"Uh, Laras ... terus, Sayang! Oh!"Laki-laki paruh baya itu terus saja mengerang keenakan. Laras cuma mengangkat sepasang matanya sambil memegang batang kecil yang separuhnya ia masukkan ke mulut."Lanjut lagi, Mas."Laras segera naik ke atas tubuh laki-laki itu. Dia menggoyangnya dengan penuh gairah."Ah, Laras! Udah! Saya sesak nafas!"Dasar payah!Laras segera menyudahi permainan. Ia lantas beringsut dari tubuh polos laki-laki itu."Kalau begitu, saya mau pulang," ucap Laras. Ia menoleh ke arah laki-laki tua yang masih terlentang di tengah ranjang.Orang itu cuma mengibaskan tangannya tanpa sanggup bicara lagi. Laras bergegas pergi."Mas Jarwo, ayo ke hotel selanjutnya," kata Laras setelah tiba di samping mini bus putih yang terparkir di area basement hotel.Jarwo yang sedang menikmati batang rokoknya dibuat terkejut melihat Laras sudah kembali. "Loh kok, cepet banget Mbak?" tanyanya heran."Kliennya udah keok duluan, Mas," jawab Laras dengan acuh.Jarwo mengulum senyum mendengarn
Brak!Frans yang sedang menonton video porno di layar laptopnya dibuat terkejut saat tiba-tiba saja ada yang menggebrak meja kerjanya.Wajah laki-laki itu mendongak. Tatapan tajam Laras menyambutnya.Frans tersenyum miring. Ia lantas bangkit. "Ada apa kamu tiba-tiba datang ke sini?"Laras muak dengan semua basa-basi laki-laki bajingan itu. Sambil melipat kedua tangannya di depan dada, ia berkata dengan sinis."Saya tidak mau melakukan transaksi sama anak-anak! Mestinya kamu cek dulu, berapa usia klien yang memesan saya!"Mendengar semua ocehan Laras, Frans tersenyum remeh. Sambil menaruh sebatang rokok ke mulutnya, ia berkata, "Persetan mereka masih di bawah umur, yang penting kan mereka mampu membayar kamu."Laras tercengang. Dengan penuh emosi ia menyambar batang rokok yang baru saja mau Frans nyalakan apinya. Lelaki itu dibuatnya sangat terkejut."Biadab kamu, Frans! Aku nggak mau merusak anak-anak itu! Mulai sekarang kalau kamu masih menerima transaksi dari mereka, maka aku akan k
Pagi itu sangat cerah. Laras terlihat sedang menyapu halaman. Sementara Bagas sudah berangkat bekerja sejak pukul enam pagi.Maklum lah! Tempat bekerja Bagas sekarang cukup jauh. Jadi, dia harus berangkat pagi-pagi.Ponsel jadul yang layarnya sudah buram tak henti berdering. Namun, suara sapu lidi membuat Laras tidak mendengarnya. Perempuan itu sibuk menyapu halaman."Gimana Mas?"Seorang laki-laki sedang duduk di ruangan Frans. Matanya mengincar wajah orang di depannya.Frans kesal karena Laras tidak juga menerima telepon. Entah apa yang sedang perempuan itu lakukan. Apa mungkin Laras sedang enak-enak dengan Bagas?Frans menggeleng, lantas menatap laki-laki di depannya. "Nggak ada jawaban. Sepertinya Laras sedang sibuk."Laki-laki di depan Frans memasang wajah kecewa. "Kalo gitu, boleh saya minta nomor Mbak Laras? Biar nanti saya yang menghubunginya."Frans menggeleng. "Sorry, Mas. Kalo itu nggak bisa, karena privasi kami. Mas bisa mengajukan pesanan lewat situs kami. Silahkan."Meli
"Aaah! Aaah!"Suara lenguhan kenikmatan itu menguar di seluruh kamar hotel di mana Laras berada.Tangan perempuan itu mencengkeram punggung laki-laki seumuran Bagas yang sedang bergerak dengan tempo yang cepat.Laras tak tahan dengan permainan hebat lelaki itu. Dia mulai keenakan hingga melingkarkan kedua kakinya ke pinggang lawan mainnya.Laki-laki itu bernama Zaki. Dia berasal dari kota Bandung. Usianya sekitaran 25 tahun. Zaki sudah lama menunggu saat ini tiba.Sudah lama dia menyukai Laras dan ingin sekali dapat kesempatan untuk bisa bercinta dengan bintang yang sedang bersinar di situs dewasa milik Frans itu.Zaki mengumpulkan banyak uang sampai akhirnya bisa menggumuli tubuh polos Laras sepuasnya."Ah, Mas Zaki ..."Laras hanya bisa berdesah-desah saat Zaki melakukannya sambil berdiri. Sementara setengah tubuh Laras terlentang di atas meja.Gerakan yang gencar membuat meja terus bergetar. Laras melingkarkan tangannya ke tengkuk leher Zaki, lantas mereka berciuman."Laras, aku mo
Pagi telah tiba. Laras dibuat terkejut saat mendapati kasur di sampingnya yang sudah kosong. Kemana Mas Bagas? Apa dia sudah berangkat bekerja?Masih dengan kesadaran yang belum pulih benar, Laras segera menyingkap selimut tebal yang menutupi sebagian tubuh. Lantas ia beringsut dari ranjang.Di mana Mas Bagas?Langkah kecil itu terayun menuju kamar mandi. Mungkin dia bisa melihat punggung suaminya di sana, karena tidak mungkin jam segini Mas Bagas sudah berangkat bekerja. Bahkan kumandang adzan subuh saja belum terdengar.Sepasang mata Laras memindai ke sekitar lalu fokus ke pintu kaca kamar mandi. Namun, aroma lezat nasi goreng dari arah dapur membuyarkan rasa gelisahnya."Mas Bagas?"Laki-laki yang sedang berdiri menghadap meja makan di dapur dibuat menoleh saat ia memanggilnya.Bagas menyambutnya dengan menyematkan senyum manis di wajahnya yang tampan."Laras, kamu sudah bangun?"Laras belum menjawab. Matanya melihat ke arah meja makan. Dua piring nasi goreng sudah tersaji di sana.
Siang itu di lokasi kontruksi tempat di mana Bagas bekerja."Tambah lagi, Mas?""Sepertinya sudah cukup. Kamu bisa membantu yang lainnya menurunkan bahan bangunan yang baru datang!""Baik, Mas!"Bagas segera berjalan menuju para buruh yang sedang berkumpul di samping mobil yang mengangkut bahan bangunan."Kiri! Kiri!""Stop!"Sopir segera turun setelah menepikan mobil. Sementara para buruh segera maju untuk menurunkan ratusan semen yang diangkut."Ayo bantu!" Mandor berseru. Maka para buruh yang sedang berdiri segera maju. Tidak terkecuali dengan Bagas.Satu demi satu bahan bangunan dipikul oleh para buruh menuju tempat penyimpanan. Dari dalam mobil, Elsa memperhatikan.Meski cuaca teramat terik, dan perempuan itu sangat sensitif dengan panasnya Matahari Elsa tetap mendatangi lokasi kontruksi.Pintu mobil dibanting cukup keras. Elsa segera berjalan menuju seorang laki-laki yang sedang mencuci tangan di dekat toilet."Ehem!"Bagas yang sedang bicara dengan rekan kerjanya dibuat terkej
Laras sedang mematut penampilannya di depan cermin saat terdengar suara motor yang menepi di pelataran rumah. Ah, itu pasti Mas Bagas sudah pulang. Dengan bersemangat ia segera meninggalkan kamar.Di luar rumah Bagas baru saja menepikan motornya. Dilihatnya rumah yang lampunya sudah menyala. Sepertinya Laras sudah pulang, pikir Bagas seraya berjalan mantap menuju pintu."Mas Bagas!"Kemunculan seorang perempuan saat kedua daun pintu terbuka membuat Bagas terkejut. Laras melempar senyum manis ke arahnya dengan pipi yang bersemu merah.Bagas tertegun melihat penampilan sang istri yang teramat berbeda sore ini. Laras mengenakan gaun malam warna merah panjang sampai ke lutut. Rambutnya yang panjang berkumpul di bahu kirinya. Sementara bahu kanan menampilkan kulitnya yang putih mulus disebabkan model gaunnya yang terbuka."Laras."Ia masih terkesima akan kecantikan Laras. Tatapannya membuat perempuan itu jadi tersipu malu."Mas sudah pulang?" Laras segera memecah keheningan di antara mere
Mobil taksi yang membawa Bagas dan Laras pun tiba di pelataran sebuah restoran.Bagas memindai tempat di mana mereka saat ini. Dia terkejut dengan restoran yang dipilih Laras. Bagas merasa was-was karena tidak punya cukup uang untuk duduk dan memesan makanan di dalam sana."Laras, apa tidak sebaiknya kita makan di angkringan saja? Mas nggak punya uang lebih jika uang kamu kurang nantinya."Laras tersenyum mendengar ucapan Bagas. Ia lantas menoleh ke arah restoran.Mobil-mobil mewah tampak berderet di area basement. Sedang dari dinding kaca, terlihat tampak orang-orang kaya yang sedang duduk di dalam sana.Bagas masih menatap saat mata Laras tertuju padanya. "Mas nggak usah kuatir, uang Laras insyaallah cukup kok!""Tapi ...""Udah, ayo!"Laras segera menggamit lengan Bagas, lantas menggandeng suaminya memasuki area restoran.Meja yang berada di tengah restoran yang Laras pilih. Sebagai orang yang dulu pernah hidup mewah, Bagas tahu jika itu meja VIP."Laras, kok kita duduk di sini? Me
"Kok melamun?"Laras dibuat terkejut saat hidungnya di cubit oleh Bagas. Dilihatnya laki-laki itu yang sedang tersenyum menggodanya.Astaga, rupanya cuma halusinasinya saja. Nyatanya mereka masih berada di dalam restoran saat ini.Dan saat mata Laras melihat seorang pelayan restoran menuju pada mereka, ia mulai bergetar. "Selamat malam, Mbak Laras dan Mas Bagas! Dikarenakan hari ini ulang tahun restoran kami, jadi Mas tidak perlu membayar tagihan. Dan sebagai rasa cinta kami pada pelanggan, maka restoran kami menyajikan dessert strawberry ini untuk kalian. Selamat menikmati!"Bagas tercengang mendengar semua penuturan si pelayan. Matanya menatap ke arah Laras. Dan sang istri cuma tersenyum manis menanggapinya.'Mbak, tolong saya. Tolong katakan ini pada suami saya ...'Laras teringat saat ia meminta pelayan itu untuk membantunya membohongi Bagas.Ulang tahun restoran cuma rekayasa saja. Sebenarnya Laras sudah membayar tagihan di bagian kasir restoran tanpa sepengetahuan Bagas.Sement
Mobil taksi yang membawa Bagas dan Laras pun tiba di pelataran sebuah restoran.Bagas memindai tempat di mana mereka saat ini. Dia terkejut dengan restoran yang dipilih Laras. Bagas merasa was-was karena tidak punya cukup uang untuk duduk dan memesan makanan di dalam sana."Laras, apa tidak sebaiknya kita makan di angkringan saja? Mas nggak punya uang lebih jika uang kamu kurang nantinya."Laras tersenyum mendengar ucapan Bagas. Ia lantas menoleh ke arah restoran.Mobil-mobil mewah tampak berderet di area basement. Sedang dari dinding kaca, terlihat tampak orang-orang kaya yang sedang duduk di dalam sana.Bagas masih menatap saat mata Laras tertuju padanya. "Mas nggak usah kuatir, uang Laras insyaallah cukup kok!""Tapi ...""Udah, ayo!"Laras segera menggamit lengan Bagas, lantas menggandeng suaminya memasuki area restoran.Meja yang berada di tengah restoran yang Laras pilih. Sebagai orang yang dulu pernah hidup mewah, Bagas tahu jika itu meja VIP."Laras, kok kita duduk di sini? Me
Laras sedang mematut penampilannya di depan cermin saat terdengar suara motor yang menepi di pelataran rumah. Ah, itu pasti Mas Bagas sudah pulang. Dengan bersemangat ia segera meninggalkan kamar.Di luar rumah Bagas baru saja menepikan motornya. Dilihatnya rumah yang lampunya sudah menyala. Sepertinya Laras sudah pulang, pikir Bagas seraya berjalan mantap menuju pintu."Mas Bagas!"Kemunculan seorang perempuan saat kedua daun pintu terbuka membuat Bagas terkejut. Laras melempar senyum manis ke arahnya dengan pipi yang bersemu merah.Bagas tertegun melihat penampilan sang istri yang teramat berbeda sore ini. Laras mengenakan gaun malam warna merah panjang sampai ke lutut. Rambutnya yang panjang berkumpul di bahu kirinya. Sementara bahu kanan menampilkan kulitnya yang putih mulus disebabkan model gaunnya yang terbuka."Laras."Ia masih terkesima akan kecantikan Laras. Tatapannya membuat perempuan itu jadi tersipu malu."Mas sudah pulang?" Laras segera memecah keheningan di antara mere
Siang itu di lokasi kontruksi tempat di mana Bagas bekerja."Tambah lagi, Mas?""Sepertinya sudah cukup. Kamu bisa membantu yang lainnya menurunkan bahan bangunan yang baru datang!""Baik, Mas!"Bagas segera berjalan menuju para buruh yang sedang berkumpul di samping mobil yang mengangkut bahan bangunan."Kiri! Kiri!""Stop!"Sopir segera turun setelah menepikan mobil. Sementara para buruh segera maju untuk menurunkan ratusan semen yang diangkut."Ayo bantu!" Mandor berseru. Maka para buruh yang sedang berdiri segera maju. Tidak terkecuali dengan Bagas.Satu demi satu bahan bangunan dipikul oleh para buruh menuju tempat penyimpanan. Dari dalam mobil, Elsa memperhatikan.Meski cuaca teramat terik, dan perempuan itu sangat sensitif dengan panasnya Matahari Elsa tetap mendatangi lokasi kontruksi.Pintu mobil dibanting cukup keras. Elsa segera berjalan menuju seorang laki-laki yang sedang mencuci tangan di dekat toilet."Ehem!"Bagas yang sedang bicara dengan rekan kerjanya dibuat terkej
Pagi telah tiba. Laras dibuat terkejut saat mendapati kasur di sampingnya yang sudah kosong. Kemana Mas Bagas? Apa dia sudah berangkat bekerja?Masih dengan kesadaran yang belum pulih benar, Laras segera menyingkap selimut tebal yang menutupi sebagian tubuh. Lantas ia beringsut dari ranjang.Di mana Mas Bagas?Langkah kecil itu terayun menuju kamar mandi. Mungkin dia bisa melihat punggung suaminya di sana, karena tidak mungkin jam segini Mas Bagas sudah berangkat bekerja. Bahkan kumandang adzan subuh saja belum terdengar.Sepasang mata Laras memindai ke sekitar lalu fokus ke pintu kaca kamar mandi. Namun, aroma lezat nasi goreng dari arah dapur membuyarkan rasa gelisahnya."Mas Bagas?"Laki-laki yang sedang berdiri menghadap meja makan di dapur dibuat menoleh saat ia memanggilnya.Bagas menyambutnya dengan menyematkan senyum manis di wajahnya yang tampan."Laras, kamu sudah bangun?"Laras belum menjawab. Matanya melihat ke arah meja makan. Dua piring nasi goreng sudah tersaji di sana.
"Aaah! Aaah!"Suara lenguhan kenikmatan itu menguar di seluruh kamar hotel di mana Laras berada.Tangan perempuan itu mencengkeram punggung laki-laki seumuran Bagas yang sedang bergerak dengan tempo yang cepat.Laras tak tahan dengan permainan hebat lelaki itu. Dia mulai keenakan hingga melingkarkan kedua kakinya ke pinggang lawan mainnya.Laki-laki itu bernama Zaki. Dia berasal dari kota Bandung. Usianya sekitaran 25 tahun. Zaki sudah lama menunggu saat ini tiba.Sudah lama dia menyukai Laras dan ingin sekali dapat kesempatan untuk bisa bercinta dengan bintang yang sedang bersinar di situs dewasa milik Frans itu.Zaki mengumpulkan banyak uang sampai akhirnya bisa menggumuli tubuh polos Laras sepuasnya."Ah, Mas Zaki ..."Laras hanya bisa berdesah-desah saat Zaki melakukannya sambil berdiri. Sementara setengah tubuh Laras terlentang di atas meja.Gerakan yang gencar membuat meja terus bergetar. Laras melingkarkan tangannya ke tengkuk leher Zaki, lantas mereka berciuman."Laras, aku mo
Pagi itu sangat cerah. Laras terlihat sedang menyapu halaman. Sementara Bagas sudah berangkat bekerja sejak pukul enam pagi.Maklum lah! Tempat bekerja Bagas sekarang cukup jauh. Jadi, dia harus berangkat pagi-pagi.Ponsel jadul yang layarnya sudah buram tak henti berdering. Namun, suara sapu lidi membuat Laras tidak mendengarnya. Perempuan itu sibuk menyapu halaman."Gimana Mas?"Seorang laki-laki sedang duduk di ruangan Frans. Matanya mengincar wajah orang di depannya.Frans kesal karena Laras tidak juga menerima telepon. Entah apa yang sedang perempuan itu lakukan. Apa mungkin Laras sedang enak-enak dengan Bagas?Frans menggeleng, lantas menatap laki-laki di depannya. "Nggak ada jawaban. Sepertinya Laras sedang sibuk."Laki-laki di depan Frans memasang wajah kecewa. "Kalo gitu, boleh saya minta nomor Mbak Laras? Biar nanti saya yang menghubunginya."Frans menggeleng. "Sorry, Mas. Kalo itu nggak bisa, karena privasi kami. Mas bisa mengajukan pesanan lewat situs kami. Silahkan."Meli
Brak!Frans yang sedang menonton video porno di layar laptopnya dibuat terkejut saat tiba-tiba saja ada yang menggebrak meja kerjanya.Wajah laki-laki itu mendongak. Tatapan tajam Laras menyambutnya.Frans tersenyum miring. Ia lantas bangkit. "Ada apa kamu tiba-tiba datang ke sini?"Laras muak dengan semua basa-basi laki-laki bajingan itu. Sambil melipat kedua tangannya di depan dada, ia berkata dengan sinis."Saya tidak mau melakukan transaksi sama anak-anak! Mestinya kamu cek dulu, berapa usia klien yang memesan saya!"Mendengar semua ocehan Laras, Frans tersenyum remeh. Sambil menaruh sebatang rokok ke mulutnya, ia berkata, "Persetan mereka masih di bawah umur, yang penting kan mereka mampu membayar kamu."Laras tercengang. Dengan penuh emosi ia menyambar batang rokok yang baru saja mau Frans nyalakan apinya. Lelaki itu dibuatnya sangat terkejut."Biadab kamu, Frans! Aku nggak mau merusak anak-anak itu! Mulai sekarang kalau kamu masih menerima transaksi dari mereka, maka aku akan k
"Uh, Laras ... terus, Sayang! Oh!"Laki-laki paruh baya itu terus saja mengerang keenakan. Laras cuma mengangkat sepasang matanya sambil memegang batang kecil yang separuhnya ia masukkan ke mulut."Lanjut lagi, Mas."Laras segera naik ke atas tubuh laki-laki itu. Dia menggoyangnya dengan penuh gairah."Ah, Laras! Udah! Saya sesak nafas!"Dasar payah!Laras segera menyudahi permainan. Ia lantas beringsut dari tubuh polos laki-laki itu."Kalau begitu, saya mau pulang," ucap Laras. Ia menoleh ke arah laki-laki tua yang masih terlentang di tengah ranjang.Orang itu cuma mengibaskan tangannya tanpa sanggup bicara lagi. Laras bergegas pergi."Mas Jarwo, ayo ke hotel selanjutnya," kata Laras setelah tiba di samping mini bus putih yang terparkir di area basement hotel.Jarwo yang sedang menikmati batang rokoknya dibuat terkejut melihat Laras sudah kembali. "Loh kok, cepet banget Mbak?" tanyanya heran."Kliennya udah keok duluan, Mas," jawab Laras dengan acuh.Jarwo mengulum senyum mendengarn