebagian besar perdagangan di kota ini. Pesta ini adalah resepsi pernikahan terbesar yang pernah kulihat di daerah ini. Maklum saja keluarga Abisatya adalah keluarga kaya dengan relasi yang sangat banyak, relasi mereka tidak hanya sesame pengusaha tapi juga para pejabat yang berasal dari berbagai kota. Tentu saja bagi kebanyakan orang menjadi suatu kehormatan diundang di resepsi pernikahan ini. Aku hanya bisa merasa iri pada Ayana, gadis itu
Bukan Pahlawan 16 Resepsi Setelah sarapan, kami berangkat menuju Kafe Rendezvous. Butuh waktu setengah jam dari kediaman Abisatya sampai ke kafe. Sepanjang perjalanan, aku hanya diam hanya sesekali aku bicara untuk menjawab pertanyaan Bu Teguh yang duduk di kursi belakang bersamaku. Sesekali tatapanku bertemu dengan tatapan Zayn yang mengemudikan mobil membawa kami melalui kaca spion di atasnya. Setelah sampai di sana, aku dan Zayn dibawa ke ruangan terpisah untuk dirias dan berganti pakaian. Aku terpana saat bertemu Zayn di pelaminan. Dia terlihat sangat gagah dan tampan dengan pakaian yang dikenakannya. Dia terlihat bak pangeran dari negeri dongeng dalam balutan setelan putih yang di desain model seorang pangeran. Aku melihat wajah Zayn yang tampak sumringah dengan senyuman hangat di bibirnya. Aku tak pernah melihat senyuman Zayn sehangat ini sebelumnya. Tampaknya dia benar-benar ingin menunjukkan kepada setiap orang yang hadir di tempat
Bukan Pahlawan 15 Kegalauan Ayana Malam itu setelah menemui kerabatku dan kerabat Zayn juga tetangga dekat dan tokoh masyarakat yang hadir dalam acara akad nikah kami, akhirnya aku pamit untuk kembali ke kamar sedang Zayn masih berada di ruang tamu menemani para tamu yang masih berbincang di sana. Aku hendak memasuki kamarku saat salah satu asisten rumah tangga memberi tahu kalau kamarku digunakan oleh nenek dan bibiku atas perintah Bu Teguh dan dia memintaku untuk tidur di kamar Zayn yang memang bersebelahan dengan kamarku. Untuk beberapa saat aku hanya berdiri terpaku di depan kamar Zayn, aku merasa jantungku berdetak dengan kencang saat asisten rumah tangga membukakan pintu kamar Zayn dan memintaku masuk ke dalamnya. Ini adalah kali pertama aku memasuki kamar Zayn, kalau bukan karena aku menikah dengannya tentu aku tak pernah memasuki kamar ini. Bagaimanapun aku merasa tabu untuk memasuki kamar seorang laki-laki, apalagi Zayn sendiri jarang m
Bukan Pahlawan 14 Aku Tidak Akan Menuntut Hakku Sebagai Suami Berita tentang pernikahanku dengan Zayn menyebar dengan cepat di tempat kerjaku menimbulkan kehebohan. Mereka merasa tak percaya aku yang bertunangan dengan Rizwan justru menikah dengan Zayn yang tengah menjalin hubungan dengan Risya. Berita miringpun segera berhembus kencang mengiringi rencana pernikahanku dan Zayn. Mereka menganggap aku berselingkuh dari Rizwan dan meninggalkannya karena Zayn lebih segalanya disbanding Rizwan. Aku berusaha untuk tidak memperdulikan semua berita miring tentangku dan Zayn karena apapun usahaku untuk menyangkal berita itu justru akan membuat mereka semakin mempercayai beritanya. Aku hanya bercerita pada salah satu seniorku, Anggi apa yang terjadi padaku dan kenapa Zayn menikah denganku. Hal itu kukatakan padanya saat Anggi bertanya tentang kebenaran berita itu padaku. Jawabanku juga menjawab rasa penasarannya kenapa akhir-akhir ini Rizwan tak pernah lagi muncu
Bukan Pahlawan 13 Pemeriksaan Kesehatan Zayn mengemudikan mobilnya memasuki gerbang Puskesmas tempatku bekerja kemudian memarkirnya di depan salah salah satu bangunan di sana. Aku segera turun setelah melepas safety belt yang kukenakan dan menunggu Zayn keluar dari mobilnya. Kami melangkah bersisian dengan canggung memasuki bangunan puskesmas tempatku bekerja. Hari ini aku dan Zayn berencana melakukan pemeriksaan Kesehatan di puskesmas untuk persyaratan kami menikah. Sebenarnya aku ingin melakukan pemeriksaan di tempat lain agar teman-temanku tak ada yang kalau aku akan menikah dengan Zayn tapi Zayn berkeras untuk berkeras periksa di tempat kerjaku. Kebetulan hari ini aku juga dapat giliran jaga di ruang pemeriksaan kehamilan hingga kami sengaja berangkat pagi. Saat aku dan Zayn memasuki pintu masuk puskesmas, aku menyadari puluhan pasang mata rekan-rekanku yang sedang antri untuk melakukan finger print maupun yang masih ada di sekitar tempat it