Laras sedang mematut penampilannya di depan cermin saat terdengar suara motor yang menepi di pelataran rumah. Ah, itu pasti Mas Bagas sudah pulang. Dengan bersemangat ia segera meninggalkan kamar.Di luar rumah Bagas baru saja menepikan motornya. Dilihatnya rumah yang lampunya sudah menyala. Sepertinya Laras sudah pulang, pikir Bagas seraya berjalan mantap menuju pintu."Mas Bagas!"Kemunculan seorang perempuan saat kedua daun pintu terbuka membuat Bagas terkejut. Laras melempar senyum manis ke arahnya dengan pipi yang bersemu merah.Bagas tertegun melihat penampilan sang istri yang teramat berbeda sore ini. Laras mengenakan gaun malam warna merah panjang sampai ke lutut. Rambutnya yang panjang berkumpul di bahu kirinya. Sementara bahu kanan menampilkan kulitnya yang putih mulus disebabkan model gaunnya yang terbuka."Laras."Ia masih terkesima akan kecantikan Laras. Tatapannya membuat perempuan itu jadi tersipu malu."Mas sudah pulang?" Laras segera memecah keheningan di antara mere
Mobil taksi yang membawa Bagas dan Laras pun tiba di pelataran sebuah restoran.Bagas memindai tempat di mana mereka saat ini. Dia terkejut dengan restoran yang dipilih Laras. Bagas merasa was-was karena tidak punya cukup uang untuk duduk dan memesan makanan di dalam sana."Laras, apa tidak sebaiknya kita makan di angkringan saja? Mas nggak punya uang lebih jika uang kamu kurang nantinya."Laras tersenyum mendengar ucapan Bagas. Ia lantas menoleh ke arah restoran.Mobil-mobil mewah tampak berderet di area basement. Sedang dari dinding kaca, terlihat tampak orang-orang kaya yang sedang duduk di dalam sana.Bagas masih menatap saat mata Laras tertuju padanya. "Mas nggak usah kuatir, uang Laras insyaallah cukup kok!""Tapi ...""Udah, ayo!"Laras segera menggamit lengan Bagas, lantas menggandeng suaminya memasuki area restoran.Meja yang berada di tengah restoran yang Laras pilih. Sebagai orang yang dulu pernah hidup mewah, Bagas tahu jika itu meja VIP."Laras, kok kita duduk di sini? Me
"Kok melamun?"Laras dibuat terkejut saat hidungnya di cubit oleh Bagas. Dilihatnya laki-laki itu yang sedang tersenyum menggodanya.Astaga, rupanya cuma halusinasinya saja. Nyatanya mereka masih berada di dalam restoran saat ini.Dan saat mata Laras melihat seorang pelayan restoran menuju pada mereka, ia mulai bergetar. "Selamat malam, Mbak Laras dan Mas Bagas! Dikarenakan hari ini ulang tahun restoran kami, jadi Mas tidak perlu membayar tagihan. Dan sebagai rasa cinta kami pada pelanggan, maka restoran kami menyajikan dessert strawberry ini untuk kalian. Selamat menikmati!"Bagas tercengang mendengar semua penuturan si pelayan. Matanya menatap ke arah Laras. Dan sang istri cuma tersenyum manis menanggapinya.'Mbak, tolong saya. Tolong katakan ini pada suami saya ...'Laras teringat saat ia meminta pelayan itu untuk membantunya membohongi Bagas.Ulang tahun restoran cuma rekayasa saja. Sebenarnya Laras sudah membayar tagihan di bagian kasir restoran tanpa sepengetahuan Bagas.Sement
Pagi itu di kantor tempat Fandi bekerja. Reno datang menemui temannya itu setelah Fandi menghubungi."Jadi, elo mau batalin pernikahan lo sama Elsa?"Reno menoleh ke arah punggung seorang laki-laki yang sedang berdiri di tepi garis jendela. Fandi mengangguk menanggapi pertanyaan Reno tanpa melihat wajah temannya itu. Matanya lurus ke depan memperhatikan para buruh yang sedang bekerja di bawah terik Matahari.Reno geleng-geleng. "Terus gimana tanggapan orang tua lo nanti? Apa mereka mau terima dengan keputusan lo itu?"Fandi terdiam. Benar juga apa yang dikatakan oleh Reno. Orang tuanya tentu saja tidak akan setuju jika dia membatalkan rencana pernikahannya dengan Elsa. Namun, hubungan ini benar-benar membuatnya tersiksa."Gue udah siap untuk menerima apa pun resikonya nanti," jawabnya kemudian.Reno geleng-geleng. Dia menyayangkan keputusan Fandi. Elsa gadis yang cantik, terpelajar dan berasal dari keluarga terhormat di Jakarta. Pastilah banyak laki-laki mapan yang ingin memperistr
"Mbak, kopinya satu!""Eh, Mas Bagas! Ditunggu ya Mas kopinya!"Bagas mengangguk sambil tersenyum. Kemudian ia duduk dan mulai menyalakan api rokok.Hari ini cuacanya sangat panas. Bagas menghembuskan asap rokoknya seraya berteduh di sebuah warung kopi yang tidak jauh dari lokasi kontruksi."Bagas!"Suara itu mengejutkan Bagas. Ia segera bangkit, lantas menoleh ke sekitar. Dilihatnya seorang perempuan paruh baya yang sedang berjalan cepat menuju padanya.Tidak mungkin! Apa dia tidak salah lihat? Masa iya ibunya berada di tempat ini?"Siapa, Gas?" tanya Basuki, rekan kerja Bagas yang kebetulan berada di warung kopi.Bagas menggeleng. Ia lantas segera melangkah menuju perempuan paruh baya yang sedang menuju padanya sambil terisak-isak."Ibu?"Purwanti tak bisa berkata-kata. Dengan gemetaran ia mengangkat kedua tangannya lalu merangkum wajah laki-laki muda yang kini berdiri di hadapannya."Bagas ..." Tangisnya terpecah seketika. Ia segera memeluk Bagas.Basuki dan semua orang di warun
Lampu-lampu jalan sudah menyala saat Bagas mengendarai motornya menuju pulang. Hatinya berkecamuk dan pikirannya tidak karuan. 'Tinggalkan Perempuan itu dan pulanglah ke rumah. Maka saya akan menerima kamu lagi.'Dipejamkan matanya sesaat seraya berpaling muka. Ucapan ayahnya dan cara ia menatap, tetap saja sama. Sang ayah masih belum mau menerima pernikahannya dengan Laras.Bagas menggeleng. Tidak, tidak! Jika tanpa Laras dia tidak akan pernah kembali ke rumah orang tuanya.'Bagas!'Kali ini tangisan dan rintihan sang ibu yang terdengar di telinganya. Suara itu dan wajah ibunya yang basah oleh air mata, hati Bagas teriris melihatnya.Namun, ia tidak mungkin meninggalkan Laras dan kembali pada keluarganya.Meski hidup dengan berkecukupan dan tentram. Sayangnya, semua itu hanya akan terasa hampa jika tanpa Laras di sampingnya.Tak terasa jalan panjang itu telah Bagas lewati. Pagar rumahnya mulai terlihat. Laki-laki itu segera menepikan motor di pelataran rumah, lantas mengusap pipinya
Pagi yang dingin di penghujung musim panas. Bagas dan Laras tampak keluar dari sebuah mobil taksi yang menepi di daerah Kuningan."Jadi ini rumahnya, Mas?" Laras menoleh ke arah laki-laki yang berdiri di sampingnya.Bagas mengangguk sambil tersenyum. "Rumahnya lumayan besar dan kelihatan apik. Terlebih, rumah ini cukup dekat dengan tempat Mas kerja," jawabnya.Laras tersenyum tipis. Ia segera menyusul saat Bagas melangkah menuju teras rumah di depan mereka.Laras pikir mereka bisa pindah ke sebuah unit apartemen. Karena sebenarnya ia punya uang yang cukup untuk membeli satu unit hunian yang nyaman itu.Namun, dia tidak mungkin mengatakannya pada Bagas. Laras takut suaminya akan curiga tentang uang itu. Akhirnya ia menurut saja saat Bagas mengajaknya ke rumah kontrakan ini.Rumah itu tidak lebih kecil dari rumah kontrakan sebelumnya. Namun lokasinya agak jauh ke jalan besar dan tidak ada tetangga di sekitar. Melihat kondisinya, sepertinya rumah itu sudah lama dikosongkan."Selamat dat
Kediaman Pak Danu siang itu. Brak!"Baca itu! Bikin malu keluarga saja!"Elsa cuma memasang wajah bosan saat ayahnya melempar sebuah dokumen ke meja di depannya. Ekor matanya melirik ke arah ibunya yang sedang duduk tak jauh dari mereka. Sang ibu tampak sedang menangis.Rupanya Fandi sudah menghubungi pengacaranya dan membatalkan rencana pernikahan mereka. Itu bagus, bukan?Namun, Elsa tidak menyangka jika masalahnya akan serumit ini.Orang tuanya Fandi yang merupakan keluarga ningrat di Palembang tidak terima atas batalnya rencana pernikahan itu.Maka mereka melayangkan tuntutan pada keluarganya dan akan membawa masalah ini ke jalur hukum.Pak Danu mendengus kesal melihat Elsa diam saja. Dia lantas geleng-geleng. Kemudian berjalan menuju tepi garis jendela."Papa tahu kamu tidak suka diatur-atur. Itu semua salah kami karena selalu memberikan kebebasan buat kamu. Sampai-sampai kamu lupa kalau kamu anak perempuan."Elsa masih terdiam mendengar ayahnya berkata begitu.Pak Danu melanjut
Musim hujan di bulan Juni tahun 2011.Angin bertiup kencang menjelang sore. Gerimis mulai turun di tengah langit yang terus saja mendung. Satu tahun sudah berlalu pasca insiden kecelakaan yang merenggut nyawa Laras. Sudah saatnya Bagas menata hidupnya lagi. Tanpa Laras.Pengemudi mobil yang menabrak Laras juga sudah menjalani proses hukum di Lapas Pusat, Jakarta. Pelakunya tidak lain adalah Aryo. Rupanya lelaki itu sudah dibayar oleh Pak Wirya untuk menghabisi Laras dan juga Bagas.Lagi, rencana jahat Pak Wirya gagal lagi. Akhirnya pebisnis itu harus menghabiskan hari tuanya di balik jeruji besi. Hukuman seumur hidup itu rasanya masih belum cukup untuk membayar semua kejahatannya.Hari ini pada tanggal 20 Juni. Jatuh di hari selasa dan bertepatan dengan hari jadi Laras yang ke 25 tahun. Bagas mengunci pintu rumahnya. Lelaki itu berjalan menuju motornya yang sudah menunggu di pelataran.Sebelum ia melajukan motor, Bagas melirik ke arah rumahnya. Dilihatnya Laras yang sedang berdiri di
Hari mulai siang saat mini bus yang dikemudikan oleh Anto terjebak macet di pertigaan jalan menuju arah bandara. Dengan wajah gelisah Laras menoleh ke luar dari kaca jendela mobil.Sudah dua hari ia tidak pulang. Pasti Bagas sudah kelimpungan mencarinya. Namun apa yang harus ia lakukan sekarang? Alex akan mengirim dia ke Jepang siang ini juga.Ekor mata Laras melirik ke arah lelaki yang duduk di sampingnya. Alex tampak sibuk dengan aktifitas ponsel.Membuang nafas berat, Laras kembali memandang ke luar mobil. Dilihatnya mobil Fandi yang juga sedang terjebak macet di sekitar.Apa dia tidak saah lihat? Ya, itu memang mobil Mas Fandi!Ada sedikit cahaya dalam kegelapan yang sedang melanda jiwa Laras. Sepertinya dia bisa minta bantuan kepada Fandi untuk kabur dari Alex."Aduuh!"Laras berpura-pura meringis kesakitan sambil meremas bagian depan dressnya. Alex segera menoleh ke arah perempuan itu."Laras, kamu kenapa?" tanya Alex.Laras meringis, "Perut saya sakit banget, Mas Alex. Bisa kit
Lapas Pusat Jakarta."Saudara Aryo! Anda dibebaskan!"Aryo yang sedang duduk di dalam sel tahanan sangat terkejut saat seorang opsir memberinya kabar itu.Seorang pengusaha datang dengan membawa pengacara. Dia memberi jaminan sampai akhirnya dia dibebaskan. Aryo sangat ingin bertemu dengan orang dernawan tersebut."Jadi, Bapak yang sudah membebaskan saya? Mohon maaf, apa kita saling kenal?" Aryo keheranan saat bertemu dengan pengusaha yang memberinya jaminan.Pak Wirya menaikan sudut bibirnya lalu berkata dengan jumawa, "Saya seorang pebisnis besar! Mana mungkin punya kenalan seorang Narapidana macam kamu!"Aryo menunduk kaget dan malu. "Lalu kenapa Bapak menjamin saya?" tanyanya ragu-ragu.Pak Wirya tersenyum miring, " Saya punya kerjaan buat kamu."Aryo dibuat terkejut. Pak Wirya cuma tersenyum remeh menanggapi tatapan laki-laki itu."Mas Fandi, jangan ngebut-ngebut!"Agus sangat ketakutan dan panik saat duduk di dalam mobil yang sedang Fandi kemudikan. Dia tidak tahu apa masalah an
Fandi mulai terjaga dari tidurnya. Ia sangat terkejut saat melihat sosok perempuan yang sedang duduk di sofa.Elsa membuka kacamata hitam yang menutupi sebagian wajah, "Hai, Fandi. Bagaimana kabar kamu?"Fandi mencengkeram tepi ranjang. Dia segera bangkit lalu melotot pada Elsa. "Ngapain kamu di sini? Puas kamu sekarang, hah?!" gertaknya penuh emosi.Elsa tersenyum remeh menanggapi. Dia lantas bangkit dan segera menuju pada seorang lelaki yang sedang duduk di tengah ranjang pasien."Fandi, mestinya kamu tidak melakukan hal yang bodoh sampai berakhir di rumah sakit ini," ujar Elsa dengan sinis setelah ia berdiri di hadapan Fandi.Lelaki itu mendengus kesal. Segera ia mencabut jarum infus dari lengannya lalu beringsut dari ranjang. Elsa cuma memicingkan alisnya saat lelaki itu mendekat."Kamu dan Bagas, kalian sengaja bersekongkol, kan?! Dasar perempuan murahan kamu, Elsa!" Fandi menunjuk-nunjuk muka Elsa dan menghinanya.Plaak!"Tutup mulut busuk kamu itu!"Elsa tidak tinggal diam saat
"Bawa perempuan itu ke kamar!""Baik, Bos!"Dua orang pengawal segera menuju mobil hitam yang menepi di depan sebuah villa. Mereka segera membuka pintu mobil dan menyeret wanita yang tergolek di dalam sana.Laras tidak sadarkan diri setelah Frans memberinya minuman yang dicampur dengan obat tidur. Kini tubuhnya yang ringkih itu segera dikeluarkan dari mobil dan dibawa masuk villa.Lelaki berperawakan tinggi bernama Alex cuma tersenyum smirk saat para pengawal melewatinya sambil memapah Laras."Elu nggak usah mikirin cewek itu, dia udah aman sama gue," ucapnya lewat sambungan ponselnya.Frans yang dia hubungi. Alex berencana mau mengirim Laras malam ini juga ke Jepang. Namun kecantikan perempuan itu membuatnya tergiur.Alex ingin mencicipi tubuh Laras sebelum mengirim dia ke luar negeri. Oleh karena itu dia membawa Laras ke villanya.Frans tersenyum puas mendengar ucapan Alex lewat sambungan ponsel. "Ya! Kamu atur sajalah! Saya terima beres!"Setelah panggilan berakhir, Alex segera ber
"Uhuk! Uhuk!"Fandi berusaha mengangkat tubuh ringkihnya. Sambil terbatuk-batuk lelaki itu menuju mobil."Gus, jemput saya ..."Ia berujar dengan suara pelan usai meraih ponselnya dari dalam mobil. Kemudian tubuhnya merosot sampai jatuh duduk bersandar di mobil."Uhuk!"Bajingan si Bagas!Lelaki itu menghajar dia sudah seperti preman. Kini tubuhnya terasa lemah tak bertenaga lagi.Untuk kembali bangkit saja Fandi tak kuasa. Pandangannya mulai berubah kabur dan dadanya terasa sangat sesak. Setelah penglihatan memudar, ia pun tak sadarkan diri lagi."Mas Fandi!"Agus berlari menuju sosok yang tergolek di samping mobil. Dia sangat terkejut melihat kondisi Fandi."Tolong segera kirim ambulans!"Usai menghubungi rumah sakit, Agus langsung membenahi ponselnya. Dia berusaha membantu Fandi berdiri.Suara sirine ambulans terdengar begitu cetar saat mereka melarikan lelaki itu menuju rumah sakit.Fandi kritis. Agus segera menghubungi orang tua lelaki itu."Blegedes! Bisa-bisanya lelaki itu biki
"Gua udah hubungi lu dan suruh untuk tangani orang Jepang itu, tapi lu nya kebanyakan menye-menye! Sekarang lu tanggung sendiri akibatnya!"Frans terlihat sedang berhadapan dengan seorang lelaki berpakaian formal. Rupanya lelaki itu adalah orang yang berada di belakang bisnis prostitusi online yang Frans geluti selama ini.Alex, nama lelaki berperawakan tinggi kekar dan selalu berpenampilan layaknya seorang pebisnis itu.Alex datang ke kantor Frans untuk menegur anak buahnya itu yang dirasanya mulai tidak becus mengurus bisnis gelap mereka.Bukan cuma itu, Alex juga mendapat surel dari orang-orangnya di Jepang. Mereka mengatakan jika Yuta akan menutup situs prostitusi online mereka.Entah apa alasannya. Yang pasti dia akan rugi besar kalau situs mereka ditutup. Sedang Yuta sendiri sangat sulit untuk dihubungi.Frans gemetaran mendengar semua penuturan Alex. "Jadi, apa yang harus saya lakukan?"Alex menyipit mendengar ucapan lelaki yang sedang berdiri di depan mejanya. Ia lantas mencon
Brak!Baron menapakkan satu kakinya pada meja yang berada di depan Pak Wirya. Telunjuknya mengangkat dagu lelaki paruh baya yang terikat di kursi. Bibirnya menyeringai tipis saat mata lelah Pak Wirya terangkat ke wajahnya."Blegedes! Kenapa kalian malah menculik saya?!" berang Pak Wirya dengan marah.Baron tersenyum. "Karena lu nggak kasih gue uang muka. Malah tuh cewek yang kasih gue duit 50 juta buat kirim lu ke rumah sakit," desisnya.Pak Wirya tercengang.Sial!Jadi Elsa yang mengirim para preman itu untuk menculik dan memukulinya semalam suntuk. Kini tubuhnya terasa sakit semua. Dia butuh penanganan medis sesegera mungkin.Melihat Pak Wirya menatap, Baron bicara lagi, "Gue bisa aja lepasin lu tapi ada syaratnya.""Syarat?" Pak Wirya menyipitkan mata.Baron mengangguk. "Kalo lu bisa bayar gue lebih dari yang Elsa kasih, maka lu bakal gue lepasin sekarang juga," desisnya ke wajah lelaki paruh baya di hadapannya.Pak Wirya tercengang.Hari berikutnya di kediaman Bagas. Laras sedang
Malam tak juga menemukan pagi. Bagas yang putus asa mencari Laras akhirnya memutuskan untuk pulang. Mungkin Laras sudah sampai di rumah saat ini. Ia berpikir sambil mengendarai motornya menuju pulang.Mini bus putih terlihat melaju meninggalkan pintu pagar rumah. Bagas sangat terkejut melihat punggung seorang perempuan yang sedang menuju rumahnya.Laras?Segera ia melajukan motornya mendekat. "Laras?!"Perempuan yang sedang menuju pintu pagar rumah dibuat terkejut saat ada yang menyerukan namanya. Bergegas ia menoleh. Dilihatnya seorang lelaki yang sedang mengendarai sepeda motor mendekat ke arahnya."Mas Bagas?"Bagas segera melepaskan motornya lantas berlari menuju pada Laras. Wajahnya kelihatan sangat cemas sekaligus senang melihat istrinya sudah pulang."Laras, kamu kemana saja? Mas mencarimu sejak tadi sore," ujar Bagas. Matanya fokus menatap wajah perempuan yang sedang berdiri di depannya saat ini.Laras tidak buru-buru menjawab pertanyaan Bagas. Ia masih bergeming saat lelaki