Pagi ini, tepat satu hari setelah Laura terbaring lemas tak sadarkan diri. Kepala terasa sakit, bahkan tubuh pun juga tak ingin lepas dari ranjang empuk yang sedang ia tempati.Perlahan Laura membuka mata dengan tangan kanan terus memegangi sisi kepalanya. Merintis kesakitan, mencoba memperjelas penglihatan yang buram.Begitu terkejut Laura saat menyadari bahwa ia sedang berada di sebuah kamar mewah.Bingung? Tentu saja, iya. Bahkan rasa takut pun ikut menyertai. Laura terdiam bisu dengan detak jantung tak beraturan."Di mana ini? Bagaimana aku bisa ---"Baru saja hendak melanjutkan perkataannya, tiba-tiba suara seorang wanita lain mengagetkan Laura."Selamat pagi, Nona. Baguslah kalau Anda sudah sadar. Ini saya bawakan sarapan dan teh hangat untuk Anda. Jika butuh sesuatu, Nona bisa panggil saya," ucap seorang pelayan cantik yang perkiraan usianya tidak jauh di bawah Laura.Seketika, tubuh Laura semakin lemas. Ia mencoba mengingat semuanya. Tapi di kondisi panik seperti ini, tentu
Di taman belakang rumah, Leon membawa neneknya yang berada di kursi roda ke hadapan Laura. Demi mempercepat waktu agar bisa segera pergi dari sana dan mencari Devano, Laura benar-benar menuruti perintah Leon.Nek Risa menyuruh Leon untuk masuk ke dalam rumah karena ia ingin bicara berdua saja dengan Laura.Tak mau melawan perintah dari orang yang disayangi, Leon hanya diam. Ia pun masuk ke dalam rumah dan mempercayakan Nek Risa kepada Laura.Di kursi taman, mereka duduk bersebelahan sambil menatapi indahnya langit yang membiru."Siapa namamu, Sayang?" tanya Nek Risa. Dengan sedikit gugup, Laura menyebutkan nama panggilannya. "Nama yang cantik. Sama seperti orangnya," puji Nek Risa pada Laura yang membuatnya tak dapat merespon lebih dan hanya bisa tersenyum tipis.Dalam hati Laura kembali tumbuh rasa grogi yang hampir tak terkendali. Bagaimana tidak? Dia harus bicara empat mata dengan nenek dari seorang Leon Halton yang baru pertama kali bertemu dengannya."Laura," panggil Nek Risa
Setelah selesai makan siang, Leon beranjak dari meja makan dan mengajak Laura agar segera pergi.Tau bahwa Leon mau membawanya untuk mencari Devano, Laura malah mengurungkan niat dan berkata kalau ia berubah pikiran dan tidak ingin mencari Devano.Leon menganggap kalau Laura berubah pikiran dan lebih memilih untuk tidak jadi pergi karena takut kebohongannya terbongkar. Ya, Leon masih mengira kalau hilangnya kekasih Laura hanyalah sebuah alasan yang dibuat-buat untuk melarikan diri darinya."Aku sadar kalau sekarang aku adalah tunanganmu. Ma---maksudku tunangan palsu," seru Laura tak berani menatap mata Leon.Waktu pun berjalan begitu cepat. Saat malam tiba, Laura tak keluar kamar sama sekali dan hanya terpaku diam di sudut ruangan barunya tersebut.Perlahan ia mengambil ponsel miliknya di atas meja kemudian memberanikan diri untuk menghubungi kedua orang tuanya.Sudah lebih dari 10 panggilan keluar, tapi tak ada satu pun yang di jawab. Di saat yang bersamaan, ada notifikasi pesan mas
2 hari kemudian, Leon dan Laura sedang berada di restoran yang baru saja Leon sewa."Kenapa sepi sekali?" tanya Laura dengan polos."Bukannya malah bagus? Jadi hanya ada kita berdua saja," jawab Leon.Laura tersenyum kecil, kemudian menempati salah satu meja yang sudah dihiasi oleh beberapa vas bunga dan lilin penghias.Bingung? Tentu saja, iya. Laura tidak mengerti alasan Leon membawanya ke sini. Padahal mereka sama sekali tidak membuat janji untuk makan bersama.Setelah makanan yang mereka pesan sudah datang, Leon segera mengambil garpu dan pisau untuk menikmati hidangan. "Leon," seru Laura, membuat Leon menghentikan tangannya sejenak. Laura bertanya apa alasan Leon membawa dirinya ke tempat itu. Karena ia mulai sadar bahwa sepertinya Leon memang menyewa tempat tersebut, khusus untuk mereka berdua."Alasannya jelas, karena ini adalah hari ulang tahunmu," ungkap Leon. Nada bicaranya masih tak berubah, sangat lembut.Seketika Laura sangat kaget. Dari mana Leon dapat mengetahui tangg
Tanpa dipungkiri ternyata Leon membawa Laura ke pusat perbelanjaan terbesar di kota Jakarta.Ia memerintahkan Laura untuk membeli banyak pakaian, tas, sepatu, maupun kebutuhan lainnya. Apalagi sekarang Laura harus tinggal di rumahnya, sedangkan pakaian yang Leon belikan waktu itu dirasa kurang.Leon memberikan kartu ATM miliknya pada Laura dan menyuruhnya berbelanja. Minimal harus habis 100 juta, tidak boleh kurang."Leon, tapi itu terlalu banyak. Aku tidak akan bisa menghabiskannya sendirian. Bagaimana kalau uang sebanyak itu kita gunakan saja untuk membantu orang-orang yang membutuhkan? Sedangkan aku akan berbelanja dengan uang yang tersisa," kata Laura yang memang dikenal hemat."Untuk membantu orang-orang yang tidak mampu, aku akan menyiapkan biaya yang lebih banyak dari ini. Karena aku juga tau bahwa berbagi itu jauh lebih penting. Jadi sekarang kamu berbelanjalah dengan tenang tanpa memikirkan apapun."Tak bisa lagi membantah, Laura pun menuruti perintah Leon. Kini mereka mulai
Sejak tadi Leon masih tak merespon ketukan Laura sedikit pun. Merasa sangat khawatir, Laura berpikir untuk membuka pintu secara diam-diam saja, meski ia tau itu bukanlah tindakan yang sopan."Tidak dikunci," ucap Laura.Pintu terbuka sedikit dan Laura pun mengintip. Melihat Leon sedang memegangi perutnya sambil membersihkan sisa-sisa darah, Laura sangat kaget dan langsung masuk ke kamar tersebut tanpa pikir panjang."Leon," panggil Laura pada Leon yang sedang membelakanginya. Mendengar itu, Leon terkejut dan langsung berbalik badan. Bajunya masih berlumuran darah, dan lantai pun juga dipenuhi oleh bercak-bercak cairan berwarna merah tersebut."Kenapa kamu bisa ada di sini?""Seharusnya aku yang bertanya padamu, kenapa kamu tidak bilang kalau kamu sedang terluka parah dan malah mengurung diri di kamar."Leon membuang pandangan dan menundukkan kepala. Menyadari akan Laura yang malah terus melangkah mendekatinya, Leon langsung memberi perintah untuk berhenti di tempat."Jangan! Jangan
Dengan sangat baik Leon mempresentasikan hasil kerjanya di hadapan para klien. Ia menjelaskan apa saja yang akan menjadi target perusahaannya untuk 5 tahun ke depan, strategi apa yang harus digunakan untuk memaksimalkan hasil, dan perkiraan resiko yang akan mereka terima.Kebetulan di meeting kali ini ada Alice yang ikut hadir sebagai perwakilan dari perusahaan ayahnya.Seperti biasa, Alice hanya memandangi wajah Leon. Ia bahkan sering kali memanfaatkan kesempatan yang sama hanya untuk bertemu dengannya. Meski dia tidak mengerti apa yang Leon katakan secara keseluruhan."Baik, sekian dari saya. Semoga pertemuan kali ini bisa menjadi pertimbangan untuk membawa perusahaan-perusahaan kita ke jenjang yang lebih baik lagi," ucap Leon menutup presentasinya.Setelah semua sudah selesai dan tidak ada lagi yang mau dibahas, para klien pun mulai keluar ruangan satu per satu.Kini hanya tersisa Leon dan Alice saja dalam ruangan tersebut. Dengan cuek, Leon fokus membereskan berkas-berkas yang ta
Setelah kondisi semakin membaik, Laura bersama Damian dan Felix akhirnya diizinkan untuk masuk ke ruang rawat.Tak memperdulikan keadaan sama sekali, Laura masih terus menangis di sisi Devano. "Kak ...," panggil Felix, nadanya terdengar seperti orang yang sedang ketakutan."Hmm," seru Laura, masih merenung."Apa Kakak menyadari sesuatu?"Mendengar pertanyaan Felix, tentu Laura kebingungan."Kamu ngomong apaan sih? Cepat katakan saja langsung ke intinya!" cetus Laura dengan tangisannya hingga tak ingin menancapkan pandangan sama sekali kepada Felix."Tapi tolong jangan marah-marah padaku, ya! Ini semua salah Kak Damian."Laura kembali tak mengerti tentang apa yang sebenarnya ingin Felix katakan."Cepat katakan," pinta Laura sembari mengangkat kepala dan menatap wajah Felix.Felix diam, kemudian matanya melirik ke wajah pria yang tengah terbaring di ranjang pasien tersebut.Merasa heran, Laura ikut meliriknya. Dia sangat terkejut saat tau ternyata itu bukanlah Devano yang selama ini di
Beberapa hari kemudian, Leon dan Laura memutuskan untuk menggelar acara pernikahan mereka setelah melakukan pertunangan.Namun, di hari yang bahagia ini Laura terlihat begitu sedih. Ia tak menyangka jika orang tuanya masih belum ditemukan sampai saat ini, bahkan saat dirinya hendak menempuh hidup baru dengan pria pilihannya.Di ruang rias pengantin, Laura sedang menatap dirinya di depan cermin.Balutan gaun itu terlihat sangat indah, tapi tidak dengan hatinya. Meski merasa ada goresan kebahagiaan, namun luka tetap menyertai."Bagaimana bisa aku menikah tanpa kehadiran orang tuaku?" tanya Laura dalam hati.Tapi tiba-tiba matanya membelalak saat melihat sosok wanita dari pantulan cermin. Wanita itu tengah berdiri di belakangnya, dan ternyata itulah adalah Manda.Laura menolah karena tidak percaya. Ia pikir ini hanya halusinasi saja. Tapi ternyata ini adalah kenyataan. Tidak lama kemudian Erik dan Launa ikut masuk ke ruangan yang sama. Kali ini sebuah keluarga yang utuh berkumpul di sat
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Kini sudah memasuki bulan keempat setelah takdir kembali mempertemukan Leon dengan Laura.Selama beberapa waktu tersebut, mereka sering menghabiskan waktu bersama. Bahkan Leon juga sering menjemput Laura dari minimarket tempatnya bekerja dan mengantarkan dia pulang ke kontrakannya.Di pagi yang cerah ini, Leon dan Laura telah membuat janji untuk saling bertemu di sebuah kafe yang sangat sepi.Kafe ini jarang sekali dikunjungi oleh para pengunjung dan biasa di datangi oleh orang-orang tertentu saja. Selain karena harga menu-menunya yang mahal, ketersediaan tempat duduk di kafe tersebut juga sangat terbatas. Sehingga orang-orang yang tidak menyukai keramaian akan sangat menyukai tempat ini.Laura terlihat tengah menunggu Leon sendirian. Ekor matanya tak henti melirik ke sana dan kemari, mencari sosok pria yang selama ini masih ia kagumi sepenuh hati.Tak disangka ternyata Vincent ada di kafe itu juga. Melihat ada Laura di sana, tentu Vincent sanga
Dua hari kemudian, Leon membulatkan tekad untuk datang ke minimarket tempat Laura bekerja.Melihat Leon datang ke sana, tubuh Laura grogi tak karuan."Leon. Untuk apa dia datang ke sini?" tanya Laura dalam hati. Ia benar-benar sangat gugup."Laura, apa kau punya waktu?" Tanpa basa-basi Leon langsung bertanya ke intinya."Hah!! Maksudmu?""Apa yang punya waktu untuk menemaniku makan siang sekarang?"Seketika Laura merasa seperti tersambar petir. Bagaimana bisa Leon tiba-tiba datang dan mengajaknya makan bersama seperti dulu lagi."Ma---maaf, Leon. Aku tidak bisa karena masih ada kerjaan," balas Laura yang tidak berani menatap mata lawan bicaranya.Mendadak, dari dalam keluarlah seorang wanita bernama Fira.Fira adalah karyawan baru juga di sana. Ia baru mulai bekerja kemarin hari."Bukankah sekarang sudah masuk waktu istirahatmu, Laura?" tanya Fira yang sebelumnya tidak sengaja mendengar percakapan mereka."Ta---tapi bagaimana bisa aku meninggalkanmu sendirian di sini?""Tidak apa-apa
Vincent mengantarkan Laura pulang ke kontrakannya."Jangan tidur terlalu malam," pesan Vincent sambil mengacak pelan rambut Laura."I---iya," jawabnya gugup.Tak ingin berlama-lama lagi, Vincent langsung bergegas untuk meninggalkan tempat."Baiklah, aku pergi dulu.""Hati-hati, Vincent. Jangan terlalu kencang bawa mobilnya." "Tenang saja, Nona Cantik," balas Vincent sambil meledek Laura.Setelah beberapa menit berlalu, kini ia sudah sampai di apartemennya dan bergegas meraih sebuah sofa untuk mengistirahatkan diri di atas sana.Vincent membuka jas yang dia pakai dan melemparkannya ke atas sofa yang sama.Kemudian ia duduk dengan mata terpejam, sambil mengingat semua moment yang lalui hari ini."Laura Zara. Gadis yang cukup menarik bagiku. Dia cantik, baik, tidak matre, bahkan dia juga lebih menarik dibandingkan gadis lain.""Entah siapa pria beruntung yang Laura maksud tadi, tapi yang jelas aku sangat iri padanya karena bisa mendapatkan hati Laura."Cring, cring ....Tiba-tiba dering
Laura dan Vincent tengah menikmati kebersamaan di sebuah pasar malam yang tidak jauh dari kontrakan Laura.Saat dirinya sedang membereskan rumah, tiba-tiba Vincent datang dan mengajak Laura untuk menikmati udara malam di luar.Tentu Laura tak bisa menolak. Bagaimana pun juga semua Vincent sudah sangat berjasa untuknya."Kau mau makan apa?" tanya Vincent pada Laura."Terserah kau saja," balas Laura. Ya, balasan yang biasa dipakai oleh sejuta kaum hawa."Bagaimana kalau bakso saja. Apa kau suka bakso?" tanya Vincent lagi.Laura mengangguk kecil.Dengan segera Vincent menggandeng tangan Laura dan menuntunnya ke sebuah kedai bakso paling ramai yang ada di sana."Apa sebelumnya kau sudah pernah ke pasar malam?" tanya Laura basa-basi.Vincent menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis."Belum. Ini adalah pertama kalinya.""Orang kaya sepertimu pasti selalu makan di tempat ya mewah. Iya, 'kan? Apa kau tidak merasa risih jika makan di tempat sederhana seperti ini?" Laura sedikit ragu dan
Tok, tok, tok!!Leon mendengar suara ketukan pintu dari bilik kamar."Masuk!" ujar Leon tegas."Permisi, Tuan Leon. Di bawah ada Nona Laura yang datang dan sedang menunggu Tuan," jelas Angel."Apa!! Laura?" Leon tak percaya mendengarnya.Namun, seketika ketidakpercayaannya itu dipatahkan oleh anggukan Angel."Baiklah, saya akan segera turun."Saat sedang menuruni anak tangga, Leon memang melihat sosok wanita yang tengah menunggu dirinya."Laura," panggil Leon pelan.Wanita tersebut menoleh santai. Kemudian ia tersenyum melihat bahwa Leon sudah berada tepat dibelakangnya."Ada yang mau aku bicarakan padamu," ujar wanita itu.Sampai saat ini Leon masih tak curiga sama sekali. Ia belum sadar bahwa orang yang ada di hadapannya bukanlah Laura melainkan Launa. Benar, wanita yang akhir-akhir sedang ia cari untuk meminta pertanggung jawaban."Tapi aku tidak mau kita membicarakannya di sini karena takut di dengar oleh para pelayanmu," jelas Launa sambil melirik ke sana kemarin.Leon yang masi
"Bu, waktu itu aku memang sudah menjalankan rencanaku dengan baik. Aku telah mengirim Laura ke rumah Leon. Aku yakin kehidupannya sangat bahagia di sana.""Tapi entah kenapa tiba-tiba Laura dan Leon sudah tidak tinggal bersama lagi. Bahkan waktu itu Laura juga datang ke bengkelnya Devano sambil menangis dan mengatakan bahwa ia telah menolak cinta Leon hanya demi pria bajingan itu.""Sepertinya Leon sudah sempat menyatakan perasaan padanya, tapi ia menolak."Launa menjelaskan dengan panjang lebar."Namun, sampai sekarang aku tak pernah lelah untuk menghasut Devano agar menunjukkan sikap busuknya di depan Laura. Semakin sering Devano menyakiti perasaan Laura, maka itu akan membuat Laura semakin yakin jika Devano bukanlah pria baik.""Waktu itu aku juga sempat bertemu dengan Laura yang tengah duduk melamun di tepi danau. Aku menyuruh Devano untuk mengganggunya agar Laura semakin benci pada pria itu. Tapi dengan penuh kebodohan, si Devano malah berniat untuk mencelakai dan berniat mendoro
Mendengar ucapan Leon, tentu Harry sangat terkejut. Bagaimana bisa mereka menyudahi suatu hubungan dalam waktu singkat. Bahkan dia sendiri sampai tidak tau akan hal itu."Tapi bukankah kalian sudah bertunangan?" tanya Harry lagi.Damian, Felix, dan Galen hanya mendengarkan percakapan mereka saja."Memangnya kenapa jika sudah bertunangan? Apakah sepasang tunangan tidak boleh berpisah?" balas Leon yang malah berbalik tanya.Sontak jawaban sang kakak membuat Harry terdiam. Apa yang Leon katakan tidaklah salah. Berapa lama pun sebuah hubungan dibangun, sebesar apa pun cinta di dalamnya, tetap saja akan ada kata perpisahan sebagai akhir dari pertemuan.Leon sudah tak ada nafsu makan lagi dan hendak lekas pergi menuju kantor.Saat ia sedang mengeluarkan mobil dari halaman rumah, tiba-tiba ia berpapasan dengan sebuah truk besar yang sedang menurunkan banyak barang ke sebuah rumah yang berada tepat di sebelah kediamannya.Awalnya Leon tak peduli siapa yang baru saja pindahan. Tapi tiba-tiba A
"Aku khawatir jika alam seindah ini bisa hancur karena dipandangi oleh manusia sepertimu."Sontak suara seorang pria yang tidak asing di telinga berhasil memaksa Laura untuk membuka matanya.Laura yang kaget langsung berdiri dan menghadap ke belakang."Devano, sedang apa kau di sini? Apa masih belum puas kau menyakitiku?" tanya Laura.Devano malah tertawa kecil."Apa kau bilang? Menyakitimu? Cih!!""Memangnya sejak awal siapa yang memulainya duluan? Bukankah kau yang selingkuh dengan pria brengsek itu?"Mendengar sebutan 'Pria Brengsek', Laura langsung paham siapa yang dimaksud oleh Devano."Berhentilah menghina Leon! Dia tidak salah apa-apa. Kau boleh menuduhku telah berselingkuh atau apa pun itu, tapi jangan pernah bawa-bawa Leon dalam hal ini.""Astaga ... sepertinya ada yang marah saat nama selingkuhannya dicemari oleh mulutku," ujar Devano menyinggung Laura.Dengan langkah perlahan, Devano maju mendekati Laura sambil mendorong pundak wanita itu sedikit demi sedikit.Laura yang ti