Beberapa hari kemudian, kalung yang Leon pesan sudah jadi.Merasa tidak percaya dengan orang lain karena harga barang yang mau dikirim terlalu mahal, Reta memutuskan untuk datang sendiri ke rumah Leon.Leon juga sudah memberinya izin, dan kebetulan Leon sedang berada di rumah saat itu."Terima kasih, Reta. Tidak salah saya memesannya padamu. Saya benar-benar puas dengan hasilnya. Sekali lagi, terima kasih banyak," kata Leon."Iya, Tuan. Sama-sama. Justru ini sudah menjadi kewajiban saya untuk membuatnya sebaik mungkin. Apalagi ini untuk pasangan Anda," balas Reta sambil meledeknya.Leon ingin tersenyum karena tersipu malu.. Tapi ia mengurungkan niat dan tetap memasang ekspresi wajah profesional.Setelah memenuhi keinginan Leon dan menerima sisa bayaran, Reta langsung pulang karena ada pekerjaan susulan yang harus ia kerjakan."Oke, kalau begitu ... saya pamit dulu ya, Tuan. Jangan lupa orderan selanjutnya. He-he-he," kata Reta sambil bercanda.Leon berkata bahwa ia berjanji akan memes
Hingga satu hari kemudian, sakit tenggorokan Laura tak kunjung sembuh. Justru suaranya semakin berubah, jauh berbeda dibanding yang kemarin.Menyadari akan hal itu, Leon yang sudah siap berangkat ke kantor pun mengajak Laura untuk pergi bersama ke rumah sakit."Tidak usah, Leon. Nanti juga sembuh sendiri," balas Laura.Laura sangat tau betul bahwa Leon sedang terburu-buru. Apalagi biasanya jam segini Leon sudah berangkat ke kantor lebih awal."Kenapa? Apa kamu tidak mau sembuh? Atau kamu mau tenggorokanmu terus-terusan sakit seperti itu?" tanya Leon."Bu---bukan itu maksudku. Tentu aku mau untuk pergi ke dokter karena rasa sakit ini benar-benar mengganggu aktivitasku. Tapi ... aku tau kamu sedang terburu-buru, 'kan? Jadi lebih baik kita undur saja nanti," jelas Laura. Matanya tak berani menatap mata tajam Leon.Dalam hati Leon, ucapan Laura sama sekali tidak salah. Dia memang sedang ada tugas dadakan yang harus diselesaikan secepat mungkin.Tapi bagi Leon kesehatan Laura adalah yang p
Di suatu hari yang cerah, Laura terlihat sudah sangat rapi dengan gaun merah di atas lutut dan riasan wajah yang membuatnya semakin mempesona.Laura sama sekali tidak mengerti mengapa Angel mendadani dirinya seperti ini. Setiap kali Laura bertanya, Angel selalu menjawab, "Tidak tau, Nona. Ini adalah perintah."Sekarang Laura sedang berdiri di tengah-tengah sebuah taman besar yang sangat indah.Tidak hanya keindahan alami, bahkan dekorasi khusus pun ikut berperan dalam menghiasi.Laura sama sekali tidak ingat bahwa ini adalah hari perempuan sedunia. Ya, itu berarti Leon akan menyatakan perasaan padanya di hari ini juga.Sudah hampir lima menit Laura berdiri, ia pun merasa bosan dan memutuskan untuk jongkok saja. Ia bahkan tidak tahu siapa yang sedang dia tunggu."Semoga tidak ada yang lihat," kata Laura yang langsung jongkok di tempat dengan pakaian serta riasan mewah yang ia kenakan.Tapi tidak lama kemudian Leon datang dan berjalan santai menuju ke arah Laura. Spontan, Laura segera
"Leon, terima kasih untuk segalanya. Aku tak akan pernah melarangmu jika kamu ingin menganggap bahwa aku adalah wanita terburuk, wanita keji, atau apa pun itu.""Tidak, Laura. Aku tidak akan mungkin menganggapmu seperti apa yang baru saja kamu sebutkan. Justru aku salut pada kesetiaanmu terhadap pasangan.""Oh ya, satu lagi. Karena kemungkinan besar perpisahan ini akan menjadi selamanya dan kita tidak akan bertemu lagi, jadi aku hanya punya satu kesempatan untuk menyampaikan sebuah permintaanku padamu. Apa kamu keberatan untuk memenuhinya?""Tidak, Leon. Tidak! Aku berjanji akan memenuhinya untukmu. Karena selama ini kamu sudah sangat baik padaku," balas Laura dengan penuh keyakinan."Baiklah. Aku ingin kamu terus menjadi Laura yang aku kenal. Menjadi wanita yang selalu berbuat baik pada siapa pun, tidak boleh telat makan dan selalu menjaga kesehatan di mana pun kamu berada.""Hanya itu saja?" tanya Laura.Leon mengedipkan kedua matanya serentak. Menandakan bahwa tebakan Laura benar.
Di bawah gelapnya langit malam, Laura berjalan sendirian tanpa arah.Ia tidak tau ke mana harus membawa dirinya pergi. Bahkan tempat tinggal saja juga tidak punya.Laura merasa sangat lapar. Perutnya sudah berisik meminta makan. Sangat perih rasanya.Setiap kali melihat orang-orang lewat sambil membawa cemilan atau minuman, Laura merasa ingin sekali bisa membelinya. Tapi apalah daya dia yang bahkan uang di dalam dompetnya saja tinggal sedikit.Sambil berjalan, Laura terus memainkan kedua kakinya dengan menendang-nendang batu kecil yang ada di depan dia untuk menghilangkan kegalauan.Tiba-tiba batu itu mendarat di depan sebuah warung 24 jam yang masih terbuka lebar.Merasa sudah tak tahan, Laura memutuskan untuk membeli makanan di sana saja.Laura masuk ke warung tersebut dan melihat seorang anak laki-laki yang sedang berdiri di samping etalase.Laura memilih beberapa roti dari sebuah keranjang biru dan mengambil segelas air mineral dari dalam kulkas."Dek, Kakak beli ini," ucap Laura
Leon memainkan tepian gelas bir dengan jari telunjuknya.Bayang-bayang sudah mulai buram. Penglihatan tak sejelas biasanya."Satu botol lagi!" kata Leon pada seorang barista."Maaf, Tuan. Apakah Anda yakin? Malam ini Anda sudah minum terlalu banyak. Bahkan lebih banyak dari biasanya," kata barista yang sudah mengenal Leon lumayan lama.Leon tak menjawab dan malah melempar tatapan tajam padanya. Ia tidak bicara satu kata pun, tapi bisa membuat barista itu langsung ketakutan."Ba---baik, Tuan. Akan saya ambilkan," jawabnya gugup.Berselang beberapa menit, barista itu datang dan memberikan apa yang Leon pesan tadi."Ini, Tuan," jawabnya yang kemudian bergegas meninggalkan Leon sendirian.Dari kejauhan terlihat beberapa wanita muda yang tengah tertawa dan berbincang-bincang satu sama lain.Di antaranya ada yang masih sadar dan ada juga yang sudah setengah mabuk.Salah satu di antara mereka menoleh ke sana kemari. Entah apa yang sedang dia cari, sepertinya tidak ada.Melihat seorang pria y
Saat matahari terbit, Felix sedang merapikan kemejanya dan sudah siap berangkat ke kantor.Hari ini senyum tak menyertai wajah Felix. Ia benar-benar tidak tenang karena perasaan bersalah yang terus mengganggu tidurnya semalam.Saat Felix melangkah menuju pintu rumah, ia berpapasan dengan Leon yang hendak masuk ke rumah tersebut.Langkah Felix terhenti, ia melirik kakaknya yang baru pulang entah dari mana."Apa dia habis mabuk lagi?" tanya Felix dalam hati.Melihat Leon jalan tanpa menyapanya, Felix berbalik badan."Kak Leon telah kembali seperti dulu lagi. Dan semua ini adalah kesalahanku. Seharusnya kemarin aku membiarkan Kak Laura menerima perasaan Kak Leon lebih dulu, baru aku mengabarinya tentang keberadaan Devano," gumam batin Felix.Tidak mau mengganggu Leon, Felix kembali melanjutkan langkahnya menuju halaman rumah untuk menghampiri supir yang sudah menunggu dia.Di walking closed, Leon bercermin di depan kaca. Ia menatap dirinya sendiri dan memperhatikan wajahnya.Entah apa ya
Laura terus mencari resep makanan yang cocok untuk usaha baru yang akan ia jalankan."Daripada uang yang Vincent berikan menjadi sia-sia, lebih baik aku memutarnya untuk buka usaha kecil-kecilan saja," tutur batin Laura.Sudah lebih dari lima resep yang Laura tandai, tapi ia belum bisa menemukan yang paling cocok dengan kemampuannya. Ia mencari dan terus mencari tanpa kata lelah. Hingga di sebuah website ia menemuka tentang rekomendasi cara membuat nasi uduk.Laura menganggap bahwa memasak nasi uduk adalah hal yang tidak terlalu sulit dan kemungkinan ia bisa melakukannya, meskipun belum pernah sama sekali.Melihat bahan dan cara memasaknya, Laura terus menghafalkan satu per satu. Terkadang ia juga mencatatnya di sebuah buku kecil agar tidak lupa."Selesai," kata Laura sembari menutup buku tersebut.Mengingat bahwa ponsel yang masih ia gunakan itu adalah pemberian Leon, Laura berniat untuk mengembalikannya sekarang juga
Beberapa hari kemudian, Leon dan Laura memutuskan untuk menggelar acara pernikahan mereka setelah melakukan pertunangan.Namun, di hari yang bahagia ini Laura terlihat begitu sedih. Ia tak menyangka jika orang tuanya masih belum ditemukan sampai saat ini, bahkan saat dirinya hendak menempuh hidup baru dengan pria pilihannya.Di ruang rias pengantin, Laura sedang menatap dirinya di depan cermin.Balutan gaun itu terlihat sangat indah, tapi tidak dengan hatinya. Meski merasa ada goresan kebahagiaan, namun luka tetap menyertai."Bagaimana bisa aku menikah tanpa kehadiran orang tuaku?" tanya Laura dalam hati.Tapi tiba-tiba matanya membelalak saat melihat sosok wanita dari pantulan cermin. Wanita itu tengah berdiri di belakangnya, dan ternyata itulah adalah Manda.Laura menolah karena tidak percaya. Ia pikir ini hanya halusinasi saja. Tapi ternyata ini adalah kenyataan. Tidak lama kemudian Erik dan Launa ikut masuk ke ruangan yang sama. Kali ini sebuah keluarga yang utuh berkumpul di sat
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Kini sudah memasuki bulan keempat setelah takdir kembali mempertemukan Leon dengan Laura.Selama beberapa waktu tersebut, mereka sering menghabiskan waktu bersama. Bahkan Leon juga sering menjemput Laura dari minimarket tempatnya bekerja dan mengantarkan dia pulang ke kontrakannya.Di pagi yang cerah ini, Leon dan Laura telah membuat janji untuk saling bertemu di sebuah kafe yang sangat sepi.Kafe ini jarang sekali dikunjungi oleh para pengunjung dan biasa di datangi oleh orang-orang tertentu saja. Selain karena harga menu-menunya yang mahal, ketersediaan tempat duduk di kafe tersebut juga sangat terbatas. Sehingga orang-orang yang tidak menyukai keramaian akan sangat menyukai tempat ini.Laura terlihat tengah menunggu Leon sendirian. Ekor matanya tak henti melirik ke sana dan kemari, mencari sosok pria yang selama ini masih ia kagumi sepenuh hati.Tak disangka ternyata Vincent ada di kafe itu juga. Melihat ada Laura di sana, tentu Vincent sanga
Dua hari kemudian, Leon membulatkan tekad untuk datang ke minimarket tempat Laura bekerja.Melihat Leon datang ke sana, tubuh Laura grogi tak karuan."Leon. Untuk apa dia datang ke sini?" tanya Laura dalam hati. Ia benar-benar sangat gugup."Laura, apa kau punya waktu?" Tanpa basa-basi Leon langsung bertanya ke intinya."Hah!! Maksudmu?""Apa yang punya waktu untuk menemaniku makan siang sekarang?"Seketika Laura merasa seperti tersambar petir. Bagaimana bisa Leon tiba-tiba datang dan mengajaknya makan bersama seperti dulu lagi."Ma---maaf, Leon. Aku tidak bisa karena masih ada kerjaan," balas Laura yang tidak berani menatap mata lawan bicaranya.Mendadak, dari dalam keluarlah seorang wanita bernama Fira.Fira adalah karyawan baru juga di sana. Ia baru mulai bekerja kemarin hari."Bukankah sekarang sudah masuk waktu istirahatmu, Laura?" tanya Fira yang sebelumnya tidak sengaja mendengar percakapan mereka."Ta---tapi bagaimana bisa aku meninggalkanmu sendirian di sini?""Tidak apa-apa
Vincent mengantarkan Laura pulang ke kontrakannya."Jangan tidur terlalu malam," pesan Vincent sambil mengacak pelan rambut Laura."I---iya," jawabnya gugup.Tak ingin berlama-lama lagi, Vincent langsung bergegas untuk meninggalkan tempat."Baiklah, aku pergi dulu.""Hati-hati, Vincent. Jangan terlalu kencang bawa mobilnya." "Tenang saja, Nona Cantik," balas Vincent sambil meledek Laura.Setelah beberapa menit berlalu, kini ia sudah sampai di apartemennya dan bergegas meraih sebuah sofa untuk mengistirahatkan diri di atas sana.Vincent membuka jas yang dia pakai dan melemparkannya ke atas sofa yang sama.Kemudian ia duduk dengan mata terpejam, sambil mengingat semua moment yang lalui hari ini."Laura Zara. Gadis yang cukup menarik bagiku. Dia cantik, baik, tidak matre, bahkan dia juga lebih menarik dibandingkan gadis lain.""Entah siapa pria beruntung yang Laura maksud tadi, tapi yang jelas aku sangat iri padanya karena bisa mendapatkan hati Laura."Cring, cring ....Tiba-tiba dering
Laura dan Vincent tengah menikmati kebersamaan di sebuah pasar malam yang tidak jauh dari kontrakan Laura.Saat dirinya sedang membereskan rumah, tiba-tiba Vincent datang dan mengajak Laura untuk menikmati udara malam di luar.Tentu Laura tak bisa menolak. Bagaimana pun juga semua Vincent sudah sangat berjasa untuknya."Kau mau makan apa?" tanya Vincent pada Laura."Terserah kau saja," balas Laura. Ya, balasan yang biasa dipakai oleh sejuta kaum hawa."Bagaimana kalau bakso saja. Apa kau suka bakso?" tanya Vincent lagi.Laura mengangguk kecil.Dengan segera Vincent menggandeng tangan Laura dan menuntunnya ke sebuah kedai bakso paling ramai yang ada di sana."Apa sebelumnya kau sudah pernah ke pasar malam?" tanya Laura basa-basi.Vincent menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis."Belum. Ini adalah pertama kalinya.""Orang kaya sepertimu pasti selalu makan di tempat ya mewah. Iya, 'kan? Apa kau tidak merasa risih jika makan di tempat sederhana seperti ini?" Laura sedikit ragu dan
Tok, tok, tok!!Leon mendengar suara ketukan pintu dari bilik kamar."Masuk!" ujar Leon tegas."Permisi, Tuan Leon. Di bawah ada Nona Laura yang datang dan sedang menunggu Tuan," jelas Angel."Apa!! Laura?" Leon tak percaya mendengarnya.Namun, seketika ketidakpercayaannya itu dipatahkan oleh anggukan Angel."Baiklah, saya akan segera turun."Saat sedang menuruni anak tangga, Leon memang melihat sosok wanita yang tengah menunggu dirinya."Laura," panggil Leon pelan.Wanita tersebut menoleh santai. Kemudian ia tersenyum melihat bahwa Leon sudah berada tepat dibelakangnya."Ada yang mau aku bicarakan padamu," ujar wanita itu.Sampai saat ini Leon masih tak curiga sama sekali. Ia belum sadar bahwa orang yang ada di hadapannya bukanlah Laura melainkan Launa. Benar, wanita yang akhir-akhir sedang ia cari untuk meminta pertanggung jawaban."Tapi aku tidak mau kita membicarakannya di sini karena takut di dengar oleh para pelayanmu," jelas Launa sambil melirik ke sana kemarin.Leon yang masi
"Bu, waktu itu aku memang sudah menjalankan rencanaku dengan baik. Aku telah mengirim Laura ke rumah Leon. Aku yakin kehidupannya sangat bahagia di sana.""Tapi entah kenapa tiba-tiba Laura dan Leon sudah tidak tinggal bersama lagi. Bahkan waktu itu Laura juga datang ke bengkelnya Devano sambil menangis dan mengatakan bahwa ia telah menolak cinta Leon hanya demi pria bajingan itu.""Sepertinya Leon sudah sempat menyatakan perasaan padanya, tapi ia menolak."Launa menjelaskan dengan panjang lebar."Namun, sampai sekarang aku tak pernah lelah untuk menghasut Devano agar menunjukkan sikap busuknya di depan Laura. Semakin sering Devano menyakiti perasaan Laura, maka itu akan membuat Laura semakin yakin jika Devano bukanlah pria baik.""Waktu itu aku juga sempat bertemu dengan Laura yang tengah duduk melamun di tepi danau. Aku menyuruh Devano untuk mengganggunya agar Laura semakin benci pada pria itu. Tapi dengan penuh kebodohan, si Devano malah berniat untuk mencelakai dan berniat mendoro
Mendengar ucapan Leon, tentu Harry sangat terkejut. Bagaimana bisa mereka menyudahi suatu hubungan dalam waktu singkat. Bahkan dia sendiri sampai tidak tau akan hal itu."Tapi bukankah kalian sudah bertunangan?" tanya Harry lagi.Damian, Felix, dan Galen hanya mendengarkan percakapan mereka saja."Memangnya kenapa jika sudah bertunangan? Apakah sepasang tunangan tidak boleh berpisah?" balas Leon yang malah berbalik tanya.Sontak jawaban sang kakak membuat Harry terdiam. Apa yang Leon katakan tidaklah salah. Berapa lama pun sebuah hubungan dibangun, sebesar apa pun cinta di dalamnya, tetap saja akan ada kata perpisahan sebagai akhir dari pertemuan.Leon sudah tak ada nafsu makan lagi dan hendak lekas pergi menuju kantor.Saat ia sedang mengeluarkan mobil dari halaman rumah, tiba-tiba ia berpapasan dengan sebuah truk besar yang sedang menurunkan banyak barang ke sebuah rumah yang berada tepat di sebelah kediamannya.Awalnya Leon tak peduli siapa yang baru saja pindahan. Tapi tiba-tiba A
"Aku khawatir jika alam seindah ini bisa hancur karena dipandangi oleh manusia sepertimu."Sontak suara seorang pria yang tidak asing di telinga berhasil memaksa Laura untuk membuka matanya.Laura yang kaget langsung berdiri dan menghadap ke belakang."Devano, sedang apa kau di sini? Apa masih belum puas kau menyakitiku?" tanya Laura.Devano malah tertawa kecil."Apa kau bilang? Menyakitimu? Cih!!""Memangnya sejak awal siapa yang memulainya duluan? Bukankah kau yang selingkuh dengan pria brengsek itu?"Mendengar sebutan 'Pria Brengsek', Laura langsung paham siapa yang dimaksud oleh Devano."Berhentilah menghina Leon! Dia tidak salah apa-apa. Kau boleh menuduhku telah berselingkuh atau apa pun itu, tapi jangan pernah bawa-bawa Leon dalam hal ini.""Astaga ... sepertinya ada yang marah saat nama selingkuhannya dicemari oleh mulutku," ujar Devano menyinggung Laura.Dengan langkah perlahan, Devano maju mendekati Laura sambil mendorong pundak wanita itu sedikit demi sedikit.Laura yang ti