Share

Chapter 4

Penulis: Dewa Amour
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-05 15:36:19

Hari mulai pagi. Suara kumandang adzan Subuh menyambangi telinga Bagas. Laki-laki itu terjaga dari tidurnya. Dilihatnya kasur di samping yang masih kosong. Apa Laras tidak pulang?

Bergegas ia bangkit. Sambil duduk di tepi ranjang, Bagas mengusap wajahnya lalu menggeleng. Kemana Laras pergi sampai belum pulang pagi ini?

Lagi dan lagi, cuma pertanyaan itu yang terus bersarang di kepalanya. Semalam ia sempat mencari Laras. Namun, karena sudah larut malam Bagas tidak bisa meneruskan pencarian. Apa Laras pergi mengunjungi panti?

Ah, tidak mungkin!

Jikalau istrinya pergi ke suatu tempat, pasti Laras akan berpamitan dan meminta izin padanya lebih dulu. Sedangkan ini tidak. Bagas khawatir jika istrinya kenapa-napa.

Sedang kebingungan Bagas, tiba-tiba saja tercium aroma lezat masakan daria arah dapur. Bagas terkesiap.

"Laras?"

Bergegas laki-laki itu beringsut dari ranjang, lantas berjalan cepat menuju dapur. Dilihatnya punggung seorang perempuan yang sedang berdiri menghadap meja makan.

Bagas tersenyum lega. Ia segera menghampiri Laras.

"Mas Bagas sudah bangun? Aku sedang menyiapkan sarapan buat Mas. Sebaiknya Mas ambil air wudhu dulu. Selepas shalat Subuh kita sarapan bareng."

Bagas tersenyum. Dia tidak berkata apa pun. Laras dibuat terkejut saat laki-laki itu langsung memeluknya.

"Mas takut sekali kamu kenapa-napa! Kenapa pergi tidak kasih tahu Mas dulu?" lirih Bagas.

Laras tersenyum pahit. "Aku minta maaf, Mas. Kemarin aku ketemu sama teman lamaku. Dia mengajak aku kerja sebagai buruh cuci gosok di perumahan yang tidak jauh dari sini."

Bagas mengangguk. Dia percaya saja dengan ucapan istrinya. Lantas dilepaskan pelukan itu dari Laras. Dipandanginya dalam-dalam wajah istrinya.

"Mas cuma takut sesuatu yang buruk menimpa kamu, Laras. Mas lega kamu udah pulang."

Laras tersenyum. "Yaudah, ayo kita shalat Subuh dulu, Mas."

Bagas cuma mengangguk sambil tersenyum. Selanjutnya ia menggiring Laras menuju teras belakang rumah di mana mereka akan mengambil air wudhu.

Laras hanya terdiam sambil berdiri memandangi Bagas yang sedang berwudhu. Ia merasa sudah berdosa sekali karena telah membohongi suaminya tersebut.

Dipejamkan mata basah itu oleh Laras. Ia kembali teringat malam laknat yang sudah merenggut mahkotanya sebagai seorang istri.

"Kamu sudah menipuku! Bajingan kamu. Frans!"

Laki-laki yang sedang berdiri sambil menghitung uang cuma tersenyum mendengar teriakan, tangisan dan cacian Laras.

Setelah memasukan beberapa gepok uang ke dalam tas, Frans memutar tubuhnya sambil melempar banyak uang kertas ke depan Laras.

Wanita itu menanggapi dengan marah. "Aku bukan pelacur!"

Frans menyeringai tipis. "Terserah kamu mau ngomong apa! Nyatanya kamu sudah tidur dengan banyak laki-laki malam ini. Dan uang itu buat kamu."

Laras masih menatap dengan manik yang berapi-api.

Frans kembali menunjukkan senyuman yang remeh pada wanita di hadapannya.

"Kamu pikir kamu itu siapa? Kamu cuma pendatang di sini. Jutaan pribumi saja masih menganggur dan kamu mau kerjaan dari saya? Ini Jakarta, Laras! Kalo kamu nggak mau mati kelaparan di sini, maka terima saja kerjaan ini."

"Aku tidak sudi!"

Frans tersenyum miring. Laki-laki itu lantas mendekat pada Laras. Wanita itu dibuat terkejut saat tangan Frans mencengkeram dagunya. Laras menatapnya dengan sengit.

"Kamu pikir setelah malam ini kamu bisa terlepas dari saya begitu saja? Kamar ini sudah dipasangi CCTV. Saya bisa saja kasih tahu suami kamu tentang apa yang terjadi di sini. Saya juga penasaran, bagaimana reaksi Bagas kalo tahu istrinya yang cantik ini sudah digilir empat orang laki-laki dalam satu malam," desis Frans ke wajah Laras.

"Biadab kamu, Frans!" cerca Laras seraya menepis tangan Bagas darinya.

"Haha! Makanya jangan banyak bacot kamu! Nurut aja sama saya. Bukannya kamu juga sedang butuh duit?" Frans melirik ke arah Laras yang masih duduk di tepi ranjang.

Wanita itu menatapnya penuh kebencian.

Frans tersenyum remeh menanggapi. Setelah menyalakan api rokoknya, laki-laki itu melanjutkan, "Bagas Paku Handoko, dia anak orang berpengaruh di Solo. Lulusan bisnis pulak! Saya rasa laki-laki berpendidikan seperti dia tidak akan sudi menerima kamu setelah tahu semuanya."

Laras mengepalkan buku-buku jemarinya penuh emosi. Dia lantas bangkit dan langsung menyerang Frans. Namun, satu tamparan keras berhasil membuatnya jatuh terjerembab ke sofa.

"Bajingan kamu, Frans!"

Sambil memegang pipinya yang perih, Laras menatap murka saat laki-laki itu mendekat.

Frans menyeringai. "Kalo mau hidup kamu aman, ikuti permainan ini, Laras."

"Laras!"

Deg!

Laras dibuat terkejut saat Bagas memanggilnya. Buru-buru ia menyeka matanya yang basah, lantas memasang senyum untuk suaminya.

"Kamu kok melamun? Ayo ambil wudhu. Mas tunggu di dalam, ya?"

Laras cuma mengangguk.

Bagas tersenyum manis, lantas laki-laki itu segera melangkah pergi. Tinggallah Laras seorang diri di teras belakang. Dipandanginya punggung kekar suaminya yang kian menjauh.

"Mas Bagas ... Laras udah kotor, Mas ... Maafkan Laras ..."

Laras jatuh hingga bersimpuh di tanah. Ia menunduk dalam tangis yang pecah. Hatinya sakit, bathinnya hancur. Dia merasa kotor dan tidak pantas lagi untuk Bagas.

~•~

Bagas yang sudah bersiap mau mendirikan shalat dibuat keheranan karena Laras belum kunjung datang. Ada apa dengan istrinya itu? Sikap Laras sedikit aneh pagi ini.

"Mbak Laras?!"

"Tolong!"

"Mas Bagas!"

Suara teriakan itu mengejutkan Bagas yang sedang memikirkan Laras. Segera ia melompat keluar untuk melihatnya. Bagas terkejut melihat Laras yang tak sedang sadarkan diri. Sementara sorang perempuan sedang berteriak meminta tolong.

"Mbak Desi, Laras kenapa?!" tanya Bagas dengan ekspresi heran dan panik.

Dia segera mengangkat Laras dan menggendongnya memasuki rumah. Desi mengikuti.

"Laras?"

"Mbak Laras!"

Perlahan-lahan mata Laras terbuka. Samar-samar ia melihat wajah Bagas dan Desi.

"Mas bagas," gumamnya pelan.

"Jangan bangun dulu. Rebahan aja," kata Bagas yang segera menahan istrinya.

Desi menoleh ke arah Bagas dan Laras. "Syukurlah Mabak Laras udah sadar. Saya pamit dulu, ya?"

Bagas mengangguk sambil tersenyum tipis. "Terima kasih, Mbak Desi."

Desi cuma mengangguk. Dia menoleh satu kali ke arah Laras, lantas segera melenggang pergi.

Laras masih terdiam. Kondisinya sangat lemas usai dibantai empat laki-laki tadi malam. Dia tak punya banyak tenaga. Dan wajah cemas Bagas membuatnya ingin menjerit kencang.

"Laras, kamu istirahat saja di rumah. Sepertinya kamu kelelahan karena bekerja sampai larut malam. Hari ini biar Mas saja yang kerja. Kemarin Mas ketemu sama Pak Kardi. Beliau mengajak Mas kerja bersamanya jadi buruh proyek," kata Bagas seraya duduk di tepi dipan di mana Laras bersandar di tengahnya.

Laras memalingkan wajahnya. Dia tidak mau Bagas melihat kehancuran di matanya.

'Besok malam ada dua klien yang pingin kamu senengin. Nanti Jarwo bakal jemput kamu. Siap-siap, ya?'

Bathin Laras meraung hebat mengingat pesan Frans padanya.

Dia sungguh tidak mau melakukannya lagi, tapi apa daya laki-laki biadab itu terus mengancamnya. Dia takut sekali Bagas akan tahu. Laras tidak mau kehilangan suaminya.

"Kok melamun? Mas pamit, ya?" Bagas tersenyum memandangi wajah pucat Laras.

Istrinya pasti sangat menderita sejak menikah dengan dia. Bagas merasa sudah menjadi suami yang gagal bagi Laras. Meski memiliki ijazah dan gelar sarjana, dia kesulitan untuk mendapat pekerjaan.

Andai saja orang tuanya mau menerima pernikahannya dengan Laras, pasti hidup mereka tidak akan melarat seperti ini.

Namun apa daya, Bagas tidak mau meninggalkan Laras dan tetap menikahinya. Pun orang tuanya yang tetap pada prinsipnya juga.

"Hati-hati, Mas."

Bagas mengangguk. Diusap pipi istrinya sebelum ia bangkit dan meninggalkan kamar.

Dari tempatnya bersandar, Laras memandangi punggung suaminya pergi dengan berlinangan air mata.

"Mas Bagas ..."

Bab terkait

  • BUKAN PEREMPUAN PANGGILAN    Chapter 5

    Siang itu Matahari amat terik. Bagas bekerja dengan giat. Tidak peduli keringat membasahi kemejanya. Wajah sedih Laras terus terkenang di pelupuk mata. Bagas bertekad ingin menyenangkan istrinya dengan terus giat bekerja."Nak Bagas, ayo istirahat dulu!" teriak Pak Kardi pada seorang laki-laki yang sedang mengaduk campuran bahan bangunan.Bagas menoleh sambil memegang cangkul. "Iya, Pak!"Sementara dari kejauhan seorang laki-laki sedang memperhatikan Bagas. Dia, Fandi Gumilang, pemborong yang menangani proyek bangunan di mana Bagas dan Pak Kardi bekerja. Usianya hampir sama dengan Bagas."Saya baru lihat orang itu. Apa dia masih baru?" Fandi bertanya pada mandor yang bertugas di lapangan. Matanya tertuju ke arah Bagas.Pak Darma selaku mandor yang bertugas hari ini pun menjawab, "Benar, Pak. Dia baru bekerja hari ini. Namanya Bagas!"Fandi manggut-manggut. "Saya harap dia bisa terus giat seperti itu, bukan hari ini saja."Pak Darma cuma mengangguk. Dia menoleh satu kali ke arah Bagas

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • BUKAN PEREMPUAN PANGGILAN    Chapter 6

    "Laras!"Bagas segera berlari menuju teras rumah setelah menepikan motornya di pelataran.Dengan perasaan gembira laki-laki itu mencari istrinya di seluruh rumah. Hingga kemudian ia mencium wangi masakan yang lezat dari arah dapur. Sepertinya Laras sedang memasak, pikir Bagas."Laras!"Napasnya terengah-engah saat tiba di ambang pintu dapur. Bagas lega menemukan istrinya di sana. Benar dugaannya, Laras sedang menyiapkan makanan untuk mereka.Laras mematikan api kompor, lantas ia memutar ke arah sumber suara yang memanggilnya."Mas Bagas," sapanya seraya tersenyum manis pada laki-laki yang masih terpaku di ambang pintu.Bagas membalas senyuman istrinya, lantas ia berjalan cepat menuju pada Laras dan langsung memeluknya.Laras terdiam dalam pelukan Bagas. Ia membalas pelukan itu dengan perasaan yang mengharu biru. 'Itu bayaran kamu hari ini. Besok pagi kamu harus siap-siap. Ada tiga orang klien yang sudah memesan kamu. Jangan sampai mereka kecewa.''Besok malam aku ingin menyenangkan s

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • BUKAN PEREMPUAN PANGGILAN    Chapter 7

    "Mas pamit, ya? Assalamualaikum.""Walaikum salam. Hati-hati Mas Bagas."Bagas melempar senyum manis pada perempuan muda dengan daster bunga-bunga yang sedang berdiri di teras rumah. Kemudian ia segera menunggangi motornya.Sambil berdiri di teras rumah, Laras memandangi Bagas pergi.Selesai sudah dia menjadi istri dari laki-laki baik itu, karena selepas Bagas pergi dia harus kembali ke dunia barunya.Dunia yang bahkan tidak pernah Laras bayangkan. Kini dia harus bersiap-siap untuk segera berangkat memenuhi pesanan para klien."Bagas!""Hei, Bagas! Keluar kamu!"Laras yang sedang bersiap-siap di dalam kamar dibuat terkejut saat mendengar teriakan seseorang dari luar rumah.Bu Rina. Jelas dia hafal suara perempuan itu.Namun sebelum ia menemui tamu tidak diundang yang sedang marah-marah di depan pintu rumah, Laras mengintai lebih dulu dari tepi garis jendela.Bu Rina datang dengan membawa dua orang tukang pukul. Sudah bisa Laras bayangkan apa yang akan mereka lakukan jika dia tidak mem

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • BUKAN PEREMPUAN PANGGILAN    Chapter 8

    "Uh, Laras ... terus, Sayang! Oh!"Laki-laki paruh baya itu terus saja mengerang keenakan. Laras cuma mengangkat sepasang matanya sambil memegang batang kecil yang separuhnya ia masukkan ke mulut."Lanjut lagi, Mas."Laras segera naik ke atas tubuh laki-laki itu. Dia menggoyangnya dengan penuh gairah."Ah, Laras! Udah! Saya sesak nafas!"Dasar payah!Laras segera menyudahi permainan. Ia lantas beringsut dari tubuh polos laki-laki itu."Kalau begitu, saya mau pulang," ucap Laras. Ia menoleh ke arah laki-laki tua yang masih terlentang di tengah ranjang.Orang itu cuma mengibaskan tangannya tanpa sanggup bicara lagi. Laras bergegas pergi."Mas Jarwo, ayo ke hotel selanjutnya," kata Laras setelah tiba di samping mini bus putih yang terparkir di area basement hotel.Jarwo yang sedang menikmati batang rokoknya dibuat terkejut melihat Laras sudah kembali. "Loh kok, cepet banget Mbak?" tanyanya heran."Kliennya udah keok duluan, Mas," jawab Laras dengan acuh.Jarwo mengulum senyum mendengarn

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • BUKAN PEREMPUAN PANGGILAN    Chapter 9

    Brak!Frans yang sedang menonton video porno di layar laptopnya dibuat terkejut saat tiba-tiba saja ada yang menggebrak meja kerjanya.Wajah laki-laki itu mendongak. Tatapan tajam Laras menyambutnya.Frans tersenyum miring. Ia lantas bangkit. "Ada apa kamu tiba-tiba datang ke sini?"Laras muak dengan semua basa-basi laki-laki bajingan itu. Sambil melipat kedua tangannya di depan dada, ia berkata dengan sinis."Saya tidak mau melakukan transaksi sama anak-anak! Mestinya kamu cek dulu, berapa usia klien yang memesan saya!"Mendengar semua ocehan Laras, Frans tersenyum remeh. Sambil menaruh sebatang rokok ke mulutnya, ia berkata, "Persetan mereka masih di bawah umur, yang penting kan mereka mampu membayar kamu."Laras tercengang. Dengan penuh emosi ia menyambar batang rokok yang baru saja mau Frans nyalakan apinya. Lelaki itu dibuatnya sangat terkejut."Biadab kamu, Frans! Aku nggak mau merusak anak-anak itu! Mulai sekarang kalau kamu masih menerima transaksi dari mereka, maka aku akan k

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • BUKAN PEREMPUAN PANGGILAN    Chapter 10

    Pagi itu sangat cerah. Laras terlihat sedang menyapu halaman. Sementara Bagas sudah berangkat bekerja sejak pukul enam pagi.Maklum lah! Tempat bekerja Bagas sekarang cukup jauh. Jadi, dia harus berangkat pagi-pagi.Ponsel jadul yang layarnya sudah buram tak henti berdering. Namun, suara sapu lidi membuat Laras tidak mendengarnya. Perempuan itu sibuk menyapu halaman."Gimana Mas?"Seorang laki-laki sedang duduk di ruangan Frans. Matanya mengincar wajah orang di depannya.Frans kesal karena Laras tidak juga menerima telepon. Entah apa yang sedang perempuan itu lakukan. Apa mungkin Laras sedang enak-enak dengan Bagas?Frans menggeleng, lantas menatap laki-laki di depannya. "Nggak ada jawaban. Sepertinya Laras sedang sibuk."Laki-laki di depan Frans memasang wajah kecewa. "Kalo gitu, boleh saya minta nomor Mbak Laras? Biar nanti saya yang menghubunginya."Frans menggeleng. "Sorry, Mas. Kalo itu nggak bisa, karena privasi kami. Mas bisa mengajukan pesanan lewat situs kami. Silahkan."Meli

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • BUKAN PEREMPUAN PANGGILAN    Chapter 11

    "Aaah! Aaah!"Suara lenguhan kenikmatan itu menguar di seluruh kamar hotel di mana Laras berada.Tangan perempuan itu mencengkeram punggung laki-laki seumuran Bagas yang sedang bergerak dengan tempo yang cepat.Laras tak tahan dengan permainan hebat lelaki itu. Dia mulai keenakan hingga melingkarkan kedua kakinya ke pinggang lawan mainnya.Laki-laki itu bernama Zaki. Dia berasal dari kota Bandung. Usianya sekitaran 25 tahun. Zaki sudah lama menunggu saat ini tiba.Sudah lama dia menyukai Laras dan ingin sekali dapat kesempatan untuk bisa bercinta dengan bintang yang sedang bersinar di situs dewasa milik Frans itu.Zaki mengumpulkan banyak uang sampai akhirnya bisa menggumuli tubuh polos Laras sepuasnya."Ah, Mas Zaki ..."Laras hanya bisa berdesah-desah saat Zaki melakukannya sambil berdiri. Sementara setengah tubuh Laras terlentang di atas meja.Gerakan yang gencar membuat meja terus bergetar. Laras melingkarkan tangannya ke tengkuk leher Zaki, lantas mereka berciuman."Laras, aku mo

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • BUKAN PEREMPUAN PANGGILAN    Chapter 12

    Pagi telah tiba. Laras dibuat terkejut saat mendapati kasur di sampingnya yang sudah kosong. Kemana Mas Bagas? Apa dia sudah berangkat bekerja?Masih dengan kesadaran yang belum pulih benar, Laras segera menyingkap selimut tebal yang menutupi sebagian tubuh. Lantas ia beringsut dari ranjang.Di mana Mas Bagas?Langkah kecil itu terayun menuju kamar mandi. Mungkin dia bisa melihat punggung suaminya di sana, karena tidak mungkin jam segini Mas Bagas sudah berangkat bekerja. Bahkan kumandang adzan subuh saja belum terdengar.Sepasang mata Laras memindai ke sekitar lalu fokus ke pintu kaca kamar mandi. Namun, aroma lezat nasi goreng dari arah dapur membuyarkan rasa gelisahnya."Mas Bagas?"Laki-laki yang sedang berdiri menghadap meja makan di dapur dibuat menoleh saat ia memanggilnya.Bagas menyambutnya dengan menyematkan senyum manis di wajahnya yang tampan."Laras, kamu sudah bangun?"Laras belum menjawab. Matanya melihat ke arah meja makan. Dua piring nasi goreng sudah tersaji di sana.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24

Bab terbaru

  • BUKAN PEREMPUAN PANGGILAN    Chapter 79 ( Extra Part )

    Musim hujan di bulan Juni tahun 2011.Angin bertiup kencang menjelang sore. Gerimis mulai turun di tengah langit yang terus saja mendung. Satu tahun sudah berlalu pasca insiden kecelakaan yang merenggut nyawa Laras. Sudah saatnya Bagas menata hidupnya lagi. Tanpa Laras.Pengemudi mobil yang menabrak Laras juga sudah menjalani proses hukum di Lapas Pusat, Jakarta. Pelakunya tidak lain adalah Aryo. Rupanya lelaki itu sudah dibayar oleh Pak Wirya untuk menghabisi Laras dan juga Bagas.Lagi, rencana jahat Pak Wirya gagal lagi. Akhirnya pebisnis itu harus menghabiskan hari tuanya di balik jeruji besi. Hukuman seumur hidup itu rasanya masih belum cukup untuk membayar semua kejahatannya.Hari ini pada tanggal 20 Juni. Jatuh di hari selasa dan bertepatan dengan hari jadi Laras yang ke 25 tahun. Bagas mengunci pintu rumahnya. Lelaki itu berjalan menuju motornya yang sudah menunggu di pelataran.Sebelum ia melajukan motor, Bagas melirik ke arah rumahnya. Dilihatnya Laras yang sedang berdiri di

  • BUKAN PEREMPUAN PANGGILAN    Chapter 78 ( Ending )

    Hari mulai siang saat mini bus yang dikemudikan oleh Anto terjebak macet di pertigaan jalan menuju arah bandara. Dengan wajah gelisah Laras menoleh ke luar dari kaca jendela mobil.Sudah dua hari ia tidak pulang. Pasti Bagas sudah kelimpungan mencarinya. Namun apa yang harus ia lakukan sekarang? Alex akan mengirim dia ke Jepang siang ini juga.Ekor mata Laras melirik ke arah lelaki yang duduk di sampingnya. Alex tampak sibuk dengan aktifitas ponsel.Membuang nafas berat, Laras kembali memandang ke luar mobil. Dilihatnya mobil Fandi yang juga sedang terjebak macet di sekitar.Apa dia tidak saah lihat? Ya, itu memang mobil Mas Fandi!Ada sedikit cahaya dalam kegelapan yang sedang melanda jiwa Laras. Sepertinya dia bisa minta bantuan kepada Fandi untuk kabur dari Alex."Aduuh!"Laras berpura-pura meringis kesakitan sambil meremas bagian depan dressnya. Alex segera menoleh ke arah perempuan itu."Laras, kamu kenapa?" tanya Alex.Laras meringis, "Perut saya sakit banget, Mas Alex. Bisa kit

  • BUKAN PEREMPUAN PANGGILAN    Chapter 77

    Lapas Pusat Jakarta."Saudara Aryo! Anda dibebaskan!"Aryo yang sedang duduk di dalam sel tahanan sangat terkejut saat seorang opsir memberinya kabar itu.Seorang pengusaha datang dengan membawa pengacara. Dia memberi jaminan sampai akhirnya dia dibebaskan. Aryo sangat ingin bertemu dengan orang dernawan tersebut."Jadi, Bapak yang sudah membebaskan saya? Mohon maaf, apa kita saling kenal?" Aryo keheranan saat bertemu dengan pengusaha yang memberinya jaminan.Pak Wirya menaikan sudut bibirnya lalu berkata dengan jumawa, "Saya seorang pebisnis besar! Mana mungkin punya kenalan seorang Narapidana macam kamu!"Aryo menunduk kaget dan malu. "Lalu kenapa Bapak menjamin saya?" tanyanya ragu-ragu.Pak Wirya tersenyum miring, " Saya punya kerjaan buat kamu."Aryo dibuat terkejut. Pak Wirya cuma tersenyum remeh menanggapi tatapan laki-laki itu."Mas Fandi, jangan ngebut-ngebut!"Agus sangat ketakutan dan panik saat duduk di dalam mobil yang sedang Fandi kemudikan. Dia tidak tahu apa masalah an

  • BUKAN PEREMPUAN PANGGILAN    Chapter 76

    Fandi mulai terjaga dari tidurnya. Ia sangat terkejut saat melihat sosok perempuan yang sedang duduk di sofa.Elsa membuka kacamata hitam yang menutupi sebagian wajah, "Hai, Fandi. Bagaimana kabar kamu?"Fandi mencengkeram tepi ranjang. Dia segera bangkit lalu melotot pada Elsa. "Ngapain kamu di sini? Puas kamu sekarang, hah?!" gertaknya penuh emosi.Elsa tersenyum remeh menanggapi. Dia lantas bangkit dan segera menuju pada seorang lelaki yang sedang duduk di tengah ranjang pasien."Fandi, mestinya kamu tidak melakukan hal yang bodoh sampai berakhir di rumah sakit ini," ujar Elsa dengan sinis setelah ia berdiri di hadapan Fandi.Lelaki itu mendengus kesal. Segera ia mencabut jarum infus dari lengannya lalu beringsut dari ranjang. Elsa cuma memicingkan alisnya saat lelaki itu mendekat."Kamu dan Bagas, kalian sengaja bersekongkol, kan?! Dasar perempuan murahan kamu, Elsa!" Fandi menunjuk-nunjuk muka Elsa dan menghinanya.Plaak!"Tutup mulut busuk kamu itu!"Elsa tidak tinggal diam saat

  • BUKAN PEREMPUAN PANGGILAN    Chapter 75

    "Bawa perempuan itu ke kamar!""Baik, Bos!"Dua orang pengawal segera menuju mobil hitam yang menepi di depan sebuah villa. Mereka segera membuka pintu mobil dan menyeret wanita yang tergolek di dalam sana.Laras tidak sadarkan diri setelah Frans memberinya minuman yang dicampur dengan obat tidur. Kini tubuhnya yang ringkih itu segera dikeluarkan dari mobil dan dibawa masuk villa.Lelaki berperawakan tinggi bernama Alex cuma tersenyum smirk saat para pengawal melewatinya sambil memapah Laras."Elu nggak usah mikirin cewek itu, dia udah aman sama gue," ucapnya lewat sambungan ponselnya.Frans yang dia hubungi. Alex berencana mau mengirim Laras malam ini juga ke Jepang. Namun kecantikan perempuan itu membuatnya tergiur.Alex ingin mencicipi tubuh Laras sebelum mengirim dia ke luar negeri. Oleh karena itu dia membawa Laras ke villanya.Frans tersenyum puas mendengar ucapan Alex lewat sambungan ponsel. "Ya! Kamu atur sajalah! Saya terima beres!"Setelah panggilan berakhir, Alex segera ber

  • BUKAN PEREMPUAN PANGGILAN    Chapter 74

    "Uhuk! Uhuk!"Fandi berusaha mengangkat tubuh ringkihnya. Sambil terbatuk-batuk lelaki itu menuju mobil."Gus, jemput saya ..."Ia berujar dengan suara pelan usai meraih ponselnya dari dalam mobil. Kemudian tubuhnya merosot sampai jatuh duduk bersandar di mobil."Uhuk!"Bajingan si Bagas!Lelaki itu menghajar dia sudah seperti preman. Kini tubuhnya terasa lemah tak bertenaga lagi.Untuk kembali bangkit saja Fandi tak kuasa. Pandangannya mulai berubah kabur dan dadanya terasa sangat sesak. Setelah penglihatan memudar, ia pun tak sadarkan diri lagi."Mas Fandi!"Agus berlari menuju sosok yang tergolek di samping mobil. Dia sangat terkejut melihat kondisi Fandi."Tolong segera kirim ambulans!"Usai menghubungi rumah sakit, Agus langsung membenahi ponselnya. Dia berusaha membantu Fandi berdiri.Suara sirine ambulans terdengar begitu cetar saat mereka melarikan lelaki itu menuju rumah sakit.Fandi kritis. Agus segera menghubungi orang tua lelaki itu."Blegedes! Bisa-bisanya lelaki itu biki

  • BUKAN PEREMPUAN PANGGILAN    Chapter 73

    "Gua udah hubungi lu dan suruh untuk tangani orang Jepang itu, tapi lu nya kebanyakan menye-menye! Sekarang lu tanggung sendiri akibatnya!"Frans terlihat sedang berhadapan dengan seorang lelaki berpakaian formal. Rupanya lelaki itu adalah orang yang berada di belakang bisnis prostitusi online yang Frans geluti selama ini.Alex, nama lelaki berperawakan tinggi kekar dan selalu berpenampilan layaknya seorang pebisnis itu.Alex datang ke kantor Frans untuk menegur anak buahnya itu yang dirasanya mulai tidak becus mengurus bisnis gelap mereka.Bukan cuma itu, Alex juga mendapat surel dari orang-orangnya di Jepang. Mereka mengatakan jika Yuta akan menutup situs prostitusi online mereka.Entah apa alasannya. Yang pasti dia akan rugi besar kalau situs mereka ditutup. Sedang Yuta sendiri sangat sulit untuk dihubungi.Frans gemetaran mendengar semua penuturan Alex. "Jadi, apa yang harus saya lakukan?"Alex menyipit mendengar ucapan lelaki yang sedang berdiri di depan mejanya. Ia lantas mencon

  • BUKAN PEREMPUAN PANGGILAN    Chapter 72

    Brak!Baron menapakkan satu kakinya pada meja yang berada di depan Pak Wirya. Telunjuknya mengangkat dagu lelaki paruh baya yang terikat di kursi. Bibirnya menyeringai tipis saat mata lelah Pak Wirya terangkat ke wajahnya."Blegedes! Kenapa kalian malah menculik saya?!" berang Pak Wirya dengan marah.Baron tersenyum. "Karena lu nggak kasih gue uang muka. Malah tuh cewek yang kasih gue duit 50 juta buat kirim lu ke rumah sakit," desisnya.Pak Wirya tercengang.Sial!Jadi Elsa yang mengirim para preman itu untuk menculik dan memukulinya semalam suntuk. Kini tubuhnya terasa sakit semua. Dia butuh penanganan medis sesegera mungkin.Melihat Pak Wirya menatap, Baron bicara lagi, "Gue bisa aja lepasin lu tapi ada syaratnya.""Syarat?" Pak Wirya menyipitkan mata.Baron mengangguk. "Kalo lu bisa bayar gue lebih dari yang Elsa kasih, maka lu bakal gue lepasin sekarang juga," desisnya ke wajah lelaki paruh baya di hadapannya.Pak Wirya tercengang.Hari berikutnya di kediaman Bagas. Laras sedang

  • BUKAN PEREMPUAN PANGGILAN    Chapter 71

    Malam tak juga menemukan pagi. Bagas yang putus asa mencari Laras akhirnya memutuskan untuk pulang. Mungkin Laras sudah sampai di rumah saat ini. Ia berpikir sambil mengendarai motornya menuju pulang.Mini bus putih terlihat melaju meninggalkan pintu pagar rumah. Bagas sangat terkejut melihat punggung seorang perempuan yang sedang menuju rumahnya.Laras?Segera ia melajukan motornya mendekat. "Laras?!"Perempuan yang sedang menuju pintu pagar rumah dibuat terkejut saat ada yang menyerukan namanya. Bergegas ia menoleh. Dilihatnya seorang lelaki yang sedang mengendarai sepeda motor mendekat ke arahnya."Mas Bagas?"Bagas segera melepaskan motornya lantas berlari menuju pada Laras. Wajahnya kelihatan sangat cemas sekaligus senang melihat istrinya sudah pulang."Laras, kamu kemana saja? Mas mencarimu sejak tadi sore," ujar Bagas. Matanya fokus menatap wajah perempuan yang sedang berdiri di depannya saat ini.Laras tidak buru-buru menjawab pertanyaan Bagas. Ia masih bergeming saat lelaki

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status