Setelah selesai makan siang, Leon beranjak dari meja makan dan mengajak Laura agar segera pergi.
Tau bahwa Leon mau membawanya untuk mencari Devano, Laura malah mengurungkan niat dan berkata kalau ia berubah pikiran dan tidak ingin mencari Devano.Leon menganggap kalau Laura berubah pikiran dan lebih memilih untuk tidak jadi pergi karena takut kebohongannya terbongkar.Ya, Leon masih mengira kalau hilangnya kekasih Laura hanyalah sebuah alasan yang dibuat-buat untuk melarikan diri darinya."Aku sadar kalau sekarang aku adalah tunanganmu. Ma---maksudku tunangan palsu," seru Laura tak berani menatap mata Leon.Waktu pun berjalan begitu cepat. Saat malam tiba, Laura tak keluar kamar sama sekali dan hanya terpaku diam di sudut ruangan barunya tersebut.Perlahan ia mengambil ponsel miliknya di atas meja kemudian memberanikan diri untuk menghubungi kedua orang tuanya.Sudah lebih dari 10 panggilan keluar, tapi tak ada satu pun yang di jawab. Di saat yang bersamaan, ada notifikasi pesan masuk dari ibunya Laura."Maaf, Anda salah nomor!" tulisnya, membuat Laura keheranan.Selama ini ibunya memang suka melontarkan candaan padanya. Tapi tidak untuk keadaan darurat seperti ini. Apalagi dari kemarin hari Laura belum pulang. Seharusnya ibu Laura merasa khawatir, bukannya malah bercanda.Tidak hanya itu saja, bahkan nomor Laura pun juga ikut di blokir. Semakin lama Laura merasa semuanya semakin aneh.Ia mencoba mengingat kembali kejadian kemarin pagi, sebelum ia dibawa ke kediaman keluarga Halton.Hari itu merupakan hari pertamanya bekerja di luar rumah. Selama bertahun-tahun menjauhkan diri dari banyak orang, kini Laura mencoba untuk memaksa dirinya agar bisa bekerja disebuah perusahaan meskipun sebagai karyawan biasa.Karena itu merupakan hari spesial, sebagai sang kekasih pun Devano tak mau melewatkan kesempatan. Secara diam-diam, Devano mengantarkan Laura untuk pergi berangkat kerja tanpa sepengetahuan orang tuanya Laura. Karena kebetulan ibu dan ayah Laura tidak merestui hubungan mereka berdua.Namun, sayangnya takdir tak selalu berjalan mulus. Di tengah perjalanan, mereka mengalami kecelakaan hingga membuat motor yang mereka gunakan rusak parah.Tidak sampai di situ saja, bahkan Devano juga tak sadarkan diri.Merasa panik, Laura meminta bantuan kepada orang-orang sekitar, tapi tak ada satu pun yang menanggapi. Mereka sibuk mengejar waktu masing-masing.Tak lama kemudian, sebuah mobil datang dan berhenti tepat di sebelah mereka. Laura pun merasa bahwa ini adalah keajaiban yang dikirimkan untuknya.Benar saja, saat itu juga turunlah satu orang pria yang segera memasukkan Devano ke dalam mobil. Ia mengatakan akan membawanya ke rumah sakit secepat mungkin.Baru saja Laura hendak naik ke mobil yang sama untuk menemani sang kekasih, tiba-tiba pria itu malah melarangnya dan berkata bahwa mobil sudah penuh.Padahal Laura sempat menyadari kalau di mobil itu hanya ada seorang wanita yang sedang duduk diam seperti patung. Namun, wajahnya tidak terlalu jelas jika hanya dilihat dari samping saja.Karena merasa tidak enak apalagi sudah ditolong, akhirnya Laura pasrah dan meminta si pria agar segera menghubungi nomornya untuk memberitahu lokasi rumah sakit yang mereka datangi.Setelah Devano dibawa pergi, kini Laura hanya berdiri gemetar di tepi jalan. Ia tidak tau apa yang harus dilakukan sekarang.Tak ingin dimarahi oleh bos barunya, Laura mengirim pesan pada si bos dan meminta izin untuk tidak masuk di hari pertamanya tersebut.Berselang beberapa menit, sebuah mobil berwarna hitam pekat pun berhenti. Tak disangka, 3 orang pria turun secara bersamaan dan malah menyekap Laura dengan sebuah kain hingga membuatnya pingsan.Sejak saat itu Laura sudah tak ingat apa-apa lagi dan malah terbangun di rumah Leon. Hal ini jugalah yang Laura ceritakan pada Felix tadi siang.Mendengar pengakuan Laura, Felix menjelaskan bahwa beberapa hari yang lalu Leon memang bercerita padanya kalau ia baru saja membayar uang sebesar 5 miliar rupiah pada seorang wanita untuk berpura-pura menjadi tunangannya di hadapan Nek Risa. Tapi Felix tak menyangka bahwa Leon malah salah sasaran."Lagi pula ... ke mana perginya wanita bayaran itu? Padahal seharusnya dia datang dengan sendirinya ke rumah ini setelah uang yang Kak Leon kirim diterima. Memangnya semirip apa sih wanita itu dengan Kak Laura? Bisa-bisanya Kak Leon sampai tak bisa membedakan."Itulah pertanyaan Felix yang sedikit menganggu pikiran Laura hingga saat ini.Tapi setiap masalah pasti ada jalan keluar. Oleh karena itu Felix menyuruh Laura untuk tetap berpura-pura menjadi tunangan palsu Leon di hadapan Nek Risa.Dengan begitu Nek Risa bisa lebih tenang saat tau jika Leon sudah mendapatkan pengganti dari tunangan lamanya yang telah meninggal dunia. Bisa dikatakan kalau Laura harus menjadi nona pengganti di kediaman mereka.Ditambah lagi Felix tau betul bahwa Leon sudah sangat menderita dengan kehidupannya. Leon merasa dunia ini tidak membagi kebahagiaan untuknya.Oleh karena itu Felix ingin Laura menemani Leon dan membuat Leon tak merasa kesepian lagi. Bahkan tunangan lamanya saja tidak bisa mendapatkan hati Leon hingga akhir hayatnya.Sebagai imbalan, Felix akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencari Devano dan menguak semua yang terjadi pada Laura.Merasa tawaran Felix tidaklah buruk, Laura pun menyetujui. Apalagi dia juga sudah membuat janji dengan Nek Risa dan tidak bisa mengingkari begitu saja. Dengan begini ia bisa menjadikan keadaan Nek Risa dan Leon menjadi lebih baik."Secara tidak langsung, aku dapat membantu seseorang dan menjadi peran penting dalam hidup mereka. Tidak ada gunanya juga kalau aku hidup hanya untuk diriku sendiri. Lagi pula ... mereka tidak mencari masalah denganku dan bahkan memperlakukanku dengan sangat baik."Ditambah lagi Felix merupakan adik dari sosok Leon Halton. Tentu Laura merasa kalau dia memiliki kuasa yang jauh lebih hebat dibanding dirinya. Pasti akan lebih mudah untuk menemukan informasi yang Laura butuhkan, daripada dirinya sendiri yang mencari tahu.Sudah mulai pasrah oleh keadaan, Laura mematikan ponsel dan menuju balkon kamar. Kebetulan kamar tempat Laura tinggal berada di lantai paling atas, yaitu lantai 3."Kalau seandainya aku diberikan kesempatan untuk mengatakan yang sebenarnya pada Leon, tentu aku akan bilang bahwa aku bukanlah Nona pengganti yang selama ini ia incar. Bahkan aku juga tidak pantas untuk menginjakkan kaki di rumah ini," seru Laura sambil menancapkan pandangannya pada langit gelap.Dari kejadian yang baru saja ia alami, Laura merasa kemungkinan besar ini semua adalah karma yang tuhan berikan untuknya.Sejak dulu, orang tua Laura tidak pernah menyetujui hubungan putrinya dengan Devano.Meskipun Laura selalu menuruti perintah sang ibu dan ayah serta memperlakukan mereka dengan sangat baik, tapi Laura tak akan tinggal diam jika mereka menjelek-jelekkan Devano.Tidak hanya itu saja, Laura juga kerap kali melawan perintah orang tuanya hanya demi mempertahankan hubungan dia dengan kekasihnya. Meski dalam hati selalu tersisa rasa penyesalan yang membuat ia selalu menangis di kamar.Sekarang Laura sadar bahwa mengabaikan perkataan orang tua hanyalah pembawa takdir buruk untuknya.Jikalau tidak bisa melakukannya dengan senang hati, setidaknya lakukanlah demi menyenangkan perasaan mereka. Karena kita tidak akan tau kapan kita akan kehilangan sosok penting tersebut.Di saat yang bersamaan, Laura melihat sebuah mobil memasuki area halaman rumah.Dia yakin mobil itulah yang digunakan anak-anak buah Leon untuk membawanya waktu itu. Dengan penuh rasa penasaran, Laura terus memperhatikan dari atas.Setelah mobil itu berhenti, dirinya hendak melihat siapa yang turun. Ternyata itu adalah Leon yang entah habis dari mana. Laura mulai merasa ada sedikit kejanggalan.Sesudah menutup pintu mobil, Leon hanya diam saja di tempat dan malah duduk lesehan begitu saja dengan tubuh bersandar ke pintu mobil tersebut.Merasa kasihan apalagi setelah mendengar cerita masa lalu Leon yang kelam dari Felix, mendorong Laura untuk mendatanginya ke bawah.Setibanya ditempat, Laura melangkah pelan mendekati Leon. Begitu terkejut saat melihat ada sebotol minuman memabukkan yang sedang Leon pegang di salah satu tangannya.Meskipun sedikit ragu dan takut, Laura tetap mendekat dan ikut duduk di sebelah Leon."Leon," seru Laura membuat Leon membuka matanya yang terpejam.Setelah menyadari ada Laura disebelahnya, Leon langsung mengalihkan pandangan dan kembali menutup mata. Isi dari botol minuman itu pun langsung ia tumpahkan dan dibuang begitu saja."Menjauhlah dariku, Laura," perintah Leon dengan nada lembutnya."Kenapa? Apa aku berbuat salah? Atau kamu sedang marah padaku karena kejadian tadi pagi?" tanya Laura mulai panik saat Leon malah mengusirnya.Leon menghela napas pelan."Aku sedang mabuk. Tidak baik jika kamu terlalu dekat-dekat denganku sekarang. Aku takut jika akan melukai atau menyakitimu tanpa sadar," tutur Leon, matanya masih terpejam dan kepala juga masih bersandar pada mobil.Seketika ucapan Leon membuat Laura sedikit kagum. Dalam keadaan seperti ini, ia masih sempat-sempatnya mengkhawatirkan orang lain agar tidak terkena imbas.Mengingat kata Felix, Leon memang seorang penyendiri dan selalu meratapi masa lalunya. Bahkan terkadang ia juga sengaja memabukkan diri agar dapat menghilangkan stres dan melupakan kesedihan itu sejenak.Walaupun Leon tau bahwa alkohol sama sekali tidak baik, bahkan dulu ayahnya juga meninggal karena kecanduan minuman beralkohol."Baiklah, kalau begitu ... ayo kita masuk ke dalam sekarang. Tidak baik jika terus-terusan di luar. Udara malam ini juga sedang tidak bagus. Apalagi sekarang sudah jam 2," bujuk Laura."Masuklah duluan! Aku masih ingin sendiri.""Tapi---""Kamu juga jangan tidur malam-malam. Apalagi kamu 'kan seorang wanita, tidak bagus keluar rumah jam segini," kata Leon menatapi wajah Laura.Tak bisa membantah lagi, Laura hanya mengangguk pelan dan langsung berdiri.Setelah itu ia pergi meninggalkan Leon sendirian meskipun dengan berat hati.2 hari kemudian, Leon dan Laura sedang berada di restoran yang baru saja Leon sewa."Kenapa sepi sekali?" tanya Laura dengan polos."Bukannya malah bagus? Jadi hanya ada kita berdua saja," jawab Leon.Laura tersenyum kecil, kemudian menempati salah satu meja yang sudah dihiasi oleh beberapa vas bunga dan lilin penghias.Bingung? Tentu saja, iya. Laura tidak mengerti alasan Leon membawanya ke sini. Padahal mereka sama sekali tidak membuat janji untuk makan bersama.Setelah makanan yang mereka pesan sudah datang, Leon segera mengambil garpu dan pisau untuk menikmati hidangan. "Leon," seru Laura, membuat Leon menghentikan tangannya sejenak. Laura bertanya apa alasan Leon membawa dirinya ke tempat itu. Karena ia mulai sadar bahwa sepertinya Leon memang menyewa tempat tersebut, khusus untuk mereka berdua."Alasannya jelas, karena ini adalah hari ulang tahunmu," ungkap Leon. Nada bicaranya masih tak berubah, sangat lembut.Seketika Laura sangat kaget. Dari mana Leon dapat mengetahui tangg
Tanpa dipungkiri ternyata Leon membawa Laura ke pusat perbelanjaan terbesar di kota Jakarta.Ia memerintahkan Laura untuk membeli banyak pakaian, tas, sepatu, maupun kebutuhan lainnya. Apalagi sekarang Laura harus tinggal di rumahnya, sedangkan pakaian yang Leon belikan waktu itu dirasa kurang.Leon memberikan kartu ATM miliknya pada Laura dan menyuruhnya berbelanja. Minimal harus habis 100 juta, tidak boleh kurang."Leon, tapi itu terlalu banyak. Aku tidak akan bisa menghabiskannya sendirian. Bagaimana kalau uang sebanyak itu kita gunakan saja untuk membantu orang-orang yang membutuhkan? Sedangkan aku akan berbelanja dengan uang yang tersisa," kata Laura yang memang dikenal hemat."Untuk membantu orang-orang yang tidak mampu, aku akan menyiapkan biaya yang lebih banyak dari ini. Karena aku juga tau bahwa berbagi itu jauh lebih penting. Jadi sekarang kamu berbelanjalah dengan tenang tanpa memikirkan apapun."Tak bisa lagi membantah, Laura pun menuruti perintah Leon. Kini mereka mulai
Sejak tadi Leon masih tak merespon ketukan Laura sedikit pun. Merasa sangat khawatir, Laura berpikir untuk membuka pintu secara diam-diam saja, meski ia tau itu bukanlah tindakan yang sopan."Tidak dikunci," ucap Laura.Pintu terbuka sedikit dan Laura pun mengintip. Melihat Leon sedang memegangi perutnya sambil membersihkan sisa-sisa darah, Laura sangat kaget dan langsung masuk ke kamar tersebut tanpa pikir panjang."Leon," panggil Laura pada Leon yang sedang membelakanginya. Mendengar itu, Leon terkejut dan langsung berbalik badan. Bajunya masih berlumuran darah, dan lantai pun juga dipenuhi oleh bercak-bercak cairan berwarna merah tersebut."Kenapa kamu bisa ada di sini?""Seharusnya aku yang bertanya padamu, kenapa kamu tidak bilang kalau kamu sedang terluka parah dan malah mengurung diri di kamar."Leon membuang pandangan dan menundukkan kepala. Menyadari akan Laura yang malah terus melangkah mendekatinya, Leon langsung memberi perintah untuk berhenti di tempat."Jangan! Jangan
Dengan sangat baik Leon mempresentasikan hasil kerjanya di hadapan para klien. Ia menjelaskan apa saja yang akan menjadi target perusahaannya untuk 5 tahun ke depan, strategi apa yang harus digunakan untuk memaksimalkan hasil, dan perkiraan resiko yang akan mereka terima.Kebetulan di meeting kali ini ada Alice yang ikut hadir sebagai perwakilan dari perusahaan ayahnya.Seperti biasa, Alice hanya memandangi wajah Leon. Ia bahkan sering kali memanfaatkan kesempatan yang sama hanya untuk bertemu dengannya. Meski dia tidak mengerti apa yang Leon katakan secara keseluruhan."Baik, sekian dari saya. Semoga pertemuan kali ini bisa menjadi pertimbangan untuk membawa perusahaan-perusahaan kita ke jenjang yang lebih baik lagi," ucap Leon menutup presentasinya.Setelah semua sudah selesai dan tidak ada lagi yang mau dibahas, para klien pun mulai keluar ruangan satu per satu.Kini hanya tersisa Leon dan Alice saja dalam ruangan tersebut. Dengan cuek, Leon fokus membereskan berkas-berkas yang ta
Setelah kondisi semakin membaik, Laura bersama Damian dan Felix akhirnya diizinkan untuk masuk ke ruang rawat.Tak memperdulikan keadaan sama sekali, Laura masih terus menangis di sisi Devano. "Kak ...," panggil Felix, nadanya terdengar seperti orang yang sedang ketakutan."Hmm," seru Laura, masih merenung."Apa Kakak menyadari sesuatu?"Mendengar pertanyaan Felix, tentu Laura kebingungan."Kamu ngomong apaan sih? Cepat katakan saja langsung ke intinya!" cetus Laura dengan tangisannya hingga tak ingin menancapkan pandangan sama sekali kepada Felix."Tapi tolong jangan marah-marah padaku, ya! Ini semua salah Kak Damian."Laura kembali tak mengerti tentang apa yang sebenarnya ingin Felix katakan."Cepat katakan," pinta Laura sembari mengangkat kepala dan menatap wajah Felix.Felix diam, kemudian matanya melirik ke wajah pria yang tengah terbaring di ranjang pasien tersebut.Merasa heran, Laura ikut meliriknya. Dia sangat terkejut saat tau ternyata itu bukanlah Devano yang selama ini di
Seperti biasa, Leon tidak suka diperiksa lama-lama. Ia meminta sang dokter untuk mempercepat pemeriksaan.Dokter yang sudah kenal cukup lama dengan CEO Halton Group ini pun menyayangkan keadaan.Ia bilang harusnya Leon datang ke sana lebih awal, tepatnya setelah luka itu baru saja didapatkan. Dengan begitu, kemungkinan besar luka Leon tak separah ini."Syukurlah luka Anda masih bisa diobati," tutur si dokter dengan ramah."Oh iya, satu lagi! Jika rasa sakitnya tak kunjung hilang, silakan segera datang kembali ke sini secepat mungkin untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut," seru dokter seraya menggoreskan tinta pulpennya pada secarik kertas resep obat.Setelah tak ada lagi yang perlu dibicarakan, dengan senang hati Leon menerima resep obat tersebut."Terima kasih," ujar Leon yang kemudian beranjak untuk pergi.Keesokan hari.Leon tengah memakai dasi di depan cermin dengan Angel yang berada di sebelahnya. Sepertinya biasa, Angel selalu melayani Leon dengan sangat baik setiap kali he
Dengan fokus tingkat tinggi, Leon masih meladeni si hacker dengan penuh semangat yang membara."Hebat juga dia. Bisa-bisanya dia melawan diriku, seorang hacker yang tak mudah dikalahkan oleh orang lain," ujar seseorang yang menjadi pihak bayaran dari perusahaan pesaing.Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Yang namanya seorang ahli, pasti akan menguasai hal di bidangnya. Sama seperti hacker yang sedang meretas perusahaan Leon. Tentu kemampuan dan keahliannya membuat dia berhasil mendapatkan data-data penting dari Halton Group."HAHAHA!" tawa hacker dengan keras, walau tak bisa di dengar oleh siapapun, apalagi Leon.Melihat kehebatan lawan, Leon mulai menghentikan jarinya dan tersenyum kecil. Ya, senyuman yang belum pernah dia tunjukkan pada siapa pun, kecuali saat dirinya sedang sendirian saja.Leon sangat paham bahwa di dunia ini tidak ada yang namanya sia-sia. Begitu pun dengan usaha dia kali ini. Kekalahan Leon bukanlah masalah baginya. Justru dengan begini, Leon dapat mengeta
Sesampainya di lokasi, Laura dan Leon hendak memasuki gedung besar yang ada di depan mereka.Melihat semua tamu datang bergandengan tangan dengan pasangan masing-masing, membuat Laura teringat akan Devano. Ia kembali memikirkan di mana keberadaan kekasihnya itu."Bolehkah aku menggandeng tanganmu juga?" izin Leon dengan sangat lembut.Laura yang tidak keberatan pun mengangguk senyum. Tanpa berlama-lama lagi mereka bergegas masuk ke dalam gedung pernikahan tersebut.Dengan segera Leon mengajak Laura untuk bersalaman dengan pengantinnya terlebih dahulu. Lagi-lagi Laura hanya nurut saja dan tidak membantah perintah dari pria yang ada di sampingnya.Mereka menuju kedua mempelai, kemudian bersalaman dan berbincang-bincang kecil. Leon memperkenalkan pada Laura bahwa mempelai pria ini adalah rekan kerjanya. Mereka sudah saling kenal cukup lama.Setelah selesai menyapa, dengan ramahnya si pengantin wanita menyuruh Laura dan Leon untuk segera menduduki kursi tamu dan menyantap hidangan yang s
Beberapa hari kemudian, Leon dan Laura memutuskan untuk menggelar acara pernikahan mereka setelah melakukan pertunangan.Namun, di hari yang bahagia ini Laura terlihat begitu sedih. Ia tak menyangka jika orang tuanya masih belum ditemukan sampai saat ini, bahkan saat dirinya hendak menempuh hidup baru dengan pria pilihannya.Di ruang rias pengantin, Laura sedang menatap dirinya di depan cermin.Balutan gaun itu terlihat sangat indah, tapi tidak dengan hatinya. Meski merasa ada goresan kebahagiaan, namun luka tetap menyertai."Bagaimana bisa aku menikah tanpa kehadiran orang tuaku?" tanya Laura dalam hati.Tapi tiba-tiba matanya membelalak saat melihat sosok wanita dari pantulan cermin. Wanita itu tengah berdiri di belakangnya, dan ternyata itulah adalah Manda.Laura menolah karena tidak percaya. Ia pikir ini hanya halusinasi saja. Tapi ternyata ini adalah kenyataan. Tidak lama kemudian Erik dan Launa ikut masuk ke ruangan yang sama. Kali ini sebuah keluarga yang utuh berkumpul di sat
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Kini sudah memasuki bulan keempat setelah takdir kembali mempertemukan Leon dengan Laura.Selama beberapa waktu tersebut, mereka sering menghabiskan waktu bersama. Bahkan Leon juga sering menjemput Laura dari minimarket tempatnya bekerja dan mengantarkan dia pulang ke kontrakannya.Di pagi yang cerah ini, Leon dan Laura telah membuat janji untuk saling bertemu di sebuah kafe yang sangat sepi.Kafe ini jarang sekali dikunjungi oleh para pengunjung dan biasa di datangi oleh orang-orang tertentu saja. Selain karena harga menu-menunya yang mahal, ketersediaan tempat duduk di kafe tersebut juga sangat terbatas. Sehingga orang-orang yang tidak menyukai keramaian akan sangat menyukai tempat ini.Laura terlihat tengah menunggu Leon sendirian. Ekor matanya tak henti melirik ke sana dan kemari, mencari sosok pria yang selama ini masih ia kagumi sepenuh hati.Tak disangka ternyata Vincent ada di kafe itu juga. Melihat ada Laura di sana, tentu Vincent sanga
Dua hari kemudian, Leon membulatkan tekad untuk datang ke minimarket tempat Laura bekerja.Melihat Leon datang ke sana, tubuh Laura grogi tak karuan."Leon. Untuk apa dia datang ke sini?" tanya Laura dalam hati. Ia benar-benar sangat gugup."Laura, apa kau punya waktu?" Tanpa basa-basi Leon langsung bertanya ke intinya."Hah!! Maksudmu?""Apa yang punya waktu untuk menemaniku makan siang sekarang?"Seketika Laura merasa seperti tersambar petir. Bagaimana bisa Leon tiba-tiba datang dan mengajaknya makan bersama seperti dulu lagi."Ma---maaf, Leon. Aku tidak bisa karena masih ada kerjaan," balas Laura yang tidak berani menatap mata lawan bicaranya.Mendadak, dari dalam keluarlah seorang wanita bernama Fira.Fira adalah karyawan baru juga di sana. Ia baru mulai bekerja kemarin hari."Bukankah sekarang sudah masuk waktu istirahatmu, Laura?" tanya Fira yang sebelumnya tidak sengaja mendengar percakapan mereka."Ta---tapi bagaimana bisa aku meninggalkanmu sendirian di sini?""Tidak apa-apa
Vincent mengantarkan Laura pulang ke kontrakannya."Jangan tidur terlalu malam," pesan Vincent sambil mengacak pelan rambut Laura."I---iya," jawabnya gugup.Tak ingin berlama-lama lagi, Vincent langsung bergegas untuk meninggalkan tempat."Baiklah, aku pergi dulu.""Hati-hati, Vincent. Jangan terlalu kencang bawa mobilnya." "Tenang saja, Nona Cantik," balas Vincent sambil meledek Laura.Setelah beberapa menit berlalu, kini ia sudah sampai di apartemennya dan bergegas meraih sebuah sofa untuk mengistirahatkan diri di atas sana.Vincent membuka jas yang dia pakai dan melemparkannya ke atas sofa yang sama.Kemudian ia duduk dengan mata terpejam, sambil mengingat semua moment yang lalui hari ini."Laura Zara. Gadis yang cukup menarik bagiku. Dia cantik, baik, tidak matre, bahkan dia juga lebih menarik dibandingkan gadis lain.""Entah siapa pria beruntung yang Laura maksud tadi, tapi yang jelas aku sangat iri padanya karena bisa mendapatkan hati Laura."Cring, cring ....Tiba-tiba dering
Laura dan Vincent tengah menikmati kebersamaan di sebuah pasar malam yang tidak jauh dari kontrakan Laura.Saat dirinya sedang membereskan rumah, tiba-tiba Vincent datang dan mengajak Laura untuk menikmati udara malam di luar.Tentu Laura tak bisa menolak. Bagaimana pun juga semua Vincent sudah sangat berjasa untuknya."Kau mau makan apa?" tanya Vincent pada Laura."Terserah kau saja," balas Laura. Ya, balasan yang biasa dipakai oleh sejuta kaum hawa."Bagaimana kalau bakso saja. Apa kau suka bakso?" tanya Vincent lagi.Laura mengangguk kecil.Dengan segera Vincent menggandeng tangan Laura dan menuntunnya ke sebuah kedai bakso paling ramai yang ada di sana."Apa sebelumnya kau sudah pernah ke pasar malam?" tanya Laura basa-basi.Vincent menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis."Belum. Ini adalah pertama kalinya.""Orang kaya sepertimu pasti selalu makan di tempat ya mewah. Iya, 'kan? Apa kau tidak merasa risih jika makan di tempat sederhana seperti ini?" Laura sedikit ragu dan
Tok, tok, tok!!Leon mendengar suara ketukan pintu dari bilik kamar."Masuk!" ujar Leon tegas."Permisi, Tuan Leon. Di bawah ada Nona Laura yang datang dan sedang menunggu Tuan," jelas Angel."Apa!! Laura?" Leon tak percaya mendengarnya.Namun, seketika ketidakpercayaannya itu dipatahkan oleh anggukan Angel."Baiklah, saya akan segera turun."Saat sedang menuruni anak tangga, Leon memang melihat sosok wanita yang tengah menunggu dirinya."Laura," panggil Leon pelan.Wanita tersebut menoleh santai. Kemudian ia tersenyum melihat bahwa Leon sudah berada tepat dibelakangnya."Ada yang mau aku bicarakan padamu," ujar wanita itu.Sampai saat ini Leon masih tak curiga sama sekali. Ia belum sadar bahwa orang yang ada di hadapannya bukanlah Laura melainkan Launa. Benar, wanita yang akhir-akhir sedang ia cari untuk meminta pertanggung jawaban."Tapi aku tidak mau kita membicarakannya di sini karena takut di dengar oleh para pelayanmu," jelas Launa sambil melirik ke sana kemarin.Leon yang masi
"Bu, waktu itu aku memang sudah menjalankan rencanaku dengan baik. Aku telah mengirim Laura ke rumah Leon. Aku yakin kehidupannya sangat bahagia di sana.""Tapi entah kenapa tiba-tiba Laura dan Leon sudah tidak tinggal bersama lagi. Bahkan waktu itu Laura juga datang ke bengkelnya Devano sambil menangis dan mengatakan bahwa ia telah menolak cinta Leon hanya demi pria bajingan itu.""Sepertinya Leon sudah sempat menyatakan perasaan padanya, tapi ia menolak."Launa menjelaskan dengan panjang lebar."Namun, sampai sekarang aku tak pernah lelah untuk menghasut Devano agar menunjukkan sikap busuknya di depan Laura. Semakin sering Devano menyakiti perasaan Laura, maka itu akan membuat Laura semakin yakin jika Devano bukanlah pria baik.""Waktu itu aku juga sempat bertemu dengan Laura yang tengah duduk melamun di tepi danau. Aku menyuruh Devano untuk mengganggunya agar Laura semakin benci pada pria itu. Tapi dengan penuh kebodohan, si Devano malah berniat untuk mencelakai dan berniat mendoro
Mendengar ucapan Leon, tentu Harry sangat terkejut. Bagaimana bisa mereka menyudahi suatu hubungan dalam waktu singkat. Bahkan dia sendiri sampai tidak tau akan hal itu."Tapi bukankah kalian sudah bertunangan?" tanya Harry lagi.Damian, Felix, dan Galen hanya mendengarkan percakapan mereka saja."Memangnya kenapa jika sudah bertunangan? Apakah sepasang tunangan tidak boleh berpisah?" balas Leon yang malah berbalik tanya.Sontak jawaban sang kakak membuat Harry terdiam. Apa yang Leon katakan tidaklah salah. Berapa lama pun sebuah hubungan dibangun, sebesar apa pun cinta di dalamnya, tetap saja akan ada kata perpisahan sebagai akhir dari pertemuan.Leon sudah tak ada nafsu makan lagi dan hendak lekas pergi menuju kantor.Saat ia sedang mengeluarkan mobil dari halaman rumah, tiba-tiba ia berpapasan dengan sebuah truk besar yang sedang menurunkan banyak barang ke sebuah rumah yang berada tepat di sebelah kediamannya.Awalnya Leon tak peduli siapa yang baru saja pindahan. Tapi tiba-tiba A
"Aku khawatir jika alam seindah ini bisa hancur karena dipandangi oleh manusia sepertimu."Sontak suara seorang pria yang tidak asing di telinga berhasil memaksa Laura untuk membuka matanya.Laura yang kaget langsung berdiri dan menghadap ke belakang."Devano, sedang apa kau di sini? Apa masih belum puas kau menyakitiku?" tanya Laura.Devano malah tertawa kecil."Apa kau bilang? Menyakitimu? Cih!!""Memangnya sejak awal siapa yang memulainya duluan? Bukankah kau yang selingkuh dengan pria brengsek itu?"Mendengar sebutan 'Pria Brengsek', Laura langsung paham siapa yang dimaksud oleh Devano."Berhentilah menghina Leon! Dia tidak salah apa-apa. Kau boleh menuduhku telah berselingkuh atau apa pun itu, tapi jangan pernah bawa-bawa Leon dalam hal ini.""Astaga ... sepertinya ada yang marah saat nama selingkuhannya dicemari oleh mulutku," ujar Devano menyinggung Laura.Dengan langkah perlahan, Devano maju mendekati Laura sambil mendorong pundak wanita itu sedikit demi sedikit.Laura yang ti