Nek Risa berkata bahwa ia ingin Laura kembali ke rumah ini. Dia juga meminta Leon agar menjadikan Laura sebagai pasangan hidupnya suatu hari nanti karena tau bahwa Laura adalah wanita baik-baik.Leon hanya diam dan tak merespon. Ia tidak yakin bisa memenuhi keinginan tersebut. Apalagi Leon sadar bahwa Laura tidak memiliki perasaan apa pun padanya. Kebaikan dan perhatian Laura selama ini hanyalah cermin dari sikapnya saja, bukan karena sebuah perasaan.Leon hampir stres saat itu juga. Di satu sisi, dia harus mencari Laura agar bisa membuat neneknya senang. Di sisi lain, kondisi Nek Risa sudah semakin parah dengan banyaknya permintaan yang ia lontarkan.Ingin menenangkan diri, Leon pamit untuk keluar dan menyuruh sang nenek agar beristirahat.Seminggu kemudian, Laura terlihat tengah membereskan ruang makan di apartemen milik Alice. Jika dia tidak memenuhi perintah Alice , maka Laura takut malah Vanilah yang akan mendapat imbasnya.Dengan pikiran tak karuan, Laura terus mencari cara bag
Nek Risa berkata bahwa ia ingin Laura kembali ke rumah ini. Dia juga meminta Leon agar menjadikan Laura sebagai pasangan hidupnya suatu hari nanti karena tau bahwa Laura adalah wanita baik-baik.Leon hanya diam dan tak merespon. Ia tidak yakin bisa memenuhi keinginan tersebut. Apalagi Leon sadar bahwa Laura tidak memiliki perasaan apa pun padanya. Kebaikan dan perhatian Laura selama ini hanyalah cermin dari sikapnya saja, bukan karena sebuah perasaan.Leon hampir stres saat itu juga. Di satu sisi, dia harus mencari Laura agar bisa membuat neneknya senang. Di sisi lain, kondisi Nek Risa sudah semakin parah dengan banyaknya permintaan yang ia lontarkan.Ingin menenangkan diri, Leon pamit untuk keluar dan menyuruh sang nenek agar beristirahat.Seminggu kemudian, Laura terlihat tengah membereskan ruang makan di apartemen milik Alice. Jika dia tidak memenuhi perintah Alice , maka Laura takut malah Vanilah yang akan mendapat imbasnya.Dengan pikiran tak karuan, Laura terus mencari cara baga
Vani terlihat sangat gembira mendapatkan teman baru yang selama ini ia inginkan. Dengan antusiasnya gadis kecil itu memainkan boneka-boneka yang sudah rusak parah bersama dengan Laura.Meski tanpa bicara apa pun, Laura dapat melihat kegembiraan luar biasa di mata bulatnya Vani.BRAKK!!Tiba-tiba Alice datang mendobrak pintu, membuat Laura dan Vani terkejut. Tak ada angin tak ada hujan, Alice terus tertawa terbahak-bahak. Seolah-olah sedang ada lelucon yang berhasil mengocok perutnya."Hei, Laura!" teriak Alice memanggil nama wanita yang tengah duduk di karpet berbulu.Laura melirik dengan sinis, tak mau menyahut."Aku punya kabar gembira untukmu," seru Alice mendekat ke arah Laura.Laura pun dibuat keheranan, kabar apa yang Alice maksud."Si Nenek tua itu akhirnya mati. Woah, keren banget gak tuh?" ujar Alice masih dengan tawanya.Seketika Laura membuka mulut dengan spontan, dan matanya juga terbuka lebar. Ia masih mencoba berpikir positif dan berharap bukanlah Nek Risa yang Alice ma
Alice menyuruh Leon agar duduk terlebih dahulu, sementara dia akan ke dapur untuk mengambil minuman sebentar."Baiklah," ujar Leon pelan seraya melayangkan tatapan ke arah televisi Alice yang masih menyala.Dengan cepat Alice pun bergegas pergi. Ia menyuruh Laura untuk menuangkan minuman bersoda yang ada di kulkas ke dalam sebuah gelas.Laura dan Vani yang tengah mencuci piring pun dibuat keheranan melihat gerak-gerik Alice yang begitu gugup. "Untuk siapa?" tanya Laura penuh kecurigaan."Bukan urusanmu. Cepat lakukan saja!" balas Alice yang malah memarahi.Laura membersihkan tangannya yang dipenuhi sabun dan segera melakukan apa yang Alice perintahkan. Sedangkan Vani masih menyusun piring-piring yang baru saja dicuci ke dalam rak piring.Setelah selesai, Laura memberikan gelas tersebut pada Alice. Tak sengaja jarinya menyentuh tangan Alice dan terasa sangat dingin."Alice terlihat sedang ketakutan, ada apa sebenarnya?" tanya Laura dalam hati.Sebelum pergi, Alice menyuruh Laura dan V
Setelah kembali ke kediaman Halton, Laura menjalani hari seperti biasanya. Melihat pakaian kotor menumpuk, dengan segera tangannya tergerak untuk mencuci.Setelah semua selesai, Laura senam kecil terlebih dahulu sebelum membawa wadah besar berisi pakaian yang hendak ia jemur.Laura pun menguatkan kedua lengan untuk membawa wadah tersebut ke halaman belakang. Kebetulan di sebelah taman memang ada tempat khusus untuk menjemur.Mengibaskan pakaian basah itu dengan sangat indah, seolah-olah sedang berada di sebuah istana."Huh! Akhirnya selesai juga," ucap seorang Laura sembari mengusap dahi dengan pelan.Di saat yang bersamaan, tak sengaja dirinya melihat seorang pria tampan yang tengah duduk santai di kursi taman, tidak jauh dari posisinya saat ini.Diam-diam dipenuhi rasa penasaran, Laura terus mengintip. Ia penasaran siapa pria yang tengah membaca buku beserta headset yang menutupi telinganya.Berharap Laura dapat mengenal dia secara langsung, Laura pun mulai mencari perhatian. Dia ta
Laura dan Leon tengah berbelanja sayuran beserta kebutuhan mingguan di sebuah pasar tradisional yang tidak jauh dari rumah Leon.Sudah lama Laura tidak menginjakkan kaki di tempat yang biasanya ia datangi setiap hari.Leon sengaja menyuruh Angel untuk menyerahkan tugasnya kali ini kepada dirinya agar ia bisa menghabiskan waktu lebih banyak bersama Laura.Bahkan Leon sampai rela tak memakai mobil dan datang ke sana dengan berjalan kaki. Semua ini ia lakukan hanya demi waktu berharga yang baginya sangat tidak boleh dilewatkan.Laura terus memilih beberapa sayuran yang menurutnya terbaik. Mulai dari warnanya yang terlihat sudah matang, teksturnya, hingga ukurannya pun Laura perhatikan dengan sangat detail."Ini, Pak," ucap Laura seraya memberikan belanjaannya kepada si penjual."Totalnya enam ratus lima puluh ribu rupiah, Nona," jawab sang penjual setelah selesai menghitung keseluruhan."Kenapa mahal sekali? Biasanya aku berbelanja dengan bahan yang sama tidak sampai semahal ini," banta
Laura dan Felix tengah berada di sebuah pedesaan, tempat di mana Laura dilahirkan 23 tahun yang lalu.Sudah lama Laura tak mengunjungi tempat tersebut. Seingat dia, terakhir kali dirinya ke sana saat usianya masih sekitar 6 atau 7 tahun. Tentu sudah banyak jalan maupun tempat yang dilupakan seiring berjalannya waktu.Felix dan Laura terus bertanya-tanya mengenai jalan menuju lokasi yang hendak mereka datangi. Namun, belum ada satu pun jawaban yang dapat mereka jadikan acuan.Ya, lokasi yang dimaksud adalah rumah dari seorang bidan yang dulu membantu ibunya Laura dalam melahirkan dirinya. Ia ingin memastikan secara langsung apakah dia memang memiliki kembaran atau hanya sekedar dugaan saja.Karena sejak kecil, Laura masih sering bertemu bidan tersebut. Terutama karena hubungan orang tua Laura dengannya lumayan erat.Tapi dia sedikit kecewa karena tidak pernah diberitahu tentang Launa sedikit pun. Ia akhirnya memutuskan untuk datang ke tempat yang pernah menjadi saksi kisah masa kecilny
Laura dan Felix disambut baik oleh wanita yang sejak tadi mereka cari.Penampilan dan wajah Bu Laras tidaklah berubah sama sekali. Tetap cantik seperti terakhir kali Laura melihatnya."Silakan duduk," ucap Bu Laras."Mau dibuatkan apa? Teh, sirup, atau apa?" tanya nya dengan sangat amat ramah."Dari dulu Bu Laras tidak berubah," gumam batin Laura seraya menatapinya."Kak," Felix menyenggol pundak Laura, membuatnya terbangun dari lamunan."Te---terserah Ibu saja," balas Laura gugup.Bu Laras meninggalkan mereka sejenak dan kembali dengan dua gelas cangkir berisi teh hangat yang dia buat sepenuh hati."Awalnya saya kira siapa, ternyata kamu, Laura. Sudah besar sekali dirimu. Tumbuh menjadi wanita cantik dan sukses," puji Bu Laras.Laura yang sedang menyantap teh hangat tersebut pun tersedak."Ada apa?" Laura merespon pertanyaan Bu Laras dengan gelengan kepalanya. "Tidak ada apa-apa kok, Bu.""Serius?"Laura mengangguk pelan. "Bu Laras menganggap penampilanku sekarang adalah simbol kesu
Beberapa hari kemudian, Leon dan Laura memutuskan untuk menggelar acara pernikahan mereka setelah melakukan pertunangan.Namun, di hari yang bahagia ini Laura terlihat begitu sedih. Ia tak menyangka jika orang tuanya masih belum ditemukan sampai saat ini, bahkan saat dirinya hendak menempuh hidup baru dengan pria pilihannya.Di ruang rias pengantin, Laura sedang menatap dirinya di depan cermin.Balutan gaun itu terlihat sangat indah, tapi tidak dengan hatinya. Meski merasa ada goresan kebahagiaan, namun luka tetap menyertai."Bagaimana bisa aku menikah tanpa kehadiran orang tuaku?" tanya Laura dalam hati.Tapi tiba-tiba matanya membelalak saat melihat sosok wanita dari pantulan cermin. Wanita itu tengah berdiri di belakangnya, dan ternyata itulah adalah Manda.Laura menolah karena tidak percaya. Ia pikir ini hanya halusinasi saja. Tapi ternyata ini adalah kenyataan. Tidak lama kemudian Erik dan Launa ikut masuk ke ruangan yang sama. Kali ini sebuah keluarga yang utuh berkumpul di sat
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Kini sudah memasuki bulan keempat setelah takdir kembali mempertemukan Leon dengan Laura.Selama beberapa waktu tersebut, mereka sering menghabiskan waktu bersama. Bahkan Leon juga sering menjemput Laura dari minimarket tempatnya bekerja dan mengantarkan dia pulang ke kontrakannya.Di pagi yang cerah ini, Leon dan Laura telah membuat janji untuk saling bertemu di sebuah kafe yang sangat sepi.Kafe ini jarang sekali dikunjungi oleh para pengunjung dan biasa di datangi oleh orang-orang tertentu saja. Selain karena harga menu-menunya yang mahal, ketersediaan tempat duduk di kafe tersebut juga sangat terbatas. Sehingga orang-orang yang tidak menyukai keramaian akan sangat menyukai tempat ini.Laura terlihat tengah menunggu Leon sendirian. Ekor matanya tak henti melirik ke sana dan kemari, mencari sosok pria yang selama ini masih ia kagumi sepenuh hati.Tak disangka ternyata Vincent ada di kafe itu juga. Melihat ada Laura di sana, tentu Vincent sanga
Dua hari kemudian, Leon membulatkan tekad untuk datang ke minimarket tempat Laura bekerja.Melihat Leon datang ke sana, tubuh Laura grogi tak karuan."Leon. Untuk apa dia datang ke sini?" tanya Laura dalam hati. Ia benar-benar sangat gugup."Laura, apa kau punya waktu?" Tanpa basa-basi Leon langsung bertanya ke intinya."Hah!! Maksudmu?""Apa yang punya waktu untuk menemaniku makan siang sekarang?"Seketika Laura merasa seperti tersambar petir. Bagaimana bisa Leon tiba-tiba datang dan mengajaknya makan bersama seperti dulu lagi."Ma---maaf, Leon. Aku tidak bisa karena masih ada kerjaan," balas Laura yang tidak berani menatap mata lawan bicaranya.Mendadak, dari dalam keluarlah seorang wanita bernama Fira.Fira adalah karyawan baru juga di sana. Ia baru mulai bekerja kemarin hari."Bukankah sekarang sudah masuk waktu istirahatmu, Laura?" tanya Fira yang sebelumnya tidak sengaja mendengar percakapan mereka."Ta---tapi bagaimana bisa aku meninggalkanmu sendirian di sini?""Tidak apa-apa
Vincent mengantarkan Laura pulang ke kontrakannya."Jangan tidur terlalu malam," pesan Vincent sambil mengacak pelan rambut Laura."I---iya," jawabnya gugup.Tak ingin berlama-lama lagi, Vincent langsung bergegas untuk meninggalkan tempat."Baiklah, aku pergi dulu.""Hati-hati, Vincent. Jangan terlalu kencang bawa mobilnya." "Tenang saja, Nona Cantik," balas Vincent sambil meledek Laura.Setelah beberapa menit berlalu, kini ia sudah sampai di apartemennya dan bergegas meraih sebuah sofa untuk mengistirahatkan diri di atas sana.Vincent membuka jas yang dia pakai dan melemparkannya ke atas sofa yang sama.Kemudian ia duduk dengan mata terpejam, sambil mengingat semua moment yang lalui hari ini."Laura Zara. Gadis yang cukup menarik bagiku. Dia cantik, baik, tidak matre, bahkan dia juga lebih menarik dibandingkan gadis lain.""Entah siapa pria beruntung yang Laura maksud tadi, tapi yang jelas aku sangat iri padanya karena bisa mendapatkan hati Laura."Cring, cring ....Tiba-tiba dering
Laura dan Vincent tengah menikmati kebersamaan di sebuah pasar malam yang tidak jauh dari kontrakan Laura.Saat dirinya sedang membereskan rumah, tiba-tiba Vincent datang dan mengajak Laura untuk menikmati udara malam di luar.Tentu Laura tak bisa menolak. Bagaimana pun juga semua Vincent sudah sangat berjasa untuknya."Kau mau makan apa?" tanya Vincent pada Laura."Terserah kau saja," balas Laura. Ya, balasan yang biasa dipakai oleh sejuta kaum hawa."Bagaimana kalau bakso saja. Apa kau suka bakso?" tanya Vincent lagi.Laura mengangguk kecil.Dengan segera Vincent menggandeng tangan Laura dan menuntunnya ke sebuah kedai bakso paling ramai yang ada di sana."Apa sebelumnya kau sudah pernah ke pasar malam?" tanya Laura basa-basi.Vincent menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis."Belum. Ini adalah pertama kalinya.""Orang kaya sepertimu pasti selalu makan di tempat ya mewah. Iya, 'kan? Apa kau tidak merasa risih jika makan di tempat sederhana seperti ini?" Laura sedikit ragu dan
Tok, tok, tok!!Leon mendengar suara ketukan pintu dari bilik kamar."Masuk!" ujar Leon tegas."Permisi, Tuan Leon. Di bawah ada Nona Laura yang datang dan sedang menunggu Tuan," jelas Angel."Apa!! Laura?" Leon tak percaya mendengarnya.Namun, seketika ketidakpercayaannya itu dipatahkan oleh anggukan Angel."Baiklah, saya akan segera turun."Saat sedang menuruni anak tangga, Leon memang melihat sosok wanita yang tengah menunggu dirinya."Laura," panggil Leon pelan.Wanita tersebut menoleh santai. Kemudian ia tersenyum melihat bahwa Leon sudah berada tepat dibelakangnya."Ada yang mau aku bicarakan padamu," ujar wanita itu.Sampai saat ini Leon masih tak curiga sama sekali. Ia belum sadar bahwa orang yang ada di hadapannya bukanlah Laura melainkan Launa. Benar, wanita yang akhir-akhir sedang ia cari untuk meminta pertanggung jawaban."Tapi aku tidak mau kita membicarakannya di sini karena takut di dengar oleh para pelayanmu," jelas Launa sambil melirik ke sana kemarin.Leon yang masi
"Bu, waktu itu aku memang sudah menjalankan rencanaku dengan baik. Aku telah mengirim Laura ke rumah Leon. Aku yakin kehidupannya sangat bahagia di sana.""Tapi entah kenapa tiba-tiba Laura dan Leon sudah tidak tinggal bersama lagi. Bahkan waktu itu Laura juga datang ke bengkelnya Devano sambil menangis dan mengatakan bahwa ia telah menolak cinta Leon hanya demi pria bajingan itu.""Sepertinya Leon sudah sempat menyatakan perasaan padanya, tapi ia menolak."Launa menjelaskan dengan panjang lebar."Namun, sampai sekarang aku tak pernah lelah untuk menghasut Devano agar menunjukkan sikap busuknya di depan Laura. Semakin sering Devano menyakiti perasaan Laura, maka itu akan membuat Laura semakin yakin jika Devano bukanlah pria baik.""Waktu itu aku juga sempat bertemu dengan Laura yang tengah duduk melamun di tepi danau. Aku menyuruh Devano untuk mengganggunya agar Laura semakin benci pada pria itu. Tapi dengan penuh kebodohan, si Devano malah berniat untuk mencelakai dan berniat mendoro
Mendengar ucapan Leon, tentu Harry sangat terkejut. Bagaimana bisa mereka menyudahi suatu hubungan dalam waktu singkat. Bahkan dia sendiri sampai tidak tau akan hal itu."Tapi bukankah kalian sudah bertunangan?" tanya Harry lagi.Damian, Felix, dan Galen hanya mendengarkan percakapan mereka saja."Memangnya kenapa jika sudah bertunangan? Apakah sepasang tunangan tidak boleh berpisah?" balas Leon yang malah berbalik tanya.Sontak jawaban sang kakak membuat Harry terdiam. Apa yang Leon katakan tidaklah salah. Berapa lama pun sebuah hubungan dibangun, sebesar apa pun cinta di dalamnya, tetap saja akan ada kata perpisahan sebagai akhir dari pertemuan.Leon sudah tak ada nafsu makan lagi dan hendak lekas pergi menuju kantor.Saat ia sedang mengeluarkan mobil dari halaman rumah, tiba-tiba ia berpapasan dengan sebuah truk besar yang sedang menurunkan banyak barang ke sebuah rumah yang berada tepat di sebelah kediamannya.Awalnya Leon tak peduli siapa yang baru saja pindahan. Tapi tiba-tiba A
"Aku khawatir jika alam seindah ini bisa hancur karena dipandangi oleh manusia sepertimu."Sontak suara seorang pria yang tidak asing di telinga berhasil memaksa Laura untuk membuka matanya.Laura yang kaget langsung berdiri dan menghadap ke belakang."Devano, sedang apa kau di sini? Apa masih belum puas kau menyakitiku?" tanya Laura.Devano malah tertawa kecil."Apa kau bilang? Menyakitimu? Cih!!""Memangnya sejak awal siapa yang memulainya duluan? Bukankah kau yang selingkuh dengan pria brengsek itu?"Mendengar sebutan 'Pria Brengsek', Laura langsung paham siapa yang dimaksud oleh Devano."Berhentilah menghina Leon! Dia tidak salah apa-apa. Kau boleh menuduhku telah berselingkuh atau apa pun itu, tapi jangan pernah bawa-bawa Leon dalam hal ini.""Astaga ... sepertinya ada yang marah saat nama selingkuhannya dicemari oleh mulutku," ujar Devano menyinggung Laura.Dengan langkah perlahan, Devano maju mendekati Laura sambil mendorong pundak wanita itu sedikit demi sedikit.Laura yang ti